Beranda / Pendekar / Pendekar Wanita Kahinda / 28. Sungai Alang-alang

Share

28. Sungai Alang-alang

Penulis: Kolong Langit
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-19 18:10:08

Kahinda sudah memutuskan, dia ingin pergi melewati Jalur hutan larangan. Dia tidak ingin berlarut-larut dan berlama-lama. "Hutan ini begitu luas, aku sama sekali tidak pernah menginjakkan kakiku disini. Wan Bin, Apakah kamu takut?."

Kahinda bertanya hal itu, ketika melihat Wan Bin seperti enggan masuk ke hutan larangan. Hanya itu satu-satunya jalan untuk bisa sampai ke Kerajaan Marpala baru tanpa ketahuan. Kahinda juga tidak mungkin berputar balik dan itu akan lebih memakan waktu. Jika dia memaksa untuk melewati jalur utama, dia tentunya akan menemui masalah. Dia seorang perempuan dan tidak mungkin sanggup menghadapi semua pendekar sakti kerajaan Marpala baru.

Kahinda sebenarnya merasakan takut, tapi dia ingin segera menuntaskan urusannya. Dia ingin membalas perlakuan Marya Leksula padanya dan Keluarganya. Saat ini, Wan bin tetap menolak ajakan Kahinda. Dia seakan tahu hutan itu bukan hutan biasa. Dan tidak sembarangan orang bisa masuk atau melewatinya. Dia sekarang sedang membac
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pendekar Wanita Kahinda   29. Pendekar Alas Yali

    Kahinda baru saja masuk, dan dia baru sampai di bagian dalam dekat pintu masuk hutan. Dia dan Wan Bin Mulai melangkah perlahan dengan kudanya. Mereka berdua melihat ke sekeliling dan melihat begitu banyak pohon besar yang menjulang tinggi. Dan yang mereka tak sangka, ternyata pohon itu adalah pohon singkong. Yang memang tumbuh besar di hutan tersebut, mungkin karena tidak terurus atau memang tumbuh liar. Pohon singkong itu tampak seperti pohon biasa pada umumnya. Hanya saja, pohon singkong itu memiliki banyak batang dan rantingnya sendiri. Akar-akar besarnya sendiri terlihat besar seperti umbi yang menjalar. Dedaunan terlihat berjari dan terus bergoyang tertiup angin. "Ternyata ini penampakan Hutan Terlarang, Sungguh aneh untuk dikatakan sebuah hutan. Ini bahkan seperti kebun besar yang ditanami singkong." Ucap Kahinda yang sudah memastikan bagian batangnya. "Kak, Kalau dicabut bisa?" tanya Wan Bin merasa penasaran. "Kalau sanggup bisa saja, tapi siapa yang mau mencabut pohon se

  • Pendekar Wanita Kahinda   30. Harimau Liar, Gayap Merpana.

    Kahinda sedang menggunakan penglihatan Rawang Sanggah. Dia Ingin menemukan tanda kehidupan lain selain kunang-kunang itu. Tapi sayang, pandangan Rawang sanggah terbatas beberapa meter. Dia tak menemukan apapun selain serangga yang sedang hinggap di beberapa pepohonan. "Suaranya dari sebelah sana. Tapi aku tak yakin" ucap Kahinda mendengar suara gema aneh itu kembali. Dia merasakan suara itu dekat tapi dia tidak menemukan apapun di dekatnya. "Kak, kata Nenek jika suara terdengar dekat itu tandanya suara itu jauh." Ucap Wan Bin mengatakan beberapa perkataan neneknya yang dia ingat. "Benarkah?, Apa Nyi Salema mengatakan hal seperti itu?." Kahinda hanya tidak yakin dengan ucapan Wan Bin. Karena dia merasa suara itu begitu dekat dengan mereka. "Benar Kak, Walaupun itu sekedar cerita nenek. Tapi nenek pernah mengatakan itu padaku. Kalau tidak salah saat nenek menceritakan tentang dongeng hantu perempuan yang bernyanyi." Lanjut Wan Bin yang kemudian menceritakan sebuah cerita horor d

  • Pendekar Wanita Kahinda   31. Pertarungan Jejak Dua ular Kuno

    Wan Bin membuat anggukan, tapi dia tidak langsung menjawab pertanyaan Kahinda. Dia kemudian menatap lencana keluarganya, lencana berbentuk bulat dengan ujung sedikit mengerucut seperti bentuk tameng. Ada gambar terukir di lencana keluarganya. Sebuah gambar berbetuk kepala Burung hantu yang sedang menatap tajam. "Aku ingat wajah mereka tapi aku tidak ingat namanya." Wan Bin kemudian memperlihatkan tulisan aneh dibelakang Lencana keluarganya. Dia kemudian membacakan di depan Kahinda. "Keluarga Wan Bin" itulah tulisan dari huruf aneh yang terbaca. Saat ini Kahinda memperhatikan tulisan tersebut. "Hem, hurufnya seperti paku yang tersusun, Apakah Nyi Salema menamai mu seperti huruf ini?." Kahinda penasaran jika Nyi Salema memang bisa membaca tulisan yang tidak dimengerti olehnya. Mungkin Wan Bin bukanlah nama sebenarnya dari anak berusia 9 tahun tersebut. "Haha, Kak Kahinda salah mengerti. Nama asli ku sebenarnya.." Wan Bin ingin mengatakan namanya ketika suara auman kembali m

  • Pendekar Wanita Kahinda   32. Anting Kaliwu

    Kahinda sesaat hendak melihat apakah sosok Ular besar itu masih bisa bergerak atau sudah mati. Dia dan Wan Bin kemudian mencoba untuk memeriksanya seraya memastikannya. Keduanya berjalan pelan sambil terus memperhatikan tubuh ular besar itu. Keduanya melangkah dengan hati-hati. "Apakah Ular besar ini juga jelmaan?" tanya Kahinda melihat kepala ular besar itu sudah terpisah dari bagian tubuhnya. Banyak darah muncrat ke tanah dan itu terus mengalir seperti aliran dana korupsi. "Sepertinya bukan kak, Jika dia jelmaan seharusnya dia kembali menjadi manusia ketika mati." Ucap Wan Bin yang sekarang sedang menginjak kepala ular besar itu beberapa kali. "Hey, jangan lakukan itu!. Dia sudah mati, jadi perlakuan dengan baik. Lagi pula, kita belum tahu tentang ular ini" ucap Kahinda menggeleng kepala melihat tindakan Wan Bin yang suka sembarangan. "Maaf kak, Tapi sepertinya daging ular ini enak untuk dimasak." Kahinda langsung kaget ketika Wan Bin mengatakan hal itu. Diapun berkata, "A

  • Pendekar Wanita Kahinda    1. Kahinda Ayu Maharani di Negeri Wahyana

    "Kurang ajar Kalian berdua, Aku tak akan membiarkan kalian melakukan itu" Bentak Kahinda yang sudah tidak lagi bisa menahan diri dan dia langsung keluar dari persembunyiannya. Dua orang itu pun seketika terkejut, ketika Kahinda datang dan memergoki mereka yang membicarakan Rencana untuk membunuh Ayahnya. Kahinda jelas saja tidak tahan melihat keduanya. Selain dari pada itu, Kahinda ingin menghentikan keduanya melakukan hal keji pada ayahnya. Terlepas dari apa yang dia lihat sekarang. "Kahinda, Apa yang kamu lakukan disini?" tanya seorang pria bernama Marya Leksula yang merupakan kekasih Kahinda. "Kakak, aku bisa jelaskan. Aku dirayu olehnya" ucapan itu keluar secara spontan dari mulut adik Kahinda yang bernama Kahayu Rahma Dewi. "Kahayu!" bentak Marya Leksula tertegun sebentar. Keduanya mengira bahwa Kahinda tidak mendengar semua hal yang mereka bicarakan. Dan mengira bahwa Kahinda hanya memergoki mereka yang sempat ingin berpadu kasih. Saat ini Marya Leksula membenarkan paka

  • Pendekar Wanita Kahinda   2. Marya Leksula dengan keinginannya

    Saat ini, Kahinda sendiri tidak membawa apapun yang bisa dijadikan alat untuk melindungi diri. Dia mundur perlahan ke arah pohon dimana pedang Marya Leksula tertancap. Kahinda terus melihat senyum beringas Marya Leksula yang ditunjukkan untuknya. "Kahinda, Percayalah aku tidak akan membunuhmu. Kita akan buat kesepakatan, Bagaimana pun juga kau adalah kekasih ku. Dan aku akan atur kembali rencana ku" tutur Marya Leksula mencoba untuk merayu Kahinda. Kahinda sendiri tentu saja tidak akan lagi mau terpedaya setiap ucapan Marya Leksula. Dia saat ini mencoba untuk meraih pedang marya Leksula dan siap melakukan pertarungan dengan pria busuk di depannya. "Marya, katakan pada ku, Apakah kamu yang membuat ayahku sakit keras dan Lumpuh?" tanya Kahinda tentu ingin tahu alasan kenapa Ayahnya tiba-tiba sakit keras. "Apa kamu ingat teh yang ku berikan padamu?. Itulah adalah Teh Beracun. Kahinda, Bagaimana rasanya membunuh Ayahmu Sendiri?." Tutur Marya Leksula jelas memperhatikan apa yang akan

  • Pendekar Wanita Kahinda   3. Kahinda dan Kemampuan sebenarnya

    Kahinda kali ini benar-benar dalam masalah, dia yang sudah pasrah hanya bisa berdiam diri ketika Marya Leksula sedang meraih pedangnya. Kahinda sendiri hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk melakukan sesuatu yang akan membuat Marya terkejut. Sebuah hadiah spesial untuk pemutusan hubungan dan hadiah selamat tinggal yang dipersembahkan pria bejat didepannya. "Jadi, Bagaimana kalau kita mulai sekarang" tutur Marya Leksula sembari memainkan pedangnya. Dia sendiri sebenarnya tidak takut untuk melepaskan ikatan tali pusakanya yang membelenggu tubuh Kahinda. Jadi setelah mendengar bahwa Kahinda sudah pasrah akan nasibnya, dengan tanpa Ragu Marya Leksula bersiap untuk melepaskan tali sakti tersebut. Hanya dengan satu kibasan pedangnya, tali Sakti itu seketika terlepas dari tubuh Kahinda. Dan hanya dalam sekejap, tali sakti itu menghilang dan kembali ke tangan Marya Leksula. "Baiklah, Sekarang kau yang mulai duluan" lirih Kahinda menyingkap kain yang menutupi kakinya. Dia sedang me

  • Pendekar Wanita Kahinda   4. Sang Pemberontak, Rangsabala

    Hari sudah sore, ketika Kahinda baru saja menampakan kakinya di pelataran halaman Kerajaan Marpala. Dia melihat begitu banyak prajurit Kerajaan tertidur di tanah. Kahinda juga melihat banyak darah yang mengalir di tubuh semua prajurit dan pasukan Kerajaan. Kahinda juga memeriksa beberapa tubuh mereka yang yang masih bernafas dan menanyakan apa yang sebenarnya sudah terjadi. "Raja Marpala..Putri Kahayu...dan.." Ucap seorang prajurit Kerajaan mencoba untuk memberitahu sesuatu pada Kahinda. Tapi, sayang nyawa prajurit yang sempat diperiksa Kahinda sekarang sudah menghembuskan nafas terakhir. Kahinda masih mencoba untuk melihat beberapa orang yang mungkin saja masih hidup. Tapi, dia tetap tidak menemukan satupun dari mereka yang bisa bertahan. "Ayah, Ibu.." Ucap Kahinda yang langsung berlari menuju ke dalam istana. Dia juga melihat banyak orang yang bersimpuh darah. Tapi saat dia sudah berada di dalam istana Kerajaan, Mata Kahinda langsung terbelalak ketika melihat tubuh ibunya jug

Bab terbaru

  • Pendekar Wanita Kahinda   32. Anting Kaliwu

    Kahinda sesaat hendak melihat apakah sosok Ular besar itu masih bisa bergerak atau sudah mati. Dia dan Wan Bin kemudian mencoba untuk memeriksanya seraya memastikannya. Keduanya berjalan pelan sambil terus memperhatikan tubuh ular besar itu. Keduanya melangkah dengan hati-hati. "Apakah Ular besar ini juga jelmaan?" tanya Kahinda melihat kepala ular besar itu sudah terpisah dari bagian tubuhnya. Banyak darah muncrat ke tanah dan itu terus mengalir seperti aliran dana korupsi. "Sepertinya bukan kak, Jika dia jelmaan seharusnya dia kembali menjadi manusia ketika mati." Ucap Wan Bin yang sekarang sedang menginjak kepala ular besar itu beberapa kali. "Hey, jangan lakukan itu!. Dia sudah mati, jadi perlakuan dengan baik. Lagi pula, kita belum tahu tentang ular ini" ucap Kahinda menggeleng kepala melihat tindakan Wan Bin yang suka sembarangan. "Maaf kak, Tapi sepertinya daging ular ini enak untuk dimasak." Kahinda langsung kaget ketika Wan Bin mengatakan hal itu. Diapun berkata, "A

  • Pendekar Wanita Kahinda   31. Pertarungan Jejak Dua ular Kuno

    Wan Bin membuat anggukan, tapi dia tidak langsung menjawab pertanyaan Kahinda. Dia kemudian menatap lencana keluarganya, lencana berbentuk bulat dengan ujung sedikit mengerucut seperti bentuk tameng. Ada gambar terukir di lencana keluarganya. Sebuah gambar berbetuk kepala Burung hantu yang sedang menatap tajam. "Aku ingat wajah mereka tapi aku tidak ingat namanya." Wan Bin kemudian memperlihatkan tulisan aneh dibelakang Lencana keluarganya. Dia kemudian membacakan di depan Kahinda. "Keluarga Wan Bin" itulah tulisan dari huruf aneh yang terbaca. Saat ini Kahinda memperhatikan tulisan tersebut. "Hem, hurufnya seperti paku yang tersusun, Apakah Nyi Salema menamai mu seperti huruf ini?." Kahinda penasaran jika Nyi Salema memang bisa membaca tulisan yang tidak dimengerti olehnya. Mungkin Wan Bin bukanlah nama sebenarnya dari anak berusia 9 tahun tersebut. "Haha, Kak Kahinda salah mengerti. Nama asli ku sebenarnya.." Wan Bin ingin mengatakan namanya ketika suara auman kembali m

  • Pendekar Wanita Kahinda   30. Harimau Liar, Gayap Merpana.

    Kahinda sedang menggunakan penglihatan Rawang Sanggah. Dia Ingin menemukan tanda kehidupan lain selain kunang-kunang itu. Tapi sayang, pandangan Rawang sanggah terbatas beberapa meter. Dia tak menemukan apapun selain serangga yang sedang hinggap di beberapa pepohonan. "Suaranya dari sebelah sana. Tapi aku tak yakin" ucap Kahinda mendengar suara gema aneh itu kembali. Dia merasakan suara itu dekat tapi dia tidak menemukan apapun di dekatnya. "Kak, kata Nenek jika suara terdengar dekat itu tandanya suara itu jauh." Ucap Wan Bin mengatakan beberapa perkataan neneknya yang dia ingat. "Benarkah?, Apa Nyi Salema mengatakan hal seperti itu?." Kahinda hanya tidak yakin dengan ucapan Wan Bin. Karena dia merasa suara itu begitu dekat dengan mereka. "Benar Kak, Walaupun itu sekedar cerita nenek. Tapi nenek pernah mengatakan itu padaku. Kalau tidak salah saat nenek menceritakan tentang dongeng hantu perempuan yang bernyanyi." Lanjut Wan Bin yang kemudian menceritakan sebuah cerita horor d

  • Pendekar Wanita Kahinda   29. Pendekar Alas Yali

    Kahinda baru saja masuk, dan dia baru sampai di bagian dalam dekat pintu masuk hutan. Dia dan Wan Bin Mulai melangkah perlahan dengan kudanya. Mereka berdua melihat ke sekeliling dan melihat begitu banyak pohon besar yang menjulang tinggi. Dan yang mereka tak sangka, ternyata pohon itu adalah pohon singkong. Yang memang tumbuh besar di hutan tersebut, mungkin karena tidak terurus atau memang tumbuh liar. Pohon singkong itu tampak seperti pohon biasa pada umumnya. Hanya saja, pohon singkong itu memiliki banyak batang dan rantingnya sendiri. Akar-akar besarnya sendiri terlihat besar seperti umbi yang menjalar. Dedaunan terlihat berjari dan terus bergoyang tertiup angin. "Ternyata ini penampakan Hutan Terlarang, Sungguh aneh untuk dikatakan sebuah hutan. Ini bahkan seperti kebun besar yang ditanami singkong." Ucap Kahinda yang sudah memastikan bagian batangnya. "Kak, Kalau dicabut bisa?" tanya Wan Bin merasa penasaran. "Kalau sanggup bisa saja, tapi siapa yang mau mencabut pohon se

  • Pendekar Wanita Kahinda   28. Sungai Alang-alang

    Kahinda sudah memutuskan, dia ingin pergi melewati Jalur hutan larangan. Dia tidak ingin berlarut-larut dan berlama-lama. "Hutan ini begitu luas, aku sama sekali tidak pernah menginjakkan kakiku disini. Wan Bin, Apakah kamu takut?." Kahinda bertanya hal itu, ketika melihat Wan Bin seperti enggan masuk ke hutan larangan. Hanya itu satu-satunya jalan untuk bisa sampai ke Kerajaan Marpala baru tanpa ketahuan. Kahinda juga tidak mungkin berputar balik dan itu akan lebih memakan waktu. Jika dia memaksa untuk melewati jalur utama, dia tentunya akan menemui masalah. Dia seorang perempuan dan tidak mungkin sanggup menghadapi semua pendekar sakti kerajaan Marpala baru. Kahinda sebenarnya merasakan takut, tapi dia ingin segera menuntaskan urusannya. Dia ingin membalas perlakuan Marya Leksula padanya dan Keluarganya. Saat ini, Wan bin tetap menolak ajakan Kahinda. Dia seakan tahu hutan itu bukan hutan biasa. Dan tidak sembarangan orang bisa masuk atau melewatinya. Dia sekarang sedang membac

  • Pendekar Wanita Kahinda   27. Hutan Larangan, dua Pendekar Bersaudara

    Kahinda sekarang melewati jalan memutar dan tidak ingin lagi melewati jalur sungai. Dia juga sudah diberitahu Nyi Salema bahwa jalur sungai sekarang menjadi jalur pasukan khusus. Yang mana Kahinda sedikit kagum dengan pemerintahan Marya Leksula. Tapi hal itu tetap tidak membuat Kahinda melupakan rasa bencinya. Dia kemudian berhenti ketika melihat jalan setapak menuju ke desa Marabuna. Sebuah desa maju disisi paling jauh dari Kerajaan Marpala baru dan tempat dimana keberadaan hulu sungai berada. Sudah tidak ada lagi pasukan Gatuk Maringgih, tapi Kahinda masih bisa melihat beberapa bangunan yang sudah hangus terbakar beberapa hari yang lalu. "Desa ini benar-benar kacau" ucap Kahinda turun dari kudanya dan bersama Wan Bin berjalan untuk melihat desa itu. Keduanya berhenti di sebuah kedai dan melihat beberapa orang yang sedang menggerutu setelah diserang oleh Gatuk Maringgih. "Tuan, apa yang terjadi disini?" tanya Kahinda pada seorang penjaga Kedai. Saat ini Penjaga kedai tersebut l

  • Pendekar Wanita Kahinda   26. Kepergian

    Kahinda tentu saja tidak bisa mengungkapkan perihal pusaka Pedang Rantai yang dibawanya. Dan siapa orang yang memilikinya, tapi dia juga sudah mendengar bahwa Nyi Salema pernah bertarung dengan orang yang sangat dia kenal. "Kahinda, kau tak bisa membohongi ku. Siapa Gurumu?" tanya Nyi Salema yakin bahwa Kahinda memiliki hubungan khusus dengan seseorang yang memiliki pedang itu. Walaupun Nyi Salema tidak terlalu jelas penglihatannya, dia masih mampu untuk mengetahui hal tersebut. Dia menunggu Kahinda mengatakan bahwa dirinya tahu siapa orang yang sedang di tanyakan. "Pedang ini, aku tidak bisa mengungkapkan siapa pemiliknya" ucap Kahinda melihat Nyi Salema tersenyum. "Baiklah, aku mengerti. Guru hebat pasti akan meminta hal itu pada muridnya. Padahal dulu aku sempat jatuh hati padanya karena bisa mengalahkan ku." Tutur Nyi Salema yang kemudian meminta Wan Bin untuk memeriksa peti kecil yang disimpan di meja Harta. Kahinda tetap diam dan memperhatikan Nyi Salema, dia merasa bahwa

  • Pendekar Wanita Kahinda   25. Cincin Pusaka Elang Putih

    Kahinda sudah kembali ke dalam Gubuk Nyi Salema, tapi dia melihat Nyi Salema sendiri tertidur di dipan kayunya. Entah apa yang terjadi, Kahinda pun menanyakannya pada Wan Bin. Dari jawaban Wan Bin, dia berkata bahwa Neneknya hanya kelelahan. "Lalu apa yang harus kita lakukan dengan Burung Elang ini?" tanya Kahinda merasa kedinginan sekarang. Pakaiannya basah, dan dia tidak memiliki salin. Dia juga sudah mengikat Burung Elang dengan tali dan menggantungnya. "Kak, Kemarilah" ajak Wan Bin meminta Kahinda untuk ikut dengannya. Wan Bin sudah diberitahu sebelumnya oleh Nyi Salema bahwa di dalam gubuk itu ada pintu tersembunyi Rahasia. Wan Bin hanya ingin memastikan kenapa Nyi Salema baru mengatakan semua itu padanya. Dia kemudian memeriksa tanah dapurnya. Kahinda yang melihat hal itu pun penasaran, dia melihat Wan Bin sedang menggetok lantai tanah beberapa kali. Hingga ketika Kahinda mendengar suara aneh muncul, dia melihat Wan Bin tersenyum sambil meminta dirinya membantu. "Memang a

  • Pendekar Wanita Kahinda   24. Gatuk Maringgih, Rintip Sunya

    Kahinda benar-benar tak paham, atas apa yang dikatakan Wan Bin padanya. Dia terus memandang Nyi Salema dan terus memperhatikan keadaannya. Kahinda langsung menarik tangan Wan Bin, dan membisikkan sesuatu pada–nya. Kahinda mengutarakan beberapa pertanyaan. Tentang Apakah keributan itu dilakukan salah satu Pegawai Kerajaan atau seseorang pendekar. Wan Bin langsung memberikan beberapa anggukan setelah dia mendengar apa saja yang ingin Kahinda tanyakan. Kahinda lalu menunggu Wan Bin menyelesaikan pembicaraannya dengan Nyi Salema. Dia juga memperhatikan setiap gerakan jari Wan Bin. Kahinda sebenarnya penasaran dari mana Nyi Salema bisa tahu informasi tersebut sedangkan dia memiliki kekurangan, dari penglihatannya dan pendengarannya. Yang lebih membuat Kahinda heran adalah Wan Bin itu sendiri. Kahinda berpikir, kenapa Wan Bin tidak selalu bersama Nyi Salema dan membiarkan neneknya keluyuran sendiri tanpa pengawasan. Kahinda melihat Wan Bin menatap dirinya, dia memperhatikan ekspresi ane

DMCA.com Protection Status