Malam tak begitu dingin, tapi rasa rindunya kepada sang suami, membuat cuaca hari itu tak begitu bersahabat di hatinya. Sejak kedatangan Alexa pagi itu, ia sama sekali tidak melihat Eshan. Entah lelaki itu sudah pergi bekerja, atau menghabiskan waktunya seharian bersama Alexa.Dzurriya hanya bisa pergi ke halaman belakang dan duduk sendiri di sana. Ia memeluk jaket pemberian Eshan yang diselampirkan di kedua lengannya. Ia saling berpangku itu sambil mencium bau musknya. Ia menghela napas panjang setelah menatap jauh ke arah jendela-jendela yang terpasang di dinding belakang rumah besar tersebut.‘Ya Allah rasanya aku mulai jatuh cinta pada suamiku, apakah ini berkah? Tapi kenapa rasanya begitu sakit?”Air matanya mulai menetes, sedikit demi sedikit akhirnya ia sesenggukan dan tangisnya tak bisa tertahan. Ia menunduk sambil mencium jaket itu yang basah oleh air mata. “Nyonya,” sapaan dari Tikno terdengar dari arah belakang.Dzurriya langsung mengusap air matanya dan mendongak. “Iya,
Ryan menatap Dzurriya dalam-dalam dan membuatnya merasa tidak nyaman.“Apa ada yang salah?” tanya Dzurriya sambil membenahi kerudungnya.Ryan hanya menggeleng pelan sambil berseru, “Ayo!”Keduanya pun berjalan beriringan menuju ruang makan. Sesampainya di sana, Eshan tampak mengikuti gerakan Dzurriya dan Ryan sampai keduanya duduk di hadapan mereka. Hal itu membuat Dzurriya refleks menundukkan kepalanya, apalagi ketika Alexa tiba-tiba membetulkan dasi Eshan.Wanita itu tampak berbisik di telinga Eshan, lalu tertawa lirih. Tak berhenti di situ, Alexa kemudian menempelkan pipinya pada pipi Eshan, kemudian bergerak lembut ke arah bibirnya. Dzurriya menelan air liurnya dan berusaha mengabaikan keduanya. ‘Terserah’Ia bergemam dalam hati dengan kesal kemudian tersenyum pada Ryan yang menggeser air mineral ke hadapannya.“Jangan dihiraukan, Alexa memang begitu, tidak tahu kapan dan di mana ia harus bersikap seperti itu. Baginya dunia ini miliknya,” bisik Ryan yang kembali disambut senyum
“Kalau dipaksakan akan terjadi blighted ovum atau kehamilan tanpa embrio atau calon janin.”Alexa langsung berteriak, dan tanpa bisa diprediksi, wanita itu langsung bangkit dari kursi untuk menghampiri Dzurriya.“JALANG SIALAN! INI SEMUA GARA-GARA KAU! MATI SAJA SANA!” teriak Alexa sambil berkali-kali menampar, memukul, dan menarik kerudung Dzurriya dengan membabi buta.Orang yang ada di sana membelalak kaget dan berusaha menolong Dzurriya. Bahkan Ryan pun terkena sasarannya, pipi kanannya tertampar karena menghalangi Alexa. Eshan sendiri segera memegangi istri pertamanya itu.“Lepaskan aku, aku akan membunuhnya!” teriak Alexa beberapa kali dengan lantang.Namun bukannya menangis dan diam seperti biasa, Dzurriya malah mengepalkan tangannya dan membalas ucapan Alexa. “Bagaimana bisa itu salahku?! Aku bahkan tidak ingat siapa diriku ketika bertemu kalian!”Semua terdiam, tidak hanya Alexa, tetapi juga Eshan dan Ryan. Ini pertama kalinya mereka melihat Dzurriya melawan, berteriak kembal
Dzurriya pulang diantar Ryan. Hatinya begitu was-was dengan apa yang terjadi selanjutnya, apalagi Ryan langsung pergi karena ada jadwal operasi sore itu. Dengan sisa keberanian, ia menghela napas panjang dan masuk. Baru sampai di ruang tamu, ia sudah berpapasan dengan Eshan yang menatapnya dalam-dalam. Lelaki itu kemudian menghampirinya. ‘Kamu kira Eshan dan Alexa akan melepaskanmu setelah apa yang kau lakukan tadi?’ suara Ryan bergema dalam pikirannya. Nyalinya bertambah ciut, apalagi Eshan tiba-tiba mengangkat tangannya. Sontak Dzurriya yang ketakutan langsung menutup matanya. Namun, bukannya pukulan atau tamparan, ia malah merasakan pipinya terasa dingin. Dzurriya pun meringis ketika luka sedikit perih yang sedari tadi dirasakannya seperti dioles sesuatu. Dzurriya membuka mata dan menatap wajah suaminya yang tengah fokus menyapu salep di pipinya yang meradang karena tamparan Alexa. Dia terlihat menyesal. ‘Apa dia tak marah? Kenapa dia tak tanya aku dari mana? Apa
“Kak Eshan di sini?”Keduanya langsung menoleh kepada Ryan yang datang dengan penampilan sangat segar. Ia sudah berganti pakaian menjadi setelan formal. Sepertinya ia akan sekalian berangkat kerja.Dzurriya tersenyum manis ke arahnya, sengaja menghindari Eshan. “Masakannya sudah selesai. Kau tunggu saja di meja.”Dzurriya lantas berbalik, memunggungi Eshan yang masih terpaku di sana. Entah wajah apa yang ditunjukkan lelaki itu sekarang, Dzurriya tidak mau tahu. Ia masih sakit hati dengan tamparan itu, apalagi Eshan belum meminta maaf.“Sebaiknya kalian tahu,” suara Eshan terdengar, bersamaan dengan suara langkahnya menjauh dari dapur. “Aku tidak suka ISTRIKU memasak di dapur. Jadi cepat bereskan!”Ryan terkekeh sambil berjalan mendekati Dzurriya dan melihat isi penggorengan, “Apa Kakak yakin tak ingin mencicipinya dulu? Masakan Kak Dzurri lebih enak dari koki kita.” Eshan mengangkat alisnya mendengar panggilan akrab Ryan untuk Dzurriya. Lalu, tanpa memperdulikannya, ia justru beranja
“Dia mantan karyawan kita yang kau pecat waktu itu karena mencuri,” jelas Tikno di tengah laju mobil yang begitu cepat. Eshan tampak tak kaget mendengar panggilan “kau” dari Tikno. Dia hanya tetap fokus menyetir. “Apa kau mau menghadapinya langsung atau diam-diam?” tanya Tikno kemudian. “Kita lihat kondisi nanti,” ujar Eshan dengan begitu tenang, kemudian memacu mobilnya lebih cepat. Mobil itu berhenti di sebuah gudang lama, tempat itu terlihat begitu sepi. Eshan masuk dan mengeluarkan sebuah sepeda motor sport hitam yang terlihat sudah usang dari sana. Sementara Tikno memarkir mobil ke dalam garasi gudang yang kelihatan kumuh itu, kemudian mengganti plat mobil dan menutupnya dengan terpal. Keduanya berboncengan keluar dari area sepi dan kumuh itu dengan cepat, menuju jalan raya besar. Satu per satu kendaraan di sana dilewatinya dengan ngebut. Hari berganti malam. Perjalanan yang cukup jauh tersebut tak membuat mereka berhenti untuk beristirahat. Akhirnya mereka sampai di
“Atau kamu akan meminta orang lain menikahi suamimu lagi, atau kau akan biarkan harta suamimu disumbangkan. Apa kamu bisa hidup miskin?” tanya Ryan kembali, terdengar sedikit menekan.Masih belum ada jawaban yang didengar Dzurriya.“Ini satu-satunya cara, Alexa!” walaupun berbisik, Dzurriya bisa mendengar paksaan dari suara Ryan. “Toh, setelah itu anak itu akan jadi milikmu, bukan?”“T–tapi…” elak Alexa.“Nyonya?”Ketika tengah serius mendengarkan percakapan dua orang itu, tiba-tiba Tikno memanggilnya. Seketika suara dari arah dapur itu berhenti, berganti dengan suara langkah kaki yang berjalan keluar dari dapur.Deg.“Dzurriya?” desis Alexa sinis, kemudian menghampirinya dengan tatapan tajam.Dzurriya sudah beringsut menempel ke tembok, takut Alexa melakukan hal ekstrem kepadanya. Namun, wanita itu hanya mendengus dengan wajah dingin.“Baguslah kalau kau sudah mendengar semuanya,” ucap Alexa, kemudian berlalu dari tempat itu tanpa rasa bersalah.Dzurriya kini memandang ke arah Ryan y
Pagi yang begitu lama tiba.Dzurriya bangun dengan malas, hatinya terasa membatu melihat perlakuan orang di rumah itu terhadapnya, terutama Eshan. Ia merasa tak ada sisa semangat dalam dirinya.Andai saja suaminya sedikit mencintainya, mungkin semua cobaan itu tidak terasa memberatkan. Kalaupun berat, sesimpul senyum suaminya akan menghapus dan menggantikannya.Dzurriya menghela napas panjang, kemudian menyingkirkan selimutnya dengan malas. Ia bangkit dan berniat untuk mandi. Namun, sebelum membuka pintu kamar mandi, ia mendengar pintu kamarnya diketuk.“Selamat pagi, Nyonya,” sapa Tikno.Dzurriya hanya bergumam lirih mendengar panggilan sopan Tikno, membuatnya terlihat bingung dengan sikapnya. Namun, pria paruh baya itu dengan cepat mengatur ekspresinya, dan segera menyampaikan pesan itu.“Tuan dan Nyonya, menunggu Nyonya di ruang kerja Tuan Eshan, tiga puluh menit lagi,” lanjut Tikno.“Ya,” jawab Dzurriya singkat. Melihat Tikno tidak juga pergi, Dzurriya kembali bertanya, “Apa ada l
“Jadi ini rumahnya?” ujar Eshan sembari menilik keluar jendela, menatap rumah bercat hijau tanpa pagar dengan halaman yang tidak cukup lebar. Tampak sebuah pohon mangga besar dan rindang yang tengah berbuah banyak berada di tepi samping halamannya, dengan beberapa macam bunga di tepi depannya, rumah milik orang tua Dzurriya itu sungguh terlihat sederhana, tapi menyejukkan mata yang memandang.Terlihat kemudian pintu mobilnya dibuka oleh pengawalnya, ia segera keluar dari mobilnya dan masih menatap rumah itu dalam-dalam.Rumah itu kelihatan sepi seperti rumahnya, tapi kenapa hatinya merasa adem, seperti ada aura yang berbeda di rumah itu.“Apa Saya mau ketukan pintu, Tuan?” tanya salah seorang pengawalnya.Eshan hanya menggelengkan kepala, aku akan melakukannya sendiri.Ia kemudian mulai berjalan ke arah teras rumah itu, saat tiba-tiba seorang anak perempuan berlari ke arahnya sambil memegang-megang jasnya seperti hendak bersembunyi “Jangan lari kau! Dasar anak nakal!”Eshan langsun
“Apa kamu bisa menjamin bahwa kalian akan baik-baik saja, jika tidak bersamaku?”Dzurriya terdiam mendengar ucapan suaminya tersebut.“Setidaknya mereka tidak akan tahu bahwa aku dan Angel adalah keluargamu?”“Sampai kapan?” tanya lelaki itu balik.Sekali lagi Dzurriya hanya terdiam. “Apa kamu bisa menjamin tidak akan ada yang mengejar kalian?” lanjutnya membuat Dzurriya semakin tercenung diam.“Jika kalian ada di sini, justru tempat yang menurutmu paling aman, bisa menjadi tempat yang paling berbahaya di dunia ini, apa kau sadar itu Dek?” Ucap lelaki itu terdengar masuk akal.“Aku ingin memberi kalian status, supaya tidak ada lagi orang yang berani menyentuh kalian Aku hanya ingin kebaikan itu untuk kalian, setidaknya dengan bersamaku, aku bisa memastikan bahwa kalian aman dan baik-baik saja,” jelas suaminya itu.Dzurriya menelan ludahnya mendengar ucapan suaminya tersebut.“Aku mencintaimu Dzurriya,” ucap lelaki itu sambil menatapnya dengan lembut.Dzurriya terkesiap diam dan mena
Dzurriya menatap keluar jendela mobil tersebut, kampungnya tampak tak berbeda jauh dengan setahun setengah yang lalu.Terlihat beberapa orang yang tengah bersantai di depan rumah tetangganya, memandang mobil yang dinaikinya itu dengan heran.Dzurriya tersenyum dalam-dalam menatap mereka, matanya tampak berkaca-kaca.“Akhirnya aku kembali Aba, Ummi,” gumam Dzurriya dalam hati setelah menghela nafas panjang, kemudian berbalik menatap Putri kecilnya lagi.“Sayang! akhirnya Bunda bisa membawamu pulang,” seru Dzurriya dengan senang, kemudian mengecup pipi mungil putrinya dengan gemas.Tiba-tiba ia mendengar suara berisik dari luar mobil tersebut.Ia segera menoleh ke arah jendela kembali tampak beberapa mobil mewah terparkir di depan rumah budenya yang terbilang sangat luas itu, yang tepat bersebelahan dengan rumahnya.‘Ada apa, kok banyak mobil? apa Mas Erwin sedang lamaran?” pikirnya bertanya-tanya, sampai lehernya menoleh mengikuti gerak mobil itu yang semakin menjauh dari pekarangan r
Dzurriya menatap jauh ke arah suaminya yang tengah duduk di taman rumah sakit itu dengan pandangannya yang kosong.Sudah sejam lelaki itu berada di sana dengan matanya yang sesekali berkaca-kaca.Lelaki itu tadi terlihat sangat bahagia mendapati Dzurriya berada di sampingnya tadi, namun tiba-tiba berubah murung saat mengetahui bahwa istri pertamanya telah tiada.‘Secinta itu kau padanya Mas,” pikir Dzurriya sembari menelan ludahnya.“Apa yang kau pikirkan?”Dzurriya tersentak kaget mendengar pertanyaan Ryan barusan, ia kemudian menoleh ke arah sepupu iparnya tersebut.“Kenapa kau tak menghampirinya saja? Sepertinya dia butuh teman bicara,” tanya lelaki itu lebih jauh.Dzurriya tersenyum ringan, kemudian berbalik menatap jauh ke arah suaminya.“Apa kau tahu apa yang ditanyakannya tadi padaku saat dia baru siuman?” tanyanya tanpa menoleh ke arah Ryan sedikitpun.“Apa dia bertanya kalau kau baik-baik saja?”Dzurriya tersenyum sambil menunduk ke bawah, mendengar jawaban Ryan tersebut, kem
“Mas!” teriak Dzurriya panik dengan mata yang nanar dan berkaca-kaca. Ia memeluk suaminya dalam perempuannya tersebut.Lelaki itu tampak berusaha tersenyum padanya, sambil berbicara dengan nada terbata-bata, “ S–sekarang kita sudah impas… A—aku sudah ti—dak berhutang lagi padamu.”“Tidak! ini belum cukup! kau harus membayarnya seumur hidupmu! kau dengar itu?” ujar Dzurriya di antara air matanya yang terus-menerus mengalir ketakutan.Eshan kembali terlihat tersenyum, sebelum akhirnya tubuhnya tiba-tiba tersentak hebat, dan dari dalam mulutnya memancar darah yang begitu banyak, hingga menciprat ke sebagian pakaian Dzurriya dan mukanya.Lelaki itu pingsan dan langsung menutup mata setelahnya, membuat Dzurriya menangis histeris dengan begitu panik. Ia berusaha menggoyang-goyang tubuh suaminya itu, namun tidak ada respon sekali.Dengan ketakutan ia mulai berteriak minta tolong.Tiba-tiba beberapa orang datang bersama dengan Alexa yang tadi lari begitu saja setelah menikam suaminya.Di
“Lepaskan dia!” Sayup-sayup terdengar teriakan begitu kera, setelah suara pintu yang terdengar digebrak dan dibanting tiba-tiba. Diikuti kemudian oleh suara langkah kaki yang berlari dan berderap begitu berat, tampak tubuh Alexa tertarik ke belakang. Dzurriya langsung terbatuk-batuk, nafasnya yang tertahan begitu lama langsung tersengal-sengal keluar. ‘Apa dia benar-benar sudah gila?’ pikir Dzurriya sembari memegang lehernya dan melirik ke arah istri pertama suaminya itu. “Kamu nggak pa-pa?” tanya suaminya yang tengah berdiri di hadapannya dengan wajah begitu khawatir, sambil memegang kedua lengan atasnya. “Sayang, aku bisa jelaskan,” sela Alexa yang baru saja bangkit dan menghampiri suaminya itu, terdengar begitu gupuh. Jakun Ehsan tampak naik turun mendengar ucapan wanita itu yang kelihatan terus berusaha berkilah, sedang giginya tampak mencengkeram dengan kuat sambil membuang muka ke atas. Lelaki itu tampak begitu kesal, namun sepertinya masih berusaha untuk menahannya. “T
BrakTerdengar suara benturan dari bagian belakang kursi roda yang dinaiki Dzurriya karena menabrak dinding. Kursi roda itu tiba-tiba saja ditarik ke dalam sebuah ruangan oleh seseorang, kemudian kerangka sandarannya didorong ke belakang dengan cepat.Kejadian yang begitu cepat itu spontan membuat Dzurriya tersentak dengan tarikan nafasnya yang terjeda yang kemudian terengah-engah.Pria segera berusaha menguasai dirinya yang berdebar hebat dengan menelan ludahnya, kemudian perlahan mendongakkan kepalanya ke atas, menatap siapa yang sudah menariknya ke dalam ruangan tersebut.‘Mas!’Tampak wajah sang suami terlihat merah padam, sepertinya laki-laki itu sedang kesal.“Apa sebenarnya yang kau inginkan?” ucap suaminya itu terdengar begitu sinis dan dingin.“Yang kuinginkan? Apa maksudmu?” tanya Dzurriya tak mengerti dengan apa yang diucapkan lelaki itu padanya.“Jangan pura-pura lugu kau sedang memanfaatkan kami berdua, kan?” tuduh Eshan tampak menatapnya semakin dekat dan semakin dingin.
“Kenapa kau membiarkannya pergi?” tanya Ryan tampak menatap Dzurriya dengan heran, setelah kepergian Eshan yang terlihat kesal, saat mendapati dirinya dan Ryan bersama.“Bukankah kau juga menginginkannya?” ucap Dzurriya bertanya balik padanyaLelaki itu tampak memicingkan matanya sembari melirik ke arahnya, “jangan berbohong padaku! bahkan kau melakukannya bukan untukku, apa kau cemburu karena Alexa tadi tiba-tiba datang dan menciumnya?”“Jangan bicara omong kosong! untuk apa aku cemburu pada wanita murahan seperti dia? cepat dorong aku!” ujar Dzurriya berusaha mengalihkan pembicaraan.Ryan tampak terkesiap mendengar penuturannya tersebut.“A–apa maksudmu? Kenapa kau menyebutnya murahan?” tanya lelaki itu terdengar terbata-bata dan berhati-hati.Dzurriya kembali menoleh ke belakang dan menatap lelaki itu dalam-dalam.‘Apa kau benar-benar yakin mau mendengarnya dariku?’ pikir Dzurriya kemudian menelan ludahnya.“Apa kau benar-benar tidak ingin membawaku untuk keluar? aku begitu penat b
“Apa?” Tampak Eshan berusaha memastikan apa yang barusan ia dengar tersebut, dengan alisnya yang tampak saling mendekat dan hampir menyatu.“Jadi jangan sia-siakan dia! atau aku akan segera merebutnya darimu,” ujar Ryan tiba-tiba menarik kerah Eshan, sambil menatap begitu tajam ke arah kakak sepupunya tersebut.‘Hah!” desah Dzurriya penuh sesal, Iya begitu terkesiap sekaligus tak menyangka kalau mantan kekasihnya itu bakal bicara sembarangan seperti itu.Sementara Alexa terlihat nyengir kegirangan, Ia bahkan terlihat sangat menikmati pemandangan itu.Berbeda dengan dirinya yang mulai was-was, apalagi melihat suaminya itu memegang tangan Ryan yang tengah mencengkeram kuat kerah bajunya, kemudian perlahan menurunkan tangan adik sepupunya itu, dan mulai menatapnya dengan tajam.‘Jangan-jangan mereka akan berkelahi!’ pikir Dzurriya.Tapi apa yang akan terjadi melampaui perkiraannya.“Kalau kau sangat menyukainya…”‘Apa yang mau kau katakan, Mas?’ pikir Dzurriya sambil menatap mata suamin