Selamat membaca. Killian, ternyata adalah seorang pria yang berada di pihak putih. Ia tidak memihak siapapun, ia hanya memikirkan harta. Itu sebabnya Dia—Killian, malah nyatakan sebagai penjahat yang cinta damai. Sebab tak ada yang mau berurusan dengan pria yang memiliki kemampuan, yang sama dengan Almosa milik Darka! Aku tidak tahu, dan tidak mau tahu. Sebab yang aku inginkan hanyalah Killian, tetap ada disisiku. Tap! Tap! Tap! Suara seseorang mendekat, langkah kaki berat itu. Aku tahu siapa itu?"Baginda!"Takut bertemu dengannya, malam ini. Aku memutuskan untuk bersembunyi di bawah kasur. Berharap ia tak menemukanku, meski aku tahu semua yang aku lakukan adalah sia-sia. Namun tiba-tiba saja, ia masuk. Tetapi hanya duduk di pinggiran tempat tidur. Hingga aku, bahkan bisa melihat jubah panjang yang menutupi kakinya saat ini. "Emabell, keluarlah!"Tapi aku sedang tak ingin bertemu dengannya. "Kau menjanjikan hal ingin aku dengar pada orang lain, pada pria lain. Dengan nama ya
Selamat membaca.Memilih berdamai, bukan berarti sifat dingin dan kejamnya itu bisa berubah. Bahkan itu kehadiranku lah, beberapa prajurit yang berjaga mengawasi namun secara tak sengaja kedapatan menatapku, malah dihukum penjara."Apa kau, tidak bisa bersikap baik?" tanyaku pada Baginda yang sedang menutup matanya, bersandar di bawah pohon. Menjagaku setiap saat. "Baginda?""Tidak!"Oke. Jawaban yang seharusnya sudah aku tahu. "Tapi kalau semua prajuritmu itu mati, maka kau akan sendirian!" ejekku mulai berani bercanda dengannya.Tiba-tiba saja, ia membuka matanya. Membuat aku, entah mengapa merinding saat melihat tatapan mata tajamnya itu."Seorang ratu dari Utara, tidak boleh memperdulikan orang lain."DEG! Aku terkejut. Lantas tersenyum miris saat mendengar kata-kata tak punya perasaan itu—padahal, aku bahkan belum menjadi seorang ratu.Sembari menumbuk herbal di tepi sungai aku menjawab tanpa sadar. "Tapi seorang Emabell dari Clossiana Frigga, tidak boleh mengabaikan orang lain!"
Selamat membaca.Setelah diperlakukan seperti manusia tidak berharga. Di perkosa, di hina dan siksa. Akhirnya ia berhenti memanggilku miliknya, menyerah pada status ratu yang ia tanamkan padaku.Membuangku saat tak layak lagi, seperti layaknya penjahat yang hanya membutuhkan perhatian. "Lalu bagaimana dengan aku?" Aku ingin menangis, tapi para penjaga di kurung bisa membuatku merasa bersalah."Emabell ya?""Sekarang. Aku sangat terkenal ya?"Mereka yang sudah babak belur itu tersenyum padaku, mendekat. Duduk seperti sedang bercerita dengan teman seperjuangan mereka—tapi kalau bukan karena aku, mungkin mereka tak akan berada di sini."Jadi yang mulia hanya sedang cemburu saja. Dia kan memang seperti itu!""Apa kalian tidak takut, jika lidah kalian di potong karena mengejeknya seperti ini?"Mereka tertawa lagi. "Tidak.""Kenapa?""Karena baginda tidak membunuh tanpa alasan yang tepat. Ini hanya hukuman, dan ini bukan pertama kalinya bagi kami."Aku tersenyum berdesis mendengar ungkapan
Selamat membaca.Uhuk! Uhuk! Uhuk!Akhhh.Darah keluar dari mulutku yang terkapar di lantai tahanan, itu semua karena raja sialan itu terus saja menendang perutku tanpa henti."Hentikan…akh…."Malah semakin menendang ku. Apa dia mau membunuhku karena ada kerajaan utara yang coba untuk ditaklukan. Menarik rambutku kasar. "Manusia rendahan, kau pikir bisa selamat hanya karena yang mulia kalian ada di pihakmu." ucapnya sinis. "Malang sekali, lihatlah Clossiana Friggamu akan hancur karena keputusan sepihak yang mulia…oh bukan, sepertinya ia akan dieksekusi."Aku tersenyum meremehkan. "Butuh berapa tahun agar rencanamu sem-sempurna? Butuh berapa banyak nama, HANYA UNTUK MENYERANG 7 PILAR DAN SATU RAJA?" tanyaku penuh penekanan."Berani sekali kau!"PLAKKK!Tak punya kekuatan, aku hanya meringis kesakitan. Sebelum pria itu mendekat padanya. "Ah, meski manusia kau begitu rupawan. Apakah Darka menyukaimu karena indah?" ia mencoba menyentuhku."Jangan!""Tentu saja tidak, akan seru jika ku la
Selamat membaca.Tak bersuara. Mereka mengenalku, tetapi aku hanya meminta pada dia yang selalu mengawasiku. "aku siap, aku benar-benar sudah siap!" ucapku membatin—berputar-putar dalam ruang dan waktu yang sepenuh gelap. "jika membantuku saat itu, maka bantulah aku saat ini. "Sosok aura berwarna kehijauan mendekat ke arahku, ia memiliki suara seperti nyanyian paus. "Aku mohon lepaskan aku."Tetapi ia hanya diam saja, apa…karena aku hanya berbicara dalam hatiku. Ah, sudahlah. Ini tidak akan berhasil. Tapi. "Aku ingin bertarung bersama utara!"DEG!Tiba-tiba saja, ia mulai mengelilingiku. Memutari tubuhku, yang perlahan-lahan menjadi sangat cepat. Aku pun berpikir—apakah permintaanku dikabulkan? Jika iya, aku ingin menjadi lebih kuat. ***Kelabat cahaya membawaku kembali—masih di tempat yang sama, dengan suara ejekan king Nesesbula Safalis yang penuh mimpi buruk.Aku membuka mata perlahan, tetapi tetap berpura-pura mati. Tapi…tatapanku kan Baginda bertemu, dia—Baginda. Terus saja me
Selamat membaca.Saat semua bubar, dan raja Nesesbula dihukum atas pemberontakannya terhadap utara. Aku bisa melihat berapa marahnya ia padaku, tapi—apa arti dari senyuman tipis yang ia layangkan untukku? Sesaat, sebelum ia kembali ke kerajaannya."Emabell, terima kasih!"Kafkan menyadarkanku dari lamunan panjangku, sekarang semua baik-baik saja. "Tetapi aku tidak tahu apakah pilihanku ini benar atau tidak? Mengapa juga, kalian membohongiku soal Killian?" tanyaku menatap mereka kesal. Tentu saja dalam pangkuan Baginda! Dia sepertinya tak ingin melepaskan ku saat ini.Otoritas utara semakin kuat. Dan semua itu karena aku! Hal itu, justru membuatku takut."Ini perintah yang mulia!"Hah? Ragu aku melirik pria di belakangku kesal, tapi itu tak berlangsung lama. Karena jujur saja, aku masih bisa diintimidasi olehnya.Dia bahkan tak bicara, dan hanya terus melayangkan tatapan dinginnya. Seolah tak ada yang terjadi saat ini di utara!BUKH!Seekor Phoenix besar masuk secara paksa—aku tersent
Selamat membaca.Menelan salivaku kasar. Aku mengambil sabun yang ia berikan, untuk menggosok tubuhku sendiri tentunya—memangnya apa yang kalian pikirkan.Tapi belum sempat sabun itu menyentuh kulitku, tiba-tiba saja ia menahan tanganku. Itu membuat aku sedikit terkejut, makin terkejut saat ia mengarahkan ku cara bagaimana membantunya mandi dengan benar."Terbiasalah!"Terbiasa apanya. Ini aneh, mengingat kami tidak punya hubungan sekuat itu. Aku, ck! Merasa rendah lagi.Selesai. Kali tak ada makian, tak ada juga paksaan yang berlebihan dan lagi. Tidak ada air mata yang jatuh dari hatiku.***Menghabiskan waktu untuk tidur saja. Esok harinya, aku membersihkan semua tanaman herbal yang baru saja tumbuh dan membuang tak bisa digunakan lagi.Membersihkan kolam dengan jaring, bahkan menanam bunga di tempat ini. Itu membuat Artarus hanya menggelengkan kepalanya di samping Baginda.Untungnya aku di bantu Kafkan."Ck! Ck! Lihatlah yang mulia, mereka benar-benar menghancurkan taman belakang d
Selamat membaca.Mereka memanggil Nike dan aku mencoba untuk bertahan dan membuat Baginda menunggu dengan harapan. Meski setelahnya ia akan memukulku karena kabar yang buruk, mungkin.Tetapi aneh juga. Saat melihat dia yang terlihat khawatir seperti, apalagi pada orang sepertiku.Lama menunggu. Akhirnya Almosa kembali, lantas aku menatap ke arah belakang Almosa dengan alis yang mengerut karena tak bisa menemukan keberadaan dari Nike. Sebelum menatap ke arah Almosa."Nike?"Tak menjawab. Almosa menunduk hormat pada Baginda, lalu berkata. "Saya tidak bisa membawa Nike utara!""Kenapa?" tanyaku."Ia terkena penyakit menular, dan itu akan membahayakan Emabell!" jelasnya pada Baginda. Tetapi matanya malah melirik ke arahku, yang terbaring di atas tempat tidur.Tersenyum simpul padanya. "Kau tersenyum?" tanya Kafkan tak suka, begitu juga dengan mata tajam itu. "Emabell!""Apa?""Cara?!" sambung Almosa memperingatkanku untuk menguji kesabaran Baginda yang setipis tisu.Berpikir. Menatap ke a
Selamat membaca. Tabir pelindung yang terbentuk di atas dunia Elydra itu mampu menyerap setiap api kemarahan Darka, meski terlambat. Tapi kekuataan itu begitu besar sampai setiap kaki yang berdiri akhirnya tak mampu lagi untuk berdiri—semua mahkluk akhirnya menghormati Emabell, bahkan para tetua yang tersisa menundukan kepalanya.Bukan karena kekuataan lagi. Tapi karena pengorbanan seorang manusia biasa pada dunia yang dengan hebatnya menolaknya sebagai ratu, tapi dengan sangat luar biasanya ia bela dengan mengorbankan nyawanya sendiri."Mungkin agak terlambat, tapi kini kau akan menjadi ratu kami. Satu-satunya ratu kami, Emabell kami."Aku menang. Tapi tunggu, aku kewalahan karena menahan kekuataan Darka. Keringat dingin memenuhi tubuhku, tapi tidak apa-apa. Ini bukan pertama kalinya aku di panggang!WUSH!Lenyap. Ah, rupanya aku juga tumbang. Baginda…tolong aku?!Gelap.***Beberapa hari kemudian, akhirnya aku sadar. Seolah tersadar dari mimpi, atau terbangun di dalam mimpi.Aku me
Selamat membaca.Raja dan Ratu, dan setiap makhluk yang mengisi aula utama Gratarus yang mengag dan indah saling tatap. Mereka kebingungan dengan alis yang mengerut sempurna—bagaimana tidak, pasalnya aku yang sudah seperti kehilangan kendali akan dirinya sendiri tiba-tiba saja menjadi tenang."Kau baik-baik saja Nak?" tanya ayah. Melirik ke arahku yang sedang berjalan menuju altar. "Emabell?""Ya ayah? Aku baik. Sangat baik." ucapku sembari tersenyum. Meski hatiku sangat ragu sekarang—"ternyata benar ya ayah, memilih itu sangat mudah. Yang susah itu, adalah bertahan." Kataku sambil mengumbar senyuman khas seorang Emabell dari Clossiana Frigga.Dan yah. Mata ayahku berbinar, dapat ku rasakan kalau hatinya tergetar atas perkataanku yang sepertinya sangat menyentuh hatinya. "Kau a-akhirnya mengerti Emabell?""Iya.""Ayah bangga padamu."Aku tersenyum. "Ayah akan semakin bangga. Karena kini aku mencintai Dunia Elydra.""Kenapa?" Karena dunia ini mencintai Bagindaku, rajaku, pilihan hatiku
Selamat membaca.Kau mengurungku. Lalu memintaku untuk melangsungkan upacara pernikahan yang tidak seharusnya terjadi Vardiantura? Baik, lakukan. "Aku akan mengukur waktu!"Mataku berubah warna menjadi keemasan, dan darah keluar dari mataku meski hanya sedikit. Itu karena Sakana mencoba melakukan lelepati denganku yang ternyata berhasil—baginda, hanya menyuruhku untuk menunggu sampai ia datang."Kalau kau tidak bisa bersabar, Baginda bersumpah akan memperkosaku setiap malam dan membunuh kami di depanmu! Jadi jangan lakukan hal gila. Kau mengerti!" tegas Sakana mengingatkan.Mataku membulat sempurna. Dan dengan susah payah aku menelan salivaku, "iya a-aku mengerti." jawabku.Karena semakin pusing. Jadi Sakana memutuskan telepati.Setelahnya, aku menatap ke arah pintu. Tapi percuma, pintu itu dikunci dari depan. 'hah' aku tidak suka di paksa—runtukku dalam hati.***-sementara itu, istana hitam. Utara yang membeku. Terjadi penangkapan besar-besaran di empat wilayah di Utara. Kota Devika
Selamat membaca.Berkat kecurigaan yang sepenuhnya benar. Aku di sidang di hadapan raja Vardiantura, di temani pangeran Edanosa dan Raja Nesessbula sebagai saksi atas kesalahanku."Bagaimana bisa rasa rindu menjadi kesalahan? Rindu itu tidak menyakitiku maka itu bukanlah sebuah kesalahan." Aku membela diriku sendiri. Tidak peduli seberapa hebatnya para ratu serta ibu dan ayahku yang terus memberiku kode agar aku diam saja tak mengatakan apapun—maaf tapi dia bukan Bagindaku, dan aku tidak akan pernah tunduk padanya."Berarti kamu berkomunikasi dengannya." ucapnya dingin."Itu hakku!" "Sejak kapan kamu memiliki hak Emabell?""Dan sejak kapan kau memiliki hak untuk bertanya padaku?" balasku tak ingin kalah. karena aku benar, ini adalah hakku.Edanosa menatapku dengan alis yang mengerut ke atas lagi. Tapi aku tidak bisa diam lagi, aku menatapnya sekali lalu tersenyum padanya seolah mengatakan kalau aku akan baik-baik saja meski hasilnya."Lihat aku!" Titah Vardiantura. Dan aku menatapnya
Selamat membaca.Gartarus. Kerajaan yang yang akan menjadi yang utama setelah Utara, indah, asri dan sangat nyaman namun sedikit mencekam.Orang-orangnya berkulit sawo matang dan hampir dari 99% warganya adalah pengendali tumbuh-tumbuhan. Merekalah yang membuat tumbuhan dapat bergerak, tapi ada juga tumbuh-tumbuhan yang sudah memiliki nyawa sejak lahir.Dedaunan yang jatuh bahkan bisa terbang kembali ke udara seperti ribuan burung-burung.Mereka ramah, dan alami saat tersenyum padaku."Huh! Senang rasanya melihat semua saling bahu membahu dalam mengurus kerajaan. Tamu tak diundang bahkan di sambut dengan baik," Ucapku sambil tersenyum manis menghirup udara segar menyambut hari pernikahanku. "Anehnya hanya Raja Nesessbula yang berbeda." Tambahku."Apa maksud Anda Emabell?!""Kau seperti orang mati, berkulit pucat, dingin dan terlihat seperti bukan berasal dari wilayah ini."Dia tersenyum smirk. "Timur. Tidak selalu tentang warna kulit. Dan lagi, aku adalah keturunan asli kerajaan Grata
Selamat membaca.Akhirnya hari itu tiba juga. Aku dan gaun pengantin di hadapanku, perhiasan bahkan mahkota yang akan ku kenakan terpajang dalam lemari kaca yang begitu mewah.Pernikahanku dan Vardiantura. Mereka berpikir kami akan menjadi 'lawan mencintai lawan' harusnya begitu. Tapi aku sudah mencintai lawanku yang sebenarnya—pria brengsek itu bukan Vardiantura tapi Baginda.Aku tersenyum membayangkan. "Kau tersenyum?" Edanosa muncul di sampingku. "Kau suka gaunnya?""Ya.""Aku mengenal guruku Emabell, dia memiliki dua senyuman. Yang satunya tulus, dan yang satunya lagi tulus dengan rencana.""Hm?" Ku kerutkan keningku pada pangeran Edanosa yang ada di sampingku. Sebelum tersenyum padanya. "Benarkah? Jadi, apa arti senyumanku ini?!" "Tulus dengan rencana." Aku tersenyum senang. "Emabell. Aku mohon!" Dia mengerutkan keningnya padaku. Mengandeng tanganku dengan mata berkaca-kaca."Lepas.""Alasan kau koma, bukan karena kekuataan misterius yang membutakan. Tapi karena…." Aku buru-bu
Selamat membaca.Aku tersenyum senang. Lalu menatap ke arah Nesessbula yang ingin menyampaikan informasi ini. "Sekalian, katakan padanya, aku masih menunggu." Terangku yang membuat Sih Vardiantura sialan itu tersenyum sinis."Apa yang kau harapkan?""Sampaikan saja!" Potongku. Tak peduli pada wajah angkuh seakan tak terkalahkan padahal cuma mayat hidup, aku jadi merindukan dia yang ku ciptakan dalam benakku. "Ini perintah!" Deg!"Kau….""Kau ingin aku menjadi ratu, akan ku lakukan sesuai yang kau inginkan. Dan kalian akan hidup!" Tegasku sembari tersenyum sampai mataku tidak lagi terbuka—meski artinya adalah sindiran.Mereka saling tatap. Tersenyum satu sama lainnya. "kau mau menikah denganku?" tanya Vardiantura."Hm." Jawabku sembari terus mengunyah."Kau mau menjadi ratu kami tanpa Baginda tercinta mu itu?""Hm." "Kau ingin memberikanku cinta.""Tentu.""Bagaimana dengan keturunan.""Tidak buruk."Mereka semakin bingung. "Kau masih waras Emabell?""Tidak. Setengah gila. YAH WARASL
Selamat membaca.Aku berjalan seperti orang bodoh diantara dinginnya malam, menikmati luasnya taman yang di bangun hanya untukku. Emabell dari Clossiana Frigga, bahkan nama taman ini adalah namaku. TAMAN EMABELL. Semuanya lengkap, kasih sayang, cinta, perhatian bahkan makanan sudah tersedia. Hanya saja, mengapa? Aku terus menatap ke arah tembok raksasa yang menghalangi duniaku."Baginda?" Sadar kalau ada langkah yang terus mengikutiku sedari tadi—Kubiarkan karena Baginda juga diam saja sedari tadi.Tiba-tiba. Ia memelukku dari belakang. "Tidak dingin?" tanyanya—Bisa kurasakan dengan jelas hembusan nafasnya yang menyentuh leher jenjangku. "Em.""Em?" Ulangnya.Aku tidak bersemangat sampai aku bisa membaca isi pikirannya. "Baginda mereka mengadakan pertemuan dan akhirnya Utara diundang….""Kita tidak akan pergi!""Mereka memilihku sebagai perwakilan." Aku sangat bersemangat sampai lupa akan sesuatu. "Ini…" tak melanjutkan ucapanku, kepalaku malah tertunduk ke bawah. Dan tak kusadari k
Selamat membaca.Ribuan panah amarah penuh penolakan di tengah kedamaian tanpa Utara. Dari orang-orang yang pernah tersenyum padaku—Tetapi Dia, Baginda. Dengan cepat menerjang ribuan anak panah itu seperti meteor yang kembali naik ke atas langit tanpa rasa takut.WUSH!Angin berhembus menerpa ku dengan sangat kuat, membuat surai dan pakaian kami beterbangan ke mana-mana. Tapi mata kami seakan menatap biasa saja ke arah Baginda.Zurra menatapku. "Nah Emabell, kita pulang?" Ia mengulurkan tangannya. Membuat aku tergetar, tersentak kagum. Melihat senyuman mereka yang berdiri di hadapanku, dengan ribuan prajurit Utara yang mendekat. Seolah menjemput kami untuk kembali pulang.Meski hanya kumpulan tengkorak dan mayat hidup. Mengapa rasanya bisa sangat hangat? Kegerian dan ketakutan yang pernah ada, sekarang ada dimana? Dan tekad untuk pulang ke Clossiana Frigga yang membuat banyak sekali rasa sakit. Terbang ke angkasa mana?"Ayo kita pulang." Senyumku sembari meraih tangan Zurra.Namun seb