Karena merasa lelah, Athalia hanya menatap makanan itu dan beranjak ke kamarnya dengan Mahesa.
Saat membuka pintu kamar pun, lelaki itu tidak ada di sana. Athalia celingukan mencari Mahesa di balkon, tetapi hanya ada kursi dan meja kosong di sana.
"Apa mungkin Mahesa sedang mandi?" gumamnya bertanya-tanya.
Athalia menempelkan telinga kanannya ke daun pintu, lalu suara gemercik air terdengar dari dalam.
"Jadi dia memang sedang mandi," ucapnya lega.
Setelah itu, Athalia melepaskan tas slempangnya dan menaruhnya di atas nakas.
"Hahh ... Malam ini betul-betul sangat melelahkan. Kenapa Ayah harus datang lagi menemui kami. Semoga saja dia tidak akan m
Athalia perlahan membuka matanya, lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling.Tidak. Saat ini Athalia tidak sedang berada di dalam kamar mandi tempat dimana sebelumnya dirinya tak sadarkan diri, melainkan Athalia sudah berada di dalam kamar Mahesa. Bahkan Athalia pun tidur nyaman di atas ranjang besar itu."Siapa yang menggendongku ke sini? Apakah Mahesa yang melakukannya?" Athalia terkejut, mengubah posisinya menjadi duduk. Tapi kemudian ia membuang napas pelan saat menyadari bahwa pertanyaannya amat konyol.Tentu saja Mahesa yang sudah menggendongnya ke kamar. Sebab di dalam apartmen itu tidak ada lelaki selain Mahesa yang memiliki tenaga cukup untuk membopong tubuh Athalia.Athalia meraba perutnya, ia baru menyadari bahwa bathrobe
Perjalanan pulang dari kantor menuju ke apartmen, Athalia merasa gelisah duduk di samping Mahesa.Pasalnya, sampai detik ini pun lelaki itu masih marah padanya."Oh iya, pelayanmu bilang, katanya persediaan apel sudah mau habis di kulkas. Nanti kau akan belanja buah apel di mana? Di toko buah, atau di supermarket?" tanya Athalia, yang sebenarnya hanya ingin memancing Mahesa untuk bicara.Tapi sayangnya lelaki itu tetap diam, tidak menggubris Athalia sama sekali. Matanya tetap lurus ke depan, dimana jalanan terhampar di sana.Diamnya Mahesa membuat Athalia menggigit pelan bibir bawahnya."Mahesa masih marah. Sampai sekarang dia masih mengabaikanku. Sebesar itukah kesalahan yang kulakukan, sa
"Mahesa! Jangan!" karena Athalia tahu dosis obat tidur yang hendak Mahesa minum lebih dari dosis kewajaran, maka Athalia berteriak dan mendorong tangan Mahesa hingga obat itu berakhir berhamburan di lantai."Athalia! Kau ini kenapa?!" sentak Mahesa marah. Matanya berkilat menatap tajam ke arah Athalia."Kau akan meminum obat tidur dengan jumlah yang melebihi dosis? Apa kau sudah gila, Mahesa? Bagaimana jika kau mati?!" karena ketakutannya, Athalia balas membentak Mahesa.Athalia bukan takut akan dimarahi oleh lelaki itu. Tetapi Athalia lebih takut jika Mahesa sampai overdosis obat-obatan."Bukan urusanmu! Lagipula jika pun aku mati, tidak akan ada satu orang pun yang peduli!""Kau salah! Tentu saja ada orang yang sangat
Athalia menelan salivanya. “Maaf, Tuan. Tapi ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda. Katanya dia juga sudah membuat janji dengan Anda,” ucap Athalia.Mahesa mengerutkan alisnya. Benaknya bertanya-tanya tentang siapa kiranya orang yang ingin bertemu dengannya?“Aku tidak merasa sudah membuat janji temu dengan siapapun.” Mahesa mengelak. “Memangnya siapa nama orang itu?”“Namanya Nona Kiran Ardelia. Dan dia juga sudah ada di sini, Tuan.”“Kiran Ardelia?” ulang Mahesa, matanya melebar seperti tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Athalia.Kiran? Bukankah Kiran itu adalah wanita yang hendak dijodohkan dengannya oleh Leuwis?
“Hhh … sebelumnya tidak pernah ada lelaki yang menolak pesonaku. Tapi Mahesa? Sulit sekali untuk menaklukannya. Sebenarnya wanita seperti apa yang disukai oleh lelaki itu.” melangkah melewati koridor kantor, Kiran terus saja menggerutu kesal. Dia teringat dengan penolakan Mahesa yang terang-terangan.Saat akan memasuki lift, tiba-tiba seorang OB menyerukan namanya. OB itu setengah berlari dari belakang untuk menyusul Kiran.“Nona Kiran! Nona Kiran!”Merasa dipanggil, Kiran pun membalikan tubuhnya dan keningnya berkerut melihat seorang OB itu kini berdiri di depannya dan menatapnya dengan senyum sumringah.“Ada apa?” tanya Kiran, melipat kedua tangannya di depan dada.“Nama saya Intan, Nona. Saya fans beratnya Nona Kiran. Bolehkah saya berfoto sebentar saja?” tanpa menunggu jawaban dari Kiran, Intan segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku, kemudian dia berdiri di samping Kiran dan me
"Ayah tidak akan pergi, Athalia. Justru Ayah datang ke sini karena ingin mencarimu. Ayah ingin mengingatkanmu soal Haris. Kemarin Ayah berhutang lagi padanya, dan dia masih menginginkanmu sebagai pelunasan atas semua hutang-hutang Ayah. Ayah mohon, Athalia. Bantulah Ayah. Kau anak yang baik. Kau pasti tidak akan mungkin membiarkan ayahmu berada dalam kesusahan," pinta Baron sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada.Athalia menggeleng tegas. "Haris lagi? Bagaimana aku bisa membantu Ayah dari kesusahan, sedangkan Ayah sendiri membuat hidupku susah? Kau itu seorang Ayah. Tidak ada satu pun ayah di dunia ini yang akan menjadikan anaknya sebagai taruhan di atas meja judi selain kau!""Ayah sendiri yang sudah membuat masalah, 'kan? Maka Ayah juga yang harus menyelesaikannya! Maaf, Ayah. Aku tidak mau memberikan diriku pada teman Ayah yang bernama Haris itu. Untuk yang kesekian kalinya, aku minta Ayah pergi dari sini. Jangan sampai Ayah membuat masalah lalu aku
"Mahesa? Apa Anda ingin menambah minuman lagi?" tanya seorang wanita cantik bergaun seksi yang membalut tubuhnya, kepada Mahesa yang saat ini sedang duduk di barstool.Malam ini Mahesa sedang berada di Bar bersama dengan Vallery. Vallery adalah wanita yang juga pernah menjadi teman kencannya."Apa kau tahu, Mahesa? Aku sangat senang karena kau menghubungiku lagi. Pasti kau rindu dengan sentuhanku. Maka dari itu kau memintaku datang ke bar ini untuk menemanimu minum." Vallery menyentuh lengan kekar Mahesa, mengusapnya dengan gerakan lembut.Tetapi Mahesa tidak merasakan sesuatu yang berarti. Meskipun saat ini Vallery yang duduk di sampingnya, ingatannya justru malah tertuju pada Athalia."Pada saat kau memberi pesan padaku, aku nyaris tidak percaya. Rasanya sudah lama kita tidak pernah melakukannya lagi. Malam ini aku akan membuatmu sangat bergairah, Mahesa. Akan kupastikan kalau kau puas dengan permainanku," lanjut Vallery sa
Akan tetapi, tak berselang lima menit, ponsel itu kembali berdering dan yang menghubunginya tetap nomor yang sama.Karena merasa terganggu, Athalia pun terpaksa mengangkatnya.“Hallo? Dengan siapa ini?” tanya Athalia begitu telponnya tersambung.‘Hallo, apakah ini dengan Nona Athalia?’ suara seorang lelaki terdengar dari seberang telpon.Kening Athalia berkerut mendengarnya. Darimana orang itu tahu namanya?“Benar. Aku Athalia.”‘Aku Rudy, seorang bartender dari Club Aesthetic. Aku mengetahui nomor Anda dari seorang lelaki yang bernama Mahesa,” kata Rudy, yang membuat Athalia menyipitkan matanya.“Mahesa?” ulang Athalia. Ia merasa ragu, untuk apa Mahesa memberikan nomor ponselnya kepada lelaki lain?‘Iya. Mahesa sedang mabuk berat di Club Aesthetic. Dia meminta padaku untuk menghubungi nomormu. Dia betul-betul dalam keadaan sangat mabuk. Mahesa bilang, dia ingin
Mahesa menatap pada dokter dengan sorot penuh harap. Dan dokter itu menarik napas sebelum akhirnya berkata.“Keadaan Nyonya Athalia tetap sama. Tapi kita masih bersyukur operasi ini tak memperparah kondisinya. Setelah pulih dari melahirkan, Nyonya Athalia sudah bisa melakukan terapi kankernya di Indonesia. Dia wanita yang kuat, tak banyak yang berhasil bertahan sampai di titik ini,” ungkap dokter itu yang akhirnya membuat Mahesa mendesah lega.Mahesa sangat kagum pada Athalia. Kini ia menatap wajah bayi mungilnya yang tampak memerah. Bayi itu menangis, lalu perawat mengambil alihnya dari tangan Mahesa.“Maaf, Tuan. Kami harus segera memindahkan bayi perempuan Anda ke ruang inkubator.”Mahesa mengangguk mendengar ucapan perawat itu. “Boleh aku ikut mengantar bayiku?” tanya Mahesa, seakan tak rela jika harus berpisah barang hanya sejenak dengan malaikat kecilnya.Perawat dan dokter itu saling pandang,
Meski usia kandungan Athalia baru menginjak delapan bulan, namun dokter menyarankan agar bayi Athalia segera dikeluarkan dari kandungannya. Karena akan makin membahayakan kondisi Athalia.Awalnya Athalia sempat menolak dan berdebat kecil dengan Mahesa. Athalia takut terjadi hal buruk pada bayi mungilnya andai dilahirkan premature. Namun Mahesa bersikukuh meyakinkan bahwa dokter tahu yang terbaik. Mahesa juga takut terjadi hal buruk pada bayinya. Tapi ia lebih takut kehilangan Athalia.Akhirnya Athalia luluh setelah Mahesa meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja.Dean dan Narsih sudah ada di rumah sakit. Mereka berdua datang ke Jerman. Sedangkan Yasna, Dirly dan keluarga Dean masih di Indonesia. Sengaja sekali Dean tak mau memberitahukan kabar Athalia yang akan dioperasi ini pada mereka agar tak merasa khawatir.“Mahesa, jangan pergi!” Athalia menggenggam erat tangan Mahesa saat perawat mendorong ranjangnya menuju ke ruang operasi.
“Dia baik-baik saja.” dokter berkata pada suster setelah ia memeriksa keadaan Athalia.“Tapi dia mengigau terus, dok.”“Tidak apa. Selama kondisinya stabil. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” pungkas dokter yang menangani Athalia. Dokter itu bernama Dokter Greg.Suster itu mengangguk. “Baik, dokter. “ sebenarnya suster itu khawatir terjadi apa-apa pada Athalia, juga karena ia dibayar oleh Dean untuk terus memantau kondisi Athalia dan menginformasikan setiap perkembangannya.Tepat di saat dokter baru saja akan berbalik keluar dari ruangan itu, tiba-tiba mereka mengerutkan kening saat melihat sosok lelaki yang tak dikenal, melangkah memasuki ruang ICU dan menghampiri ranjang Athalia.“Siapa dia?” dokter berbisik pada suster.“Saya tidak tahu, dok,” balas suster itu menggelengkan kepala.Lelaki asing itu adalah Mahesa. Yang ketika melihat pintu ruang ICU tak di
Tak ingin membuang waktu, Mahesa langsung mengurus keberangkatannya ke Jerman. Dan sebagai seorang ayah yang telah mendukung Mahesa, Leuwis turut membantu segala persiapan putranya.Kini mereka pun telah tiba di bandara. Sebelum masuk ke gate penerbangan, Leuwis menggenggam tangan kanan Mahesa dengan erat.“Apa kau yakin Papa tidak perlu menyusulmu ke sana?” tanya Leuwis, yang sebenarnya ingin ikut.“Tidak perlu, Pa. Papa tunggu saja di sini dan berikan doa yang terbaik untukku.” “Itu pasti. Kau tak perlu memintanya. Papa akan selalu mendoakanmu.”Mahesa tersenyum, sesaat memeluk ayahnya, sebelum kemudian mengurai pelukan dan pamit untuk pergi.Leuwis menghela napas pelan sambil melambaikan tangan, melepaskan kepergian Mahesa yang kini telah menghilang dari pandangan mata.“Semoga keberuntungan dan kebahagiaan selalu menyertaimu, Mahesa,” gumam Leuwis.***Tiba
Meski sudah larut malam, Dean tak bisa tidur. Ia masih duduk di ruang tengah sambil menonton TV.Namun, tiba-tiba terdengar suara bell rumahnya yang berdenting.“Ck! Siapa yang bertamu di malam-malam buta begini.” Dean bergumam lalu bangkit berdiri dan berjalan menuju ke pintu utama.Saat pintu itu dibuka, Dean langsung menghembuskan npaas kasar ketika melihat sosok Mahesa yang berdiri di hadapannya dengan penampilan yang cukup berantakan.Sepertinya Mahesa habis berkelahi. Terlihat dari rahang dan sudut bibirnya yang lebam dan berdarah.“Apa kau sudah gila? Bisakah kau bertamu di waktu yang tepat?” Dean menyindir, baru saja ia akan kembali menutup pintu rumahnya namun tangan Mahesa lebih dulu menahannya dengan kuat, hingga Dean menyerah dan pintu itu pun kembali terbuka lebar.“Sebenarnya apa maumu?” sentak Dean, kesal.“Aku mau kau beritahu aku di mana Athalia berada?” tegas
Leuwis tak sanggup saat melihat Mahesa yang sedang kacau seperti ini.“Mahesa,” desah Leuwis bersimpuh duduk di samping Mahesa dan membuat Mahesa membuka kedua matanya hingga bertemu pandang dengan bola mata ayahnya.“Pa … “ Mahesa berbisik pelan. Namun kedua matanya menyiratkan kesedihan. Terihat dari matanya yang memerah dan berkaca-kaca.“Kemarilah, Nak! Kemarilah!” Leuwis membuka tangannya lebar-lebar.Mahesa tahu isyarat itu. Ia pun beringsut duduk dan segera masuk ke dalam pelukan Leuwis. Menghambur memeluk tubuh Leuwis dan menumpahkan tangisnya di dada ayahnya.Mahesa menangis tanpa suara. Hanya saja Leuwis merasa bagian depan bajunya yang basah.“Pa, aku telah kehilangan dia! Aku telah kehilangan Athalia dan anakku! Athalia sedang hamil, Pa. Dia hamil darah dagingku. Berkali-kali aku membujuknya tapi dia tak mau kembali. Aku terlalu banyak menyakitinya. Aku ini lelaki bejat yang sangat menji
Hanya sebentar Leuwis dirawat di rumah sakit. Ia pun sudah boleh pulang ke rumahnya.Selama ada di rumah sakit, tak ada satu pun anggota keluarganya yang menjenguknya selain Mahesa.Entah karena memang mereka tidak tahu Leuwis dirawat, atau mungkin karena mereka tidak peduli sama sekali terhadapnya.Yang jelas, Leuwis merasa kecewa. Ayaz melihat dirinya yang hampir mati, namun sama sekali tak berniat menolongnya.Justru Mahesa lah yang melarikannya ke rumah sakit dan menemaninya meski mereka hanya saling diam dan tak ada satu pun yang berani bicara.“Kau gila, Ayaz! Kau berani melakukan itu pada Papamu? Bagaimana kalau dia masih hidup lalu mengusir kita semua dari rumah ini?”Baru saja Leuwis akan membuka pintu kamar Ayaz untuk menegur anak tirinya itu, namun gerakan Leuwis terhenti saat ia mendengar suara Jessica yang sepertinya sedang berbicara dengan Ayaz.“Masa bodo tentang Leuwis. Dia bukan Papaku. Aku bosan hidup di ba
“Selama ini aku bekerja untuk memenuhi hidupmu dan keluarga kita. Tapi mengapa kau tak menghargaiku? Setidaknya bantu aku untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ini. Bukannya malah menambah masalah di kepalaku!” sentak Leuwis dengan keras.Leuwis marah, tentu saja.Bisa dibilang, Ayaz adalah anak tertua setelah Mahesa. Meskipun Ayaz hanya anak tirinya. Namun Leuwis pikir, sudah sepantasnya Ayaz ikut mengemban tanggung jawab untuk mengurus perusahaan dan membantunya.Bukannya malah hanya berfoya-foya.“Apa masalahnya, Pa? Aku memanggil dua wanita penghibur itu untuk sedikit menyenangkanku. Bagaimana aku bisa bekerja jika hatiku tidak senang?” Ayaz berkata dengan wajah santainya.Membuat bola mata Leuwis melebar.“Tapi kau bisa bersenang-senang di waktu dan tempat yang tepat! Tidak dalam situasi seperti ini!” Leuwis masih tak habis pikir. Ayaz sempat memikirkan kesenangannya di saat mereka terancam hid
Langit terlihat begitu mendung. Tak secerah tadi pagi, dimana saat mereka asyik bermain sepak bola di halaman belakang rumah Dean.Kini Dean melamun, menatap nanar pada wajah Athalia yang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Dean menungguinya. Ia mengusir halus semua orang yang hendak ikut menemani Athalia di rumah sakit, termasuk Narsih dan Yasna.“Athalia, kau harus berjanji padaku! Kau akan tetap hidup sampai nanti, sampai Dirly dan anakmu dewasa. Sampai kau berhasil mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya. Jangan pernah pergi sebelum semua itu terjadi. Berjanjilah padaku, Athalia!” Dean meraih tangan kanan Athalia, lalu menciumi jemarinya.Lelaki bertubuh kekar itu tak bisa menahan saat air mata meluruh jatuh melewati pipinya.Hari ini, saat Athalia dibawa ke rumah sakit, dokter memberitahu sebuah kabar yang membuat semua orang terkejut. Tak menyangka. Bahkan terluka.Bagaimana tidak, dokter mengatakan Athalia menderita kanker darah. Dan tak s