Di atas tribun, ada seorang pemuda yang duduk jegang di ujung atap sambil melihat para peserta. Ia pemuda bercelana panjang hitam, mengenakan kemeja yang juga hitam dengan tidak adanya beberapa kancing atasnya hingga dada bidangnya terlihat. Memiliki rambut rapi dan yang paling mencolok adalah matanya. Memiliki pupil berwarna hijau toska, dengan bagian luar yang pada umumnya putih, namun miliknya berwarna hitam pekat. Ia tertawa sebelum merebahkan tubuhnya sambil berkata.
"Mampus!..." Ia sedikit mengernyitkan dahinya ketika melihat ada seorang gadis di sana. Gadis berambut hitam panjang yang lembut, dengan gaun putih panjang."Sin! Apa yang kau lakukan di sini!?" Ia membentaknya, namun pemuda itu hanya tersenyum."Pricilia, kemarilah ikut rebahan denganku!" Ia dengan santai menepuk atap di sampingnya. Akan tetapi, ia langsung melompat, dibarengi robekan kehampaan di tempatnya rebahan tadi. Ia langsung menatap wajah cantiknya yang masih menatapnya denganAda seorang pemuda berkacamata persegi panjang, bersama dengan dua pemuda kembar mendekati Akara. "Tuan Akara!" sapa mereka sambil menundukkan kepalanya, lalu pemuda bernama Rey itu duduk di sampingnya. Ia lalu berkata agar Akara berhati-hati dengan lawannya, Gun Salak. Pemuda itu telah mendapatkan senjata kuno saat berada di dunia Lestari. Akara hanya tersenyum tipis, lalu menoleh ke arah kekasihnya dan berdiri setelah gadis itu mengangguk. Ia langsung melompat ke atas arena yang sudah ada lawannya di sana. Pemuda berambut coklat itu langsung mengeluarkan senjatanya yang berupa tombak dan langsung menghentakkan pangkalnya di lantai. Jleg!... Kini terlihatlah dengan jelas tombak berwarna perak dengan sebuah batu giok biru yang berkobar di pangkal bilahnya. Begitu gong berbunyi, ia langsung berseru seraya kubah pelindung yang menutup. "Akara! Kau bisa sombong saat di Dunia Lestari! Tapi tidak di hadapan senjata kuno ini! Hmph! Apa gunanya Esensi Surgawi jika hanya
Seperti atlet lempar lembing, Gun Salak melemparkan tombaknya ke arah Akara. Pemuda berjaket hitam itu masih begitu tenang, padahal tombak melesat sangat cepat, bahkan sampai merobek kehampaan yang dilaluinya. Krekk!... Robekan kehampaan terus melebar, hingga akhirnya sampailah pada targetnya. Gleng!... Ledakan api hijau menyebar begitu besar, disertai dentuman yang bahkan menggetarkan kubah pelindung di belakangnya. Para penonton langsung tepuk tangan dan bersorak sorai. Begitu saja kemampuannya!? Besar kepala sekali bocah itu! Dengan ini harusnya nona Peri Salju membuka matanya lebar-lebar, dia pasti akan menyesal memilih bocah itu. Akan tetapi, kubah pelindung tidaklah terbuka, padahal di bekas ledakan sudah berupa robekan kehampaan yang begitu besar. Para penonton menyadari hal itu dan langsung terdiam, hingga akhirnya robekan kehampaan mengecil hingga separuh ukurannya. Krekk!... Sekarang sepenuhnya lenyap dan nampaklah seorang pemuda berjaket hitam yang sudah robek-robek penuh l
Para penonton tercengang dengan apa yang terjadi, namun tidak dengan Akara. Dia begitu santai, malah tersenyum lebar. Sedangkan Gun Salak langsung mengacungkan tombaknya dan tertawa sebelum berkata."Hebat bukan!? Kau tidak akan bisa melukaiku menggunakan senjata ini! Setelah aku melakukan kontrak darah, senjata kuno ini tidak akan pernah bisa digunakan untuk melukai tuannya!" Para penonton yang mendengarnya langsung begitu antusias. Sial! Benar-benar kesal sekali aku gagal mendapatkan senjata kuno di dunia Lestari! "Bocah, promosimu kelihatannya berhasil... Bor Spiral?""Ayo!" jawab Akara sambil terkekeh-kekeh. "Dengan senjata ini aku bisa dengan mudah membuat master aura di ranah Dhandhanggula! Sekarang terima ajalmu!" Jleg!... Bor Spiral menembus kepalanya sesaat setelah ia selesai berbicara. Arena kembali seperti semua, cekungan magma menghilang layaknya sebuah game yang direset semula. "Tidak mungkin!? Dia pasti curang!?
Ribuan kilauan cahaya berbagai warna dan bentuk dari sayap peri, telah memenuhi langit akademi Amerta. Mereka terbang menuju tempat yang sama, yaitu pulau melayang yang begitu besar, dengan sebuah arena berbentuk kubah yang memenuhinya. Ratusan ribu penonton telah memenuhi tribun, namun ada sisi tribun yang lega digunakan oleh para peserta dan pendukungnya. Suara riuh dari ratusan ribu penonton dengan cepat mulai sunyi. Pandangan mereka tertuju pada kilauan cahaya merah muda yang mendekat. Gadis cantik bergaun merah muda yang merumbai tertiup angin, menambah kecantikan wajahnya. Sang Primadona Dewi Kecil, yang didambakan oleh setiap laki-laki setelah Peri Salju tidak bisa mereka dapatkan lagi. Tidak sedikit yang beranggapan bahwa kecantikannya tiada tara, benar-benar membius, bahkan para kaum hawa sekalipun. Dewi Kecil turun di tribun peserta, lalu ada dua orang pemuda yang mendekatinya. Omso, pemuda berambut pendek dengan alis yang dikerik hingga seperti garis-garis.
Gadis berpakaian minim itu langsung melompat memasuki Arena, memicu keberanian peserta lain untuk mengikutinya."Jika tidak kondusif, kalian akan didiskualifikasi, tidak peduli dari mana kalian!"Mereka semua langsung berhenti, namun Akara malah terkekeh kekeh."Hmph! Kalian mengataiku udik, ternyata kalian lebih udik dariku! Kalian takut tidak mendapatkan hadiah!? Hahaha... Sampah!" Ia langsung membuka aura ranahnya, enam bulan energi dengan 7 bintang yang berputar di belakang pundaknya. Energi dari segala penjuru langsung mengalir menuju aura keemasan itu, membuat semua orang tercengang. Bukankah saat masuk dia masih di ranah Asmaradana penuh!? Selain sudah mendapatkan Esensi Surgawi baru, kecepatannya menaikkan bintang benar-benar menakutkan! Aros yang tadi gemetaran, kini malah tertawa sambil melangkah maju. "Lalu kenapa jika sudah naik ranah!? Kau tetaplah di bawah kami semua!""Hmph!" Akara langsung melesat, meninggalkan cincin Son
Para penonton bergidik ngeri, bukan karena apa yang terjadi di dalam arena. Akan tetapi, ada energi dingin dan kilatan listrik merah muda yang meluap dari tubuh kedua gadis yang duduk berdampingan. Para peserta masih duduk santai dengan kubah pelindung yang menyelimuti tubuhnya, padahal area di sekitarnya sudah membeku dan dialiri petir. Di dalam arena, Aros menekan kakinya semakin kuat, lalu membungkuk untuk menatap Akara dengan tajam. "Di mana kesombongan hah!?" Ia terkekeh sambil melihat ke arah para penonton. "Bocah ini berkata ingin menghancurkanku dan melawan kalian semua! Tapi sekarang bahkan tidak berdaya melawanku!" Suara gelak tawa langsung menggema di seluruh sudut tribun. Akan tetapi, ekspresi wajah Akara tidak pernah berubah. Ia bahkan menyeringai sebelum api surgawi menyelimuti tubuhnya. Api dengan enam warna itu langsung membakar alas kaki Aros, membuatnya terpaksa melompat mundur. Akan tetapi, ada beberapa belati yang langsung ia lemparkan.
Ia langsung mengayunkan tangan satunya, melemparkan 5 belati ke arah petikan benang. Petikan bergerak, namun belatinya tidak menemukan apa-apa. Dengan masih bergetar, petikan benang terjadi di sisi lain, membuatnya langsung menyebarkan belati. Akan tetapi, benang yang bergetar semakin banyak hingga semuanya bergetar. Dia benar-benar panik sambil menyebarkan semua belatinya, lalu meraih pusat benang dan ditariknya. Semua benang bergerak memutar dengan arah zig-zag, namun ia telat. Ada secercah cahaya yang menembus tebalnya kabut, melesat begitu cepat ke arahnya hingga terlihat sepasang pedang kayu yang diselimuti oleh api Surgawi. Cakaran Naga Hitam dengan posisi menyilang, siap mengapit lehernya. Whooph!... Seketika suasana berubah, diikuti tepuk tangan dan sorakan para penonton. Bukan pertandingan berakhir, namun mereka masuk ke dalam domain dengan lokasi di sebuah lorong persegi memanjang ke atas. Akara yang melayang di udara, memadamkan kobaran apinya, disusul oleh selu
Mendengar erangan kesakitannya, Aros tertawa begitu puas, lalu menoleh ke segala sisi dan berkata seolah-olah ia dapat melihat para penonton."Lina, Alice! Lihatlah bocah ini!" teriaknya membuat Alice dan Lina berdiri. Energi yang meluap dari tubuh mereka sudah lebih sedikit, namun terlihat lebih menakutkan seperti air yang tenang tanda bahaya."Darahnya akan terus aku peras dan tidak akan aku selesaikan pertandingannya sebelum kalian berjanji kepadaku! Dengan disaksikan oleh semua penonton, kalian harus meninggalkan bocah ini!" Walau Alice dan Lina memasang wajah acuh tak acuh, namun tidak ada yang berani berkomentar. Akara juga terlihat masih begitu tenang, walau meringis menahan sakit, sedangkan air lelehan es terus menetes hingga membasahi kaki Aro. Akan tetapi, Aros malah melanjutkan perkataannya."Alice! Walaupun kau tidak mau denganku! Setidaknya biarkan aku merasakanmu selama satu malam!" Ia menyeringai sambil menoleh ke arah Akara, namun
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak