Alice hanya mengangguk pelan, lalu mereka berteleport di tengah lapangan, tepat di depan rumah mereka. Segera Akara menunduk, mengambil satu butir kerikil dan ia lempar sekuat-kuatnya ke arah atas.
Tyang..Batu mengenai kubah pelindung yang mengelilingi gunung itu. Kubah pelindung masih sepenuhnya utuh dan tidak ada kerusakan sama sekali."Tidak ada tanda-tanda pertempuran, apa ayah sialan itu kabur meninggalkanku lagi!? Pasti dia sengaja pergi setelah menyegel teleportasiku!" ujar Akara dengan begitu geram."Lalu bagaimana kak?""Kita ke kota akademi lagi, cari informasi tentang kejadian ini," jawabnya sambil mengusap lembut kepala adiknya."Baik!" Alice langsung tersenyum lebar sambil sedikit mengangkat kepalanya dan mengusapkan sendiri kepalanya pada tangan kakaknya. Persis seperti anak kucing yang minta dielus-elus.…Begitu sampai di Kota Akademi, Akara langsung melihat ke arah istana Kaisar Amerta yang a“Maafkan adikku, apakah ada yang luka?” ujar Akara sambil mengulurkan tangannya, namun tangannya langsung di pukul oleh laki-laki tadi. Ia merupakan seorang pemuda yang umurnya beberapa tahun lebih tua dari Akara. Dari pakaiannya saja, dapat dilihat jika ia berasal dari keluarga kaya. Ditambah lagi, ada dua pengawal di sisinya yang dengan sigap menyilangkan tombak di depan Akara. Sedangkan Alice langsung berlindung di belakang kakaknya."Jangan menyentuhku, manusia fana menjijikan!" ujar pria itu yang segera berdiri dan membersihkan bajunya. Ia merupakan Wan Waru, Tuan muda keluarga Waru.Akara sempat ingin melayangkan pukulan, tapi ia teringat kata-kata ayahnya akan pengunjung dari berbagai dunia dan peraturan yang ketat... Karena cucunya berjalan lebih pelan, kakek Taji Meranti segera meraih tangannya."Jangan ikut campur!" serunya sambil menarik cucunya untuk segera pergi, namun Kana masih saja menengok ke arah Akara. Tidak jauh
Gadis imut itu dengan tenang mengulurkan tangannya ke depan, lalu diselimuti oleh kilatan listrik yang serasi dengan warna bibir dan gaunnya.Booomm..Gelombang energi menyebar saat serangan kedua pengawal ditangkis, hingga membuat para pelanggan menyilangkan keduanya tangannya ke depan, menahan hentakan energi yang begitu besar itu. Kedua pengawal itu begitu terkejut saat melihat orang yang menangkisnya, mereka adalah penjaga aula lelang."Apa yang kalian lakukan!?" bentak salah satu penjaga pada kedua pengawal, sedangkan penjaga lainnya mengkondisikan para pengunjung."Bubar!?" seru penjaga lainnya pada para kerumunan."Ahh tidak seru, baru akan mulai perkelahian bocah-bocah itu," ujar salah seorang yang mulai membubarkan diri."Siapa bocah-bocah tadi?" "Tidak tau, tapi gadis itu sangatlah cantik!""Aku tidak bisa menyangkalnya kalau itu!""Hahaha! .."Ahh, anak itu tadi mencoba menyerangku, para pengawalku hanya bertugas melindungiku saja," jawab Wan Waru sambil tersenyum melihat
"Memang ada lima tingkatan senjata dan artifak.. Praktisi, Prajurit, Ksatria, Raja dan Kaisar, tapi guru hanya akan membuat 2 tingkat teratas. Baginya, 3 tingkatan bawah merupakan sampah!" seru Akara dengan bersemangat menjelaskan, membuat sang pelayan sedikit terkejut."Level empat untuk ranah Kinanthi, apakah ada yang level lima? Banyak praktisi ranah abadi yang tengah berkunjung, mungkin akan lebih mudah terjual. Atau ada yang tingkat Kaisar di level empat!?" ucap pelayan yang sudah mulai tertarik. Mendengar hal itu, Akara langsung tersenyum."Maaf, bukan bermaksud meragukan!" lanjutnya. "Penempa level lima memang sangat jarang ditemui, tapi gurumu sudah sangatlah bagus," ucapnya dengan ragu karena takut salah bicara."Tenang saja, senjata ini setara tingkat Kaisar di level lima, mungkin lebih tinggi," ujar Akara membuat pelayan mengerutkan dahi tidak yakin."Silahkan dicoba adu kekuatan dengan senjata di atasnya, jika senjata ini rusak, aku ti
Pertanyaan itu nampaknya tidak mengubah ekspresi Elena, bahkan wanita berambut pendek itu menjawabnya sambil masih fokus melihat buku daftar barang. "Kakakmu dan Danur belum bisa ditemukan, tidak ada kabar sama sekali tentang mereka. Seperti yang kamu lihat, kejadian itu tidak merusak kubah pelindung sedikitpun." "Seharusnya hanya keluarga kami yang bisa menembus pelindung, apa itu ulah anak papa yang tidak diurus?" ujar Pricilia yang curiga seperti anak kecil."Kak Renggo?" selidik Elena sambil menatapnya, lalu menutup buku daftar barang karena tampaknya akan ada pembahasan berat."Tidak, tidak! Kak Renggo tidak mungkin melakukannya. Yang paling mungkin adalah anak papa yang tidak terurus yang lahir sebelum kak Renggo!" Jawaban guru Pricilia yang konyol, membuat Elena tersenyum menahan tawa."Kalau kakakmu mendengar ini, dis pasti akan memarahimu," "Siapa tau bukan!? Papa memiliki banyak istri, mungkin saja masih ada beberapa
"Baiklah karena tidak ada penawar lainnya, terjual dengan harga 500 koin Pala!" Wanita berambut pendek itu tak menyia-nyiakan kesempatan, ia langsung menjualnya saat penawaran pertama. Senjata yang sebenarnya sangat unik, namun tidak ada yang membutuhkannya. Mungkin saja hanya seorang kolektor yang mau membelinya."Gila, siapa dia?" Akara pun ikut penasaran dengan orang yang menawar senjata itu. Ia perlahan-lahan membangunkan kepala adiknya dari pahanya dan berjalan mendekati kaca. Mata ularnya menyala, melihat ke arah suara penawar tadi. Akan tetapi, sama seperti saat dia melihat istana Kaisar Amerta, ia tidak dapat melihat ke ruangan lainnya."Tidak bisa tembus lagi, pelindung di sini benar-benar luar biasa!" ujar Akara dan adiknya mendekatinya."Barang selanjutnya adalah Busur panah tingkat Kaisar level tiga! Senjata jarak jauh yang memiliki elemen angin, cukup menarik karena bisa menambah kecepatan dan megurangi suara pergerakan. Penawaran dimulai deng
Elena sedikit terkejut karena mereka tidak mengenakan topeng, namun Wan Waru langsung melambaikan tangannya."Tenang saja!" ucapnya. "Halo semuanya! Aku Wan Waru, tuan muda keluarga Waru!" Ia malah memperkenalkan diri dengan begitu percaya diri."Mari kita lihat sesombong apa penempa senjata ini!" serunya, lalu menoleh ke arah Elena. "Biarkan kedua tetua keluarga Waru yang mencobanya," "Silahkan." Elena mempersilahkannya dan salah satu pengawal yang ternyata tetua keluarga itu meraih pedang Salju Hitam."Saya ulangi sekali lagi, kerusakan senjata kalian tidak akan kami ganti." Elena kembali memperingatkan mereka dan Wan Waru dengan percaya diri mengacungkan jempolnya."Kami mulai!" Kedua tetua saling berhadapan dengan jarak lima meteran, kemudian muncul aura ranah mereka. Ranah Asmaradana lima bulan dua bintang energi pada tetua yang memakai kampak dan satunya lagi ranah Kinanthi empat bulan sembilan bintang energi."Seorang ranah abadi untuk mengawal bocah, siapa tuan muda ini?" Se
"Pedang Salju Hitam terjual delapan ribu koin Pala! Selamat untuk semuanya, pelelangan hari ini selesai dan kita lanjutkan pelelangan VIP. Untuk para peserta yang ingin mengikuti masih bisa menyewa beberapa ruang VIP yang masih kosong. Terima kasih, saya Elena selaku manager pelelangan ijin pamit!" setelah Elena berpamitan, panggung lelang melayang di udara, lalu muncul penghalang di langit-langit lantai utama."Maaf telah membuat tuan dan nyonya menunggu lama, tanpa basa-basi lagi mari kita mulai pelelangan VIP hari ini!" Elena melayang dengan alas lantai panggung lelang.Akara kini duduk di sofa, meninggalkan adiknya yang masih di dekat kaca. Senyuman lebar tercipta dari di bibirnya, pertanda bahagia, juga bahaya karena adiknya melihatnya."Bahagia sudah memberikan pedang pada gadis itu? Kenapa tidak dikasih gratis saja!?" ujar Alice dengan ketus, lalu berjalan cepat menghampirinya dan duduk sambil membelakangi."Kan kakak menjual pedang ta
Gadis imut yang biasanya manja pada kakaknya, kini benar-benar menjadi seseorang yang berbeda. Ia nampak begitu serius dan yakin, padahal manager pelelangan sampai panik dibuatnya."Tapi di alam atas juga…!""Akan Alice urus semuanya, biarkan kak Akara mencari Esensi Surgawi,"Elena semakin panik dan khawatir, bahkan bicaranya seperti ngotot. "Kalau begitu kamu akan mengorbankan masa mudamu menanggung semua beban ini! Jika ingin Esensi Surgawi, tinggal suruh mereka mencarikannya di alam atas!"Alice dengan santai menjawabnya. "Kalau begitu, kenapa ayah tidak melakukan hal itu dari dulu? Kak Akara malah dibiarkan di kerajaan Glint saat kecil, lalu menyembunyikan semua ini. Pasti ada alasannya… Itu karena kejadian kakak pertama, jadi ayah Al tidak ingin hal itu menimpa anaknya yang lain."Di sekitar ruangan itu, muncul beberapa bayangan hitam yang bersembunyi. Bahkan mereka ada di dinding luar bangunan besar itu. Mereka berpakaian tertutup
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak