“Jin Sinting palsu! Jahanam ini dulu yang hampir mencelakaiku di sarangnya Jin Muka Seribu...” membatin Bintang. “Kabarnya sejak didamprat saudara kembarnya Si Jin Sinting asli, dia telah berubah baik. Sekarang dia muncul di sini! Apa membawa niat baik atau niat jahat! Apa dia muncul bersama yang lain-lain ini?”
Bintang melirik ke samping kiri. Di situ tegak sosok berjubah hitam berwajah dan bertubuh jerangkong. Makhluk ini bukan lain adalah Sang Junjungan, guru Jin Santet Laknat. Sebelumnya Bintang memang tidak pernah melihat makhluk ini hingga tidak mengetahui siapa dia adanya.
Orang ke tiga berdiri berdampingan dengan orang ke empat. Yang di sebelah kanan ternyata adalah Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Otaknya yang terletak di atas kepala tampak mendenyut keras, mukanya mengelam pertanda orang tua berkepandaian tinggi ini tengah berusaha menindih hawa amarah yang saat itu menggelegak di dadanya. Dua matanya memandang garang tak berkesip ke ara
Bintang melirik ke arah orang bermuka tengkorak berbadan jerangkong yang dipanggil dengan sebutan Sang Junjungan. Orang ini tegak tak bergerak. Rambut putih di batok kepalanya kelihatan aneh. Di dalam sepasang matanya yang bolong kelihatan cahaya merah seperti ada kobaran api di dalam kepalanya. “Agaknya si makhluk jerangkong ini tidak datang bersama Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab dan kakek jubah ungu itu,” Bintang menduga dalam hati.Tiba-tiba ada suara kerincingan disusul suara rebana ditabuh. “Na... na... na... Ni... ni... ni!” Di sebelah sana si Jin Sinting mulai menyanyi sambil menari. Pantatnya tersingkap ogel-ogelan kian kemari!“Jahanam sinting! Berhenti menabuh rebana! Tutup mulut dan berhenti menari! Aku tidak membawamu kemari! Kau yang mengikuti perjalanan kami berdua. Jadi harap kau tahu diri! Jangan mengacau urusan orang lain! Kalau tidak bisa berdiam diri lebih baik pergi dari sini!” Yang membentak penuh marah adal
“Hemmm...” Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab keluarkan suara bergumam. “Setelah menerima budi orang kau unjukkan sikap baik, sengaja melindungi dirinya. Tidak mau memberitahu di mana dia berada! Makin jelas bagiku kalau kau memang terlibat cinta dengan nenek jahat buruk itu!”Bintang jadi kesal. Dalam hati dia membatin. “Tua bangka berotak geblek! Kalau kau melihat ujud asli Jin Santet Laknat, rasanya aku berani bertaruh mencungkil mataku sendiri. Kau pasti terpikat habis-habisan padanya!” Bintang pandangi otak si kakek yang bertengger berdenyut di atas kepalanya. Ksatria Pengembara lalu meneruskan ucapannya.“Aku memang tidak tahu di mana nenek itu berada! Bukan karena ingin melindunginya. Tapi karena aku orang tolol tidak tahu apa-apa! Sebaliknya kau orang pintar! Percuma kau bernama Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab kalau tidak mampu mengetahui di mana Jin Santet Laknat berada. Mungkin benar ucapan Si Jin Sinting tadi. Kau telah keh
Ketika Sang Junjungan memapasi serangan Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab, Ksatria Pengembara sebenarnya juga merasa heran. Semula dia menduga makhluk muka tengkorak itu menghalangi serangan Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab karena dia tidak ingin kedahuluan. Karena pasti dia juga membekal maksud untuk membunuh dirinya. Namun mendengar ucapan si muka tengkorak tadi, hati sang pendekar jadi bertanya-tanya.Setuju akan ucapan Pawungu maka Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab segera menyerbu. Dari tangan kanannya yang dihantamkan ke arah Bintang menderu keluar satu gulungan sinar putih sebesar batang kelapa. Dalam jarak beberapa langkah dari Bintang tiba-tiba sinar ini memecah menjadi tujuh! Inilah kedahsyatan ilmu pukulan yang disebut Menara Mayat Meminta Nyawa!Di bagian lain Pawungu sudah menghantam pula ke arah si muka tengkorak. Dua tangannya dipukulkan ke depan. Dua larik sinar ungu berkiblat dari ujung-ujung lengan jubahnya! Si muka tengkorak berseru keras ketika merasakan tubuhn
Dalam hati Pawungu membatin. “Kalau aku terus melayani makhluk ini dalam pertempuran jarak jauh, cepat atau lambat aku pasti akan kena dicelakainya. Tak ada jalan lain. Aku harus mengeluarkan ilmu Menyatu Jazad Dengan Alam. Tubuhnya harus aku pantek ke pohon atau ke batu. Tapi bagaimana caranya aku bisa merangsak mendekatinya!”Sementara itu di bagian yang lain Ksatria Pengembara tengah menghadapi serbuan serangan Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Tubuh si kakek telah berubah menjadi bayang-bayang putih. Tendangan dan pukulannya mendera ganas. Bintang yang sebelumnya pernah berkelahi melawan Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab dan hampir menemui ajal akibat tendangan Jin Racun Tujuh berlaku sangat hati-hati.Dalam lima jurus pertama Bintang keluarkan jurus Kelana Pemabuk. Walau dia bisa mengimbangi namun ada rasa khawatir lawan akan berhasil menjebol pertahanannya. Maka Ksatria Pengembara menghantam dengan pukulan Rembulan Dingin, disusul dengan terjangan Matahari T
Dari atas pohon kembali terdengar tabuhan rebana dan suara nyaring kerincingan si Jin Sinting. Kekeh panjang Sang Junjungan yang tadi sempat terhenti sewaktu diserang senjata rahasia yang dilepaskan Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab, kini kembali meledak. Di atas pohon Si Jin Sinting menimpali dengan tabuhan rebana dan goyangan kerincingan.Walau darahnya mendidih, amarahnya menggelegak, namun Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab masih bisa menggunakan jalan pikiran sehat. Dalam keadaan seperti itu tidak ada gunanya dia melanjutkan pertempuran melawan dua musuh yang ternyata memiliki kepandaian tinggi itu. Dengan cepat dia angkat tubuh Pawungu lalu dipanggul di bahu kanan. Setelah lemparkan pandangan menyorot pada Sang Junjungan dan Bintang, kakek ini segera berkelebat pergi dari tempat itu.Sang Junjungan hentikan tawanya, mengusap muka tengkoraknya dengan telapak tangan yang hanya merupakan tulang belulang putih lalu berpaling ke arah Bintang.“Anak muda! Lekas dat
OMBAK besar bergulung dahsyat dan memecah di teluk Pabuntusamudera di kawasan selatan Negeri Jin. Seorang berpakaian serba kuning berlari kencang, berkelebat ke arah timur teluk tak lama setelah sang surya memunculkan diri siap menerangi jagat raya. Ketika segulung ombak luar biasa besarnya menderu di arah teluk, sosok berpakaian kuning itu yang ternyata adalah seorang nenek bermuka kuning hentikan larinya. Tiga buah sunting di atas kepalanya bergoyang-goyang. Nenek ini yang bukan lain adalah Jin Selaksa Angin alias Jin Selaksa Kentut alias Luhkentut diam sejenak. Dua matanya berkilat-kilat besar menatap ke arah laut. Didahului suara teriakan nyaring dia melompat setinggi dua tombak. Begitu dua kakinya menginjak pasir dia kembali lari. Kali ini bukan menyusuri teluk tapi malah ke arah laut, menyongsong datangnya gelombang ombak besar.Byuuurrrrr!Ombak setinggi rumah itu bergulung lalu menimbun sosok berpakaian kuning dan akhirnya memecah di pasir hitam Teluk Pabuntusa
“Dia meyuruh saya makan kibul ayam sebanyak tujuh puluh tujuh buah...”“Kibul ayam. Benda apa itu, bagaimana ujudnya?” bertanya Jin Tanpa Bentuk Tanpa Ujud.“Itu Guru... Bagian lancip yang menempel di pantat ayam...” menerangkan Jin Selaksa Angin.“Ahahaha...!” Jin Tanpa Bentuk Tanpa Ujud berseru lalu tertawa gelak-gelak.“Muridku, jika kau sudah puas dengan kentutmu yang indah itu, berarti kau telah mencapai kesembuhan. Apakah kau telah menghaturkan terima kasihmu pada pemuda dari negeri manusia itu?”“Aku memang merencanakan untuk mencarinya dan menyampaikan rasa terima kasihku. Namun sebelum hal itu kesampaian kuketahui dia ternyata seorang jahanam besar...”“Jahanam besar bagaimana maksudmu, muridku?”“Dia menimbulkan bencana busuk dan keji di mana-mana!”“Bencana busuk keji yang bagaimana?”“Dia ternyata
“Namun... muridku, aku juga menaruh dugaan. Hilangnya daya ingatmu mungkin juga disebabkan oleh satu penderitaan sangat berat yang bersarang mulai dari hati sampai ke pikiranmu. Kemudian, ketika kau siuman kau mempunyai satu sifat aneh. Yakni suka akan warna dan benda apa saja yang berwarna kuning. Itu sebabnya kau membuat sendiri jubah berwarna kuning. Mengecat wajahmu dengan jelaga kuning. Memakai sunting dan subang serta kalung dan gelang warna kuning. Selama bertahun-tahun aku memberi pelajaran ilmu silat dan kesaktian padamu di dalam goa ini, aku berusaha menyembuhkan kesadaranmu. Tetapi tidak berhasil. Mungkin selama kau berada di luar sana ada sesuatu yang mampu membuat kau mengingat-ingat siapa dirimu sebenarnya?”Si nenek terdiam sejurus. Lalu gelengkan kepala.“Aku yakin selama belasan tahun di luaran kau bertemu banyak orang. Apakah tidak satupun di antara mereka yang menimbulkan rasa ingat dalam dirimu...?”“Aku tidak bi