…
"Pemurnian pil menggunakan energi dingin? Tidak aku sangka bisa melihatnya secara langsung," ujar pria berjubah sesaat setelah naik ke atas batu."Kalian berdua mau tetap di sini?" ucap Akara kepada Sania dan Komo. "Akan sangat tidak nyaman, mungkin juga bahaya," lanjutnya."Tidak masalah!" jawab Sania, sedangkan Komo hanya mengangguk, kemudian Akara membuat kubah pelindung kembali."Nih." Akara memberikan kotak kecil dan ketika dibuka membuat pria berjubah cukup terkejut. Cahaya putih yang muncul dan juga aroma harum semerbak yang langsung menyebar."Beneran pil level lima? Lalu cahaya ungu begitu cerah tadi, aura alkemismu level berapa!?" ucapnya cukup terkejut."Tidak perlu banyak bicara dan makanlah!" bentak Akara. "Sebelum itu lepaskan jubahmu," lanjutnya.Pria berjubah langsung melepaskan jubahnya dan nampaklah seorang pria berumur tiga puluh tahunan. Rambutnya pendek, dengan muka mulus tanpa luka, namun tubuh atletisMelihat orang yang membunuh kedua orangtuanya, Komo dipenuhi oleh dendam amarah. Ia yang mencoba paling keras untuk berdiri, mengeluarkan aura mistisnya dan menciptakan kristal beracun. "Kau membunuh kedua orangtuaku!" Komo langsung membuat puluhan kristal yang memenuhi udara di atasnya dan segera ia luncurkan.Hanya dengan kibasan pelan telapak tangannya, Marbun Bidara membuat hembusan angin yang bahkan menangkis semua kristal yang Komo luncurkan. Kini Sania mengeluarkan topeng serigala dan langsung ia kenakan."Topeng itu? Pantas saja." Pria berjubah walau sedang kesakitan ternyata tertarik begitu melihatnya."Pasukan ASU? Aku tidak menyangka ada seorang bocah sepertimu di pasukan Assasin Superior Unit kekaisaran Amerta!" ujar Marbun Bidara."Tidak mengherankan bukan?" Sania langsung mempersiapkan belati kecil di setiap sela jarinya, lalu melesat dan melemparkan satu-satu belati dari segala arah. Setelah itu dirinya melesat menggunakan
..Selagi berlari, Akara memadatkan Higanbana yang berbentuk bunga Lily . Ia kini tidak hanya menggunakan es, namun juga kristal beracun milik Komo. Di kedua sisinya, ada Komo dan Sania yang menyerang dan menangkis serangan pasukan yang mengejar mereka. Serangan kristal Komo begitu menakutkan bagi mereka, namun tidak dengan Avav. Pelayan tua itu sudah berada di ranah Gambuh enam bulan energi dua bintang. Ia menangkis serangan Komo dengan mudah, bahkan melesat terbang sangat cepat. Kibasan ekor Komo dan tebasan Sania selalu menghadang saat Avav mendekat."Cepat Akara! Aku bisa membunuh mereka, namun tidak dengan pak tua itu!" seru Komo karena Akara begitu lama memadatkan Higanbana. Ia tidak menggunakan aura alkemisnya, membuat pemadatan jauh lebih lama."Aghhh baiklah!" Akara nampak frustasi, namun ia nekat mengaktifkan aura alkemisnya. Lebih baik kekuatan yang ia sembunyikan diketahui oleh musuh, daripada kehilangan kehidupan.Wushh…Cahaya un
"Mati kalian!" Marbun Bidara menyeringai penuh kemenangan, melihat dua remaja yang ia kejar masuk ke dalam kandang seekor Naga. Tidak ada hasil lain selain kematian setelah memasukinya.Cetas!!Pecutan ekor berwarna ungu berkilau mengenai tubuh Marbun Bidara, menghancurkan pedang besar yang ia gunakan untuk menangkis, serta membuatnya terlempar begitu jauh. Arah lemparan berkilo-kilometer di udara sebelum menabrak hutan, namun masih saja berlangsung hingga menghancurkan hutan puluhan meter jauhnya. Melihat hal itu, Pria berjubah yang bergegas menuju gua jadi mengubah haluan. Ia mengejarnya, namun lagi-lagi Marbun Bidara menggunakan artifak teleportasi.…Di dalam gua"Bocah manusia!" Seekor King Kobra berukuran sangat besar mendekati Akara, Komo yang ukurannya terbilang besar saja tidak bisa dibandingkan dengannya. Namanya Ken, memiliki dua pasang tanduk di kepalanya yang membuatnya benar-benar terlihat seperti Naga. Ternyata tidak hanya seeko
Kini ekor Ken yang langsung masuk ke dalam kolam, mencari keberadaan tubuh remaja itu. Saat ia angkat ekornya, kini nampaklah bocah remaja yang sedang duduk bersila dengan tubuh sudah telanjang bulat. Rambut dan alisnya bahkan telah hilang karena ganasnya racun itu. Aura ranah dan alkemisnya menyala bersamaan, berputar begitu cepat untuk mengalirkan energi di tubuhnya. Walau sedikit terkejut dan tersipu malu, Sania tetap bergegas mendekatinya."Tenang saja, dia sudah minum air Kantong Semar Merah," jelas Ken sambil menunjuk Kantong Semar Merah yang sudah terbuka di genggaman tangan Akara.Seperti ular yang sedang ganti kulit, kulit luar remaja itu terus mengelupas, namun selalu tergantikan oleh kulit baru. Begitu hebatnya efek Kantong Semar Merah dalam meregenerasi sel, bahkan tubuhnya yang dalam masa pertumbuhan kini perlahan-lahan berubah. Ia tumbuh menjadi seorang laki-laki layaknya di umur dua puluhan. Kini rambutnya mulai tumbuh, terus memanjang hingga menutup
Dong Waru, Slamet Kopling dan beberapa master kuat dari kota Araves telah tiba di bekas ledakan Higanbana. Api surgawi sudah padam, menyisakan jarum kristal yang menancap di mana-mana."Bahkan seorang Master Aura di ranah Gambuh!?" Dong Waru mendekati Avav yang sudah menjadi abu, lalu melihat abu pasukan lainnya. "Sisanya di ranah Asmaradana!" Lanjutnya.Mereka hanya bisa menebak-nebak, siapakah yang melakukan serangan yang bahkan mampu membunuh master Aura di ranah Gambuh dalam satu kali serangan. Karena tidak mengenal pemilik jurus itu, mereka menebak mungkin ia adalah master aura dari dunia atas.…Kini Sania dan Komo menyerap racun di pinggir kolam, sedangkan Akara bersantai di atas batu dengan kedua ular raksasa yang menemaninya."Jadi paman Ken yang selalu membuat suara auman itu?" ucapnya mengingat auman naga yang terus terdengar setiap hari."Tentu saja!... Bukan," jelasnya membuat Akara bingung, lalu ia menjelaskan bahwa itu
"Paman, semprotkan bisamu!" Akara berteriak sambil mengangkat pedang yang ia tempa. Tanpa bertanya, paman Ken langsung menyemburkan bisanya ke arah pedang yang masih menyala merah itu.Jwoshh…Bisa racunnya terbakar, membuat pedang itu dingin kembali dan muncul pola pada bilahnya. Pola seperti batik yang disebabkan oleh reaksi zat asam pada racun bisa dengan pedang. Akara kemudian membakarnya lagi, lalu menemanya, lalu membakarnya, lalu disembur bisa dan terus berulang dengan tetap memasukkan energi alam. Tidak lama kemudian, muncul hentakan energi dari pedang itu. Energi yang membumbung tinggi hingga menyentuh awan, seperti cahaya lampu yang terang berwarna merah. "Tingkat Kaisar!? Boleh juga kau bocah!" seru Ken."Kaisar sih Kaisar, tapi masih level empat!" seru Akara sambil mengeluarkan sebuah batu giok biru yang telah ia isi api di dalamnya. Ken dan Kyun langsung terkejut begitu melihat batu kecil berwarna biru itu."Darimana kau mendapatkannya!?" "Ini?" ucap Akara sambil menunj
Ia mengeluarkan dua senjata berupa pedang dan tombak yang masih mengeluarkan asap ungu beracun dari bilahnya. Segera ia selimuti kedua bilah senjata tadi menggunakan es agar asap racun tidak menyebar."Pedang dan tombak King Kobra Ungu dengan tingkat Kaisar level empat. Sesuai namanya, kedua senjata ini dimurnikan menggunakan racun bisa ular King kobra. Tingkatan ularnya tidak perlu ditanyakan, suruh saja seseorang di ranah Asmaradana menghirupnya. Aku jamin akan langsung kehilangan kekuatannya dan tepar tak berdaya," jelas Akara karena memang benar, Lina dan Bram saat itu bahkan tidak bisa menahan racun dari Kai yang tingkatannya jauh di bawah ayahnya (Ken). "Baiklah, akan saya urus." Kak Elena kembali profesional dan mengeluarkan dua kotak yang terbuat dari es untuk mengamankan senjata itu."Oh iya kak, bisa itu dilelang besok? Hari ini di umumkan saja," ujar Akara saat kak Elena ingin keluar dari ruangan."Tentu saja!" jawabnya, lalu mengulurkan tangannya dan muncul segepok uang d
"Ayo ke kota hutan," ucap Akara membuat Sania langsung memerah padam karena salah sangka. Ia lalu menangkap tangan Akara yang masih di pipinya, lalu menggigitnya."Akhhh. Ampun!" teriak Akara kesakitan, lalu Sania melepaskan gigitannya dan berlari ke arah lingkaran teleportasi di ruangan itu. Akara mengejarnya, namun Sania sudah terlebih dahulu berteleportasi menuju kota hutan Araves. Sania bergegas bersembunyi, menyelinap di kerumunan, berpakaian aneh, dan berbagai hal lainnya, namun Akara selalu bisa menemukannya. Setelah itu Sania membeli dua es krim dan dengan malu-malu diberikan pada Akara. Saat Akara ingin menggodanya, ia langsung menarik tangannya untuk pergi membeli bahan pil. Mereka juga membeli topeng yang menutupi matanya agar tidak lagi mengenakan tudung kepala. Karena tidak memberi kesempatan untuk menggodanya dengan kata-kata, Akara kemudian mencari akal lain. Mencolekkan eskrim pada pipi Sania hingga gadis itu mengejarnya, lalu mendekati tanaman karnivora yang mengejutk
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak