Di saat Alice berteriak, Akara tiba-tiba memeluknya dan menghentakkan kakinya hingga melompat cukup tinggi. Pyarrr!! "Akghh!" Akara meringis kesakitan ketika pelindungnya pecah, namun langsung menjentikkan jarinya lagi untuk membuat pelindung baru. Walau keduanya sempat terlihat sekilas, namun tidak ada yang menyadarinya. "Kak?" Alice menatapnya dengan begitu khawatir, juga mempererat pelukannya. “Tenang saja, ini kesempatan kakak buat memperkuat pelindungnya.” Akara berusaha menenangkan adiknya, namun bibirnya yang meringis dan kerutan di dahinya tidak bisa membohongi rasa sakit yang ia rasakan. "Tapi." Alice semakin khawatir, dirinya juga tau bagaimana rasa sakitnya saat menaikkan kekuatan energi ruang itu. .. Salamander bisa menapak di atas kawah magma, sedangkan King Kobra sebagian tubuhnya tenggelam. "Aghh!" Ular besar itu menggeliat hebat sambil berteriak kesakitan karena tubuhnya terbakar magma. Di atas mereka, ada Bram Bidara dan juga Lina yang terbang menggunakan say
Wushhh!! Opi mengepakkan sayapnya dengan satu gerakan kuat, membuat angin dingin yang begitu besar menerpa ombak magma. Ia berhasil membelah ombak magma, dan terlihat Salamander yang sedang terkejut di dalamnya. "Hehe!" Opi kembali mengepakkan sayapnya dengan kuat hingga membuat bulunya meluncur ke arah Salamander. Bulu yang seperti kristal es runcing dengan jumlah yang cukup banyak. “Jangan kalian kira bisa mengalahkanku di dalam domain magmaku!” Salamander magma marah, tubuhnya dipenuhi aura panas yang dapat terasa sangat panas hingga belasan meter jauhnya. Crang! Crang crang crang!! Bulu Frosenix yang terbang ke arahnya ditepis menggunakan ekornya hingga terlempar dan meleleh. Menyadari serangan Frosenix tidak mempan, Lina langsung melesat terbang ke arah Salamander. Wushh!! Kecepatan terbangnya hingga ratusan kilometer per jam, sambil menghunuskan pedang tipis panjangnya. Crekk!! Energi panas yang menyelimuti tubuh Salamander terkena hunusan pedang dan membeku di lokasi t
Akara, Alice dan King Kobra keluar dari domain magma seperti keluar dari gumpalan gelembung. Mereka kini jatuh di dalam gua giok hijau yang masih tertutup oleh lava yang membeku dan racun King Kobra. "Adek, pulang duluan ya." Akara mengusap kepala Alice yang masih memeluknya erat. "Tapi kak?" Alice mengangkat wajahnya, dan menatap kakaknya yang sedang tersenyum padanya. "Baiklah," lanjut Alice sambil melepaskan pelukannya. "Kakak hati-hati." Alice tiba-tiba saja berjinjit dan mencium pipi kakaknya, lalu dengan sekejap mata menghilang, dibarengi kilatan listrik berwarna merah muda. Tanpa basa-basi Akara segera berlari menuju nadi giok hijau yang berada tak jauh darinya. Segera ia masukkan ke dalam penyimpanan dimensinya dan berlari lagi mendekati tubuh King Kobra. Saat Akara mendekat, King Kobra membuka matanya dan mendesis keras, ular itu langsung terbelalak saat melihat Akara. Grekk brushh!! King kobra menggeser kepalanya ke arah Akara, lalu membuka mulutnya dan dengan cepat
"Apa yang kau lakukan bocah!?" Lina berkata dengan suara pelan, tapi nada ancamannya begitu terasa, dibarengi tatapan matanya yang tajam. "Racun King Kobra, kalian sudah menghirupnya dari saat menonton pertarungan mereka," ujar Akara sambil menggelengkan kepalanya ke arah salamander, merujuk pada pertarungan kedua binatang sihir. Lina dengan begitu santai menengok ke arah Bram, lalu menarik kembali pedangnya dan memasukkannya ke dalam sarungnya. Akan tetapi, salamander tiba-tiba terbangun dan mengeluarkan auranya, aura 3 lingkaran energi berwarna oranye. "Kalian melupakan aku!" "Diam!" bentak Akara sambil menatap tajam menggunakan mata ularnya ke arah salamander, membuat binatang sihir itu terbelalak dan menutup auranya kembali. Lina yang sudah menarik kembali pedangnya dan akan melesat, jadi mengurungkan niatnya dan memilih mengamati. "Buka mulutmu." Akara mendatangi salamander lagi, sambil mengeluarkan dua butir pil. Dengan ragu-ragu salamander membuka mulutnya, lalu Akara me
"Apa yang kau lakukan!?" Lina langsung mengacungkan pedangnya ke arah Bram Bidara. Ada juga gadis misterius yang mengeluarkan dua buah pedang pendeknya, yang lebih panjang dari belati. "Lina, tujuan utama kita ke sini karena Nadi giok hijau itu. Kita yang bekerja keras, bahkan sampai membuat 5 siswa lainnya terbunuh. Apa akan membiarkan bocah ini mendapatkannya!?" ujar Bram Bidara sambil menatap tajam ke arah Lina. "Hehehe." Akara malah tertawa, padahal ia terlihat begitu terpojok. "Dia menyelamatkan nyawaku, kita semua terseret ke dalam domain juga karena kau salah satu penyebabnya!" ujar Lina dengan geram. "Lepaskan dia atau," "Atau apa!?" Bram Bidara menyela ucapan Lina sambil melempar Akara hingga membentur dinding gua. Brakk!! "Ahggk!" Akara terbentur sangat keras, bahkan dinding gua yang berupa batu hingga hancur. "Opi." Lina menggelengkan kepalanya ke arah Akara, untuk memberi isyarat pada Opi. Sedangkan Frosenix itu langsung mengangguk dan mengepakkan sayapnya, terban
Daun dan ranting pohon bertebaran karena kecepatan terbang Bram, namun langsung membeku dan terjatuh saat Lina mendekat. Bilah kristal es kini Lina buat lagi dan ia arahkan kepada Bram. Menyadari hal itu Bram melemparkan pedang besarnya ke belakang, untuk menangkis bilah es dan juga menyerang Lina. Pedangnya dengan mudah dihindari oleh Lina, namun tiba-tiba Bram berbalik arah. Laki-laki itu melesat, tangannya mengulur, mengincar leher Lina. Broll!! Pedang besar Bram menghancurkan pepohonan, serta tanah yang diterjangnya. Sedangkan Lina memutar tubuhnya, ia berhasil menghindar dengan jarak yang sangatlah tipis. Crak.. Leher Lina sobek, seakan tersayat oleh belati, namun itu akibat tergesek oleh energi dari tangan Bram. Akan tetapi, Lina tidak memperdulikan hal itu dan berbalik untuk mengejar Bram lagi. Energi dinginnya semakin besar, bahkan pedang tipis nan lenturnya perlahan-lahan membeku dari pangkalnya. Bram meraih kembali pedang besarnya, memegangi dengan kedua tangan, lalu m
"Cakar naga hitam!" Akara melakukan tebasan yang sama seperti sebelumnya, namun Bram Bidara malah menyeringai. "Hh!" Bram menurunkan lengannya, membuat pedang besarnya tepat di depan mukanya. Crangg!! Cakar naga hitam Akara digagalkan oleh pedang besar yang menghalangi leher Bram Bidara. Bugghh! Bram Bidara dengan cepat menendang perut Akara, hingga membuatnya terlempar beberapa meter jauhnya dan menabrak pohon. Brakk!! "Kau kira jurusmu akan berlaku lagi padaku!?" teriak Bram Bidara sambil berjalan ke arah Akara yang tersungkur, sambil menyeret pedang besarnya. "Akggh!" Akara meringis kesakitan, sambil bertumpu dengan kedua pedangnya untuk membantunya berdiri. "Hehe, terpaksa harus aku akhiri." Akara malah tertawa, dibarengi oleh kilatan listrik biru di tubuhnya. "Akgghhhh!" Bram Bidara tiba-tiba terbelalak, lalu tubuhnya lemas dan tersungkur. Brukk crang! Jatuhnya tubuh Bram Bidara diikuti oleh pedang besarnya. Kini darah tidak hanya keluar dari luka di lehernya saja, me
Sesampainya di rumah, Akara bergegas menuju kamar mandi, namun dicegat oleh adiknya saat melewati ruang makan. "Kak!" Alice melompat di depan Akara dan menunjuk ke arah alis kiri kakaknya. "Ahh iya?" Akara langsung mengusap bagian atas alisnya, tepat di luka sayatan akibat Lina. "Akara mandi dulu! Masih ada racun di bajumu, nanti adikmu kena lagi!" Seru mama Lia yang tengah memasak, lalu mama Rani mendekati Akara . "Ayo!" Mama Rani meraih pundak anaknya dan menuntunnya menuju kamar mandi. "Tunggu dulu!" Alice melebarkan kedua tangannya, menghalangi jalan kakaknya, lalu mengendus-endus. "Kakak mendekati cewek itu!? Masih ada baunya!" teriak Alice dengan kesal sambil menghentakkan kakinya. "Cantik tukang cemburu!" Mama Rani melepaskan pundak anaknya dan menarik tangan Alice, lalu mendekapnya dari belakang. "Akara, cepat mandi!" imbuhnya seraya mendekap Alice agar tidak mengejar kakaknya. Melihat kelakuan mamanya, Akara hanya bisa tertawa kecil. "Mama lepaskan! Kakk! Kakkk!!" Ali
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak