Beberapa perawat keluar masuk ruangan ICU dengan wajah yang sangat panik bahkan peralatan bantu pun sangat banyak sehingga menyebabkan Eve tak kalah paniknya, “Ada apa, Sus?” tanya Eve meminta kepastian sembari memegang lengan suster.
“Kondisi pasien di nyatakan sangat kritis bahkan kemungkinan untuk sadar sangatlah minim, maka dari itu saat ini kami tengah mengusahakan yang terbaik. Kami meminta doanya,” jawab suster setelah itu kembali masuk ruangan.
“Gakkk!!!! Arsenio orang yang sangat kuat! Dia gak boleh menyerah begini!!! Gak boleh!!!” teriak Eve mendobrak pintu ICU dengan sangat keras.
“Tolong sabar, Nyonya. Kita perbanyak doa dan biarkan tenaga kesehatan berusaha yang terbaik.” Ucap Jack berusaha menenangkan malah justru membuat amarah Eve memuncak.
Plak…. Suara tamparan sangat keras membuat Jack yang awalnya terkejut hanya bisa diam dan menerima tamparan ini, meskipun harga dirinya merasa terc
Ketika Eve sedang duduk di kursi tunggu, ada sebuah pesan masuk dari nomor asing di ponsel mantan pengawalnya. Ingin sekali dirinya melihat pesan tersebut namun takutnya dikira lancang, lantaran membuka privasi orang tanpa ijin.“Jangan macam-macam denganku jika tidak ingin nyawamu berada di ujung tanduk.” Isi chat dari nomor tidak di kenal yang terpampang di layar ponsel Arsenio.“Siapa yang sudah mengirimkan pesan bernada ancaman seperti ini?” gumamnya penasaran.Ketika hendak menelpon nomer tersebut, ia melihat anak buah Arsenio sudah keluar dari ruangan dengan wajah yang sedih.“Jack, ada yang ingin aku tanyakan.” Ucap Eve terdengar serius.“Silahkan, Nyonya.” Jawab Jack memberi ruang.“Tadi aku melihat pesan masuk di ponsel bosmu yang berisi ancaman, apakah kamu tahu siapa orang itu?” tanya Eve menatap anak buah Arsenio dengan tajam.“Saya tidak tahu, Nyonya&hellip
“Apa yang sedang mereka bahas?” batin Arsenio sangat penasaran.“Ada apa?” tanya Eve setelah menutup pintu ruangan Arsenio dengan rapat.“Kami sudah menemukan siapa dalangnya, Nyonya.” Ucap Jack sukses membuat Eve penasaran.“Siapa orangnya? Segera bawa bertemu denganku!” tanya Eve tidak sabar.“Saya harap jika nantinya anda tahu orangnya, jangan merasa kaget. Karena anda mengenal baik orang tersebut,” jawab Jack semakin membuat penasaran.“Siapa sih? Jangan bertele-tele, Jack!” tegur Eve malas.“Dari semua bukti yang kami kumpulkan, orang yang tengah berusaha mencelaki bos adalah ayahanda beserta mantan kekasih anda. Mereka berdua bersekongkol menghancurkan Arsenio bahkan kalau bisa menghilangkan nyawanya.” Jawab Jack membuat Eve tidak menyangka dengan fakta yang disampaikan.“Gak!!! Ini gak mungkin! Apa tujuan Papah mencelakai Arsenio! Jangan sembarangan menuduh!” pekik Eve sangat syok.“Di dalam kinerja tim kami, jika sampai menyebutkan orangnya itu berarti bukti sudah kuat dan bis
Setelah memastikan mantan majikannya keluar, Arsenio segera menanyakan hal yang sudah menganggu pikirannya. “Ada rahasia apa diantara kalian berdua?” tanya Arsenio mengintimidasi.“Kalian berdua? Siapa yang anda maksud, bos?” tanya balik Jack tidak mengerti.“Antara kamu dan wanitaku-Eve! Kamu memiliki rasa kepadanya, kan?” tebak Arsenio membuat Jack terdiam sejenak lantaran kaget.“Anda bicara apa, bos! Mana berani saya memiliki perasaan kepada wanita anda. Kami tidak ada hubungan apapun, saya pastikan itu.” Jawab Jack dengan tegasnya.“Baiklah, kali ini saya pegang ucapanmu! Lalu kalian keluar ruangan untuk membahas sesuatu, apa yang sedang di bahas?” tanya Arsenio penasaran.“I….itu, ada hal yang harus nyonya Eve tahu namun dia memberontaknya. Saya akan memberitahukannya nanti jika anda sudah sembuh, bos.” Jawab Jack bingung harus menjawab apa.Feeling bosnya m
Pelaku pelempar bom diam membisu lantaran sudah dibayar mahal untuk tidak menyebutkan siapa orangnya, tapi di satu sisi mereka juga bingung. Jika tidak mengatakan yang sebenarnya malah mereka semakin remuk bahkan bisa saja ma-ti di tempat saat ini juga mengingat jumlah anak buah yang sangat banyak.“Katakan!” teriak Jack seraya menendang mereka dengan keras hingga terjungkal. Emosinya juga tak kalah tinggi karena sudah berani-berani membuat kekacauan di singgah sana bosnya.“Kami di utus Tuan Emir Ansel melemparkan bom ke rumah anda sebagai bentuk peringatan lantaran kalian terlalu berani ikut campur.” Ucap pelempar bom akhirnya membuka suara.“Oh…. Anak ingusan itu lagi! Rupanya dia tidak jera! Bahkan semenjak kejadian itu, tak pernah lagi aku mengurusi hidupnya. Dalam hal apa aku ikut campur?” tanya Arsenio bingung namun emosinya semakin meninggi.“Katakan pada Emir Ansel!!! Temui saya di markas lama beso
Lalu Emir menghubungi Saputra Wijaya untuk menanyakan hal ini, benar saja…. Saputra membenarkan jika dirinya sudah mengadu domba dirinya dengan Arsenio supaya semakin bermusuhan dan nantinya mudah baginya mencari celah menghancurkan keduanya.“Ternyata kamu cerdas juga, mengapa langsung mengarahkan perkelahian kalian denganku?” tanya Saputra Wijaya dengan begitu sombongnya.“Aku sudah mengatakan jika berhenti menghancurkan Arsenio! Mengapa masih saja menggunakan aku sebagai kambing hitamnya!” pekik Emir Ansel sangat murka.“Haha…. Seseorang tidak terlalu kuat memang mudah dijadikan alat!” jawab Saputra tertawa bahagia setelah itu panggilan terputus.“Sial!!!!! Lagi-lagi Saputra Wijaya!” teriak Arsenio murka lalu mengajak anak buahnya menemui Saputra saat itu juga baik nantinya di kantor maupun di rumah.“Tidak akan ada ampun lagi bagimu, Saputra!”
“Anak semata wayang dari Saputra Wijaya yang dulunya terkenal tidak berani membantah, kini sering sekali berdebat dengan ayah kandungnya sendiri yang sudah membesarkannya dengan bergelimang harta. Karena skandal dengan mantan pengawalmu membuatmu menjadi manusia tidak memiliki etika! Puas kau, Arsenio? Setelah ini apalagi yang ingin kau ubah dari anakku, ha?” pekik Saputra Wijaya dengan lantangnya.“Setelah ini antara aku dengan Arsenio akan menjadi kita dan sebuah keluarga kecil.” Jawab Eve sangat serius hingga membuat semuanya tidak mengerti.“Apa maksudnya, Eve?” tanya Arsenio menatap mantan majikannya dengan penuh tanya.Lalu Eve meletakkan tangan Arsenio di perutnya yang masih rata sembari berkata, “Sebentar lagi akan ada keluarga kecil dan nantinya kamu dan aku menjadi kita, rasakan, Arsenio. Aku hamil.” Jawab Eve dengan tatapan berbinar sembari menahan haru sedangkan Saputra Wijaya yang mendengarnya merasa s
“Dulu, Papah memiliki rekan kerja yang tujuan awalnya ingin sukses bersama dengan mendirikan perusahaan dari uang tabungan yang di punya, namun ketika usaha berkembang dengan baik dan stabil. Rekan kerja Papah mengkhianati dan berbuat curang dengan mengakusisi perusahaan tersebut, tidak hanya itu saja. Dia memfitnah jika Papah korupsi dana perusahaan dalam jumlah yang besar hingga akhrinya masuk dalam jeruji besi, mengingat hal itu membuat kebencian dalam diri ini bergejolak hebat, ingin sekali membalaskan dendam namun rasanya sia-sia saja jika hanya balas dendam tapi kehidupan Papah jauh di bawahnya. Maka dari itu, setelah terbukti tidak bersalah dan bebas, Papah putus komunikasi dengannya dan bekerja keras membangun usaha hingga akhirnya tegak seperti sekarang ini. Ada satu momen dimana dia mengetahui betapa suksesnya Papah sekrang bahkan usaha illegal yang dimiliki pun sampai tidak bisa tersentuh hukum, hal itu membuatnya murka dan berniat mencuri dari Papah. Itulah sebabny
“Kamu adalah biang dari semuanya!!! Selain Emir Ansel, kamu juga turut menjadi hancurnya anak semata wayangku! Meskipun sudah menjadi menantu, jangan harap aku akan menerimamu!” bisik Saputra ketika Arsenio bersalaman dengannya.“Tidak masalah jika anda tidak menganggap saya menantu! Bukan menjadi persoalan besar bagi hidup saya! Yang terpenting aib anak anda saat ini aman!” jawab Arsenio dengan tenangnya.“Sekarang kamu sudah hancur bahkan dengan langsung aku bisa menyaksikannya, sebuah pembalasan yang berakhir dengan indah!” batin Arsenio tersenyum puas.Setelah mengatakan itu, Arsenio dan Eve pulang ke rumah lantaran ayahnya tidak menanggapi pernikahan mereka dengan baik. Daripada merasa tidak nyaman, lebih baik pulang, itu pemikiran Eve saat ini. “Jaga kesehatan ya, Pah. Eve pamit pulang dulu,” pamit Eve mencium tangan Saputra Wijaya yang sama sekali enggan menatap anak semata wayangnya.&l