Venus telah kekenyangan dengan satu mangkuk bubur bayi yang diracikkan khusus oleh rumah makan yang Herdion singgahkan. Meski tidak tersedia menu bayi, melihat kelucuan Venus yang cantik menggemaskan, pemilik rumah makan yang kebetulan datang pun meminta kokinya untuk mencipta menu khusus yang terbaik.Kini bayi cantik itu kembali tertidur pulas di pangkuan Aresha yang juga ikut mengantuk. Bahkan tangan yang memeluk Venus hampir terkulai dan lepas. Herdion merasa sangat tidak nyaman melihat pemandangan di sampingnya."Aresha, Sha!" Dibangunkan si pengasuh setelah membelok ke sebuah mall. Aresha merespon dan segera membuka lebar matanya. "Eh, maaf, tertidur. Kita belum sampai, di mana kita ini?" Aresha memandang ke sekeliling di luar kaca pintu."Di Mega Mall Nagoya. Aku ingin membelikan Venus baju baru, kau bisa memilihkan?" Herdion telah membuka pintu di sampingnya."Bajunya sudah sangat banyak, Pak," sahut Aresha mengingatkan."Tapi dia sudah sangat besar badannya, apa tidak sesak?
Kotak besar sudah berisi penuh dengan baju anak-anak, sepatu dan topi. Aresha berdiri tegak meluruskan punggung yang cukup lama dibawa membungkuk dan berjongkok. Berpindah ke sofa dengan membawa serta kotak baju. Lebih dirapikannya lagi dengan duduk di sana."Menurutmu, dengan siapa Miana melakukannya, Sha?" Herdion kembali bertanya. Aresha sedikit berkernyit dahi, merasa bingung dengan tanya pria itu. Meski wajahnya sedang memerah, bibir sensual itu berusaha logis menjawab."Bukankah Pak Jack juga mengakui langsung jika mereka sudah melakukannya? Namun, bukan dia yang menghamili Miana. Aku sangat yakin jika Pak Jack berkata benar," sahut Aresha. Meraba mungkin seperti itulah maksud dari Herdion bertanya. Pria menawan itu tersenyum samar dan mengangguk."Apa Jack tidak pernah menggodamu?" Herdion bertanya lagi dengan pandangan serius. Aresha menolehnya dengan senyuman yang tipis. "Sebab, dia sudah tahu tentang Julian, juga kuyakinkan jika aku sangat tidak suka perselingkuhan dan peng
Perbincangan antara Herdion dan Hisam berlangsung penuh ketegangan. Pria tampan berkulit putih itu sangat terpukul dengan musibah yang menimpa adiknya. Merasa bersalah dengan kelalaian sebagai seorang kakak lelaki satu-satunya.Selama ini Miana memang jarang diperhatikan, si bungsu lebih sering bersama teman-teman di luaran. Jika ada masalah, akan memilih mendekat pada kakak perempuan. Akan diluahkan segala masalah padanya. Namun, kini sang kakak sudah tiada ....Bukan tanpa alasan Hisam begitu sibuk. Dia pun berusaha membangun sebuah bisnis yang berkelas. Demi penguat pundi-pundi rupiah dan dolar keluarga. Kini, disaat dirinya telah berhasil mendapatkan, cobaan datang silih berganti menyesalkan."Jadi, kamu keberatan jika Venus bersama keluargaku minggu ini?" tanya Herdion.Herdion telah meminta pada Hisam agar Venus dibawanya dua minggu sekaligus. Ingin mengajak untuk menjemput pulang Taufiq di Singapura, tentu saja juga bersama pengasuhnya.Bukan berkuasa, tetapi dengan bergantian.
Pesta pernikahan itu diusung dengan cara dan nuansa kebaratan. Maklum, pasangan pengantin adalah lulusan dari perguruan tinggi di Eropa banyak tahun lamanya. Kini mereka mengobati rindu dengan menerapkan nuansa Eropa di hari bahagia sebagai pasangan raja dan ratu.Penyelenggara pesta adalah sepupu jauh dari papanya Herdion, pak Yunus Herdion. Kini, keluarga tuan rumah sedang mengunjungi meja keluarga Herdion dengan perbincangan yang seru. Pak Faisal sangat terbuka dan ramah sikapnya."Bang Yunus sudah punya cucu dari putra sulung ini, ya. Kenapa pas acara nikahannya tidak mengundang?" Tuan rumah memandang Herdion dan Aresha bergantian. Lalu berganti memandang pada orang tua, Siti Yasmin dan Yunus Herdion."Maaf, Faisal. Pernikahan putraku hanya berlangsung sederhana, tidak terpikir untuk mengundang saudara mara kala itu," ucap Yunus Herdion menerangkan. "Tidak boleh seperti itu dong, Bang Yunus. Harusnya, bagaimanpun, diundanglaaah ...," ucap pak Faisal dengan diselingi tawa hangat.
Aresha mengingat sejenak dengan siapa orang yang sering mengajaknya berdansa. Ya, tentu saja Julian, si mantan yang tega!"Sering juga dengan teman. Namun, baru kupelajari benar saat bersama Julian," sahut Aresha apa adanya.Herdion terdiam, itu sudah diduganya. Sama hal dengan dirinya saat dulu. Bersemangat menghafal langkah dan etika dansa demi terlihat sempurna di mata seorang gadis yang dipuja. Namun, semua pun berakhir dengan pengkhianatan yang menyakitkan. Ah, memuakkan sekali baginya."Setelah tanpa Julian?" Herdion merasa ingin tahu. Berusaha fokus kembali dengan tugasnya bersama Aresha."Masih sering, hanya sekedar agar tidak lupa langkah dan gerak saja," terang Aresha. Mereka berbicara dengan terus saling memandang. Tidak sadar jika sebelah tangan keduanya masih terus berpegangan."Bagaimana jika kali ini kita berdansa sebaik mungkin? Anggap saja aku adalah Julian," ucap Herdion tiba-tiba. Mata berbinar itu membelalak sejenak."Tidak, bukan Julian. Nama itu terlalu buruk bag
Aresha pergi ke meja dapur sebab rasa lapar yang pedih. Sengaja tidak menyambut ajakan makan malam bersama dari Siti Yasmin di meja makan. Sebab merasa perutnya masih sangat penuh karena makan banyak di jamuan pesta nikah. Kini hampir tengah malam terjaga dengan perutnya kelaparan.Venus sangat nyenyak dan tidak ada sedikit pun pergerakan. Merasa aman meninggalkannya, Aresha pergi ke pintu kamar dan keluar. Menutup kembali, berjalan menuju dapur dengan posisi pintu yang hampir bersebelahan.Ingin saja membuat mie instant dengah sayur segar berkuah dan tomat. Tetapi, di meja makan ada rendang daging yang sangat disukainya. Segera mengubah haluan dan mengambil nasi panas di piring. Aresha duduk sendirian tengah malam makan nasi dan rendang. Berteman air jahe hangat yang manis dari madu. Semua bahan alami telah tersedia mudah di dapur. Siti Yasmin pun menggemari jenis minuman yang sama."Sha ...," panggil suara yang Aresha sangat tahu siapa.Kini sudah berdiri dan menyeret kursi di depan
Kapal kelas eksklusif yang dinaiki Hisam dan Aresha serta Venus, telah lepas jangkar dan meluncur. Cast off dari Pelabuhan Internasional Batam Centre menuju Harbour Front Singapura berjalan lancar dan hanya akan menyisir waktu kurang lebih 45 menit hingga satu jam saja. Perjalanan akan serasa sangat singkat dengan keindahan lautan Singapura yang memanja mata di sepanjang pelayaran.Kapal dengan dua lantai itu berlayar tenang di lautan dengan kecepatan yang stabil. Aresha memilih tinggal di kabin umum eksklusif sampil merebah santai di kursi dengan Venus yang bermain dalam seat khusus penumpang anak-anak. Semenjak usianya hampir genap enam bulan, Venus sudah bisa benar-benar duduk dengan tegak lurus. Bawaannya selalu tengkurap dan duduk. Kini sedang bermain kapal-kapalan yang dibelikan Hisam di swalayan souvenir dalam kapal. Juga sekantung berisi snack dan makanan ringan untuk pengasuhnya. Aresha tersenyum melihat apa saja yang sudah dibelikan Hisam untuknya. Coklat, keripik, dan bol
Pengunjung di hotel super spektakuler Marina Bay Sands, Singapora, mengalir deras bak air terjun Niagara. Menuju banyak destinasi mewah dan menarik di dalamnya yang merupakan bagian dari bangunan gedung hotel Aresha tengah berada di antara pengunjung museum di lantai satu. Melihat koleksi karya seni yang melimpah. Kumpulan dari seluruh karya yang didatangkan hampir dari seluruh seniman di belahan dunia. Hingga mata menjamah dan lelah pun seperti tidak akan ada habisnya menelaah."Pak Hisam, sudah saja. Sebaiknya kita kembali pulang, aku lelah," ujar Aresha pada lelaki yang tidak mampu menyembunyikan rasa cemasnya."Maaf, Aresha. Pasti kamu sangat kecewa. Kita singgah dulu untuk minum. Barangkali ada menu-menu yang kamu akan suka. Jika tidak mau makan di sini, kita bungkus saja," ucap Hisam dengan raut bersalah. Aresha mengikuti Hisam memasuki satu resto yang juga padat pengunjung. Meja dan kursi yang benar-benar kosong hampir tidak ada dan kesusahan didapat.Aresha merasa sangat lel
Herdion sedang membaca email dan tampak terdiam. Duduk di sofa dalam kamar hotel yang nyaman. Mereka semua masih berada di Singapura dan akan kembali dua hari lagi. Sedikit diperpanjang sebab sambil ingin liburan santai dan bahagia bersama keluaraga. Venus telah datang menyusul bersama Lia dan Tiwi. Lagi lagi Sita Yasmin tidak ikut. Seperti biasa, Yunus Herdion selalu sibuk memancing di lautan.Saat berangkat, tidak bisa barengan sebab Venus memiliki jadwal imunisasi. Sedang Tiwi harus upgrade passport lamanya ke Kantor Imigrasi. Kini semuanya di kamar sebelah yang luas bersama Taufiq dan Alya sambil mengawasi mereka berdua. “Sha, ada email dari Julian dan istrinya!” ujar Herdion agak keras, masih drngan posisi duduk di sofa. Bahkan menoleh Aresha pun tidak.“Apa isinya?!” Suara Aresha juga lantang. Sebab, sedang turun hujan sangat deras sedang pintu balkon terbiar dibuka. Nasib baik tidak ada angin kencang yang menyertai hujan lebat itu.“Kedua suami istri itu minta maaf dan minta
Aresha hanya bergerak menepi. Tidak ingin bereaksi dengan memgomentari. Justru bergeser membuka ruang agar pandangan mereka tanpa ada lagi penghalang dirinya.“Syahfiq, apa kabarmu… tidak menyangka melihatmu di sini,” ucap Clara. Mata itu berbinar sangat cantik. Tampak gembira melihat Herdion di kapal.“Kalian kenal?” Herdion merespon dengan menatap Aresha. Juga sekilas pada Clara. Terkesan abai akan sapa Clara yang sangat.l antusias.“Aku … kalian juga kenal?” Kali ini Clara tanggap, menatap Aresha dan Herdion bergantian.“Kenalkan, dia Aresha, istriku,” ucap Herdion cepat dan kaku. Wajah tampannya semakin tegang, tidak ada segaris pun senyum di bibirnya untuk Clara dan Aresha. Aresha terus diam dan menyimak. Masih bertanya siapa Clara bagi suaminya. Tidak ada lagi senyum cerah di wajah cantik itu. Mereka saling diam, kesan akrab seketika hilang di antara mereka.“Mammaah ….” Bocah kecil yang tadi asyik bermain dengan Alya dan Taufiq telah mendekati Clara dan memegangi lengan tanga
Herdion dengan sabar membujuk sang istri. Merasa sungguh tidak nyaman jika istri cemberut dan muram. Aresha yang biasa berbinar penuh senyum, ini jadi mendung suram seharian. “Lalu apa yang membuatmu muram seharian, Sha? Ayo, katakan …,” bujuk Herdion. Lembut membelai pipi istri dengan telapak dan jari."Sebenarnya … aku sedang ngidam," sahut Aresha sambil menunduk. Herdion merengkuh dan memeluk.Mendengar ucapan itu, Herdion justru ingin tertawa. Namun, sekuat hati ditahan, tidak ingin menyinggung perasaan wanita yang sedang bad mood di pelukan."Kamu sudah ngidam? Katakan saja padaku, apa yang sedang kamu inginkan, Sha ...," ucap Herdion lembut. Meski tidak habis pikir dengan ngidam Aresha yang dirasa sungguh dini."Aku ingin bercerita sedikit. Kata Mama Yasmin, saat kehamilan Taufiq, belio tidak bahagia, sebab papa sangat sibuk bekerja demimu dan almarhum adikmu. Mama kurang kasih sayang dan perhatian dari Papa Yunus." Aresha sejenak terdiam. Juga memeluk Herdion."Sama dengan m
Tujuh hari kemudian …Herdion meninggalkan Venus yang bermain sendiri di ranjang. Mendekati Aresha yang tengah mengeringkan rambut dengan hair dryer di meja rias. Merasa janggal dengan sikapnya yang selalu muram pagi ini. Bahkan saat memadu kasih pagi tadi, istri cantiknya terlihat enggan menatap. Juga mengunci rapat bibirnya. Tidak segencar menyebut nama Herdion seperti di tiap padu kasih mereka biasanya."Ada apa denganmu, wajahmu tampak muram. Apa aku punya salah padamu, Sha?" tanya Herdion sambil mengancingkan kemeja di belakang kursi Aresha. Mereka bisa saling melihat di kaca.Mata bening Aresha hanya menyapu wajah menawan suami sekilas. Kembali abai dengan mengeringkan rambut di mesin."Kenapa? Jawablah ... aku tidak akan fokus buat kerja jika kamu tidak mengatakan. Apakah ingin pulang ke rumah orang tuamu? Bukankah sudah kubilang menunggu hari Minggu ... Kamu tidak sabar lagi?" Herdion membungkuk. Berbicara di samping kepala Aresha di pelipis."Kamu tidak pernah mencintaiku ..
Aresha memang sangat kecewa dan bahkan menangis. Kesal akan putusan suami yang menginginkan dirinya mencabut kasus Julian dari kepolisian.Namun, membayangkan diri lebih lama berada di tangan Julian, itu memang lebih mengerikan. Butuh bertaruh harga diri, kehormatan dan keselamatan. Mantan bajingan, si Julian, bisa saja kerasukan sewaktu-waktu dan melakukan pemaksaan. Beruntung selama ini Aresha masih selamat tanpa sedikit saja diciderakan. Bersyukur suami tercinta lekas datang menyelamatkan. “Bagaimana?” tanya Herdion sedikit lega saat merasa tangan Aresha bergerak melingkar ke punggung. Yang semula tegak kaku tidak menyambut pelukan, kini aktif membalas.“Iya, aku paham dengan keputusan yang sudah Bang Fiq ambil. Maafkan aku,” ucap Aresha yang kini kepala juga disandar ke dada sang suami. Memeluk erat punggungnya.“Jadi, minggu depan kita ke seberang lagi. Setuju?” tanya Herdion dan Aresha pun mengangguk. Herdion ingin memastikan jika Aresha bersetuju memaafkan Julian, sekadar dal
Herdion menghela napas dan menyandar di kursi. Hima siaga dengan perlengkapan tulis dan duduk di sebelah dalam kursi yang sama. Dua orang lelaki di depan mereka sedang berbincang dan serius. Mereka berempat baru saja berdiskusi hal penting bersama.“Baiklah, sebagai tanda minta maaf dan rasa malu yang kami tanggung. Kami setuju dengan segala syarat yang akan Anda ajukan minggu depan di kepolisian Singapura, Tuan Syahfiq Herdion.”“Tolong pastikan Anda benar-benar datang. Kami benar-benar khawatir jika Anda berubah pikiran. Kami tidak masalah dengan tuntutan materi pengganti kerugian secara moral dan materi akibat perbuatan anak-anak kami pada istri Anda. Berapa pun, Tuan Syahfiq …,” ucap salah satu lelaki yang Herdion baru tahu adalah ayah dari si bajingan Julian. Sedang lelaki yang duduk di sebelahnya, adalah ayah dari Hana. Mereka berdua merupakan bagian dari daftar atas orang-orang konglomerat di Pulau Batam. “Saya dan istriku akan datang setelah genap dua minggu putra Anda di tan
Syahfiq Herdion, Aresha Selim, Taufiq Herdion, Venus Herdion dan Lia, telah sampai di rumah orang tua Aresha pagi-pagi sekali dengan dibawa seorang sopir keluarga. Mereka makan pagi di sana dan berniat membawa Alya Selim keluar untuk healing bersama. Sedang orang tua tidak ikut dan memilih pergi ke store seperti biasanya.Alya yang masih mendapat pendidikan di sekolah khusus dekat store pun hari ini sedang libur sebab tanggal merah. Siti Yasmin ingin ikut tetapi Yunus Herdion yang masih belum benar-benar pulih dari sakit gerdnya keberatan. Alhasil mereka berdua tinggal di pulau bersama Tiwi yang bertugas tinggal di rumah.Alya terlihat lebih imut, lucu dan manis. Gadis remaja dua belas tahun itu telah disulap oleh Lia dengan sapuan make up natural yang ringan dan manis. Membuatnya terlihat lebih fresh dan cerah. Remaja yang pendiam tetapi suka tersenyum itu diharap bisa menarik perhatian Taufiq Herdion.“Apa ini bukan pedofil?” tanya Aresha yang tiba-tiba merasa khawatir. “Bukan, Sh
Segala urusan administrasi rumah sakit sudah diberesi. Taufiq diizinkan dibawa Herdion pulang ke tengah keluarga kembali pagi ini. Sebab bocah itu sudah tidak lagi demam dan menunjuk gelagat cukup patuh. Selain itu, selera makan Taufiq terbukti luar biasa jika bersama abangnya. Maka dokter pun tidak ragu meluluskan permintaan Herdion untuk membawa adiknya pulang.Sebelum tengah hari, mereka melaju meninggalkan gerbang rumah sakit Batu Ampar. Meluncur menuju kampung halaman tercinta di Pulau Marina. Di mana rumah keluarga berada dengan kedua orang tua yang tinggal di dalamnya. Herdion membawa empat penumpang dengan sangat bersemangat.“Bagaimana perasaanmu setelah boleh pulang, Fiq?” tanya Aresha setelah mobil jauh meluncur. Melihat gelagat Taufiq yang mulai bergerak tampak resah. Bocah cedera lebam di wajah itu duduk di muka dengan abangnya. Beberapa kali telah menoleh ke belakang tanpa maksud.Namun, Taufiq kembali hanya menoleh Aresha di belakang sekilas. Tidak bersuara untuk membe
Malam ini Suster Lia tidak menemani Taufiq dengan bermalam dan siaga di ruang perawatan seperti dua malam sebelumnya. Sang Tuan menyuruh tinggal di paviliun bersama Aresha, Lia dan Venus dengan tenang. Tidak lagi tegang menghadapi Taufiq sewaktu-waktu jika sedang naik darah. Namun, malam ini Tuan Herdion sendiri yang akan menemani adiknya.Venus telah tidur lebih awal setelah kenyang menghabiskan semangkuk nasi lembut dengan soto babat. Serta sebotol susu formula favoritnya. Kini terkapar pulas di kamar setelah dibawa Lia gosok gigi. Aresha pun keluar setelah puas memandang.“Sudah diselimuti, Sus?” tanya Aresha. Lia juga ikut menyusul keluar kamar.“Sudah, Kak,” sahut Lia mengangguk. Venus yang semula tertidur di sofa bersama Aresha sambil menonton televisi baru dipindah ke kamar oleh Lia.“Ayo kita makan. Yakin yang kubeli ini sedap gila,” ucap Tiwi. Baru saja masuk ke dalam paviliun dengan membawa kantung besar.Rupanya berisi tiga nasi kotak jumbo yang sekarang sedang dihampar Tiw