"Tabib Kehidupan," jawab orang tua tak dikenal itu dengan suara dalam. "Tabib Kehidupan?" A San membelalakkan matanya sambil mengulangi lagi ucapan tersebut. "Benar, hanya dia seorang yang mampu menolong nyawa Tuan Muda Li," Li Bing dan A San tersenyum getir. Keduanya jelas tahu siapa itu Tabib Kehidupan. Di Kerajaan Jin, siapa yang tidak tahu atau tidak pernah mendengar nama Tabib Kehidupan? Semua orang pasti tahu dan pasti pernah mendengar namanya. Tabib Kehidupan adalah seorang tabib yang kemampuannya sangat luar biasa. Di Tionggoan, rasanya tidak ada tabib lain yang melebihi kemampuan Tabib Kehidupan. Kalau pun ada, maka hal itu pasti bisa dihitung dengan satu tangan.Menurut informasi yang beredar selama ini, ilmu pertabiban milik Tabib Kehidupan sudah hampir mencapai tahap sempurna. Selama orang itu masih bernafas, walaupun dia terkena racun atau penyakit yang sangat berbahaya sekali pun, maka nyawa orang tersebut pasti bisa diselamatkan. Semua orang di Tionggoan, teruta
Orang tua aneh itu bergumam sendiri. Sepasang matanya menatap Li Bing dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi dia kasihan kepada Li Bing. Di satu sisi lainnya dia pun merasa bangga dan seolah-olah menaruh harapan yang sangat besar kepada pemuda itu. Setalah beberapa saat terdiam sambil memeriksa kondisi Li Bing, akhirnya orang tua itu pun mulai bergerak. Dia meracik obat-obatan herbal yang sudah tersedia di dalam kamar tersebut. Tidak lupa juga, dia menotok beberapa urat syaraf penting di tubuh Li Bing. Semua proses yang dilakukannya itu berlangsung dengan cepat. Jika tidak melihatnya secara langsung, niscaya siapa pun tidak akan percaya bahwa di dunia ini, ternyata masih ada manusia seperti itu. Orang tua aneh tersebut tidak terlihat seperti sedang mengobati. Lebih tepat kalau disebut dengan bermain-main. Sebab semua yang dilakukannya itu terlihat begitu mudah. Seolah-olah di dunia ini tidak ada satu pun penyakit atau racun yang mampu membuatnya berlaku serius. Di Daratan Tio
"Tidak ada!" jawab Tabib Kehidupan sambil menggelengkan kepala. "Kecuali hanya orang-orang yang aku anggap istimewa saja," "Kalau begitu, berarti kau menganggap bahwa Tuan Muda Li adalah orang yang istimewa?" "Aku rasa, hanya manusia-manusia bodoh saja yang tidak menganggap dia sebagai orang istimewa," katanya sambil terkekeh. Di usianya yang masih terhitung muda, Li Bing sudah mempunyai kemampuan yang sulit diukur. Jangankan para pendekar biasa, bahkan para Datuk Dunia Persilatan pun tidak bisa memastikan sampai di mana kah kemampuan Li Bing yang sebenarnya. Terutama sekali kemampuan kedua tangannya! Menurut sebagian pendekar, kedua tangan Li Bing adalah senjata yang paling berbahaya di dunia ini! Walaupun tidak semua pendekar pernah merasakan kesakitan kedua tangannya, tapi sampai saat ini, tidak ada satu pun orang yang berani menyangkal ungkapan tersebut. Selain kemampuannya, Li Bing juga terkenal karena kecerdasan dan ilmu pengetahuannya. Walaupun usianya baru dua puluh lim
"Tentu saja aku sangat yakin," jawab Tabib Kehidupan sambil tersenyum penuh percaya diri. "Kenapa kau begitu yakin?" "Karena kau punya hutang nyawa kepadaku. Lagi pula, aku tahu bahwa Tuan Muda Li adalah jenis manusia yang paling tidak bisa menerima kebaikan orang lain begitu saja," "Sepertinya kau sangat memahami tentang diriku," "Itu karena aku sudah banyak mendengar tentang sepak terjangmu sebelumnya," Li Bing sedikit kaget. Padahal dia baru menginjakkan kakinya kembali di Kota Yu Nan, siapa sangka, sepak terjang dia di tempat sebelumnya justru sudah sampai lebih dulu. "Penyebaran informasi dalam dunia persilatan ternyata jauh lebih cepat dari apa yang aku bayangkan," gumamnya perlahan. Tabib Kehidupan hanya menganggukkan kepala. Dalam hatinya, ia benar-benar kagum kepada pendekar muda yang kini berada tepat di hadapannya itu. "Baiklah, karena kau sudah membantuku, maka aku pun akan membantumu," kata Li Bing setalah beberapa saat kemudian. Bersamaan dengan itu, A
A San hendak menjawab, tapi lidahnya tiba-tiba kelu. Seolah-olah lidah A San sudah tidak bisa dikendalikan lagi. Li Bing curiga dengan apa yang ia lihat. Selama ini, ia tidak pernah melihat A San begitu tegang, kecuali saat dia bertemu dengan musuh-musuh tangguh dan orang-orang tertentu saja. Didorong oleh rasa penasaran yang besar, seketika Li Bing juga membalikkan badan dan memandang ke arah pintu masuk. Saat itu, ternyata di ambang pintu masuk restoran sudah berdiri tiga orang pria berwajah sangar dengan penampilan beragam. Ketiganya memandang ke arah A San dengan tatapan mata yang sangat tajam. Mereka terlihat seperti sekelompok serigala kelaparan yang sudah tidak sabar ingin menerkam mangsanya. Ketiga orang yang sudah pasti para pendekar dunia persilatan itu lalu masuk dan duduk di kursi yang masih kosong. Tidak lama setelahnya, disusul kemudian empat orang lain yang diduga masih merupakan rekan-rekannya. Jumlah mereka ada tujuh orang. Dan semuanya memandang ke arah A San d
"Maksudmu?" Li Bing bertanya kebingungan. "Mulai detik ini, sepertinya kita harus berpisah sementara, Tuan Muda," kata A San menegaskan lagi. "Tapi, kenapa kita harus berpisah? Bukankah ketujuh orang itu ingin membunuhmu? Kalau benar begitu, ada baiknya kita hadapi mereka bersama-sama. Aku berani menjamin, kau tidak akan mengalami kerugian apapun juga," Li Bing berkata dengan sungguh-sungguh. A San juga tentunya percaya dengan ucapan Li Bing. Selama ini, siapa yang berani meragukan keseriusan pemuda berjuluk Pendekar Tangan Dewa itu? Siapa pula yang berani meragukan kemampuan dan kesakitan kedua tangannya? A San jelas mengetahui hal tersebut. Bahkan dia lebih tahu dari siapa pun juga. Tetapi nampaknya, jawaban yang akan dia berikan tidak sesuai dengan harapan Li Bing. "Maaf, Tuan Muda Li, aku bukan bermaksud meragukan kemampuanmu, tapi dalam hal ini, aku tidak ingin membawa siapa pun untuk ikut terlibat. Termasuk juga dirimu!" jawab A San dengan ekspresi serius. "Kau tidak tahu
Mereka saling pandang satu sama lain, seolah-olah sedang memutuskan apakah akan menuruti keinginan A San atau tidak. "Baiklah. Kalau memang itu maumu, kami setuju," kata seorang yang paling tua. "Kakak Pertama, biar aku yang bertarung dengannya," seorang pria berusia lima puluhan tahun dan mempunyai kulit hitam langsung mengajukan diri. "Adik Ketiga, kau yakin?" tanyanya sambil menatap pria itu. "Ya, aku yakin. Sekaligus aku ingin mencoba sampai di mana kemampuan si Walet Besi sekarang," "Baiklah. Aku percaya, silahkan," Orang yang dipanggil Adik Ketiga itu langsung maju beberapa langkah. Ia berhenti dalam jarak dua meter dari tempat A San berdiri. "Namaku Hong Te, orang-orang biasa memanggilku Kerbau Hitam," kata pria itu memperkenalkan dirinya. Ia memang mempunyai tubuh yang agak besar. Otot-ototnya samar-samar dapat terlihat. Dari sini saja A San sudah bisa menilai bahwa si Kerbau Hitam pasti ahli dalam tenaga luar. Setidaknya, dia pun mempunyai pertahanan diri yang kokoh.
Kejadian tersebut membuat Tujuh Saudara Angkat Nan Jing terkejut setengah mati. Buru-buru mereka melompat mundur dan menghentikan upayanya untuk mengeroyok A San."Adik Ketujuh!" Setelah menyadari situasi, orang-orang itu segera memburu ke arah saudaranya yang menjadi korban. Mereka langsung mengerubunginya dan berharap saudaranya itu masih bisa diselamatkan. Sayang sekali, yang terjadi berikutnya tidak sesuai dengan harapan mereka. Orang yang menjadi korban, yang tadi dipanggil Adik Ketujuh, sudah lebih dulu tewas secara mengenaskan. Sehingga tidak ada satu pun upaya penyelamatan yang dapat menghidupkannya lagi. Keenam saudara angkat itu benar-benar marah. Dendam yang membara langsung membakar seluruh tubuhnya. Ingin sekali mereka membalas kematian salah satu saudaranya, namun sayang, pria yang paling tua di antara mereka tidak mengijinkan hal tersebut. "Pendatang baru yang telah membantu A San bukan pendekar biasa. Buktinya saja, dia bisa membunuh Adik Ketujuh hanya dalam satu
"Benarkah? Apa kau begitu yakin akan ucapanmu?" tanya Li Bing masih terlihat santai. "Aku sangat-sangat yakin. Sebab seluruh area Kuil Seribu Budha, saat ini sudah dikepung oleh pasukanku," kayanya dengan nada dingin.Li Bing tergetar. Diam-diam dia merasa kaget. Rupanya biksu sesat itu benar-benar telah merencanakan semua ini dengan sangat sempurna. Bahkan dia sudah mengantisipasi apabila rencana gagal. Hebat. Harus Li Bing akui bahwa orang tua itu mempunyai kecerdasan diatas rata-rata. Namun meskipun demikian, Li Bing tidak memperlihatkan keterkejutannya. Dia masih terlihat tenang dan santai. "Tidak aku sangka, ternyata kau juga memiliki pasukan yang bisa diandalkan," katanya seraya tersenyum. "Itu karena aku tidaklah sesederhana yang kau lihat, bocah keparat!" "Oh, benarkah? Sayangnya, aku tidak peduli akan hal itu," Kemarahan Biksu Bertangan Delapan semakin bergejolak. Semakin dia bicara lebih lama dengan pemuda itu, semakin panas juga hatinya. "Kubunuh kau!" Wushh!!! B
Menghadapi serangan yang bertenaga keras, Li Bing tidak mau bertindak gegabah. Buru-buru ia mundur ke belakang sambil menahan pukulan beruntun yang dilancarkan oleh si Elang Hitam.Plakk!!! Benturan telapak tangan terjadi! Elang Hitam merasa tangannya tergetar. Hawa panas segera menjalar ke seluruh bagian lengannya.'Tenaga sakti yang dia miliki sangat tinggi. Padahal aku sudah mengeluarkan Pukulan Bayangan, tapi ternyata ia masih mampu membalikkan tenaga yang aku berikan,' batinnya sambil menatap Li Bing dengan tajam. Sementara di pihak lain, Li Bing juga merasa telapak tangannya sedikit tergetar. Tapi ia memang sengaja tidak mengeluarkan seluruh kemampuannya. Li Bing ingin tahu setinggi apa tenaga musuhnya itu. Setelah terjadinya benturan barusan, Li Bing jadi tahu bahwa kemampuan si Elang Hitam setidaknya masih berada tiga tingkat di bawahnya. 'Kalau aku bertarung langsung melawan Sepasang Elang Hitam Putih dengan kekuatan penuh, mungkin aku bisa membereskannya dalam waktu ti
"Baik, baik. Aku akan menuruti apa yang kau katakan, Biksu To," ujar Li Bing setelah dia terdiam untuk beberapa saat. "Tetapi ada syaratnya," "Syarat apa?" tanya Biksu To dengan cepat. Sekilas wajahnya menggambarkan kegembiraan ketika Li Bing mengatakan akan menuruti ucapannya. Namun ekspresi kegirangan tersebut sirna dalam sekejap pada saat pemuda itu mengajukan sebuah syarat. "Asal kalian bisa bertahan selama lima puluh jurus dari semua seranganku, maka aku akan mengatakan bahwa akulah yang membunuh Biksu Agung Berhati Suci!" katanya dengan suara tegas. Setiap patah kata yang ia ucapkan seolah-olah mengandung daya kekuatan yang mampu menggetarkan hati orang lain. Puluhan orang itu terdiam. Tidak ada satu pun yang berani bicara. Mereka hanya bisa saling pandang satu sama lain. Li Bing juga belum mengambil tindakan apapun. Ia sedang menatap mereka secara bergantian. Tatapan matanya sangat tajam. Setajam pedang pusaka! Ekspresi wajahnya juga berubah menjadi dingin.
Sampai dua puluh lima jurus kemudian, semua usaha yang dilakukan oleh Biksu Bertangan Delapan tidak pernah membuahkan hasil sedikit pun. Setiap jurus dan serangan yang dia lancarkan, selalu bisa dihindari oleh Li Bing. Pemuda itu benar-benar seperti hantu. Ia sangat sulit untuk disentuh. Gerakannya juga cepat bagai kilat. Kenyataan ini semakin membuat Biksu To penasaran. Bagaimana mungkin seorang pendekar muda seperti Li Bing mampu menghindari semua jurusnya? Padahal setiap jurus yang dia keluarkan bukan jurus kelas rendah. Semua itu adalah jurus kelas atas yang bahkan tidak bisa dipandang sebelah mata oleh pendekar kelas satu sekali pun. Tetapi nyatanya, di hadapan pemuda yang berjuluk Pendekar Tangan Dewa itu, semua jurus yang selama ini dia banggakan seolah-olah sudah hilang keampuhan-nya. "Li Bing!" seru Biksu To yang sudah mengganti panggilannya. "Kenapa kau tidak membalas seranganku?" tanyanya geram. ."Aku tidak ingin mencari permusuhan denganmu, Biksu To. Oleh karena itu
"Dari percakapan itu. Mereka yang terlibat bukan hanya membicarakan tentang bagaimana cara menjebakmu. Mereka juga membicarakan bagaimana cara membunuhku," "Apa yang mereka lakukan?" "Mereka telah menyerangku dengan pukulan beracun. Menurut firasatku, aku hanya bisa bertahan selama tujuh hari. Dan sekarang adalah hari yang terakhir," Semakin lama Li Bing bercakap-cakap dengan Biksu Agung Berhati Suci, maka semakin terkejut dan marah juga dirinya. Licik! Kejam! Tidak manusiawi! Rasanya hanya tiga kata itu saja yang cocok untuk menggambarkan orang-orang yang menjadi dalang dibalik sandiwara ini! "Biksu Agung, bolehkah aku tahu, kenapa kau bisa terluka?" tanya Li Bing lebih lanjut. Sekarang dia sudah tidak punya pilihan lain lagi. Nasi sudah menjadi bubur. Maka dari itu, Li Bing hanya ingin tahu lebih banyak tentang sandiwara yang sedang berlangsung saat ini. "Seseorang telah menyimpan racun yang tidak berbau dan tidak berwana dalam makananku. Tidak berhenti sampai di situ, bahk
Biksu To segera tersenyum sambil mengangguk. Ia kemudian berdiri dan mengajak Li Bing menemui Biksu Agung Berhati Suci.Pemuda itu pun segera mengikuti di belakangnya. Keduanya lalu berjalan ke tempat di mana Biksu Agung Berhati Suci selama ini mengasingkan diri. Rupanya, orang tua itu tinggal di sebuah pondok sederhana, tepat di belakang Kuil Seribu Budha. Keadaan di sana sepi sunyi. Tidak ada seorang murid pun yang melakukan penjagaan. "Selama ini guru beristirahat di sana, Tuan Muda Li," kata Biksu To menjelaskan. "Guru menginginkan suasana yang tenang dan sunyi. Sehingga aku tidak memperbolehkan seorang murid pun yang mendekat ke area ini," "Jadi, ini adalah tempat terlarang?" "Ya, bisa dibilang begitu," Li Bing memperhatikan suasana di sekitarnya. Di sana memang tidak ada bangunan lain lagi, kecuali hanya pondok itu saja. Di kanan kirinya diliputi oleh pepohonan yang berjajar. "Tuan Muda Li, silahkan," katanya memberi isyarat supaya Li Bing segera pergi ke sana. Li Bing m
Setelah beberapa waktu kemudian, akhirnya Li Bing berhasil membebaskan diri dari kepungan barisan tersebut. Pemuda itu kemudian melesat ke arah pintu utama Kuil Seribu Budha. Begitu kakinya tiba di lantai, pintu mendadak terbuka. Seorang biksu yang usianya sudah enam puluhan tahun menyambut kedatangan Li Bing. Biksu itu mempunyai janggut yang panjangnya sampai menyentuh dada. Tangan kanannya berada di depan dada dengan gaya menyembah. Tangan kirinya memegang tasbih berukuran seibu jari. Sinar mata biksu tua itu terlihat tenang. Tapi sekaligus juga tajam. Pertanda bahwa dia mempunyai tenaga dalam yang sangat tinggi. "Maaf, apakah aku sedang berhadapan dengan Biksu Bertangan Delapan, Ketua Kuil Seribu Budha?" tanya Li Bing dengan hormat. "Amithaba ...," biksu tersebut terdengar memuji Sang Budha. "Benar, Tuan Muda. Kalau boleh tahu, siapa Tuan Muda ini?" "Ah, syukurlah. Perkenalkan, namaku Li Bing ...," "Tuan Muda Li dari Kota Yu Nan?" "Benar, Biksu," "Tuan Muda Li yang berju
Li Bing tidak berhenti. Dia meneruskan perjalannya. Pemuda itu mulai menaiki bukit yang nantinya akan mengantarkan ia ke Kuil Seribu Budha. Kuil itu memang berdiri di puncak bukit yang berdekatan dengan Gunung Song. Sehingga dari kejauhan pun orang bisa melihat Kuil yang berdiri dengan megah dan kokoh tersebut. Pihak Kuil Seribu Budha sudah membuatkan jalan khusus untuk mereka yang ingin beribadah ataupun berkunjung ke kuilnya. Hal ini tentu mempermudah para wisatawan sehingga perjalanan mereka bisa lebih cepat daripada yang seharusnya. Li Bing berhasil tiba di pintu masuk kuil ketika matahari tenggelam dibalik bukit. Selama perjalanannya itu, tidak ada halangan yang berarti. Tetapi bukan tidak ada gangguan juga. Li Bing tahu bahwa sejak awal dirinya sudah diintai dari beberapa penjuru. Maklum, bukit itu mempunyai banyak pohon-pohon yang tinggi dan rimbun, sehingga untuk melakukan pengintaian bukanlah suatu pekerjaan yang sulit. Beberapa kali pemuda itu memergoki ada seseorang ya
"Musnahkan semua Keluarga Li!" Sepucuk surat itu hanya berisi tiga kata saja. Tiga kata perintah! Tiga kata yang mewajibkan untuk menghabisi semua Keluarga Li! Walaupun dalam surat itu tidak menjelaskan Keluarga Li yang mana, namun Li Bing tahu, Keluarga Li yang mempunyai nama besar dalam dunia persilatan, hanya Keluarga Li miliknya saja. Itu artinya, selama dalang dibalik layar ini belum ditemukan atau dibunuh, maka selama itu pula hidupnya tidak akan pernah tenang. Tetapi kalau benar dalang dibalik layar ini adalah orang-orang yang mempunyai hubungan sangat dekat dengan mendiang ayahnya, apakah dia juga harus tetap membunuhnya? Li Bing tidak tahu. Setiap kali pertanyaan semacam itu muncul dalam benaknya, dia selalu tidak mempunyai jawaban yang pasti. Dia hanya berharap, semoga saja apa yang di khawatirkan-nya selama ini tidak pernah terjadi. Pemuda itu kemudian membuka topeng penyerangnya tadi. Ketika seraut wajah yang asli terlihat, ketika itu pula Li Bing terkejut setengah