Saat matahari berada tepat di atas ubun-ubun, Akara berjalan sendirian di tengah hutan. Hutan tropis yang berada di lembah belakang rumahnya, belum cukup jauh karena masih terlihat jelas rumah di belakangnya. "Kak Akara!" teriak seorang gadis kecil dari kejauhan, ia sedang berlari mengejar kakaknya. Akar dan pohon tumbang yang lalu-lalang di hadapannya tidak menjadi rintangan, ia dengan mudah melompatinya walau setinggi dan sebesar apapun. "Kenapa mengikuti kakak?" ujar Akara begitu Alice sampai di sisinya. "Kak Akara ini! Setidaknya tanya dulu 'Cantik kenapa di sini?' 'Cantik mau ke mana?' belum tentu juga ke sini mengikuti kakak, tidak basa-basi sama sekali!" Alice cemberut kesal, namun langsung berubah ketika melihat kakaknya tersenyum. Gadis kecil ini langsung meraih lengan kakaknya dan memeluknya. "Mau cari tanaman obat apa kak?" lanjutnya. "Adek Alice ini! Setidaknya tanya dulu 'Kakak mau ke mana?' 'Ngapain di sini?' belum tentu juga ke sini mencari tanaman obat, tidak basa-
Ada sesuatu yang mengenai air rawa hingga membuat air menyiprat, namun setelah itu tidak ada apa-apa lagi, baik di darat maupun di dalam air. "Ada apa kak?" Alice masih di gendongan kakaknya dan membawa kantong semar di tangannya. "Tidak tau, ada yang menyerang tiba-tiba," ujar Akara dengan begitu serius mengamati ke sekitarnya. "Ada yang datang lagi." Akara kembali melompat, bertepatan dengan hancurnya tanah di bawahnya. "Keluar kalau berani!" Alice kesal, lalu mengeluarkan aura ranah Maskumambang 1 bola energi. Dibuatnya penghalang untuk menyelimuti tubuh mereka, lalu mengumpulkan energi petir di tangannya. Begitu mendarat, Akara melompat lagi, diikuti oleh hancurnya dahan pohon di belakangnya. Tanpa berfikir lagi, Alice meluncurkan serangan petir ke arah tempatnya sebelumnya. Blarrr!! Petir merah muda menyambar tanah, lalu menyebar ke segala sisi dengan jangkauan lebih dari 3 meter. Sekarang terlihat sesuatu dari dahan pohon yang hancur, sesuatu yang panjang menjulur beberap
Walau ularnya sangat besar, tapi di dalamnya sangat sempit. Lubang yang berlendir dan terus bergerak seolah-olah mencengkeramnya. Akara tidak dapat membuka mata maupun bernafas, ia hanya merangkak untuk mencari keberadaan tubuh adik nya. Setelah menemukan, Akara segera memeluk adiknya, lalu mengeluarkan aura ranahnya dan membuat penghalang. Secara paksa, penghalang itu melebarkan perut phiton raksasa, lalu Akara menggunakan energi dinginnya. "Akhhh!!" teriak Akara karena frustasi sekaligus emosi hingga membuat dirinya diselimuti energi dingin. Aura ranah 9 bintang energi berputar dengan cepat dan bertambah cepat. Perut ular yang menggembung karena adanya penghalang di dalamnya, mulai membeku di bagian itu saja. Beberapa saat kemudian, ada pedang kayu yang menusuk perut ular dari dalam. Karena membeku dengan sempurna, perut ular berlubang seperti bongkahan kaca. "Akhhh!" dengan frustasi Akara menebas perut ular hingga terbelah, lalu dirinya keluar. Sebelum aura ranahnya padam, 9 bi
Di ruang keluarga lantai 2, keluarga Akara berkumpul, kecuali kepala keluarga mereka. "Benar mama, Alice sendiri yang mengambilnya kok!" seru Alice yang berada di samping kakaknya, sedang berdebat dengan mama Lia yang ada di depannya. "Kalau beneran ada, pasti sudah mama Lia ambil dari dulu," "Mama Lia tidak percaya? Kak, keluarkan kak!" Alice begitu ngotot. "Memang benar itu kantong semar merah, tapi tidak ada fluktuasi energi sama sekali." Akara menjelaskannya, lalu mengeluarkan tanaman yang ia maksud. "Tidak mungkin!" Mama Lia cukup terkejut dan langsung mengambil tanaman dari tangan Akara. Setelah mengamatinya, ia langsung melihat ke arah Alice dengan tatapan tajam, lalu bertanya dengan pelan, namun menakutkan. "Kenapa dicabut!?" Merasa bersalah, Alice langsung memalingkan wajahnya dan pura-pura tidak tau. "Ituu, tidak sengaja kepleset masuk ke dalam rawa saat mau mengambilnya," "Hahaha, si cantik kenapa ceroboh sekali?" sahut mama Rani yang duduk di samping mama Lia, dan
“Wohh, senjata yang bagus paman!” Akara langsung melompat ke atas altar, dan mengagetkan pria tua tersebut. “Ehh!? Siapa kau bocah!? Kenapa bisa masuk ke dalam sini!?” bentak sang penempa dengan suara garangnya, ia berbalik badan, memperlihatkan armor berwarna kehijauan yang ia kenakan. Seorang pria tua berbadan berbadan besar, memiliki kumis dan janggut yang panjang. “Tadi penasaran saja dengan rumah ini, lalu masuk, mmm pintunya tidak dikunci.” Akara menjelaskannya dengan begitu santai sambil menunjuk ke arah pintu masuk. “Benarkah?” ujar sang laki-laki sambil menengok ke arah pintu masuk, lalu pandangannya tertuju pada Alice yang ada di bawah altar. "Kalian berdua! Kalau bermain jangan di sini, berbahaya!" bentaknya setelah melihat Alice, namun gadis kecil itu malah ikut melompat ke atas altar. "Tenang saja paman, kakak dan aku tidak akan merusak satu senjata pun," ujar Alice dengan nada tenang dan santai. “Paman, boleh ajari aku menempa senjata?” ujar Akara dengan senyum leba
Senjata yang berada di ruangan ini tidak sama dengan kedua ruangan sebelumnya, di sini semuanya melayang, namun tetap tertata rapi. Paman Jade memimpin jalan, diikuti oleh ayah Al, namun kedua anaknya masih saja terkagum-kagum melihat seisi ruangan. Baru beberapa langkah berjalan, paman Jade menghentikan langkahnya. Di depannya ada dua pasang pedang ganda yang melayang diselimuti oleh energi. "Ada apa Jade?" ujar ayah Al yang berhenti di sampingnya, lalu diikuti oleh anak-anaknya. "Dua pasang pedang ganda ini, sudah aku siapkan untuk tuan Akara dan nona Alice!" Jade berbalik, menyilangkan tangannya di dada, seolah-olah memperkenalkan dengan bangga. “Siapa yang menyuruhmu membuat itu?” Ayah Al tanpa berekspresi bertanya kepada paman Jade, sedangkan kedua anaknya berbinar-binar memandangi dua pasang pedang itu. “Tidak ada, tapi mereka pasti butuh, cepat atau lambat." Jade kemudian berjalan beberapa langkah, membuka lemari kaca yang dipenuhi oleh artifak. Setelah mengambil salah satu
--- Konsep dunia1. Alam FanaDunia tingkat satu yang sebenarnya dunia berpenghuni pada umumnya, namun energinya menjadi sedikit karena sudah lama dihuni dan semakin banyak penghuninya. Umumnya dunia ini telah memiliki peradaban manusia yang sudah sangatlah lama. Ada ratusan, bahkan ribuan dunia fana di seluruh alam semesta.2. Alam AtasDunia yang berada di Semesta Lain berukuran hampir 10 kali lebih besar dari planet di dunia fana. Penghuni di sini berasal dari penghuni dunia fana yang bermigrasi dari ribuan tahun lalu. Mereka tidak hanya berasal dari satu dunia, melainkan beberapa galaksi lain di sekitarnya. Alasan disebut sebagai dunia atas karena energi yang lebih melimpah dan hanya bisa diakses setelah bisa menggunakan kemampuan terbang. Tapi karena ulah Kaisar Amerta, ada altar teleportasi yang memudahkannya. Mungkin dunia ini lama kelamaan memiliki sumberdaya seperti dunia fana karena terus dieksploitasi dan semakin banyak penduduknya. 3. Dunia DanirmalaSemesta lain yang belu
Matahari sudah hampir terbenam di ujung cakrawala, cahayanya menyeruak masuk melalui celah pintu rumah gua. Di bawah pancaran cahaya, ada seorang anak kecil yang tergeletak. Sedangkan di dalam ruang penempaan, paman Jade menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah lorong. "Anak itu, belum kembali selama ini! Tidak akan aku maafkan kalau benar-benar kabur." Paman Jade turun dari altar, lalu berjalan ke arah ruangan luar. Saat sampai di ruangan kedua sebelum pintu masuk, ia dapat melihat cahaya matahari yang menyeruak masuk. "Sepuluh tahun kah? Akhirnya merasakan udara luar lagi," ucapnya sambil mengamati cahaya matahari, lalu memasuki lorong sebelum ruangan terluar. "Hah?" Paman Jade mengernyitkan dahi, ia samar-samar melihat sesuatu di bawah cahaya matahari. Sesuatu yang semakin terlihat jelas saat mulai mendekat. "Akara!?" Ia langsung berlari ketika yakin melihat dengan jelas bahwa dia adalah muridnya. Segera diangkat kepalanya, lalu mengecek denyut nadi di lehernya. "Huhh." Pa
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak