Suaminya, Eshan, terlihat terus terpana melihatnya tanpa berkedip sedikit pun dari balik meja dan kursi bernuansa putih dengan beberapa kuntum mawar di atasnya. Sementara Dzurriya yang agak tak nyaman dengan pakaian yang terbuka itu, berusaha menutup belahan dadanya dengan telapak tangannya, juga mencengkram belahan tinggi di roknya yang berbentuk A dan menjuntai panjang dengan tangannya yang lain.Lelaki itu kemudian menghampirinya.“Pasti aku terlihat sangat aneh kan, harusnya aku pakai gamis pink darimu tadi?”Suaminya itu tersenyum mendengar keluhan Dzurriya.“Sepertinya dia berhasil mengerjaimu, padahal tadi aku sudah memperingatkannya.”“Jadi gaun ini bukan darimu, Mas?” tanya Dzurriya membelalak kaget, Ia tidak menyangka bakalan dengan mudah percaya pada wanita yang baru dikenalnya tadi.“Apa dia bilang gaun ini dariku? Jadi kau memakainya karena dia bilang gaun ini dariku?”Dzurriya hanya bisa mengangguk pelan mendengar pertanyaan suaminya itu.“Dasar anak itu! Tak berubah
Dzurriya menggeliat pelan, sembari menutup mulutnya yang menguap begitu lebar. Ia mulai memiringkan tubuhnya yang dari tadi terlentang dalam keadaan matanya yang masih terpejam, sementara telapak tangannya perlahan berpindah dari perutnya yang tertutup selimut ke dada seseorang yang terasa begitu bidang dan terbuka tersebut. “Dada? Dada seseorang?” pikirnya terkesiap sadar. Ia sontak membuka matanya dan membelalak, ternyata ia tengah memeluk dada seseorang yang tengah tidur di sampingnya itu. Dan bukan hanya itu, ia mendapati tangan orang itu balik memeluk punggungnya hingga lengannya. Perlahan ia mendongak ke atas. ‘Mas!’ Ia mulai mengingat-ingat apa yang terjadi kemarin, dan akhirnya tersenyum-senyum sendiri sambil menggigit bibir bawahnya. Disentuh dan diusapnya mata suaminya itu, kemudian hidung, dan sepanjang bibirnya. Girl, I love you more than my self… Tiba-tiba terdengar bunyi dering panggilan dari handphone suaminya yang tergeletak di atas meja, di samping r
‘Beraninya kau membohongiku, Mas?’Dzurriya melotot ke arah bahu suaminya yang sedang disandari wanita itu.Suaminya tampak gugup menatapnya, dan berusaha melepaskan tangan wanita itu dari lengannya dengan risih. Sementara Dzurriya rasanya begitu dongkol dan marah, bahkan pipinya terlihat menggembung begitu emosi, apalagi saat wanita itu tiba-tiba menarik tangan suaminya untuk keluar dari kamar itu.‘Dasar wanita gak tau adab! Aku mungkin akan mengalah pada Alexa, tapi siapa dia? Kenapa aku harus mengalah?’“Tunggu!” seru Dzurriya begitu keras, membuat suami dan wanita asing itu sontak menolak ke arahnya dengan tatapan keheranan.Tanpa banyak banyak bicara, Dzurriya segera berjalan dengan begitu percaya dirinya ke arah mereka, kemudian menarik tangan wanita itu hingga terlepas dari lengan suaminya. Tak selesai sampai disitu, ia segera menyerobot posisi wanita itu di samping suaminya itu.Wanita itu tampak berbalik menghadapnya dengan jengkel dan hendak memakinya, “Kau…”Namun Dzurriy
“Dari siapa Mas?” tanya Dzurriya sambil mendongak ke arah suaminya.“Cuma karyawan kantor membicarakan pekerjaan,” ucap lelaki itu santai, sembari mengambil duduk di samping Dzurriya.Dzurriya menelan ludahnya, ada sesuatu yang sepertinya disembunyikan oleh lelaki itu.“Apa kau mau aku belikan kopi atau apa?” tanya suaminya tersebut sambil menoleh ke arah Dzurriya.“Tidak usah! ini saja cukup,” ucap Dzurriya sambil mengangkat segelas air mineral yang ia pegang dari tadi.Tiba-tiba lampu dimatikan dan layar besar yang ada di depannya menyala.Terlihat seorang anak berjalan cepat di tengah jalan setapak di dalam sebuah hutan. Suasana sedang hujan deras, anak itu terlihat kedinginan sambil memeluk bonekanya yang sama lusuhnya dengan pakaian yang sedang ia pakai. Matanya tampak was-was melirik ke kanan dan ke kiri, sesekali juga menoleh ke belakang.Tiba-tiba, terlihat seorang lelaki dengan mukanya yang setengah hancur, di tangannya ada senapan, dia menghadang anak tersebut dan mengacungk
“Jadi Mas mengira aku hilang?” tanya Dzurriya sembari tertawa terkekeh, Iya tak lagi fokus dengan film yang ada di hadapannya“Mungkin bagimu itu lucu, tapi bagiku itu sangat menakutkan. Saat aku kembali dan tidak menemukanmu tadi, aku merasa langsung bingung dan tidak bisa berpikir jernih, jadi aku berlari keluar dengan sangat panik mencarimu. Aku mencoba bertanya pada beberapa karyawan, tapi tidak ada yang tahu di mana dirimu, aku benar-benar takut, apakah kau mengerti perasaanku Dzurriya. Ini bukan hanya tentang anak di dalam perutmu, ini tentang perasaanku padamu,” jawab suaminya itu terlihat begitu tulus.‘Mas!’ pikir Dzurriya seketika menghentikan tawanya dan menatap lelaki itu dalam-dalam.“Sekali kamu diculik, dan sekali lagi kamu hampir diculik, dan terakhir yang lebih mengerikan, aku tak bisa menjagamu karena aku koma, padahal aku belum bisa memastikan apakah kamu benar-benar aman atau tidak.”Jakun lelaki itu terlihat naik turun setelah mengakhiri kalimatnya tersebut.Semen
“Akh!” jerit Dzurriya lirih sambil memegangi perutnya yang terasa begitu sakit. “Ada apa, Sayang?” tanya suaminya kaget sambil ikut memegangi perut Dzurriya. Belum lagi ia sempat menjawab rasa sakit itu terasa lagi yang akhirnya membuat ia memekik kembali. “Sepertinya anak kita mau lahir, Mas!” ujar Dzurriya kemudian menjerit lirih kembali. Sementara sang suami terlihat terkesiap kaget, Dzurriya berusaha menghela nafas panjang dan mengeluarkannya secara teratur di sela-sela jeritan kesakitannya. “Kalau gitu, ayo ke rumah sakit sekarang!” ajak suaminya itu sambil membantunya bangkit dari ranjang tersebut, dan membopongnya keluar dari kamar hotel. Keduanya tampak segera menyusuri lorong hotel itu dengan cepat, dan masuk ke dalam lift. “Bukannya HPLnya masih 2 minggu lagi?” tanya suaminya itu sambil memencet tombol lift di depannya. Sementara Dzurriya merengut kesakitan. “Mana aku tahu, Mas! itu kan bisa maju bisa mundur,” jawab Dzurriya kesal, kemudian kembali menghela
Terdengar suara sirine memenuhi telinga Dzurriya.Ia menatap ke arah wajah suaminya yang tergeletak pingsan di atas roda kemudinya, dengan tetesan darah yang mengucur dari kepala bagian sampingnya sampai menetes ke atas jok mobil itu.Tak ada yang bisa ia rasakan, tubuhnya terasa lunglai, tak mampu Ia gerakkan. Dan sekedar memanggil suaminya pun, ia tak bisa. Sementara nafasnya terasa sedikit demi sedikit menyesak, bersamaan dengan darag yang terasa menetes melewati mata dan pipinya.Namun yang paling membuatnya takut, kontraksi di perutnya tiba-tiba menghilang dan tak terasa.Ia berusaha meraba perutnya, namun tangannya terlalu lemah untuk melakukannya.‘Be fast, bring the stretcher here! Any pregnant mom here.” Terdengar seseorang berpakaian hijau OKA yang tengah berdiri di depan jendela kaca mobilnya yang kacanya telah hancur remuk itu, berteriak memanggil teman-temannya, disusul derap langkah kaki beberapa orang yang terdengar semakin mendekatinya.“Cepat buka pintunya, aku akan
“Apa kau sudah ingat semuanya?”“Jangan mendekat!” ujar Dzurriya begitu panik sembari memundurkan badannya ke belakang, membuat dokter Ryan yang berada di depannya itu seketika terhenti melangkah.Dzurriya mulai menelan ludahnya untuk mengendalikan emosinya.Namun sepertinya lelaki itu tak mau menyerah, ia kembali melangkahkan kakinya mendekat ke arah Dzurriya dengan hati-hati.Sontak Dzurriya langsung bangkit berdiri dari ranjang tersebut, dan kembali berteriak dengan sangat keras, “Sudah kubilang, jangan dekati aku!” “Ini tak seperti yang kau pikirkan, Dek. Aku masih mencintaimu sama seperti dulu, ini….”“Jangan ucapkan cinta dari mulutmu yang kotor, dan habis kau pakai berciuman dengan wanita yang bukan muhrimmu itu,” sela Dzurriya sembari berteriak keras, sedang air matanya mulai mengalir di pipi.“Bagaimana aku harus menjelaskannya padamu, ini tak seperti yang kau sangka-sangka, aku….” jelas dokter Ryan tersebut berusaha untuk meyakinkan, namun Dzurriya segera menyelanya.“Apa?
“Jadi ini rumahnya?” ujar Eshan sembari menilik keluar jendela, menatap rumah bercat hijau tanpa pagar dengan halaman yang tidak cukup lebar. Tampak sebuah pohon mangga besar dan rindang yang tengah berbuah banyak berada di tepi samping halamannya, dengan beberapa macam bunga di tepi depannya, rumah milik orang tua Dzurriya itu sungguh terlihat sederhana, tapi menyejukkan mata yang memandang.Terlihat kemudian pintu mobilnya dibuka oleh pengawalnya, ia segera keluar dari mobilnya dan masih menatap rumah itu dalam-dalam.Rumah itu kelihatan sepi seperti rumahnya, tapi kenapa hatinya merasa adem, seperti ada aura yang berbeda di rumah itu.“Apa Saya mau ketukan pintu, Tuan?” tanya salah seorang pengawalnya.Eshan hanya menggelengkan kepala, aku akan melakukannya sendiri.Ia kemudian mulai berjalan ke arah teras rumah itu, saat tiba-tiba seorang anak perempuan berlari ke arahnya sambil memegang-megang jasnya seperti hendak bersembunyi “Jangan lari kau! Dasar anak nakal!”Eshan langsun
“Apa kamu bisa menjamin bahwa kalian akan baik-baik saja, jika tidak bersamaku?”Dzurriya terdiam mendengar ucapan suaminya tersebut.“Setidaknya mereka tidak akan tahu bahwa aku dan Angel adalah keluargamu?”“Sampai kapan?” tanya lelaki itu balik.Sekali lagi Dzurriya hanya terdiam. “Apa kamu bisa menjamin tidak akan ada yang mengejar kalian?” lanjutnya membuat Dzurriya semakin tercenung diam.“Jika kalian ada di sini, justru tempat yang menurutmu paling aman, bisa menjadi tempat yang paling berbahaya di dunia ini, apa kau sadar itu Dek?” Ucap lelaki itu terdengar masuk akal.“Aku ingin memberi kalian status, supaya tidak ada lagi orang yang berani menyentuh kalian Aku hanya ingin kebaikan itu untuk kalian, setidaknya dengan bersamaku, aku bisa memastikan bahwa kalian aman dan baik-baik saja,” jelas suaminya itu.Dzurriya menelan ludahnya mendengar ucapan suaminya tersebut.“Aku mencintaimu Dzurriya,” ucap lelaki itu sambil menatapnya dengan lembut.Dzurriya terkesiap diam dan mena
Dzurriya menatap keluar jendela mobil tersebut, kampungnya tampak tak berbeda jauh dengan setahun setengah yang lalu.Terlihat beberapa orang yang tengah bersantai di depan rumah tetangganya, memandang mobil yang dinaikinya itu dengan heran.Dzurriya tersenyum dalam-dalam menatap mereka, matanya tampak berkaca-kaca.“Akhirnya aku kembali Aba, Ummi,” gumam Dzurriya dalam hati setelah menghela nafas panjang, kemudian berbalik menatap Putri kecilnya lagi.“Sayang! akhirnya Bunda bisa membawamu pulang,” seru Dzurriya dengan senang, kemudian mengecup pipi mungil putrinya dengan gemas.Tiba-tiba ia mendengar suara berisik dari luar mobil tersebut.Ia segera menoleh ke arah jendela kembali tampak beberapa mobil mewah terparkir di depan rumah budenya yang terbilang sangat luas itu, yang tepat bersebelahan dengan rumahnya.‘Ada apa, kok banyak mobil? apa Mas Erwin sedang lamaran?” pikirnya bertanya-tanya, sampai lehernya menoleh mengikuti gerak mobil itu yang semakin menjauh dari pekarangan r
Dzurriya menatap jauh ke arah suaminya yang tengah duduk di taman rumah sakit itu dengan pandangannya yang kosong.Sudah sejam lelaki itu berada di sana dengan matanya yang sesekali berkaca-kaca.Lelaki itu tadi terlihat sangat bahagia mendapati Dzurriya berada di sampingnya tadi, namun tiba-tiba berubah murung saat mengetahui bahwa istri pertamanya telah tiada.‘Secinta itu kau padanya Mas,” pikir Dzurriya sembari menelan ludahnya.“Apa yang kau pikirkan?”Dzurriya tersentak kaget mendengar pertanyaan Ryan barusan, ia kemudian menoleh ke arah sepupu iparnya tersebut.“Kenapa kau tak menghampirinya saja? Sepertinya dia butuh teman bicara,” tanya lelaki itu lebih jauh.Dzurriya tersenyum ringan, kemudian berbalik menatap jauh ke arah suaminya.“Apa kau tahu apa yang ditanyakannya tadi padaku saat dia baru siuman?” tanyanya tanpa menoleh ke arah Ryan sedikitpun.“Apa dia bertanya kalau kau baik-baik saja?”Dzurriya tersenyum sambil menunduk ke bawah, mendengar jawaban Ryan tersebut, kem
“Mas!” teriak Dzurriya panik dengan mata yang nanar dan berkaca-kaca. Ia memeluk suaminya dalam perempuannya tersebut.Lelaki itu tampak berusaha tersenyum padanya, sambil berbicara dengan nada terbata-bata, “ S–sekarang kita sudah impas… A—aku sudah ti—dak berhutang lagi padamu.”“Tidak! ini belum cukup! kau harus membayarnya seumur hidupmu! kau dengar itu?” ujar Dzurriya di antara air matanya yang terus-menerus mengalir ketakutan.Eshan kembali terlihat tersenyum, sebelum akhirnya tubuhnya tiba-tiba tersentak hebat, dan dari dalam mulutnya memancar darah yang begitu banyak, hingga menciprat ke sebagian pakaian Dzurriya dan mukanya.Lelaki itu pingsan dan langsung menutup mata setelahnya, membuat Dzurriya menangis histeris dengan begitu panik. Ia berusaha menggoyang-goyang tubuh suaminya itu, namun tidak ada respon sekali.Dengan ketakutan ia mulai berteriak minta tolong.Tiba-tiba beberapa orang datang bersama dengan Alexa yang tadi lari begitu saja setelah menikam suaminya.Di
“Lepaskan dia!” Sayup-sayup terdengar teriakan begitu kera, setelah suara pintu yang terdengar digebrak dan dibanting tiba-tiba. Diikuti kemudian oleh suara langkah kaki yang berlari dan berderap begitu berat, tampak tubuh Alexa tertarik ke belakang. Dzurriya langsung terbatuk-batuk, nafasnya yang tertahan begitu lama langsung tersengal-sengal keluar. ‘Apa dia benar-benar sudah gila?’ pikir Dzurriya sembari memegang lehernya dan melirik ke arah istri pertama suaminya itu. “Kamu nggak pa-pa?” tanya suaminya yang tengah berdiri di hadapannya dengan wajah begitu khawatir, sambil memegang kedua lengan atasnya. “Sayang, aku bisa jelaskan,” sela Alexa yang baru saja bangkit dan menghampiri suaminya itu, terdengar begitu gupuh. Jakun Ehsan tampak naik turun mendengar ucapan wanita itu yang kelihatan terus berusaha berkilah, sedang giginya tampak mencengkeram dengan kuat sambil membuang muka ke atas. Lelaki itu tampak begitu kesal, namun sepertinya masih berusaha untuk menahannya. “T
BrakTerdengar suara benturan dari bagian belakang kursi roda yang dinaiki Dzurriya karena menabrak dinding. Kursi roda itu tiba-tiba saja ditarik ke dalam sebuah ruangan oleh seseorang, kemudian kerangka sandarannya didorong ke belakang dengan cepat.Kejadian yang begitu cepat itu spontan membuat Dzurriya tersentak dengan tarikan nafasnya yang terjeda yang kemudian terengah-engah.Pria segera berusaha menguasai dirinya yang berdebar hebat dengan menelan ludahnya, kemudian perlahan mendongakkan kepalanya ke atas, menatap siapa yang sudah menariknya ke dalam ruangan tersebut.‘Mas!’Tampak wajah sang suami terlihat merah padam, sepertinya laki-laki itu sedang kesal.“Apa sebenarnya yang kau inginkan?” ucap suaminya itu terdengar begitu sinis dan dingin.“Yang kuinginkan? Apa maksudmu?” tanya Dzurriya tak mengerti dengan apa yang diucapkan lelaki itu padanya.“Jangan pura-pura lugu kau sedang memanfaatkan kami berdua, kan?” tuduh Eshan tampak menatapnya semakin dekat dan semakin dingin.
“Kenapa kau membiarkannya pergi?” tanya Ryan tampak menatap Dzurriya dengan heran, setelah kepergian Eshan yang terlihat kesal, saat mendapati dirinya dan Ryan bersama.“Bukankah kau juga menginginkannya?” ucap Dzurriya bertanya balik padanyaLelaki itu tampak memicingkan matanya sembari melirik ke arahnya, “jangan berbohong padaku! bahkan kau melakukannya bukan untukku, apa kau cemburu karena Alexa tadi tiba-tiba datang dan menciumnya?”“Jangan bicara omong kosong! untuk apa aku cemburu pada wanita murahan seperti dia? cepat dorong aku!” ujar Dzurriya berusaha mengalihkan pembicaraan.Ryan tampak terkesiap mendengar penuturannya tersebut.“A–apa maksudmu? Kenapa kau menyebutnya murahan?” tanya lelaki itu terdengar terbata-bata dan berhati-hati.Dzurriya kembali menoleh ke belakang dan menatap lelaki itu dalam-dalam.‘Apa kau benar-benar yakin mau mendengarnya dariku?’ pikir Dzurriya kemudian menelan ludahnya.“Apa kau benar-benar tidak ingin membawaku untuk keluar? aku begitu penat b
“Apa?” Tampak Eshan berusaha memastikan apa yang barusan ia dengar tersebut, dengan alisnya yang tampak saling mendekat dan hampir menyatu.“Jadi jangan sia-siakan dia! atau aku akan segera merebutnya darimu,” ujar Ryan tiba-tiba menarik kerah Eshan, sambil menatap begitu tajam ke arah kakak sepupunya tersebut.‘Hah!” desah Dzurriya penuh sesal, Iya begitu terkesiap sekaligus tak menyangka kalau mantan kekasihnya itu bakal bicara sembarangan seperti itu.Sementara Alexa terlihat nyengir kegirangan, Ia bahkan terlihat sangat menikmati pemandangan itu.Berbeda dengan dirinya yang mulai was-was, apalagi melihat suaminya itu memegang tangan Ryan yang tengah mencengkeram kuat kerah bajunya, kemudian perlahan menurunkan tangan adik sepupunya itu, dan mulai menatapnya dengan tajam.‘Jangan-jangan mereka akan berkelahi!’ pikir Dzurriya.Tapi apa yang akan terjadi melampaui perkiraannya.“Kalau kau sangat menyukainya…”‘Apa yang mau kau katakan, Mas?’ pikir Dzurriya sambil menatap mata suamin