“Kau pasti berniat untuk tidur di lantai kan?”“I-iya. Karena, tidak mungkin kita berdua tidur di tempat tidur yang hanya ada satu ini, juga… kecil.”Brugh!Radit ikut berbaring dan memeluk Vanesha dari belakang dengan posisi miring.‘Dia berulah lagi. Kenapa pikirannya mesum terus?’“Kau lihat kan, ternyata tempat tidur ini muat untuk kita berdua.”“Tidak, ini tidak muat. Tidak mungkin kita tidur seperti ini sepanjang malam. Saya juga… tidurnya berantakan. Biarkan saya tidur di lantai… akhh…!” ketika Vanesha ingin bangun, Raditya mengangkat kakinya dan meletakannya diatas pinggang Vanesha, sedangkan tangannya menarik tangan Vanesha agar berbaring lagi.“Tuan! Saya harus pindah!”“Diam dan jangan bergerak! Aku mengantuk, tidur saja!”“Sudah saya bilang, saya tidak bisa tidur seperti ini-“Kalau kau banyak bergerak dan tidak mau tidur, aku akan menciummu sekarang.”Vanesha menyembunyikan wajahnya, terutama bagian mulut.Tok! Tok! Tok!“Radit, apa kau sudah tidur?”Mereka berdua melihat
“Pelayanan seperti apa? Pelayanan… khusus?”“Akh, masa kamu gak mengerti sih, Vanesh? Itu loh, ‘Penghangat ranjang majikan’. Kamu pasti pernah dengar atau melakukan itu kan?” ucap salah satu dari mereka.“Apa? Ti-tidak, tidak ada yang seperti itu.”“Masa sih? Padahal kamu cantik, apa Radit gak pernah menggodamu?”“Aku bisa percaya kalau Radit tidak menggoda Vanesha, kenapa? Karena Radit kan, anti sama perempuan. Malahan, aku lebih sering mendengar kalau dia lebih sering melakukan sex dengan sesame pria saja.”“Wah… kok kamu tahu, Lin?”“Selain aku sebagai asisten artis, aku juga ‘mata-mata’ dari artisku loh. Lalu bergosip bersama.” Ucap Linda dengan bangganya.“Tidak!” Vanesha membantahnya dengan tegas. Dia marah. Dia benci jika ada orang yang menghina majikannya. Walau mengesalkan, tapi apa yang mereka katakan, tidak benar.“Tuan Radit tidak seperti itu, dia tidak pernah bermain dengan laki-laki. Itu hanya rumor saja.”“Vanesh, kau kan baru beberapa bulan jadi asistennya, dan juga it
Raditya malah mendorong jarinya untuk masuk lebih dalam ke dalam mulut Vanesha. Karena untuk menjaga kemudi mobilnya, Vanesha hampir kesulitan menarik dan mengeluarkan tangan Radit dari mulutnya, dan membuatnya kesulitan bernapas.Mau tidak mau, “Akh… sshh! Kurang ajar! Berani sekali kau menggigit jariku!” Radit merintih kesakitan karena jarinya digigit. Untunya, Radit mengeluarkan jarinya.“Maafkan saya, itu karena anda sendiri. Ngapain anda memasukan jari anda ke dalam mulut saya?”“Kan aku hanya ingin menyuapimu camilan tadi!”“Keripiknya saja, bukan dengan jari anda juga.”“Dasar kau, tidak sopan!”“Kalau anda ingin membersihkan jari anda, bisa pakai air saja kan? Dibelakang masih ada air botol mineral, pakai itu. Kalau saya jadi tidak fokus ketika mengemudi, kita akan kecelakaan, dan pastinya saya yang akan anda salahkan nantinya.”“Banyak alasan!”Vanesha sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah majikannya.Raditya memeriksa jarinya, “Sial, jariku langsung berdarah.”Karena s
Drrrttd… ddrtdd… drttd…Drrttdd… drttdd…Raditya sangat terganggu dan kesal karena suara dari ponselnya diatas meja, di samping tempat tidurnya.Dia berbalik badan membelakangi keberadaan ponselnya, dan menutup telinga dengan bantal, tapi tetap saja suara-suara itu mengganggu pendengarannya.“Akh! Apa-apaan sih ini?” hingga akhirnya, Raditya pun terbangun, melemparkan bantal yang tadi dia gunakan untuk telinganya. Suara getaran dari ponselnya masih terus berlanjut. Dengan tubuh telanjang, dia turun dari ranjangnya dan meraih ponselnya.“Awas saja kalau tidak ada yang penting sampai kau terus menghubungiku.”“Apa ini? Kenapa perempuan ini meneleponku tengah malam?” Radit melihat jam di dinding kamarnya, menunjukan angka 1 dini hari. Bukan tengah malam lagi seperti perkiraannya.“Hallo! Apa-apaan kau ini, hah? Apa kau tidak tahu ini jam berapa?”“Maaf, selamat malam Pak. Apa benar saya berbicara dengan Pak Raditya?”“Apa? I-iya, ini siapa?”‘Kenapa malah suara pria?’“Kami dari kepolisi
Setelah giliran Raditya yang berbicara pada mereka, dan Vanesha hanya duduk di diam mengamatinya, barulah polisi mengijinkan Vanesha pergi dengan jaminan dari Raditya.Memang masalahnya sudah selesai, tapi Vanesha tetap tidak merasa lega. Bagaiana tidak? Karena dia sudah menyetujui perjanjian untuk membayar hutang piutang pada Raditya.“Ayo, semuanya sudah selesai. Sekarang, kau ikut aku.” Ucap Raditya menghampiri Vanesha sekaligus menyimpan kartu ATM-nya kedalam dompet.“Saya….”Baru satu kata yang keluar dari mulut Vanesha, Raditya mulai curiga, “Kenapa? Jangan bilang kau berubah pikiran. Karena aku tidak memaksamu untuk melakukan itu, kau sendiri yang-“Bu-bukan! Bukan… itu.”‘Walau sebenarnya aku memang tidak ingin.’“Aku harus pergi ke rumah sakit dulu.”Raditya mengira kalau Vanesha mengalami luka, sehingga dia melihat keadaan gadis itu mulai dari kaki dan wajahnya.“Bukan saya, tapi… untuk ayah saya.”“Ayahmu?”“Iya. Saya terburu-buru pulang sampai menabrak mobil orang itu, kar
Sesampainya di rumah sakit, Vanesha ingin melihat keadaan ayahnya yang belum sadarkan diri.“Ya Tuhan, Ayah… hiks… hiks…” tak tertahankan lagi, airmatanya pun keluar menangis melihat keadaan ayahnya yang hampir seluruh bagian tubuhnya dibalut perban.Vanesha mendamkan kepalanya diatas dada ayahnya, tanpa menekan lebih berat. Sangat, sangat menyedihkan.‘Ya ampun, ada apa dengan pak tua ini? Sampai keadaannya seperti ini?’ Raditya saja, juga terkejut. Karena sebelumnya sudah pernah bertemu, tapi pertemuan yang sekarang, membuatnya tidak tahu harus berkomentar apa.“Mas, Mas, pacarnya?”“Mas, boleh minta nomor teleponnya?”Baru saja Raditya terharu dan kasihan, sekarang jadi emosi lagi karena ulah dua tetangga yang bertanya yang tidak dia sukai.“Bi, ibu.. hiks… ibu ada di mana? Kenapa dia… hiks… tidak ada di sini?”“Akh… gak usah ditanya lagi dah tuh emak tiri loe. Dia kabur lagi sama anak-anaknya, makanya ayahmu mengejarnya tapi rupanya malah kecelakaan ditabrak mobil. Mana mobilnya l
“Aku baru mengetahui kalau ternyata Vanesha punya ibu tiri. Itu artinya, kau menikah lagi?”Bayu hanya diam.“Hah… kenapa setiap ‘Ayah’, selalu saja memiliki banyak kesamaan, apalagi menikah lagi, memiliki isteri lebih dari satu.”Bayu sedikit tidak mengerti apa maksud dari Raditya berbicara seperti itu.“Menikah lagi, lalu punya anak dari isteri lainnya, dan melupakan anak sebelumnya. Karena alasan sudah tua dan berpenyakitan, sekarang tidak bisa mencari uang dan membebankannya pada anak dari isteri sebelumnya karena dia yang paling dewasa. Benar-benar ‘Ayah’ yang egois.” Sindiran itu bukan hanya untuk ayah Vanesha, tapi juga untuk ayahnya sendiri.“Ta-tapi, Tuan. Saya tidak memiliki anak dari isteri kedua saya-“Masih saja ada yang dijadikan sebagai jawaban pembelaan diri.”Bayu menundukan kepalanya. Walau tidak mengerti semua yang Radit katakan, tapi inti dari pembicaraannya, Bayu masih mengerti. Apalagi, rasa bersalahnya selalu saja menetap didalam hati dan pikirannya.“Apa kau ta
“Kejadiannya begitu cepat, Nak. Sejak kamu pergi dengan majikanmu, ibu tirimu bertingkah lagi. Awalnya, hari pertama, dia baik. Menyiapkan sarapan dan memperhatikan Ayah. Tapi, keesokan harinya, tiba-tiba orang-orang yang waktu itu datang, datang lagi menagih hutang ibumu. Ayah… Ayah hampir tidak percaya, tapi Gema dan anak-anaknya tidak pulang. Giliran pulang, hanya ingin mengambil sertifikat rumah kita saja, lalu kabur lagi. Ayah mengejarnya, tapi…. Ayah malah kecelakaan.”Vanesha tahu, kalau berat rasanya Ayahnya menceritakan semua kejadiannya. Vanesha mau marah pun, pada siapa? Tidak mungkin pada ayahnya, karena dia juga merasa bersalah.“Kamu pasti sudah bosan mendengar permintaan maaf dari Ayah. Demi keegoisanku, kamu jadi menderita seperti ini.”“Sudah, Ayah. Jangan dibahas lagi. Sekarang, Ayah harus sembuh. Aku akan mencari ibu, dia pasti gak jauh dari rumah kita. Buktinya, kenapa dia tahu kalau hutang sebelumnya sudah lunas? Pasti ada tetangga yang tahu dia sembunyi di mana.”
Sudah dua minggu sejak Raditya mengutarakan perasaannya pada Vanesha, dan masih tidak berubah pikiran. Malahan, dia semakin manja dan bergantung pada Vanesha, setiap menit.“Permisi, dengan nona Vanesha?” seorang kurir menghampiri Vanesha yang sedang menunggu Raditya syuting.“I-iya? Itu aku?”“Ini, pesanan makanannya. Semuanya sudah dibayar, tinggal diterima saja.”“Oh iya, terima kasih Pak.” Setelah menerima pesanan yang ternyata isinya makanan, Vanesha melihat Raditya. Pria itu, melambaikan tangan dan tersenyum padanya.Karena disuruh untuk istirahat, Raditya datang dan menghampiri Vanesha, duduk disampingnya, dan menyandarkan kepala dibahunya, “Hah…”“Tuan, makanan ini, apa anda mau langsung memakannya?”“Sudah aku bilang jangan panggil aku ‘Tuan’. Aku kan sudah melarangmu.”“Mana bisa saya melakukan itu. Namanya tidak sopan.”“Kan aku yang suruh. Pokoknya, aku akan marah kalau kau melakukan itu lagi.”“Tapi-“Makanannya sudah datang kan? Tapi, kenapa tidak kau makan? Sampai sudah
Keadaan Sulastri sudah semakin membaik. Dia sekarang berbaring diranjangnya, dan Radtiya juga Vanesha masih disana untuk menjaganya. Raditya mulai bisa menyentuh dan dekat dengan ibunya, padahal sebelumnya belum pernah bisa berdiri dengan jarak yang dekat.Karena ibunya sudah tenang dan tidur, Dokter Ivan mengajak mereka berdua untuk pergi dan membiarkan Sulastri beristirahat sendiri.“Saya terkejut, karena hari ini, nyonya Sulastri lebih ramah dari sebelumnya. Walau sempat tadi dia mengamuk dengan pak Surya. Tapi saya tidak menyangka dia akan luluh dengan anda.” Kata dokter Ivan memberi pujian.“Tentu saja dok. Namanya juga hubungan ibu dan anak, darah itu pasti mengalir dan saling mengenal.” Kata Vanesha.“Sayang sekali, pak Surya sudah pergi karena katanya ada urusan yang harus dia kerjakan.”“Aku tidak perduli!”“Tuan..” Vanesha menegurnya pelan.“Kalau begitu, saya akan meninggalkan kalian dulu, permisi ya.”Sekarang hanya tinggal Vanesha dan Raditya.“Tuan, anda juga harus dioba
Beberapa hari kemudian. Surya merindukan mantan isterinya, Sulastri. Dia pun berniat untuk pergi lagi ke rumah sakit jiwa, padahal sebelumnya dia sudah menemui Sulastri walau mantan isterinya tidak mengetahuinya.“Dimana dokter Ivan?” tanya Surya pada rekan dokter Ivan karena dia tidak menemukan dokter yang biasanya mengurus Sulastri.“Dokter Ivan sedang mengantarkan dua orang untuk menemui pasien.”“Apa? Dua orang? Siapa mereka?”“Maaf Pak, saya tidak tahu. Hanya itu saja pesan dari dokter Ivan.”“Ya sudah, terima kasih.” Tapi, Surya sendiri yang akan pergi menemui Sulastri, juga dia tahu dimana tempatnya.Tap!Langkah kakinya berhenti ketika dekat dengan Sulastri, dan dua orang yang dia kenal, “Raditya?” dia memanggil nama puteranya.“Pak Surya?” tapi Vanesha yang merespon Surya, sedangkan Raditya hanya melihatnya saja.Surya mendekati mereka, disana juga ada dokter Ivan.“Apa yang kau lakukan di sini, Radit?”“Kau sendiri? Kenapa kau datang ke sini?” pertanyaan ketus dari Raditya.
“Mmm… Tuan, apa yang kita lakukan di dapur ini?” Vanesa curiga.‘Apa sebentar lagi dia akan mencumbuku di sini? Selera yang aneh. Tapi… ah, biarkan sajalah. Yang penting hutangku berkurang dan dia tidak marah-marah.’“Buatkan nasi goreng untukku.”“Ya saya akan melakukan selera aneh anda…. Eh? Ma-maksudnya…. Nasi goreng?”‘Maksudnya gaya ‘Nasi goreng’ kah? Ba-bagaimana gaya itu ya?’Cetak!“Auuchh…” Vanesha memegang keningnya yang dijentik pelan oleh Raditya.“Apa yang kau pikirkan? Aku bilang, buatkan aku nasi goreng. Kau sudah banyak makan kan? Apa kau pikir aku tidak lapar?” Raditya berpangku tangan menunggu pergerakan Vanesha.“Nasi goreng… beneran nasi goreng kan? Beras yang sudah jadi nasi, lalu di goreng di penggorengan pakai garam-“Iya! Bawel banget sih. Cepat buatkan aku nasi goreng, dan harus enak. Telurnya dua, yang di mata sapi kan satu, lalu yang di orak-orek satu. Pedasnya sedang, dan jangan terlalu banyak minyak dan garamnya.”Vanesha masih bingung, “Dengar gak?” tanya
Padahal tadinya, suasana sedang hangat dan ramah. Tapi, entah apa yang Andre bisikan padanya, raut wajah Surya jadi murung bercampur kesal. Terasa sekali perubahannya.“Maafkan saya, sepertinya hari ini cukup di sini dulu. Lain waktu, mari kita berkumpul dan mengobrol seperti ini. Vanesha, kau juga harus tetap ikut ya.” Surya berdiri dari kursinya dan tetap berusaha untuk tersenyum ramah pada mereka.“Iya Pak, terima kasih. Tapi, anda belum makan loh.”“Saya bisa makan nanti. Karena ada urusan yang sangat mendesak sekali hari ini. Radity, Ayah pergi dulu. Jaga kesehatanmu.”Tapi Raditya tidak menjawabnya.‘Yah.. paling tidak, Tuan Radity tidak marah.’Buru-buru, Andre dan Surya pergi meninggalkan mereka.“Ya, kalau begitu, aku juga harus pergi.”“Anda mau ke mana, Pak Hendrik?”“Mau pulang menemui calon kakak iparmu. Sebentar lagi kan, kami akan menikah. Oh ya, mungkin selama aku menikah, Vanesha pasti akan semakin banyak kerjaan dan kerepotan. Mohon bantuannya ya. Nanti, kamu akan ak
“Kenapa? Kau tidak mau menikah denganku?”‘Pertanyaan jebakan ini. Kalau jujur sih, enggak mau. Apalagi tempremental anda yang tinggi ini.’“Ah, sudahlah. Kau hanya diam saja, berarti memang tidak mau.” Raditya kembali melihat kedepan lagi.Vanesha tidak mau membahasnya lagi. Pokoknya, dia mau segera sampai di tujuan agar dia bisa lega.“Sekarang, kau tidak mau. Tapi, ketika mengetahui masa laluku, kau pasti semakin tidak mau, dan mungkin kau akan pergi jauh.”“Mm… Tuan? Memangnya.. ada masa lalu apa?”Raditya kembali melihat Vanesha, kau dengar kan tadi, kalau ibuku berada di rumah sakit jiwa.”“Ya saya tauh… ups…” dengan tangan kanannya ia menutup mulutnya.‘Astaga, kenapa aku tidak bisa mengontrol omongan yang keluar dari mulutku sih?“Apa? Kau tahu kalau ibuku ada di rumah sakit jiwa?” caranya melihat Vanesha seperti menangkap basah akan kesalahan Vanesha.“Itu… kan anda bilang tadi. Juga, disana, mulut anda sendiri yang bicara dan kebetulan saya mendengarnya-“Tidak. Dari cara re
“Saya… saya hanya anda nanti, tidak menyesalinya…?”Raditya tiba-tiba memeluknya. Vanesha kebingungan, dia pikir, dia akan mendapat perlakukan kasar dari bos-nya, ternyata tidak.“Tu-Tuan?” panggilnya dengan lembut.‘Apa dia… sangat sedih ya?’“Aku benci padanya. Dia… dia sudah menyakitiku dan ibuku. Aku… membencinya.” Suaranya memelan, masih menyembunyikan wajahnya dibahu Vanesha.Vanesha kasihan pada Radit. Dia jadi tidak bisa memaksa atau kecewa padanya lagi. Untuk menenangkannya, Vanesha mengusap punggung Radit, “Tuan, tidak apa-apa anda membencinya, tapi… anda yang akan terus sakit hati dan tidak tenang memiliki dendam pada ayah anda. Maaf, saya tahu, rasanya pasti sangat berat memaafkan orang yang sudah menyakiti kita dari dulu.”Raditya tidak mengatakan apa-apa, tapi dia mengeratkan kedua tangannya memeluk Vanesha.“Anda tahu kan? Kalau saya juga memiliki ibu tiri dan saudari tiri. Sudah berapa kali, saya sakit hati dan kecewa padanya. Sering berhutang, kabur, dan menyakitiku b
Vanesha bisa merasakan suasana yang menegangkan diantara Surya dan Raditya. Vanesha berharap, mereka berdua tidak bertengkar hebat dan membuat keributan.Untungnya Surya tidak membahasnya lagi, karena tangan Raditya sudah dikepalkan dan rahangnya mulai mengeras.“Radit, ini.” Surya mengeluarkan map berwarna cokelat yang masih dillitkan talinya, diberikan pada Raditya. Pria muda itu, hanya melihatnya saja, tanpa mau mengambilnya, ‘Apa itu?’ kecuali Vanesha yang penasaran.“Vanesha, tolong kau buka, dan bacakan apa isinya supaya Raditya tahu.”“Iya Pak-“Jangan menyentuhnya!” larangan dari Radity, membuat tangan Vanesha berhenti.“Kenapa, Tuan? Anda kan tidak tahu apa isinya.”“Pokoknya jangan dibuka! Walau aku tidak tahu, tapi aku tidak mau tahu isinya.”“Apa kau takut mengakui kemenanganku, Radity?”“Hmp!”“Aku juga ingin memberitahukan pada Vanesha. Memangnya salah? Vanesha, tolong buka dan bacakan.”“Ta-tapi…” Vanesha ragu dan melihat Raditya yang memancarkan aura bencinya.“Tidak a
Ceklek!Andre terkejut ketika melihat isteri atasannya tiba-tiba saja masuk ke dalam ruang kerjanya.“Nyonya Widya, apa yang anda lakukan di sini?” dirinya sedang sibuk menyelesaikan pekerjaan yang Surya perintahkan.“Andre, dimana suamiku? Kenapa dia tidak ada di ruangannya?”“Ya? Apakah anda baru dari sana?”“Andre, kalau kau tidak tahu, aku tidak akan datang kesini dan menemuimu untuk buang-buang waktu.” Widiya berpangku tangan menatap rendah pada Andre.“Nyonya Widya, saya juga tidak tahu kemana pak Surya. Karena saya pikir, beliau memang masih ada di sana.”“Andre, tidak mungkin kau tidak tahu kemana dia. Cepat katakan!”“Hah… Nyonya Widya, apa anda pikir, kalau Pak surya tidak akan marah dan kecewa pada anda yang seperti ini? Seharian ini, saya diberi banyak pekerjaan dan tidak bisa keluar dari ruangan ini kalau belum menyelesaikannya. Jadi, bagaimana saya bisa tahu beliau ada di mana? Kalau di ruangannya tidak ada?”‘Benar-benar menyebalkan. Mentang-mentang dia adalah isteri da