Pertemuan Martis dengan Raja Garza sangat memberikan keuntungan bagi kedua pihak. Dari Martis, ia merasa untung karena akhirnya mendapatkan tempat yang sangat cocok untuknya betlatih meningkatkan kekuatannya. Sedangkan dari Kerajaan Garza, mereka merasa untung karena sejak kabar berita tentang Martis yang menjalin kerja sama membuat Kerajaan Garza semakin disegani. Setelah beberapa minggu kemudian, Martis cukup dibuat kerepotan karena kini bukan hanya Kerajaan Garza yang ingin meminta bantuannya, melainkan ada beberapa Kerajaan kecil lainnya yang secara terus terang meminta bantuannya. Dan akhirnya Martis mendapatkan sebuah ide. Dia mengusulkan kepada beberapa Raja untuk membentuk sebuah Aliansi. Dan hal itu langsung disetujui oleh lima Kerajaan. Kelima kerajaan itu juga sepakat memberikan sebuah gelar kepada Martis. Sehingga kini nama Martis telah berubah menjadi Lion D Martis. Awalnya Martis menolak untuk mendapatkan gelar seperti itu. Akan tetapi, ada suatu hal yang membuat M
Keesokan harinya, Martis kembali berlatih dengan tekad yang membara. Ia masih memikirkan percakapannya dengan Raja Garza dan misteri di balik huruf 'D'. Tiba-tiba, seorang prajurit memasuki ruang latihan dan menyampaikan pesan dari Raja Garza. "Yang Mulia Martis, Raja Garza mengundang Anda untuk bertemu di ruang kerjanya." Martis mengangguk dan mengikuti prajurit tersebut menuju ruang khusus Raja Garza. Ia penasaran apa yang ingin dibicarakan Raja Garza. Sesampainya di ruang kerja Raja Garza, Martis disambut dengan senyum hangat. Raja Garza menunjuk kursi di hadapannya. "Silahkan duduk, Martis. Aku ingin memberitahumu sesuatu yang penting." Martis duduk dengan tenang, matanya menatap Raja Garza dengan penuh harap. "Apa itu, Raja Garza?" Raja Garza menarik napas dalam-dalam dan memulai ceritanya. "Martis, huruf 'D' yang ada di nama-nama kerajaan dan gelar yang diberikan kepadamu bukanlah sekadar kebetulan. Itu adalah simbol dari sebuah kekuatan kuno yang terlupakan." Martis
Meskipun Martis begadang semalaman untuk mencari tahu lebih banyak tentang huruf 'D' dan Phynoglip, ia tetap bersemangat untuk berlatih. Ia tahu bahwa meningkatkan kekuatannya adalah kunci untuk mengungkap semua misteri yang tersembunyi. Ia juga harus menyelesaikan banyak misi yang diberikan oleh sistem untuk meningkatkan level aksesnya. Di tengah latihannya, saat Martis sedang beristirahat, ia melihat seorang prajurit dari Pasukan The Revolusioner memasuki ruang latihannya. Wajah prajurit itu tampak pucat dan penuh kekhawatiran. "Ada apa?" tanya Martis dengan nada khawatir. "Yang Mulia Martis," jawab prajurit itu dengan suara gemetar. "Markas The Revolusioner diserang oleh pasukan The World Goverment." Martis terkejut mendengar kabar buruk itu. Ia tahu bahwa The World Goverment adalah organisasi yang sangat kuat dan berbahaya. Ia sudah menduga bahwa mereka akan kembali menyerang markas The Revolusioner. "Bagaimana keadaan mereka?" tanya Martis dengan nada cemas. "Kami ber
Martis, dengan pasukannya yang siap tempur, bergerak cepat menuju markas besar The Revolusioner. Ia merasakan ketegangan yang mencekam di udara, dan tekadnya untuk membantu semakin kuat. Di markas besar The Revolusioner, Jendral Salim dan putranya, Kolonel Rizal, sedang berjuang keras melawan pasukan The World Goverment. Pertempuran sengit terjadi di setiap sudut markas, dengan teriakan, dentuman senjata, dan aroma darah yang memenuhi udara. Jendral Salim, dengan pengalamannya yang luas dalam peperangan, ia memimpin pasukannya dengan penuh strategi. Ia menggunakan setiap keuntungan medan dan taktik yang ia kuasai untuk mengalahkan musuh. Namun kali ini ia benar-benar merasa kesulitan dalam pertempuran menghadapi pasukan The World Goverment karena dipimpin langsung oleh Edmiral Kaziru yang memang sangat kuat dan juga terkenal kejam tanpa ampun pada semua lawannya. Kolonel Rizal, meskipun masih muda, ia betusaha menunjukkan keberanian dan kehebatan dalam pertempuran kali ini. Ia b
Jendral Salim dan Kolonel Rizal sontak merasa khawatir. Mereka tahu bahwa mereka menghadapi ancaman yang sangat serius setelah melihat senjata musuh yang lebih berbahaya dari sebelumnya. Senjata-senjata itu adalah senjata yang menggunakan nuklir. "Lancelot, kau harus membantu kami!" teriak Jendral Salin kepada Lancelot, anak Martis yang baru saja tiba di markas The Revolusioner. Lancelot, yang baru saja bergabung dalam pertempuran, sejak awal kedatangannya ia menunjukkan keberanian dan kekuatan yang luar biasa. Ia mengalahkan beberapa prajurit Edmiral Kaziru dengan mudah. Namun, kekuatan Edmiral Kaziru dan pasukannya begitu besar. Mereka menekan pasukan The Revolusioner dengan serangan balik yang bertubi-tubi. Jendral Salim dan Kolonel Rizal berusaha keras untuk menahan serangan dari pasukan Edmiral Kaziru, namun mereka mulai kewalahan. "Kita harus mundur!" teriak Jendral Salim. "Kita tidak bisa melawan mereka dengan kekuatan kita yang hanya seperti ini saja." Lancelot, yang mel
Edmiral Kaziru dengan rasa puas setelah mengalahkan Lancelot, menatap markas The Revolusioner yang hancur. Ia merasakan kemenangan yang manis, namun rasa dendamnya belum terpuaskan. Ia belum menghabisi Jendral Salim dan Kolonel Rizal, dua orang yang telah berani menantangnya. "Mereka tidak akan bisa lari dariku," ucap Edmiral Kaziru dengan senyum sinis. "Aku akan memburu mereka sampai ke ujung dunia." Edmiral Kaziru mengeluarkan alat pendeteksi yang canggih. Ia mengaktifkan alat tersebut dan mulai mencari keberadaan Jendral Salim dan Kolonel Rizal. Dengan cepat, alat pendeteksi itu menunjukkan lokasi Jendral Salim dan Kolonel Rizal yang sedang bersembunyi di sebuah gua terpencil. "Mereka bersembunyi di sana," kata Edmiral Kaziru dengan suara dingin. "Aku akan segera menghabisi mereka." Edmiral Kaziru memimpin pasukannya menuju gua tempat Jendral Salim dan Kolonel Rizal bersembunyi. Ia bertekad untuk menghabisi mereka berdua dan mengakhiri perlawanan The Revolusioner. Jendral
Lancelot, Jendral Salim, dan Kolonel Rizal, meskipun mereka bertiga terluka parah, mereka sudah memantapkan tekad mereka untuk tetap berjuang dengan gigih melawan Edmiral Kaziru. Mereka sudah bersumpah untuk tidak akan menyerah begitu saja. Lalu Lancelot, dengan sisa kekuatannya, ia berusaha melancarkan serangan terakhir kepada Edmiral Kaziru. Ia mengayunkan pedangnya dengan penuh kekuatan, mencoba untuk setidaknya mampu melukai Edmiral Kaziru walau hanya sedikit. Namun, Edmiral Kaziru dengan mudah menghindar dan melancarkan serangan balik. Serangan Edmiral Kaziru mengenai tubuh Lancelot dengan keras, membuat Lancelot kembali tersungkur ke tanah. Jendral Salim dan Kolonel Rizal yang melihat Lancelot terjatuh, berteriak sedih. Mereka tahu bahwa Lancelot telah kalah. Mereka merasa bahwa mereka akan mati hari ini. Kemudian Edmiral Kaziru dengan penuh senyum sinis, mendekati Jendral Salim dan Kolonel Rizal. Kali ini, sepertinya Jendral Salim dan Kolonel Rizal sudah pasrah atas nyawa
Dengan tubuh yang terasa lemas, Martis berjalan mendekati tubuh Lancelot yang telah kaku. Ia merasakan kesedihan dan amarah yang membara menyerbu jiwanya. Ia tidak percaya bahwa Lancelot dan beberapa sahabatnya telah pergi untuk selamanya. Martis berlutut di samping tubuh Lancelot, menatap wajahnya yang pucat. Ia menelusuri garis-garis halus di wajah Lancelot, mengingat saat-saat indah yang mereka lalui bersama. Ia mengingat keberanian Lancelot, kebaikan hatinya, dan tekadnya untuk melindungi dunia. Air mata mengalir deras di pipi Martis. Ia memeluk tubuh Lancelot erat-erat, mencoba untuk menghilangkan rasa sakit yang menyerbu jiwanya. Ia berbisik kata-kata lembut kepada Lancelot, mencoba untuk menenangkan jiwanya yang terluka. "Anakku," bisik Martis, suaranya bergetar karena kesedihan. "Aku sangat mencintaimu. Aku sangat bangga padamu. Kau adalah pahlawan sejati. Kau telah berjuang dengan gagah berani untuk melindungi dunia ini. Kau telah mengorbankan hidupmu untuk mencapai tujuan