“Perusahaan multinasional EXO Group yang berpusat di Bandung mengalami kerugian finansial dan krisis reputasi yang cukup signifikan, dikarenakan data-data perusahaan yang diisukan bocor ke pihak kompetitor…”Eshan segera mematikan televisi yang menyiarkan berita tentang perusahaannya tersebut.Dia kemudian menatap para staf dan pengawal yang tengah berdiri di hadapannya itu dengan tatapan begitu tajam.“Apa saja kerja kalian? Hanya membendung berita seperti ini saja tidak becus!” bentak Eshan marah, dia begitu kalut dan bingung menghadapi pekerjaan bawahannya yang tak beres itu.Sementara mereka terlihat menunduk takut, tak ada satupun dari mereka yang berani bergeming.Dan yang lebih parah, belum lagi emosinya mereda, sekretarisnya tiba-tiba masuk ke dalam ruangannya dan mendekat ke arahnya, sembari berbisik lirih, “para pemegang saham sedang menunggu di ruang meeting.”Eshan langsung menghela nafas panjang dan membenahi jasnya.Dia berjalan dengan begitu tenangnya keluar dari kantor
“Kita belum menemukan dalang utama dari pencurian data-data perusahaan, kita tidak boleh gegabah!” ujar Ehsan sambil menatap keluar jendela ruang kerjanya.“Tapi ini sudah tiga hari sejak data itu hilang Pak, dan belum ada kejelasan bagaimana mengatasinya.” Ehsan langsung membalikkan badan menatap tajam ke arah salah satu direktur dari perusahaannya tersebut yang barusan mengingatkannya.“Apa kau tidak percaya padaku?”Lelaki itu terdiam mendengar pertanyaannya.“Sebenarnya ini bukan masalah percaya atau tidak percaya.”Eshan langsung menoleh ke arah direktur keuangan yang barusan berkata padanya itu, yang juga salah seorang kepercayaannya tersebut. Lelaki itu yang membantunya hingga akhirnya berhak tidak bisa bertindak terlalu jauh dalam keuangan perusahaan.“Mohon tidak tersinggung Pak, saya dengar beberapa investor hendak menjual saham mereka ke kompetitor kita, kalau itu terjadi entah bagaimana nasib perusahaan kita, Pak,” lanjut direktur keuangannya itu.“Aku juga sudah mendenga
“Tidak! aku tidak mau mati konyol di sini, aku harus segera membuktikan bahwa aku tidak bersalah, supaya aku bisa bersama dengan putriku lagi, tapi bagaimana aku akan melakukannya? Jangankan bertemu mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, keluar dari sini saja sepertinya sangat sulit,” pikir Dzurriya sambil kembali menatap keluar jendela kamarnya itu, di mana terlihat beberapa pengawal begitu siap siaga menjaga rumah itu dengan ketat. Ia mulai berjalan ke sana kemari di dalam kamarnya tersebut selama beberapa saat, ia berusaha mencari cara untuk cover dari rumah itu. Sesekali digigit bibir bawahnya dengan gemas, karena ia tak kunjung mendapatkan sebuah ide.‘Ayo pikirkan cara Dzurriya! Mengapa di saat seperti ini otakmu justru buntu? Ayo pikirkan sesuatu!’ desaknya pada dirinya sendiri.Ia mulai kesal dan menghentak-hentakkan kakinya, sembari menggaruk-garuk kerudung di kepalanya.“Akh!” teriaknya begitu jengkel dan lantang.Tiba-tiba terdengar derap kaki pengawal sepertinya berlar
“Iya! kenapa Sus?” Tanya Dzurriya balik berusaha untuk terlihat tenang di depan perawat itu.“Ibu Pasien IGD? kok berkeliaran?” tanya perawat tersebut membuatnya sedikit gugup kembali.“M—maksud Sus, siapa?” tanya Dzurriya berpura-pura tidak mengerti dengan apa yang barusan ditanyakan oleh perawat itu.“Ya? Ibu bukannya Ibu pasien IGD yang barusan datang?” tanya wanita itu lagi.“Apa? ini IGD? saya tadi diberitahu kalau saya masuk ke ruangan ini, saya bisa bertemu dengan keluarga saya yang sedang dirawat di sini,” ungkap Dzurriya berpura-pura ikut bingung.Perawat itu terlihat bingung mendengar ucapan Dzurriya, sampai-sampai alisnya tampak mengkerut jadi satu.Dzurriya berusaha menyelanya, supaya perawat itu tidak berpikir lebih jauh lagi, dan mendapati kejanggalan dalam perkataannya.“Jadi ini IGD, sus? Kok diam saja? saya ini harus segera bertemu dengan saudara saya, katanya dia kritis,” ujar Dzurriya dengan nada agak kesal, berpura-pura panik dan tergesa-gesa.“Ibu ini kok malah ma
“Kenapa katamu? Kau kira aku akan merayakan kehancuran Eshan sialan itu dengan bersamamu, apa aku sudah tidak waras?”Mata Dzurriya langsung membulat begitu sempurna, mendengar ucapan Ryan yang samar-samar terdengar berbisik lirih pada Alexa tersebut.‘Apa maksud mereka, apa mereka sedang bersekongkol?’ pikir Dzurriya dengan penuh was-was, ia kembali mencengkram mulutnya kuat-kuat.Entah apa yang mereka maksudkan dengan kehancuran itu, perasaannya yang masih terasa dalam pada suaminya, membuat dadanya terasa sesak karena cemas.“Jadi selama ini kau hanya mempermainkanku?” terdengar suara Alexa bertanya dengan nada begitu kesal, diikuti suara mendesah pelan, dan langkah kaki yang terdengar berdecak perlahan.“Lebih tepatnya Aku sedang memperalatmu.”Dzurriya hanya bisa menelan ludahnya, mendengar perkataan sinis Ryan pada Alexa yang terdengar begitu lugas tersebut.Sementara Alexa terdengar spontan menyahut dengan nada heran, “apa?”Sepertinya wanita itu tidak percaya dengan apa yang b
“Lihat siapa yang ada di depanku!” seru Alexa lirih, sepertinya ia menikmati sekali keterkejutan Dzurriya.“Tak salah aku kembali, mau menangkap koi dapat piranha,” lanjut wanita itu sinis. Dzurriya berusaha mengabaikannya dan hendak melewatinya pergi begitu saja. Namun wanita itu tiba-tiba menarik lengannya dan menatapnya tajam.“Dasar Babu sialan, ikuti perintahku!”Dzurriya hanya bisa terdiam pasrah, pinggangnya ditodong pisau oleh istri pertama suaminya itu.Wanita gila itu lalu menyeret pisaunya itu mengitari pinggang sampai punggung Dzurriya.“Jalan!” perintahnya sambil mendorong tiba-tiba bahu Dzurriya.Tak ada pilihan lain, Dzurriya mulai berjalan melewati lorong demi lorong rumah sakit itu dengan was-was, sambil menunggu kesempatan untuk melarikan diri dari wanita kejam itu.Dan akhirnya kesempatan itu datang, terlihat dari lorong di seberangnya, para pengawal suaminya tampak panik berjalan setengah berlari, sepertinya mereka telah menyadari kalau ia telah kabur.‘Lebih baik
Dzurriya sontak tersentak bangun dengan nafasnya yang ngop-ngopan, gimana tidak? tiba-tiba saja wajahnya ditimpa guyuran air yang menamparnya begitu deras. Padahal ia baru saja pingsan tertidur karena kelelahan, setelah hampir seharian ia ditampar dan dipukuli oleh Alexa dan Pamannya.“Enak sekali ya tidurnya?” tanya Alexa yang kini tengah berdiri kembali di hadapannya sambil membawa ember.“Kenapa kau terus menyiksaku?” tanya Dzurriya memberanikan diri.“Pertanyaan apa itu? Menurutmu, apa semua ini sudah sepadan untuk wanita perusak ruma tangga orang lain sepertimu, Hah?” tanya balik Alexa sambil dengan nada membentak.“Bukankah kau yang membawaku ke rumah itu, kau yang memaksaku untuk menikah dengan suami? Apa kau lupa? sekarang sikapmu sungguh kekanak-kanakan, kenapa— apa kau takut dengan keberadaanku?” tanya Dzurriya berusaha balik memprovokasinya.“Aku? takut dengan keberadaanmu? Apa kau sudah gila? Wanita murahan sepertimu, bagian dirimu mana yang harus aku iri?” tanya wanita it
“Apa? Kurang Ajar!” seru Eshan naik pitam, sambil menggebrak meja dengan keras, membuat Tikno yang baru saja masuk ke ruang kerjanya itu ikut tersentak kaget, dan langsung mengangkat kepala menatapnya.“Bagaimana kalian bisa dikecoh oleh seorang wanita seperti itu? Dasar Bodoh! Aku tidak mau tahu, cari dia sampai ketemu, atau kepala kalian taruhannya!” lanjutnya sembari langsung menutup teleponnya dengan nafas yang terengah-engah marah.“Beraninya dia bermain-main denganku?” gumamnya sambil menundukkan punggungnya dan menyandarkan tangannya di atas meja kerjanya.“Ada apa, apa dia menghilang?”Eshan mengangkat bola mata dan alisnya bersamaan ke arah Tikno.“Sepertinya tak ada cara lain, Tuan harus memasang penyadap di mobil Nyonya, ini pasti ada hubungannya dengan lelaki itu,” saran Tikno.“Kita bicarakan itu nanti,” ujar Eshan sembari menegakkan badannya berdiri. Selama ini dia berusaha tidak memata-matai dan percaya pada istrinya, sebagaimana janjinya dulu pada wanita itu sebelum me
“Jadi ini rumahnya?” ujar Eshan sembari menilik keluar jendela, menatap rumah bercat hijau tanpa pagar dengan halaman yang tidak cukup lebar. Tampak sebuah pohon mangga besar dan rindang yang tengah berbuah banyak berada di tepi samping halamannya, dengan beberapa macam bunga di tepi depannya, rumah milik orang tua Dzurriya itu sungguh terlihat sederhana, tapi menyejukkan mata yang memandang.Terlihat kemudian pintu mobilnya dibuka oleh pengawalnya, ia segera keluar dari mobilnya dan masih menatap rumah itu dalam-dalam.Rumah itu kelihatan sepi seperti rumahnya, tapi kenapa hatinya merasa adem, seperti ada aura yang berbeda di rumah itu.“Apa Saya mau ketukan pintu, Tuan?” tanya salah seorang pengawalnya.Eshan hanya menggelengkan kepala, aku akan melakukannya sendiri.Ia kemudian mulai berjalan ke arah teras rumah itu, saat tiba-tiba seorang anak perempuan berlari ke arahnya sambil memegang-megang jasnya seperti hendak bersembunyi “Jangan lari kau! Dasar anak nakal!”Eshan langsun
“Apa kamu bisa menjamin bahwa kalian akan baik-baik saja, jika tidak bersamaku?”Dzurriya terdiam mendengar ucapan suaminya tersebut.“Setidaknya mereka tidak akan tahu bahwa aku dan Angel adalah keluargamu?”“Sampai kapan?” tanya lelaki itu balik.Sekali lagi Dzurriya hanya terdiam. “Apa kamu bisa menjamin tidak akan ada yang mengejar kalian?” lanjutnya membuat Dzurriya semakin tercenung diam.“Jika kalian ada di sini, justru tempat yang menurutmu paling aman, bisa menjadi tempat yang paling berbahaya di dunia ini, apa kau sadar itu Dek?” Ucap lelaki itu terdengar masuk akal.“Aku ingin memberi kalian status, supaya tidak ada lagi orang yang berani menyentuh kalian Aku hanya ingin kebaikan itu untuk kalian, setidaknya dengan bersamaku, aku bisa memastikan bahwa kalian aman dan baik-baik saja,” jelas suaminya itu.Dzurriya menelan ludahnya mendengar ucapan suaminya tersebut.“Aku mencintaimu Dzurriya,” ucap lelaki itu sambil menatapnya dengan lembut.Dzurriya terkesiap diam dan mena
Dzurriya menatap keluar jendela mobil tersebut, kampungnya tampak tak berbeda jauh dengan setahun setengah yang lalu.Terlihat beberapa orang yang tengah bersantai di depan rumah tetangganya, memandang mobil yang dinaikinya itu dengan heran.Dzurriya tersenyum dalam-dalam menatap mereka, matanya tampak berkaca-kaca.“Akhirnya aku kembali Aba, Ummi,” gumam Dzurriya dalam hati setelah menghela nafas panjang, kemudian berbalik menatap Putri kecilnya lagi.“Sayang! akhirnya Bunda bisa membawamu pulang,” seru Dzurriya dengan senang, kemudian mengecup pipi mungil putrinya dengan gemas.Tiba-tiba ia mendengar suara berisik dari luar mobil tersebut.Ia segera menoleh ke arah jendela kembali tampak beberapa mobil mewah terparkir di depan rumah budenya yang terbilang sangat luas itu, yang tepat bersebelahan dengan rumahnya.‘Ada apa, kok banyak mobil? apa Mas Erwin sedang lamaran?” pikirnya bertanya-tanya, sampai lehernya menoleh mengikuti gerak mobil itu yang semakin menjauh dari pekarangan r
Dzurriya menatap jauh ke arah suaminya yang tengah duduk di taman rumah sakit itu dengan pandangannya yang kosong.Sudah sejam lelaki itu berada di sana dengan matanya yang sesekali berkaca-kaca.Lelaki itu tadi terlihat sangat bahagia mendapati Dzurriya berada di sampingnya tadi, namun tiba-tiba berubah murung saat mengetahui bahwa istri pertamanya telah tiada.‘Secinta itu kau padanya Mas,” pikir Dzurriya sembari menelan ludahnya.“Apa yang kau pikirkan?”Dzurriya tersentak kaget mendengar pertanyaan Ryan barusan, ia kemudian menoleh ke arah sepupu iparnya tersebut.“Kenapa kau tak menghampirinya saja? Sepertinya dia butuh teman bicara,” tanya lelaki itu lebih jauh.Dzurriya tersenyum ringan, kemudian berbalik menatap jauh ke arah suaminya.“Apa kau tahu apa yang ditanyakannya tadi padaku saat dia baru siuman?” tanyanya tanpa menoleh ke arah Ryan sedikitpun.“Apa dia bertanya kalau kau baik-baik saja?”Dzurriya tersenyum sambil menunduk ke bawah, mendengar jawaban Ryan tersebut, kem
“Mas!” teriak Dzurriya panik dengan mata yang nanar dan berkaca-kaca. Ia memeluk suaminya dalam perempuannya tersebut.Lelaki itu tampak berusaha tersenyum padanya, sambil berbicara dengan nada terbata-bata, “ S–sekarang kita sudah impas… A—aku sudah ti—dak berhutang lagi padamu.”“Tidak! ini belum cukup! kau harus membayarnya seumur hidupmu! kau dengar itu?” ujar Dzurriya di antara air matanya yang terus-menerus mengalir ketakutan.Eshan kembali terlihat tersenyum, sebelum akhirnya tubuhnya tiba-tiba tersentak hebat, dan dari dalam mulutnya memancar darah yang begitu banyak, hingga menciprat ke sebagian pakaian Dzurriya dan mukanya.Lelaki itu pingsan dan langsung menutup mata setelahnya, membuat Dzurriya menangis histeris dengan begitu panik. Ia berusaha menggoyang-goyang tubuh suaminya itu, namun tidak ada respon sekali.Dengan ketakutan ia mulai berteriak minta tolong.Tiba-tiba beberapa orang datang bersama dengan Alexa yang tadi lari begitu saja setelah menikam suaminya.Di
“Lepaskan dia!” Sayup-sayup terdengar teriakan begitu kera, setelah suara pintu yang terdengar digebrak dan dibanting tiba-tiba. Diikuti kemudian oleh suara langkah kaki yang berlari dan berderap begitu berat, tampak tubuh Alexa tertarik ke belakang. Dzurriya langsung terbatuk-batuk, nafasnya yang tertahan begitu lama langsung tersengal-sengal keluar. ‘Apa dia benar-benar sudah gila?’ pikir Dzurriya sembari memegang lehernya dan melirik ke arah istri pertama suaminya itu. “Kamu nggak pa-pa?” tanya suaminya yang tengah berdiri di hadapannya dengan wajah begitu khawatir, sambil memegang kedua lengan atasnya. “Sayang, aku bisa jelaskan,” sela Alexa yang baru saja bangkit dan menghampiri suaminya itu, terdengar begitu gupuh. Jakun Ehsan tampak naik turun mendengar ucapan wanita itu yang kelihatan terus berusaha berkilah, sedang giginya tampak mencengkeram dengan kuat sambil membuang muka ke atas. Lelaki itu tampak begitu kesal, namun sepertinya masih berusaha untuk menahannya. “T
BrakTerdengar suara benturan dari bagian belakang kursi roda yang dinaiki Dzurriya karena menabrak dinding. Kursi roda itu tiba-tiba saja ditarik ke dalam sebuah ruangan oleh seseorang, kemudian kerangka sandarannya didorong ke belakang dengan cepat.Kejadian yang begitu cepat itu spontan membuat Dzurriya tersentak dengan tarikan nafasnya yang terjeda yang kemudian terengah-engah.Pria segera berusaha menguasai dirinya yang berdebar hebat dengan menelan ludahnya, kemudian perlahan mendongakkan kepalanya ke atas, menatap siapa yang sudah menariknya ke dalam ruangan tersebut.‘Mas!’Tampak wajah sang suami terlihat merah padam, sepertinya laki-laki itu sedang kesal.“Apa sebenarnya yang kau inginkan?” ucap suaminya itu terdengar begitu sinis dan dingin.“Yang kuinginkan? Apa maksudmu?” tanya Dzurriya tak mengerti dengan apa yang diucapkan lelaki itu padanya.“Jangan pura-pura lugu kau sedang memanfaatkan kami berdua, kan?” tuduh Eshan tampak menatapnya semakin dekat dan semakin dingin.
“Kenapa kau membiarkannya pergi?” tanya Ryan tampak menatap Dzurriya dengan heran, setelah kepergian Eshan yang terlihat kesal, saat mendapati dirinya dan Ryan bersama.“Bukankah kau juga menginginkannya?” ucap Dzurriya bertanya balik padanyaLelaki itu tampak memicingkan matanya sembari melirik ke arahnya, “jangan berbohong padaku! bahkan kau melakukannya bukan untukku, apa kau cemburu karena Alexa tadi tiba-tiba datang dan menciumnya?”“Jangan bicara omong kosong! untuk apa aku cemburu pada wanita murahan seperti dia? cepat dorong aku!” ujar Dzurriya berusaha mengalihkan pembicaraan.Ryan tampak terkesiap mendengar penuturannya tersebut.“A–apa maksudmu? Kenapa kau menyebutnya murahan?” tanya lelaki itu terdengar terbata-bata dan berhati-hati.Dzurriya kembali menoleh ke belakang dan menatap lelaki itu dalam-dalam.‘Apa kau benar-benar yakin mau mendengarnya dariku?’ pikir Dzurriya kemudian menelan ludahnya.“Apa kau benar-benar tidak ingin membawaku untuk keluar? aku begitu penat b
“Apa?” Tampak Eshan berusaha memastikan apa yang barusan ia dengar tersebut, dengan alisnya yang tampak saling mendekat dan hampir menyatu.“Jadi jangan sia-siakan dia! atau aku akan segera merebutnya darimu,” ujar Ryan tiba-tiba menarik kerah Eshan, sambil menatap begitu tajam ke arah kakak sepupunya tersebut.‘Hah!” desah Dzurriya penuh sesal, Iya begitu terkesiap sekaligus tak menyangka kalau mantan kekasihnya itu bakal bicara sembarangan seperti itu.Sementara Alexa terlihat nyengir kegirangan, Ia bahkan terlihat sangat menikmati pemandangan itu.Berbeda dengan dirinya yang mulai was-was, apalagi melihat suaminya itu memegang tangan Ryan yang tengah mencengkeram kuat kerah bajunya, kemudian perlahan menurunkan tangan adik sepupunya itu, dan mulai menatapnya dengan tajam.‘Jangan-jangan mereka akan berkelahi!’ pikir Dzurriya.Tapi apa yang akan terjadi melampaui perkiraannya.“Kalau kau sangat menyukainya…”‘Apa yang mau kau katakan, Mas?’ pikir Dzurriya sambil menatap mata suamin