Beranda / Pendekar / Pendekar Wanita Kahinda / 16. Kelompok Rangga Wiris

Share

16. Kelompok Rangga Wiris

Penulis: Kolong Langit
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-10 10:15:30

Sehari kemudian, Kahinda tersadar sudah berada di sebuah ruangan seperti kamar. Dia memperhatikan ruangan tersebut tertata rapi dan dia tertidur di atas dipan anyaman tikar jerami. Tangannya juga terikat dan begitu juga kakinya. Dia merasa sekarang dirinya sedang diculik seseorang yang tidak diketahui. "Siapapun lepaskan aku!" teriak Kahinda merasakan tali yang mengikat dirinya bukan seperti tali biasa.

"Tali ini seperti besi tapi lentur" lirih Kahinda yang sudah berteriak tapi tidak ada seorang pun datang untuk memeriksanya. Di dalam kamarnya, Kahinda sempat memperhatikan lambang tergambar jelas di kain bendera. Dia melihat gambar itu seperti Tiga kelopak Api dengan dua daun melengkung kebawah. Dia tidak tahu siapa dan tujuan orang itu menculik dirinya.

"Baru lepas dari Ranji, sekarang aku diculik orang. Nasib" lirih Kahinda yang akhirnya memutuskan untuk tidak banyak gerak dan menatap langit-langit kamarnya. Dia kembali melirik ke arah Bendera yang dipajang di dalam kamar. Dia
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pendekar Wanita Kahinda   17. Memakan atau Disajikan

    Beberapa hari kemudian, Kahinda sedang diajak Rangga berkeliling desa Wiris. Desa buatan yang menampung sebagian kecil rakyat Marpala dan beberapa orang budak dari Wilayah lain. Kahinda sedang menceritakan semua hal yang dia ketahui dari Kelompok dagang Ranji. "Aku bisa mengantarkan mu, ke bekas mayat Ranji" tutur Kahinda yang kemudian bertanya balik ke arah Rangga. Kahinda menanyakan soal seorang wanita bercadar jaring yang merupakan pimpinan utama kelompok dagang itu. Tapi Rangga menanggapi pertanyaan Kahinda hanya dengan gelengan kepala. Pertanda bahwa Rangga gagal mendapatkan atau tidak berhasil menangkapnya. Tapi dia juga tidak percaya dengan cerita Kahinda yang berkata sudah melenyapkan seseorang dengan tangannya sendiri. Saat ini Rangga berhenti sejenak, di dekat pinggir jalan utama desa. Dia memang sempat bertarung dengan wanita bernama Dyang Yawine. "Sayangnya dia berhasil lolos dari kejaran ku dan Entah ilmu apa yang dia gunakan. Tapi dia membuat ku membeku sampai kamu

  • Pendekar Wanita Kahinda   18. Kaluka dan Rawang Sanggah

    Disisi lain, Halaman luas di dekat danau desa Wiris. Terdapat beberapa lapangan yang memiliki sekat bambu. Masing-masing sekat memisahkan tempat pelatihan yang digunakan untuk melatih prajurit Rangga Wiris. Kahinda merasa bangga pada saudara lelakinya yang mampu membuat kelompok besar itu. Dia sekarang tersenyum sendiri sambil merencanakan sesuatu. "Mungkin memang ada baiknya kalau tahta kerajaan di pegang langsung oleh Rangga, Mungkin dia akan menjadi Raja yang lebih baik." Pikir Kahinda sambil berjalan ke arah kelompok yang baru memulai pelatihan. Dia menemui seorang Guru yang sedang mengajarkan beberapa gerakan. "Putri Kahinda" ucap seorang Guru bernama Marang Melang langsung memberikan rasa hormat padanya. Mereka sudah saling mengenal sebelumya dan Marang Melang sendiri adalah seorang Guru yang melatih pasukan di Kerajaan Marpala sebelumnya. Kahinda membuat sapaan langsung dan menyuruhnya untuk bangkit kembali. Kahinda datang hanya untuk melihat proses pelatihan para prajurit

  • Pendekar Wanita Kahinda   19. Jalur Aliran Sungai Atas

    Tapi sayang, sudah sampai dua jam berlalu. Rangga hanya bisa mendapatkan 10 ekor ikan. Dan dia sangat menyesalinya, "H–uh, sekarang bagaimana?." Tanya Rangga melihat Kahinda yang kemudian berjalan ke pinggir sungai. "Hey, apa yang kamu lakukan!, Hati-hati" Rangga sekarang terkejut melihat apa yang dilakukan Kahinda. Dia tidak mengerti kenapa Kahinda mampu berjalan diatas air. Dia pun terkejut sekarang. "Hey, Rangga lihat baik-baik" ucap Kahinda ingin menunjukkan sesuatu pada Rangga. Kahinda sebenarnya tidak ingin memamerkan kemampuan miliknya, tapi dia merasa begitu kecewa melihat Rangga. Dia melihat Rangga melakukan beberapa kesalahan dalam penggunaan Rawang Sanggah. Karena bagaimana pun, Kahinda memiliki kemampuan penglihatan itu. Rangga tidak mengerti sekarang, dia hanya diam dan terus memperhatikan Kahinda. Dia tidak percaya Kahinda mampu menggunakan titian air yang dia pelajari secara autodidak selama dua tahun mengikuti seseorang. "Teknik ini sama seperti yang ku pelajar

  • Pendekar Wanita Kahinda   20. Basah Kuyup

    Kahinda segera membalas serangan Rangga dengan sebuah tangkisan tangan dan dia pun ikut melompat ke arah lapangan di dalam hutan. Keduanya sekarang saling menatap satu sama lain. Rangga tidak menduga jika Reflek Kahinda begitu baik, sampai pukulan telapak tangannya mampu di tangkisnya. Rangga sekarang tidak ragu, dan dia mengambil pusaka utamanya yang di bawa di pinggangnya. Sebuah pedang panjang yang memiliki dua bilah dalam satu tangkai pedang. Pedang itu bernama Pedang Gading Gajah, sama seperti namanya pedang itu memang menyerupai dua Gading gajah. Ada ukiran kepala Gajah tergambar jelas di pegangannya dan gagangnya sendiri cukup panjang dan muat dua tangan. Dan saat ini, Rangga melihat Kahinda dibalik celah dua pedang itu. Kahinda tidak diam saja, dia tidak pernah melihat pedang berbetuk seperti itu. "Padahal aku bukan musuh, tapi kamu sudah menarik senjata utama mu" Cibir Kahinda melihat senyum kecil Rangga. "Bukankah kamu terlalu sombong, aku bahkan hanya memerlukan sekali p

  • Pendekar Wanita Kahinda   21. Pengakuan

    Kahinda sekarang terduduk di akar pohon besar di tengah hutan. Dia sedang menunggu Rangga yang sudah terlalu lama pergi. Sembari menunggu, Kahinda saat ini sedang memeras pakaiannya yang basah dan kemudian dia menaruhnya di atas semak pohon kecil yang biasanya tumbuh di hutan. "Sudah setengah jam dia pergi?, Mana makin gelap lagi." Tutur Kahinda yang memeriksa tas bekal Rangga. "Cuma ada daging asap, dia juga tidak bawa salin." Walaupun tidak sopan melihat isi tas seseorang, Kahinda tetap melakukannya. Selain daging asap tersimpan di tas bekal Rangga. Kahinda juga melihat sebuah peta terselip di tas bekal–nya. Penasaran dengan hal itu, Kahinda mencoba untuk membuka peta tersebut. Ada empat gulungan peta terselip di dalamnya. Dari ke empat peta itu, ada peta kerajaan lain. Dan saat ini Kahinda melihat salah satunya. Walaupun sedikit samar karena gelap, Kahinda mampu melihat peta tersebut dengan sedikit bantuan cahaya bulan yang bersinar melalui celah dedaunan. Dia perlahan membu

  • Pendekar Wanita Kahinda   22. Hulu Sungai Wrantas.

    Kahinda benar-benar pergi tanpa berpamitan. Dia juga membawa sebuah peta untuk bekal perjalanannya nanti. Dia juga sudah meninggalkan sebuah surat yang ditulisnya di desa Wirih. Dia berharap Ram Wenang, membaca suratnya. Dia juga meninggalkan sebuah pusaka yang dititipin untuk Rangga dan menuliskan beberapa hal yang bisa dipelajari Rangga untuk melengkapi Rawang Sanggahnya. "Di dekat Hulu Sungai Wrantas ada sebuah desa. Lebih baik aku kesana terlebih dahulu." Ucap Kahinda sengaja melewati jalan lain untuk menghindari pasukan Kerajaan Marpala baru. Walaupun perjalanannya memutar terlalu jauh, Kahinda merasa bahwa jalan tersebut cukup aman. Memerlukan tiga hari untuk sampai ke Hulu Sungai Wrantas. Dia akan melakukan perjalanan itu dengan bertahap dan tidak terlalu terburu-buru. "Semoga Paman tidak marah dengan keputusan ku. Rangga, aku berterimakasih pada mu. Bagaimana pun, peta jalan ke Kerajaan Paranggara ini sangat membantu ku nanti." Tutur Kahinda terus memacu kudanya. Dia tidak i

  • Pendekar Wanita Kahinda   23. Desa Marabuna, Bahasa Monggul.

    Anak kecil itu langsung menatap Kahinda dengan sedikit tertawa kecil. Dia kemudian meletakkan jarinya di telapak nenek itu. "Aku akan tanyakan gerangan apa yang membuat wanita cantik itu mengikuti nenek." Ucap anak kecil itu terus berbicara tanpa bisa dimengerti Kahinda. Dia terus mengalunkan gerakan jari, dan terlihat ekpresi wajahnya terus berubah-ubah seiring dirinya memainkan jari di telapak tangan neneknya. Dia terus tersenyum sambil memperhatikan Kahinda yang sedang menunggunya menyelesaikan obrolan. Dan dari senyumannya, terlihat jelas matanya yang menyipit. Di salah satu telinga anak itu menggunakan anting kecil batu ruby. Itu jelas terlihat ketika Kahinda melihat telinga kirinya. Kahinda diam dan terus memperhatikan keduanya berbicara dengan bahasa tangan dan sentuhan. Dia juga tersenyum cantik ketika anak lelaki itu memperhatikan dirinya. Walaupun menunggu lama, Kahinda tampak senang melihat keduanya terus berbicara. "Orang tuanya pasti mendidiknya dengan baik." Salut Kahi

  • Pendekar Wanita Kahinda   24. Gatuk Maringgih, Rintip Sunya

    Kahinda benar-benar tak paham, atas apa yang dikatakan Wan Bin padanya. Dia terus memandang Nyi Salema dan terus memperhatikan keadaannya. Kahinda langsung menarik tangan Wan Bin, dan membisikkan sesuatu pada–nya. Kahinda mengutarakan beberapa pertanyaan. Tentang Apakah keributan itu dilakukan salah satu Pegawai Kerajaan atau seseorang pendekar. Wan Bin langsung memberikan beberapa anggukan setelah dia mendengar apa saja yang ingin Kahinda tanyakan. Kahinda lalu menunggu Wan Bin menyelesaikan pembicaraannya dengan Nyi Salema. Dia juga memperhatikan setiap gerakan jari Wan Bin. Kahinda sebenarnya penasaran dari mana Nyi Salema bisa tahu informasi tersebut sedangkan dia memiliki kekurangan, dari penglihatannya dan pendengarannya. Yang lebih membuat Kahinda heran adalah Wan Bin itu sendiri. Kahinda berpikir, kenapa Wan Bin tidak selalu bersama Nyi Salema dan membiarkan neneknya keluyuran sendiri tanpa pengawasan. Kahinda melihat Wan Bin menatap dirinya, dia memperhatikan ekspresi ane

Bab terbaru

  • Pendekar Wanita Kahinda   32. Anting Kaliwu

    Kahinda sesaat hendak melihat apakah sosok Ular besar itu masih bisa bergerak atau sudah mati. Dia dan Wan Bin kemudian mencoba untuk memeriksanya seraya memastikannya. Keduanya berjalan pelan sambil terus memperhatikan tubuh ular besar itu. Keduanya melangkah dengan hati-hati. "Apakah Ular besar ini juga jelmaan?" tanya Kahinda melihat kepala ular besar itu sudah terpisah dari bagian tubuhnya. Banyak darah muncrat ke tanah dan itu terus mengalir seperti aliran dana korupsi. "Sepertinya bukan kak, Jika dia jelmaan seharusnya dia kembali menjadi manusia ketika mati." Ucap Wan Bin yang sekarang sedang menginjak kepala ular besar itu beberapa kali. "Hey, jangan lakukan itu!. Dia sudah mati, jadi perlakuan dengan baik. Lagi pula, kita belum tahu tentang ular ini" ucap Kahinda menggeleng kepala melihat tindakan Wan Bin yang suka sembarangan. "Maaf kak, Tapi sepertinya daging ular ini enak untuk dimasak." Kahinda langsung kaget ketika Wan Bin mengatakan hal itu. Diapun berkata, "A

  • Pendekar Wanita Kahinda   31. Pertarungan Jejak Dua ular Kuno

    Wan Bin membuat anggukan, tapi dia tidak langsung menjawab pertanyaan Kahinda. Dia kemudian menatap lencana keluarganya, lencana berbentuk bulat dengan ujung sedikit mengerucut seperti bentuk tameng. Ada gambar terukir di lencana keluarganya. Sebuah gambar berbetuk kepala Burung hantu yang sedang menatap tajam. "Aku ingat wajah mereka tapi aku tidak ingat namanya." Wan Bin kemudian memperlihatkan tulisan aneh dibelakang Lencana keluarganya. Dia kemudian membacakan di depan Kahinda. "Keluarga Wan Bin" itulah tulisan dari huruf aneh yang terbaca. Saat ini Kahinda memperhatikan tulisan tersebut. "Hem, hurufnya seperti paku yang tersusun, Apakah Nyi Salema menamai mu seperti huruf ini?." Kahinda penasaran jika Nyi Salema memang bisa membaca tulisan yang tidak dimengerti olehnya. Mungkin Wan Bin bukanlah nama sebenarnya dari anak berusia 9 tahun tersebut. "Haha, Kak Kahinda salah mengerti. Nama asli ku sebenarnya.." Wan Bin ingin mengatakan namanya ketika suara auman kembali m

  • Pendekar Wanita Kahinda   30. Harimau Liar, Gayap Merpana.

    Kahinda sedang menggunakan penglihatan Rawang Sanggah. Dia Ingin menemukan tanda kehidupan lain selain kunang-kunang itu. Tapi sayang, pandangan Rawang sanggah terbatas beberapa meter. Dia tak menemukan apapun selain serangga yang sedang hinggap di beberapa pepohonan. "Suaranya dari sebelah sana. Tapi aku tak yakin" ucap Kahinda mendengar suara gema aneh itu kembali. Dia merasakan suara itu dekat tapi dia tidak menemukan apapun di dekatnya. "Kak, kata Nenek jika suara terdengar dekat itu tandanya suara itu jauh." Ucap Wan Bin mengatakan beberapa perkataan neneknya yang dia ingat. "Benarkah?, Apa Nyi Salema mengatakan hal seperti itu?." Kahinda hanya tidak yakin dengan ucapan Wan Bin. Karena dia merasa suara itu begitu dekat dengan mereka. "Benar Kak, Walaupun itu sekedar cerita nenek. Tapi nenek pernah mengatakan itu padaku. Kalau tidak salah saat nenek menceritakan tentang dongeng hantu perempuan yang bernyanyi." Lanjut Wan Bin yang kemudian menceritakan sebuah cerita horor d

  • Pendekar Wanita Kahinda   29. Pendekar Alas Yali

    Kahinda baru saja masuk, dan dia baru sampai di bagian dalam dekat pintu masuk hutan. Dia dan Wan Bin Mulai melangkah perlahan dengan kudanya. Mereka berdua melihat ke sekeliling dan melihat begitu banyak pohon besar yang menjulang tinggi. Dan yang mereka tak sangka, ternyata pohon itu adalah pohon singkong. Yang memang tumbuh besar di hutan tersebut, mungkin karena tidak terurus atau memang tumbuh liar. Pohon singkong itu tampak seperti pohon biasa pada umumnya. Hanya saja, pohon singkong itu memiliki banyak batang dan rantingnya sendiri. Akar-akar besarnya sendiri terlihat besar seperti umbi yang menjalar. Dedaunan terlihat berjari dan terus bergoyang tertiup angin. "Ternyata ini penampakan Hutan Terlarang, Sungguh aneh untuk dikatakan sebuah hutan. Ini bahkan seperti kebun besar yang ditanami singkong." Ucap Kahinda yang sudah memastikan bagian batangnya. "Kak, Kalau dicabut bisa?" tanya Wan Bin merasa penasaran. "Kalau sanggup bisa saja, tapi siapa yang mau mencabut pohon se

  • Pendekar Wanita Kahinda   28. Sungai Alang-alang

    Kahinda sudah memutuskan, dia ingin pergi melewati Jalur hutan larangan. Dia tidak ingin berlarut-larut dan berlama-lama. "Hutan ini begitu luas, aku sama sekali tidak pernah menginjakkan kakiku disini. Wan Bin, Apakah kamu takut?." Kahinda bertanya hal itu, ketika melihat Wan Bin seperti enggan masuk ke hutan larangan. Hanya itu satu-satunya jalan untuk bisa sampai ke Kerajaan Marpala baru tanpa ketahuan. Kahinda juga tidak mungkin berputar balik dan itu akan lebih memakan waktu. Jika dia memaksa untuk melewati jalur utama, dia tentunya akan menemui masalah. Dia seorang perempuan dan tidak mungkin sanggup menghadapi semua pendekar sakti kerajaan Marpala baru. Kahinda sebenarnya merasakan takut, tapi dia ingin segera menuntaskan urusannya. Dia ingin membalas perlakuan Marya Leksula padanya dan Keluarganya. Saat ini, Wan bin tetap menolak ajakan Kahinda. Dia seakan tahu hutan itu bukan hutan biasa. Dan tidak sembarangan orang bisa masuk atau melewatinya. Dia sekarang sedang membac

  • Pendekar Wanita Kahinda   27. Hutan Larangan, dua Pendekar Bersaudara

    Kahinda sekarang melewati jalan memutar dan tidak ingin lagi melewati jalur sungai. Dia juga sudah diberitahu Nyi Salema bahwa jalur sungai sekarang menjadi jalur pasukan khusus. Yang mana Kahinda sedikit kagum dengan pemerintahan Marya Leksula. Tapi hal itu tetap tidak membuat Kahinda melupakan rasa bencinya. Dia kemudian berhenti ketika melihat jalan setapak menuju ke desa Marabuna. Sebuah desa maju disisi paling jauh dari Kerajaan Marpala baru dan tempat dimana keberadaan hulu sungai berada. Sudah tidak ada lagi pasukan Gatuk Maringgih, tapi Kahinda masih bisa melihat beberapa bangunan yang sudah hangus terbakar beberapa hari yang lalu. "Desa ini benar-benar kacau" ucap Kahinda turun dari kudanya dan bersama Wan Bin berjalan untuk melihat desa itu. Keduanya berhenti di sebuah kedai dan melihat beberapa orang yang sedang menggerutu setelah diserang oleh Gatuk Maringgih. "Tuan, apa yang terjadi disini?" tanya Kahinda pada seorang penjaga Kedai. Saat ini Penjaga kedai tersebut l

  • Pendekar Wanita Kahinda   26. Kepergian

    Kahinda tentu saja tidak bisa mengungkapkan perihal pusaka Pedang Rantai yang dibawanya. Dan siapa orang yang memilikinya, tapi dia juga sudah mendengar bahwa Nyi Salema pernah bertarung dengan orang yang sangat dia kenal. "Kahinda, kau tak bisa membohongi ku. Siapa Gurumu?" tanya Nyi Salema yakin bahwa Kahinda memiliki hubungan khusus dengan seseorang yang memiliki pedang itu. Walaupun Nyi Salema tidak terlalu jelas penglihatannya, dia masih mampu untuk mengetahui hal tersebut. Dia menunggu Kahinda mengatakan bahwa dirinya tahu siapa orang yang sedang di tanyakan. "Pedang ini, aku tidak bisa mengungkapkan siapa pemiliknya" ucap Kahinda melihat Nyi Salema tersenyum. "Baiklah, aku mengerti. Guru hebat pasti akan meminta hal itu pada muridnya. Padahal dulu aku sempat jatuh hati padanya karena bisa mengalahkan ku." Tutur Nyi Salema yang kemudian meminta Wan Bin untuk memeriksa peti kecil yang disimpan di meja Harta. Kahinda tetap diam dan memperhatikan Nyi Salema, dia merasa bahwa

  • Pendekar Wanita Kahinda   25. Cincin Pusaka Elang Putih

    Kahinda sudah kembali ke dalam Gubuk Nyi Salema, tapi dia melihat Nyi Salema sendiri tertidur di dipan kayunya. Entah apa yang terjadi, Kahinda pun menanyakannya pada Wan Bin. Dari jawaban Wan Bin, dia berkata bahwa Neneknya hanya kelelahan. "Lalu apa yang harus kita lakukan dengan Burung Elang ini?" tanya Kahinda merasa kedinginan sekarang. Pakaiannya basah, dan dia tidak memiliki salin. Dia juga sudah mengikat Burung Elang dengan tali dan menggantungnya. "Kak, Kemarilah" ajak Wan Bin meminta Kahinda untuk ikut dengannya. Wan Bin sudah diberitahu sebelumnya oleh Nyi Salema bahwa di dalam gubuk itu ada pintu tersembunyi Rahasia. Wan Bin hanya ingin memastikan kenapa Nyi Salema baru mengatakan semua itu padanya. Dia kemudian memeriksa tanah dapurnya. Kahinda yang melihat hal itu pun penasaran, dia melihat Wan Bin sedang menggetok lantai tanah beberapa kali. Hingga ketika Kahinda mendengar suara aneh muncul, dia melihat Wan Bin tersenyum sambil meminta dirinya membantu. "Memang a

  • Pendekar Wanita Kahinda   24. Gatuk Maringgih, Rintip Sunya

    Kahinda benar-benar tak paham, atas apa yang dikatakan Wan Bin padanya. Dia terus memandang Nyi Salema dan terus memperhatikan keadaannya. Kahinda langsung menarik tangan Wan Bin, dan membisikkan sesuatu pada–nya. Kahinda mengutarakan beberapa pertanyaan. Tentang Apakah keributan itu dilakukan salah satu Pegawai Kerajaan atau seseorang pendekar. Wan Bin langsung memberikan beberapa anggukan setelah dia mendengar apa saja yang ingin Kahinda tanyakan. Kahinda lalu menunggu Wan Bin menyelesaikan pembicaraannya dengan Nyi Salema. Dia juga memperhatikan setiap gerakan jari Wan Bin. Kahinda sebenarnya penasaran dari mana Nyi Salema bisa tahu informasi tersebut sedangkan dia memiliki kekurangan, dari penglihatannya dan pendengarannya. Yang lebih membuat Kahinda heran adalah Wan Bin itu sendiri. Kahinda berpikir, kenapa Wan Bin tidak selalu bersama Nyi Salema dan membiarkan neneknya keluyuran sendiri tanpa pengawasan. Kahinda melihat Wan Bin menatap dirinya, dia memperhatikan ekspresi ane

DMCA.com Protection Status