Share

20. Altar Persembahan

Entah berapa lama mereka tak sadarkan diri, atau kapan badai itu lenyap. Tapi Zayn merasakan kehangatan api unggun menyapu wajahnya dan membangunkannya. Zayn mendengar gumaman di sekitarnya. Zayn mencoba menguping pembicaraan mereka, dan tersenyum ketika Baron bertanya apakah ia boleh membangunkan Zayn.

“Kau tak bisa membangunkan orang yang pura-pura tidur,” kata Bayu, yang berdiri di atas Zayn. Zayn tertawa, lalu bangun.

“Apa yang terjadi?” tanya Zayn, sambil menatap kabut debu yang mewarnai langit yang muram.

“Kami sedang menunggumu,” katanya.

“Mengapa tidak ada yang membangunkanku?”

“Karena kami tidak tahu apa yang menyebabkanmu tidur.”

Zayn mengangguk sambil mengingat-ingat apa yang terjadi. Tubuh Zayn terasa segar dan kesadarannya menaik, tapi Zayn tidak bermimpi.

“Badai itu?”

Bayu menoleh dan bergeser dari pandangan Zayn.

“Badai itu telah hilang, tapi sekarang entah berada dimana kita ?!” katanya.

Sejenak Zayn mengedarkan pandangannya, terlihat reruntuhan kota besar, separuh terbenam dalam pasir. Reruntuhan tembok dan bekas jalan kuno serta tiang-tiang tinggi yang rusak membentang di hadapannya. Hanya ada bangunan yang masih utuh, dan bangunan itu dekat sekali jaraknya. Bangunan ini berbentuk bulat dengan atap kubah, seperti kuil kuno atau makam.

“Tempat apa ini?”

Baron dan Bayu mengangkat bahunya, sebagai tanda merekapun tak tahu.

“Dimana kapal kita ?” tanya Zayn lagi.

Lagi-lagi Baron dan Bayu tak menjawabnya, tapi wajah keduanya tampak berpaling ke satu arah. Zayn mengikuti arah itu. Dan seketika saja wajah Zayn berubah pucat.

Tak seberapa jauh dari hadapannya tampak sebuah kapal yang sangat dikenali Zayn sebagai kapal yang mereka tumpangi sebelum terjadi badai dan kini kapal itu sudah tampak terdampar diatas gundukan pasir.

“Ba... Bagaimana bisa sampai disitu ?” tanya Zayn pelan, seakan bertanya pada dirinya sendiri. Bayu dan Baron terlihat menggeleng dan mengangkat kedua bahu mereka sebagai jawaban atas pertanyaan Zayn.

 “Dimana Surya dan Lyn ?” tanya Zayn lagi.

 “Pergi kesana,” kata Bayu menunjuk bangunan bundar yang ada dihadapan mereka.

“Ayo, kita juga kesana!” kata Zayn seraya bangkit berdiri.

“Dari tadi kami juga mau kesana Zayn, tapi karena nungguin kamu disini, terpaksa dah” kata Baron seraya ikut bangkit berdiri bersama Bayu. Akhirnya mereka bertiga berangkat ke bangunan bundar itu. Setiap reruntuhan kuno memuat barang berharga, dan kini reruntuhan itu ada di depan kami.

Bintang yang diam di atas sana, entah mengapa, bertambah terang cahayanya, terlihat didalam bangunan bundar itu, Lyn sedang meneliti struktur bangunan itu. Zayn dan Baron saling pandang dengan keheranan.

“Nona Lyn adalah seorang mahasiswi jurusan Arkeologi” jelas Bayu yang memahami keheranan keduanya.

“Arke.. Arke... Arke apa Zayn ?” tanya Baron

“Arkeologi”

“Ya, Arkeologi. Apa itu ?”

“Arkeologi atau ilmu yang mempelajari budaya masa silam, yang sudah berusia tua, baik pada masa prasejarah, maupun pada masa sejarah” jelas Zayn.

“Maksudmu arkeologi itu orang-orang yang menggali-gali makam untuk mencari mummy itu ya ?”

“Ya, seperti itulah kira-kira” kata Zayn tersenyum.

Saat mereka mendekatinya.

“Sudah sadar Zayn ?” tanya Surya tersenyum. Zayn hanya balas tersenyum tipis. Mereka kemudian kembali memperhatikan Lyn yang sedang meneliti tempat itu, Lyn kemudian menunjukkan kepada mereka sisa-sisa tiang yang melingkari bangunan dan sisa-sisa tiang serambi di bawah atap kubah. Ia mengelilingi bangunan itu dengan hati-hati. Ia mengira-ngira tinggi dan lebarnya, mencari petunjuk usia dan kegunaannya. Sesuai perintahnya, Zayn dan yang lain mengikutinya dalam satu barisan, mengikuti jejaknya agar mereka tidak secara sengaja merusak artefak apa pun dalam kegelapan. Lyn senang ketika mengetahui bahwa ada empat pintu terbuka yang menghadap ke empat arah kompas. Pintu ke arah barat tepat menghadap pohon. Cahaya juga masuk dari atas atap. Ini mungkin karena atap itu rusak sebagian atau memang dirancang untuk menerima cahaya. Tapi, ia tampak terkejut ketika tidak menemukan tanda-tanda nyata dari eksteriornya, entah itu tulisan atau prasasti dalam bahasa apa pun.

Wajahnya tampak kecewa ketika cahaya senter Surya hanya menemukan sebuah konstruksi bulat dari batu-batu hitam. Konstruksi itu tingginya sekitar satu meter dan mungkin berdiameter sekitar tiga meter. Ia mengira itu semacam altar. Konstruksi itu berada tepat di tengah bangunan, di bawah atap yang terbuka. Tidak ada benda lain di dalamnya, hanya pasir yang menutupi lantai.

Tapi, ternyata ada sesuatu yang lain. Walaupun mendapat cahaya yang cukup terang dari bintang, ruangan dalamnya lebih gelap dan lebih misterius daripada makam. Ada rasa takut merayap di hati. Udara menjadi terasa berat dan lembap di paru-paru. Seperti ada sesuatu yang mengerikan sedang menanti selama ribuan tahun.

Zayn mulai berzikir dalam hati, berjalan pelan dan tenang. Ketakutannya bertambah setiap Zayn melangkah, sampai mereka berkumpul di sebuah benda melingkar dari kayu di tengah-tengahnya, yang berada di atas tumpukan batu-batu hitam yang membentuk lingkaran.

“Tidak ada altar,” kata Baron

“Mungkin ini dulunya sumur.” Celetuk Bayu.

“Aku tidak akan mau minum air dari situ,” kata Baron lagi.

Surya mengangguk. “Kukira tak ada air tersisa di sana. Ini sepertinya kayu cedar. Kayu seperti ini tahan lama” Ia berjongkok dan mulai memeriksa batu-batu di sekitarnya. Ia meneliti setiap batu dengan senternya, memeriksa satu persatu dari lapisan atas hingga ke bawah.

Pemeriksaan itu berlangsung agak lama. Dalam kesunyian yang panjang, Baron mulai menggigil gelisah. Matanya menatap kabut gelap. Kemudian dia bergerak mendekati Surya yang berdiri di sisi sumur aneh ini. Ia sedang membersihkan pasir dari kayu itu. Ketakutan makin mengental. Hanya Surya, Lyn, Bayu dan Zayn yang sepertinya tidak takut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status