Tengah malam, Vanesha diam-diam keluar dari kamarnya. Tubuhnya masih terasa lelah dan nyeri dibagian luar, terutama dadanya yang sampai meninggalkan bekas gigitan kecil berwarna merah.Hanya Raditya saja yang tidur, dan Vanesha tidak bisa memejamkan mata walau sebentar. Dia hanya menunggu dengan was-was sampai dia bisa kabur dari kamar Radit.Sedikit lagi dia akan sampai di pintu, tapi dia merasa kasihan ketika melihat majikannya yang tidur tanpa memakai selimut. Dan dia pun mendekati ranjang lagi hanya untuk menyelimuti Raditya.*Setelah pagi hari datang, Raditya turun berpakaian lengkap karena bersiap untuk syuting.Bayu juga sudah duduk di meja makan.“Selamat pagi Tuan Raditya.” Bayu berdiri dari kursinya untuk menyapa majikan puterinya.Vanesha mendengar ayahnya berbicara pada Radit, dan dia jadi gugup.“Dimana anakmu?” tanya Radit tanpa membalas sapaan Bayu.“Vanesha ada di dapur, dia bilang, sedang menyiapkan kopi untuk anda, Tuan. Sarapan juga sudah disiapkan, apakah anda ing
Belum juga keluar dari area halaman rumah, Raditya dengan sikap nakalnya malah sengaja menyentuh dan membelai paha Vanesha, yang mana kedua tangan gadis itu sibuk memegang kemudi mobil.“Tuan, anda tidak mau kita kecelakaan kan?”“Apa? Kau kurang konsentrasi? Padahal hanya memegang pahamu saja. Belum ketika aku memegang.. ini?” tiba-tiba tangannya naik kebagian dada.“Akh! Yang benar saja! Ayah saya masih berdiri dan melihat disana. Saya tidak mau dia curiga dan tahu!”“Jangan banyak memerintahku, Vanesha. Aku ‘Bos’ di sini, dan kau adalah bawahanku. Terserah aku menyentuhmu dibagian mana yang aku inginkan, karena yang kita lakukan tadi malam, untuk mengurangi bunga hutangmu saja masih jauh dari cukup. Jadi, fokus saja pada pekerjaanmu. Anggap, kalau kau mati, siapa yang akan mengurus ayahmu? Hm?”“Hah…” Vanesha menghela napasnya sambil geleng-geleng kepala. Mau tidak mau dia harus mengalah. Walau Vanesha tidak membertahukan apapun pada ayahnya, tapi Bayu mulai curiga, apalagi sejak m
“Bayu, kalian berdua ada dimana sekarang? Kata tetangga di sini, kalian pergi dengan seorang pria, ke mana?”“Gema, kenapa kau mencari kami sekarang?” suara tegas dari Bayu.“Bayu, kita masih suami dan isteri. Kau juga harus bertanggung jawab atasku dan anak-anak kita. Kalau pun kau dan Panes pergi, jangan menggembok rumah kita-“Rumah kita? Sejak kapan rumahku menjadi ‘Rumah kita?’ Sudah berapa kali kau melakukan ini, Gema? Kau selalu mengecewakanku.”“Bayu, aku minta maaf. Aku akan menjelaskan semuanya. Aku… aku melakukan itu karena… katanya, dengan uang yang aku pinjam bisa dibungakan menjadi lebih banyak lagi. Aku… aku rupanya tertipu, Bayu.” Gema pura-pura menangis agar Bayu mengasihaninya lagi.“Sekarang, kami berdua tidak tahu harus tinggal di mana lagi. Belum lagi, kami kehilangan Desi. Entah dimana dia sekarang. Pulanglah dulu, Bayu, tinggalkan saja kunci gemboknya. Biar aku yang menjaga dan merawat rumah kita… maksudku, rumahmu.”“Aku akan membahas ini dengan Vanesha, puteri
“Berhenti! Tuan Radit, lepaskan kerah baju pak Hendrik! Anda bisa menyakitinya!” Vanesha berdiri ditengah untuk memisahkan mereka.“Kalian berdua! Ini di tempat umum, semua orang bisa melihat kalian sekarang, apa kalian tidak malu?!”Tidak ada perlawanan dari Hendrik, hanya Raditya yang masih menarik kerahnya dengan tatapan tajam mengancam pada Hendrik. Namun, pada akhirnya dia melepaskan Hendrik.Vanesha merasa lega, “Pak Hendrik, anda tidak apa-apa?”“Sini kau! Kenapa kau malah mengkhawatirkannya!” Radit menarik pergelangan tangan Vanesha kearahnya.“Vanesha, katakan padaku, apakah selama ini… dia memaksamu untuk melakukan itu?”“Me-melakukan apa, Pak?”‘Apa dia tahu yang kami lakukan?’“Memaksamu untuk membuat rumor itu agar rumor buruk tentangnya tertutupi dengan dia menjadikanmu pacarnya?”“A-apa? Pa-pacar? Saya dan… Tuan Radit?”“Iya. Dia pasti mengancam-mu kan?”Tidak ada ketakutan diwajah Raditya, “Tidak Pak. Saya… dia tidak memaksa saya. Dan… kami tidak ada hubungan apa-apa,
Klik!Raditya duluan keluar dari mobil. Tanpa merapikan pakaiannya yang semua kancing sudah terbuka dari kemerjanya.“Tu-Tuan Radit, a-anak sa-saya?”“Kau lihat saja sendiri, Pak tua.” Ucap Raditya melewati Bayu.Bayu membuka lagi pintu mobilnya untuk melihat keadaah puterinya, “Vanesh?”“A-Ayah?” Vanesha berusaha untuk tetap tenang. Untungnya dia sudah merapikan pakaiannya dengan cepat sebelum ayahnya melihat penampilannya yang terbuka.Bayu ingin memeriksa Vanesha dengan penglihatannya sekilas, ‘Tidak ada yang terluka. Apa aku terlalu curiga ya?’ pikirnya.Vanesa turun dari arah berlawanan, “Ayah, kenapa Ayah masih di luar? Ayo masuk, Yah.”“Iya, Nak.” Bayu menutup lagi pintu mobil tempat Raditya duduk tadi.“Kenapa Ayah belum tidur?”“Ayah tadi sudah sempat tidur, Nak. Tapi, karena mendengar kalian baru pulang, Ayah ingin menyambutnya.”“Lain kali tidak perlu, Yah.”“Hey! Aku lapar! Cepat antarkan makanan ke kamarku!” suruh Raditya berdiri di tangga.“Iya, Tuan.”‘Bukankah sebelum
Raditya menggeser posisinya. Dia maju dan berdiri didepan Vanesha. Karena tubuhnya yang tinggi, dia menurunkan posisi kepalanya untuk bisa melihat wajah Vanesha. Dengan paksaan dari tangan Raditya, Vanesha melihat wajah artisnya itu yang sudah memerah dan penuh nafsu.Selanjutnya, dia mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir Vanesha. Karena takut dan malu, Vanesha menutup matanya dengan terpaksa. Raditya juga menutup matanya, tapi karena sedang menikmatinya.‘Kapan ini berakhir?’ pikir Vanesha.“Eh…?” sampai Vanesha membuka matanya karena tiba-tiba merasakan tubuhnya terangkat. Rupanya Raditya menggendongnya seperti karung beras.Brugh!“Akh…” rasanya punggung dan bokongnya terasa sakit.Sreeett…Dengan kedua tangannya, Raditya merobek kemejanya jadi dua bagian.Tatapan yang tajam dan bernafsu melihat Vanesha. Wanita itu ingin mundur, tapi segera kakinya ditarik Radit, “Kau mau ke mana? Aku sudah bilang kan? Kau harus memuaskanku sampai rasa ‘Lapar’ ku hilang.” Dia menarik kaki Vanesh
“Ini adalah gajimu, Vanesha.” Hendrik baru saja memberikan gaji pada Vanesha.“Ada apa? Kenapa kamu malah kebingungan begitu? Aku sengaja menambahkannya karena bulan ini kamu begitu banyak lemburnya. Makanya, aku mentransfernya lebih dari gajimu.”“Anu… itu, Pak. Kenapa saya gajian?”“Hah? Ma-maksudnya bagaimana, Vanesha?” sekarang Hendrik pun ikutan bingung.“Maaf Pak, saya kan punya hutang pada tuan Raditya.”“Yang 200-an juta itu?”“Bukan, bukan hanya itu saja Pak. Sebelumnya saya sudah minta gaji bulan ini beberapa minggu yang lalu. Maksudnya, saya sudah minta gaji saya lebih cepat, tapi kenapa sekarang saya di kasih gaji lagi? Dan, anda sudah tahu hutang yang ratusan juta itu, seharusnya gaji saya dikurangi kan Pak?”Hendrik masih bingung dengan ‘Meminta gaji lebih dulu’, karena dia tidak tahu itu.“Mmm, mungkin karena… Raditya tidak memberitahukanku. Tapi… ambil saja.”“Ta-tapi Pak, kalau saya menerima gaji ini, hutang saya sama saja tidak berkurang, malahbertambah lagi.”“Gak a
“Apa kau minum obat perangsang? Tapi, seharian ini tidak ada scene ranjang kan?” tanya Hendrik. Dia melihat ‘Pentungan’ artisnya tegak dan mengeras dari balik celananya.“Tidak. Memang ukuran milikku seperti ini kan?” bukan karena malu, Radit tidak mau reaksi bagian bawahnya dilihat Hendrik. Dia menurunkan ‘Senjatanya’ agar turun kembali.“Radit, jangan pikir aku tidak tahu seberapa besar ukuran milikmu walau belum bangun. Memang, belum bangun saja, sudah besar, tapi yang sekarang aku lihat, ini jauh lebih besar dari biasanya.”“Apaan sih kau. Kenapa malah membahas kelaminku?”“Radit, akhir-akhir ini, aku melihat hubunganmu dengan Vanesha aneh. Padahal dulu, kau begitu membenci gadis itu. Setiap hari kalian hanya bertengkar dan berdebat mempertahankan pendapat kalian. Tapi…“Kenapa? Bukankah itu baik? Kau sendiri bilang, agar kami tetap akur kan?”“Iya. Tapi ini terlihat aneh. Kedekatan kalian seperti memiliki hubungan rahasia. Apa kau dan Vanesha telah menjadi sepasang kekasih?”“Pft
Sudah dua minggu sejak Raditya mengutarakan perasaannya pada Vanesha, dan masih tidak berubah pikiran. Malahan, dia semakin manja dan bergantung pada Vanesha, setiap menit.“Permisi, dengan nona Vanesha?” seorang kurir menghampiri Vanesha yang sedang menunggu Raditya syuting.“I-iya? Itu aku?”“Ini, pesanan makanannya. Semuanya sudah dibayar, tinggal diterima saja.”“Oh iya, terima kasih Pak.” Setelah menerima pesanan yang ternyata isinya makanan, Vanesha melihat Raditya. Pria itu, melambaikan tangan dan tersenyum padanya.Karena disuruh untuk istirahat, Raditya datang dan menghampiri Vanesha, duduk disampingnya, dan menyandarkan kepala dibahunya, “Hah…”“Tuan, makanan ini, apa anda mau langsung memakannya?”“Sudah aku bilang jangan panggil aku ‘Tuan’. Aku kan sudah melarangmu.”“Mana bisa saya melakukan itu. Namanya tidak sopan.”“Kan aku yang suruh. Pokoknya, aku akan marah kalau kau melakukan itu lagi.”“Tapi-“Makanannya sudah datang kan? Tapi, kenapa tidak kau makan? Sampai sudah
Keadaan Sulastri sudah semakin membaik. Dia sekarang berbaring diranjangnya, dan Radtiya juga Vanesha masih disana untuk menjaganya. Raditya mulai bisa menyentuh dan dekat dengan ibunya, padahal sebelumnya belum pernah bisa berdiri dengan jarak yang dekat.Karena ibunya sudah tenang dan tidur, Dokter Ivan mengajak mereka berdua untuk pergi dan membiarkan Sulastri beristirahat sendiri.“Saya terkejut, karena hari ini, nyonya Sulastri lebih ramah dari sebelumnya. Walau sempat tadi dia mengamuk dengan pak Surya. Tapi saya tidak menyangka dia akan luluh dengan anda.” Kata dokter Ivan memberi pujian.“Tentu saja dok. Namanya juga hubungan ibu dan anak, darah itu pasti mengalir dan saling mengenal.” Kata Vanesha.“Sayang sekali, pak Surya sudah pergi karena katanya ada urusan yang harus dia kerjakan.”“Aku tidak perduli!”“Tuan..” Vanesha menegurnya pelan.“Kalau begitu, saya akan meninggalkan kalian dulu, permisi ya.”Sekarang hanya tinggal Vanesha dan Raditya.“Tuan, anda juga harus dioba
Beberapa hari kemudian. Surya merindukan mantan isterinya, Sulastri. Dia pun berniat untuk pergi lagi ke rumah sakit jiwa, padahal sebelumnya dia sudah menemui Sulastri walau mantan isterinya tidak mengetahuinya.“Dimana dokter Ivan?” tanya Surya pada rekan dokter Ivan karena dia tidak menemukan dokter yang biasanya mengurus Sulastri.“Dokter Ivan sedang mengantarkan dua orang untuk menemui pasien.”“Apa? Dua orang? Siapa mereka?”“Maaf Pak, saya tidak tahu. Hanya itu saja pesan dari dokter Ivan.”“Ya sudah, terima kasih.” Tapi, Surya sendiri yang akan pergi menemui Sulastri, juga dia tahu dimana tempatnya.Tap!Langkah kakinya berhenti ketika dekat dengan Sulastri, dan dua orang yang dia kenal, “Raditya?” dia memanggil nama puteranya.“Pak Surya?” tapi Vanesha yang merespon Surya, sedangkan Raditya hanya melihatnya saja.Surya mendekati mereka, disana juga ada dokter Ivan.“Apa yang kau lakukan di sini, Radit?”“Kau sendiri? Kenapa kau datang ke sini?” pertanyaan ketus dari Raditya.
“Mmm… Tuan, apa yang kita lakukan di dapur ini?” Vanesa curiga.‘Apa sebentar lagi dia akan mencumbuku di sini? Selera yang aneh. Tapi… ah, biarkan sajalah. Yang penting hutangku berkurang dan dia tidak marah-marah.’“Buatkan nasi goreng untukku.”“Ya saya akan melakukan selera aneh anda…. Eh? Ma-maksudnya…. Nasi goreng?”‘Maksudnya gaya ‘Nasi goreng’ kah? Ba-bagaimana gaya itu ya?’Cetak!“Auuchh…” Vanesha memegang keningnya yang dijentik pelan oleh Raditya.“Apa yang kau pikirkan? Aku bilang, buatkan aku nasi goreng. Kau sudah banyak makan kan? Apa kau pikir aku tidak lapar?” Raditya berpangku tangan menunggu pergerakan Vanesha.“Nasi goreng… beneran nasi goreng kan? Beras yang sudah jadi nasi, lalu di goreng di penggorengan pakai garam-“Iya! Bawel banget sih. Cepat buatkan aku nasi goreng, dan harus enak. Telurnya dua, yang di mata sapi kan satu, lalu yang di orak-orek satu. Pedasnya sedang, dan jangan terlalu banyak minyak dan garamnya.”Vanesha masih bingung, “Dengar gak?” tanya
Padahal tadinya, suasana sedang hangat dan ramah. Tapi, entah apa yang Andre bisikan padanya, raut wajah Surya jadi murung bercampur kesal. Terasa sekali perubahannya.“Maafkan saya, sepertinya hari ini cukup di sini dulu. Lain waktu, mari kita berkumpul dan mengobrol seperti ini. Vanesha, kau juga harus tetap ikut ya.” Surya berdiri dari kursinya dan tetap berusaha untuk tersenyum ramah pada mereka.“Iya Pak, terima kasih. Tapi, anda belum makan loh.”“Saya bisa makan nanti. Karena ada urusan yang sangat mendesak sekali hari ini. Radity, Ayah pergi dulu. Jaga kesehatanmu.”Tapi Raditya tidak menjawabnya.‘Yah.. paling tidak, Tuan Radity tidak marah.’Buru-buru, Andre dan Surya pergi meninggalkan mereka.“Ya, kalau begitu, aku juga harus pergi.”“Anda mau ke mana, Pak Hendrik?”“Mau pulang menemui calon kakak iparmu. Sebentar lagi kan, kami akan menikah. Oh ya, mungkin selama aku menikah, Vanesha pasti akan semakin banyak kerjaan dan kerepotan. Mohon bantuannya ya. Nanti, kamu akan ak
“Kenapa? Kau tidak mau menikah denganku?”‘Pertanyaan jebakan ini. Kalau jujur sih, enggak mau. Apalagi tempremental anda yang tinggi ini.’“Ah, sudahlah. Kau hanya diam saja, berarti memang tidak mau.” Raditya kembali melihat kedepan lagi.Vanesha tidak mau membahasnya lagi. Pokoknya, dia mau segera sampai di tujuan agar dia bisa lega.“Sekarang, kau tidak mau. Tapi, ketika mengetahui masa laluku, kau pasti semakin tidak mau, dan mungkin kau akan pergi jauh.”“Mm… Tuan? Memangnya.. ada masa lalu apa?”Raditya kembali melihat Vanesha, kau dengar kan tadi, kalau ibuku berada di rumah sakit jiwa.”“Ya saya tauh… ups…” dengan tangan kanannya ia menutup mulutnya.‘Astaga, kenapa aku tidak bisa mengontrol omongan yang keluar dari mulutku sih?“Apa? Kau tahu kalau ibuku ada di rumah sakit jiwa?” caranya melihat Vanesha seperti menangkap basah akan kesalahan Vanesha.“Itu… kan anda bilang tadi. Juga, disana, mulut anda sendiri yang bicara dan kebetulan saya mendengarnya-“Tidak. Dari cara re
“Saya… saya hanya anda nanti, tidak menyesalinya…?”Raditya tiba-tiba memeluknya. Vanesha kebingungan, dia pikir, dia akan mendapat perlakukan kasar dari bos-nya, ternyata tidak.“Tu-Tuan?” panggilnya dengan lembut.‘Apa dia… sangat sedih ya?’“Aku benci padanya. Dia… dia sudah menyakitiku dan ibuku. Aku… membencinya.” Suaranya memelan, masih menyembunyikan wajahnya dibahu Vanesha.Vanesha kasihan pada Radit. Dia jadi tidak bisa memaksa atau kecewa padanya lagi. Untuk menenangkannya, Vanesha mengusap punggung Radit, “Tuan, tidak apa-apa anda membencinya, tapi… anda yang akan terus sakit hati dan tidak tenang memiliki dendam pada ayah anda. Maaf, saya tahu, rasanya pasti sangat berat memaafkan orang yang sudah menyakiti kita dari dulu.”Raditya tidak mengatakan apa-apa, tapi dia mengeratkan kedua tangannya memeluk Vanesha.“Anda tahu kan? Kalau saya juga memiliki ibu tiri dan saudari tiri. Sudah berapa kali, saya sakit hati dan kecewa padanya. Sering berhutang, kabur, dan menyakitiku b
Vanesha bisa merasakan suasana yang menegangkan diantara Surya dan Raditya. Vanesha berharap, mereka berdua tidak bertengkar hebat dan membuat keributan.Untungnya Surya tidak membahasnya lagi, karena tangan Raditya sudah dikepalkan dan rahangnya mulai mengeras.“Radit, ini.” Surya mengeluarkan map berwarna cokelat yang masih dillitkan talinya, diberikan pada Raditya. Pria muda itu, hanya melihatnya saja, tanpa mau mengambilnya, ‘Apa itu?’ kecuali Vanesha yang penasaran.“Vanesha, tolong kau buka, dan bacakan apa isinya supaya Raditya tahu.”“Iya Pak-“Jangan menyentuhnya!” larangan dari Radity, membuat tangan Vanesha berhenti.“Kenapa, Tuan? Anda kan tidak tahu apa isinya.”“Pokoknya jangan dibuka! Walau aku tidak tahu, tapi aku tidak mau tahu isinya.”“Apa kau takut mengakui kemenanganku, Radity?”“Hmp!”“Aku juga ingin memberitahukan pada Vanesha. Memangnya salah? Vanesha, tolong buka dan bacakan.”“Ta-tapi…” Vanesha ragu dan melihat Raditya yang memancarkan aura bencinya.“Tidak a
Ceklek!Andre terkejut ketika melihat isteri atasannya tiba-tiba saja masuk ke dalam ruang kerjanya.“Nyonya Widya, apa yang anda lakukan di sini?” dirinya sedang sibuk menyelesaikan pekerjaan yang Surya perintahkan.“Andre, dimana suamiku? Kenapa dia tidak ada di ruangannya?”“Ya? Apakah anda baru dari sana?”“Andre, kalau kau tidak tahu, aku tidak akan datang kesini dan menemuimu untuk buang-buang waktu.” Widiya berpangku tangan menatap rendah pada Andre.“Nyonya Widya, saya juga tidak tahu kemana pak Surya. Karena saya pikir, beliau memang masih ada di sana.”“Andre, tidak mungkin kau tidak tahu kemana dia. Cepat katakan!”“Hah… Nyonya Widya, apa anda pikir, kalau Pak surya tidak akan marah dan kecewa pada anda yang seperti ini? Seharian ini, saya diberi banyak pekerjaan dan tidak bisa keluar dari ruangan ini kalau belum menyelesaikannya. Jadi, bagaimana saya bisa tahu beliau ada di mana? Kalau di ruangannya tidak ada?”‘Benar-benar menyebalkan. Mentang-mentang dia adalah isteri da