Mereka segera meninggalkan gua itu setelah berhasil mendapatkan apa yang mereka cari. Dan saat mereka baru saja akan keluar dari lobang gua itu, terdengarlah sebuah suara yang sebelumnya mereka kenal, “Kalian jagalah kedua senjata pusaka itu, jangan sampai kalian gunakan untuk kejahatan. Sekali lagi aku ingatkan, gunakan pedang itu jika sedang dalam keadaan genting saja. Dewata menyertai kalian.”Langkah mereka jadi terhenti dan mendengarkan sejenak pesan yang disampaikan oleh makhluk yang tak menampakkan dirinya itu. Tapi mereka tahu, bahwa yang memberi pesan itu adalah Begu Ireng, siluman penjaga gua itu.Setelah tak terdengar lagi suara siluman babi hitam besar itu, mereka pun meninggalkan gua dan kembali melanjutkan perjalanan. Mereka kembali ke arah utara untuk mencari desa yang untuk sementara bisa mereka tinggali dan istirahat sejenak dari perjalanan jauh yang telah mereka lalui.*******Garang Bonggol beserta anak buahnya dan juga beberapa pasukan dari Perguruan Naga Api terli
Kebo Ijo segera berbalik dan kembali mendarat di tanah, sementara Jenggo terus saja menggonggong ke arah pemuda yang tadi hampir saja terkena gigitannya itu.“Nah, akhirnya ketemu juga, kau pasti orang yang bernama Arya Wisesa yang sedang kami cari-cari!” Kebo Ijo menuduh, dan memang benar bahwa pemuda yang bertudung caping itu adalah Arya Wisesa.Terbongkar pula akhirnya penyamaran mereka, takluk oleh anjing pelacak itu.“Siapa kalian? Tiba-tiba datang dan berbuat onar di tempat ini?!” respon Arya Wisesa sedikit kesal.Bagaimanapun ia cukup terkejut ketika dirinya tiba-tiba diserang oleh anjing ganas itu dan melihat lapak penjual buah itu menjadi hancur. Si pedagang laki-laki tua itu sampai menangisi dagangannya yang hancur itu dan buah-buahnya bergeletakan di tanah.“Kau tak perlu tahu siapa aku, yang terpenting kau segera menyerahkan diri saja dan ikut denganku! Atau akan kuobrak-abrik tempat ini!” gertak Kebo Ijo.Meski bernama Kebo, pemburu dan pembunuh bayaran itu bertubuh kurus
Namun ternyata itu hanyalah serangan tipuan, karena pada saat Arya Wisesa meloncat menghindari tebasan itu, anjing hitam itu juga ikut meloncat dan berhasil menggigit betisnya! Ia merasakan sakit yang luar biasa dan darah segar dari betisnya itu mulai jatuh setetes dua tetes ke tanah. Alhasil, ia mendarat tidak sempurna dan sedikit terhuyung hilang keseimbangan.“Aryaaaaa!” teriak Dewi Raraswati ketika menyaksikan Arya Wisesa yang terluka. Perlahan-lahan ia berdiri dan meneggakkan kembali kuda-kudanya, meski darah itu terus mengucur di betis kirinya.“Huh! Mendapat serangan tipuan seperti itu saja kau sudah kalang kabut! Jadi cuma itu saja kemampuanmu, hah!? Huahaha.” Kebo Ijo mengejek dan tampak berada di atas angin.“Jangan senang dulu, manusia laknat! Baru betisku saja yang terluka, badanku masih utuh. Aku tidak akan pernah tunduk pada kejahatan!” respon Arya Wisesa, tampaknya ia mulai dibuat geram dengan pembunuh bayaran yang licik ini.“Dasar bocah keras kepala! Berurusan dengan
“Kalian semua mundur! Dan kembalilah ke kuda kalian masing-masing!” seru Kebo Ijo kepada sepuluh orang prajurit itu.Mereka senang bukan kepalang, karena beberapa orang di antaranya terlihat sudah mulai kehabisan tenaga. Ada yang terpincang-pincang, ada yang lebam-lebam di bagian wajah, ada yang memegangi perutnya, dan ada yang terluka di bagian bibirnya akibat bertarung dengan Wisangpati.“Dengar, orangtua payah dan pemuda bodoh! Jika kalian ingin gadis ini selamat, temui aku di Padepokan Perguruan Naga Api!” kata Kebo Ijo memberi pesan ancaman kepada Arya Wisesa dan Wisangpati.“Keparat kau, manusia hina! Aku akan menghajar dan memenggal kepalamu sekarang juga!” bentak Arya Wisesa seraya berdiri dan satu tangannya sudah mulai memegang hulu pedang yang tergantung di punggungnya.Ia sadar kekuatan fisiknya mulai melemah akibat racun yang terus masuk menjalari seluruh tubuhnya itu.“Terus saja kau mengoceh sesukamu! Dan serang aku jika tenagamu masih cukup. Ketahuilah, kalau kau tak pa
Malam hari yang dingin saat bulan bersinar terang-terangnya di atas lembah, gabungan para pendekar dari tiga perguruan itu berbaris menunggangi kuda mereka masing-masing hendak bergerak ke dalam hutan, mendekati sebuah padepokan milik perguruan silat bernama Srigala Putih. Sebelum serangan mendadak itu dilakukan, mereka pun terlebih dahulu bersiasat.“Kali ini harus berhasil!” kata Bara Jagal, seorang pendekar kejam yang memimpin Perguruan Naga Api. “Bila perlu kita babat habis mereka semua, kalau Saka Dirga tak mau menyerahkan kitab ilmu silatnya itu!”“Aku lebih senang Saka Dirga lenyap sekalian! Dan ini akan menjadi malam bagi kehancuran Srigala Putih!” sahut Ronggowelang, pemimpin dari Perguruan Harimau Hitam.“Ha-ha-ha, aku sudah tidak sabar memenggal kepalanya dan mengaraknya ke alun-alun!” ujar Amukraga Kencana, pemimpin dari Perguruan Ular Merah.Tiga aliansi perguran besar itu bersekongkol hendak menghancurkan Perguran Srigala Putih yang dipimpin oleh Saka Dirga. Ia merupakan
“Ha-ha-ha, sudah kubilang Saka, lebih baik kau menyerah saja! Sebelum padepokanmu ini kuhancurkan!” ujar Bara Jagal mencoba terus menekan Saka Dirga.“Lihat! Aku masih bisa berdiri, Bara Jagal! Tak perlu meremehkanku! Akan kupertahankan perguruanku sampai titik darah penghabisan! Dan Jangan harap kau bisa mendapatkan kitab ilmu silat itu!” sahut Saka Dirga tak goyah sedikit pun.Meski keadaan mereka sudah sedemikian terdesak, Saka Dirga bersama muridnya tak menyerah begitu saja. Mereka masih mampu memberikan perlawanan-perlawan dengan sisa-sisa tenaga mereka yang nyaris habis. Situasinya makin terpojok dan mereka makin mundur mendekati area padepokan. Sementara separuh murid Saka Dirga sudah tewas terbunuh. Darah mengalir dari tubuh-tubuh yang terluka sehingga membentuk genangan yang mengerikan. Tidak lama lagi halaman padepokan itu akan menjadi kuburan masal.“Bagaimana ini, Guru?” tanya Arya Wisesa mulai panik.“Sebisa mungkin aku akan menghadang mereka agar tidak bisa masuk ke padep
Tak ada pilihan lain, ia harus segera mengeluarkan jurus ‘Tongkat Angin Puting Beliung’ yang merupakan jurus andalannya itu sebelum Bara Jagal beserta sekutunya berhasil masuk ke padepokan, lalu merebut kitab ilmu silat yang sekarang sudah ada di tangannya.Lihat juga bagaimana Saka Dirga tengah berjuang begitu hebat menghadang musuhnya di luar padepokan. Tak lama lagi murid-muridnya juga pasti akan mati terbunuh. Tampak tubuh mereka sudah mandi peluh, sebuah pertanda bahwa mereka betul-betul memeras tenaga dalamnya untuk bertarung.Bahkan Saka Dirga terpaksa harus mengeluarkan dua pedang trisula yang menjadi senjata andalannya untuk memukul mundur para prajurit dari tiga aliansi perguruan yang makin beringas itu. Belum lagi Bara Jagal, Ronggowelang dan Amukraga Kencana yang sudah pasti akan segera menyerangnya habis-habisan.“Semoga saja Arya berhasil mengamankan kitab ilmu silat itu!” gumamnya harap-harap cemas.Maka Arya Wisesa mulai memejamkan matanya. Ia hendak memusatkan pikirann
Ikatan batin yang sudah terjalin sedemikian erat membuat Arya Wisesa bisa merasa dan mendengar suara batin yang diucapkan Saka Dirga. Bagaimanapun Arya Wisesa sudah berlatih silat dengan gurunya itu sejak ia masih berusia lima belas tahun, bahkan sebelum padepokan Srigala Putih dibangun di lembah pegunungan tak bertuan itu.Kini ia sudah berusia dua puluh tahun. Artinya sudah lima tahun ia tinggal di sana dan menghabiskan waktu bersama Saka Dirga. Alhasil keduanya menjadi akrab dan dekat, sampai-sampai kedekatan itu serupa ayah dan anak yang menyayangi satu sama lain.Mereka bahkan punya hobi yang sama. Di tengah-tengah kejenuhan belajar ilmu silat, Saka Dirga sering mengajak Arya Wisesa berburu burung elang dan berkemah di tengah-tengah hutan. Dengan ilmu kanuragannya yang begitu tinggi, Saka Dirga mampu menjinakkan hewan liar itu dengan mudah. Ia hanya perlu mengarahkan telapak tangannya ke arah burung elang yang sedang bertengger di puncak pohon, maka tak berapa lama, elang itu pun
“Kalian semua mundur! Dan kembalilah ke kuda kalian masing-masing!” seru Kebo Ijo kepada sepuluh orang prajurit itu.Mereka senang bukan kepalang, karena beberapa orang di antaranya terlihat sudah mulai kehabisan tenaga. Ada yang terpincang-pincang, ada yang lebam-lebam di bagian wajah, ada yang memegangi perutnya, dan ada yang terluka di bagian bibirnya akibat bertarung dengan Wisangpati.“Dengar, orangtua payah dan pemuda bodoh! Jika kalian ingin gadis ini selamat, temui aku di Padepokan Perguruan Naga Api!” kata Kebo Ijo memberi pesan ancaman kepada Arya Wisesa dan Wisangpati.“Keparat kau, manusia hina! Aku akan menghajar dan memenggal kepalamu sekarang juga!” bentak Arya Wisesa seraya berdiri dan satu tangannya sudah mulai memegang hulu pedang yang tergantung di punggungnya.Ia sadar kekuatan fisiknya mulai melemah akibat racun yang terus masuk menjalari seluruh tubuhnya itu.“Terus saja kau mengoceh sesukamu! Dan serang aku jika tenagamu masih cukup. Ketahuilah, kalau kau tak pa
Namun ternyata itu hanyalah serangan tipuan, karena pada saat Arya Wisesa meloncat menghindari tebasan itu, anjing hitam itu juga ikut meloncat dan berhasil menggigit betisnya! Ia merasakan sakit yang luar biasa dan darah segar dari betisnya itu mulai jatuh setetes dua tetes ke tanah. Alhasil, ia mendarat tidak sempurna dan sedikit terhuyung hilang keseimbangan.“Aryaaaaa!” teriak Dewi Raraswati ketika menyaksikan Arya Wisesa yang terluka. Perlahan-lahan ia berdiri dan meneggakkan kembali kuda-kudanya, meski darah itu terus mengucur di betis kirinya.“Huh! Mendapat serangan tipuan seperti itu saja kau sudah kalang kabut! Jadi cuma itu saja kemampuanmu, hah!? Huahaha.” Kebo Ijo mengejek dan tampak berada di atas angin.“Jangan senang dulu, manusia laknat! Baru betisku saja yang terluka, badanku masih utuh. Aku tidak akan pernah tunduk pada kejahatan!” respon Arya Wisesa, tampaknya ia mulai dibuat geram dengan pembunuh bayaran yang licik ini.“Dasar bocah keras kepala! Berurusan dengan
Kebo Ijo segera berbalik dan kembali mendarat di tanah, sementara Jenggo terus saja menggonggong ke arah pemuda yang tadi hampir saja terkena gigitannya itu.“Nah, akhirnya ketemu juga, kau pasti orang yang bernama Arya Wisesa yang sedang kami cari-cari!” Kebo Ijo menuduh, dan memang benar bahwa pemuda yang bertudung caping itu adalah Arya Wisesa.Terbongkar pula akhirnya penyamaran mereka, takluk oleh anjing pelacak itu.“Siapa kalian? Tiba-tiba datang dan berbuat onar di tempat ini?!” respon Arya Wisesa sedikit kesal.Bagaimanapun ia cukup terkejut ketika dirinya tiba-tiba diserang oleh anjing ganas itu dan melihat lapak penjual buah itu menjadi hancur. Si pedagang laki-laki tua itu sampai menangisi dagangannya yang hancur itu dan buah-buahnya bergeletakan di tanah.“Kau tak perlu tahu siapa aku, yang terpenting kau segera menyerahkan diri saja dan ikut denganku! Atau akan kuobrak-abrik tempat ini!” gertak Kebo Ijo.Meski bernama Kebo, pemburu dan pembunuh bayaran itu bertubuh kurus
Mereka segera meninggalkan gua itu setelah berhasil mendapatkan apa yang mereka cari. Dan saat mereka baru saja akan keluar dari lobang gua itu, terdengarlah sebuah suara yang sebelumnya mereka kenal, “Kalian jagalah kedua senjata pusaka itu, jangan sampai kalian gunakan untuk kejahatan. Sekali lagi aku ingatkan, gunakan pedang itu jika sedang dalam keadaan genting saja. Dewata menyertai kalian.”Langkah mereka jadi terhenti dan mendengarkan sejenak pesan yang disampaikan oleh makhluk yang tak menampakkan dirinya itu. Tapi mereka tahu, bahwa yang memberi pesan itu adalah Begu Ireng, siluman penjaga gua itu.Setelah tak terdengar lagi suara siluman babi hitam besar itu, mereka pun meninggalkan gua dan kembali melanjutkan perjalanan. Mereka kembali ke arah utara untuk mencari desa yang untuk sementara bisa mereka tinggali dan istirahat sejenak dari perjalanan jauh yang telah mereka lalui.*******Garang Bonggol beserta anak buahnya dan juga beberapa pasukan dari Perguruan Naga Api terli
Ternyata umurnya sudah lumayan tua. Semakin tua sosok siluman, maka semakin tinggi pula kesaktian yang ia miliki. Belum tentu juga ketiganya bisa mengalahkan sosok siluman yang satu ini. Tapi beruntunglah sosok siluman yang mengaku bernama Begu Ireng ini adalah siluman golongan putih dan tidak punya niatan jahat terhadap manusia.Kendati pada awalnya ia sempat menyerang mereka bertiga, itu ia lakukan semata-mata karena menjalankan tugasnya dalam menjaga gua itu dari orang asing yang punya niat buruk terhadap tempat itu.“Apakah Paman Begu Ireng juga kenal dengan Paman Wirageni? Siluman kobra hitam penjaga gua pedang bumi ini disimpan?” tanya Arya Wisesa.“Tentu saja aku kenal, dia adalah sahabat baikku. Aku lebih tua darinya seribu tahun,” jawab Begu Ireng.“Sebagai bangsa siluman, Saudara berdua pasti mempunyai kesaktian yang tidak dimiliki oleh manusia. Bahkan melebihi bangsa manusia,” kata Wisangpati.“Tentu saja, semakin tua sosok siluman itu, maka dia punya kesaktian yang lebih k
Melihat api yang terus berkobar membakar pohon-pohon itu, Wisangpati tak tinggal diam. Karena apabila terus dibiarkan, maka api itu pasti akan terus merambat dan membakar pohon-pohon yang lain hingga habis tak bersisa di lereng gunung itu.Ia langsung mengeruk tanah basah sebanyak-banyaknya dengan kedua tangannya, lantas ia meloncat setinggi tiga tombak sambil melemparkan tanah basah yang digenggamnya itu ke arah pohon yang terbakar api disertai dengan kekuatan tenaga dalamnya. Ia melakukannya berkali-kali, menyasar pohon-pohon lain yang juga masih terbakar.Yang semula hanya memperhatikan, Arya Wisesa jadi ikut tergerak untuk melakukan hal yang sama. Bagaimanapun ia tak ingin melihat gurunya itu pontang-panting sendirian. Maka dengan segera ia mengeruk tanah basah sebanyak-banyaknya, setelah itu meloncat tak kalah tinggi dan langsung melemparkan tanah yang ada di kedua genggaman tangannya itu ke arah api yang menyala.‘Wurrrr…. Wurrrrrr….!’Tanah itu terus melesat dan beterbangan di
Ketiga pendekar itu terus mengembara untuk mendapat pedang yang kedua. Mereka berbelok ke arah barat laut untuk kembali mencari sebuah gunung yang menurut petunjuk yang Arya Wisesa telah dapat, di tempat itulah pedang sakti yang bernama pedang langit itu tersimpan.Desa demi desa mereka lalui, hutan demi hutan mereka terobos, juga ada beberapa sungai yang harus mereka sebrangi, hingga mereka kembali masuk hutan dan setelah berhari-hari sampailah mereka di sebuah lembah kecil di mana tak jauh di depan mereka dalam jarak ratusan tombak ada sebuah gunung yang tampak kembar apabila dilihat dari kejauhan. Gunung mana yang perlu mereka daki?Melihat hal itu Wisangpati bertanya pada Arya Wisesa, “Ada dua gunung yang sangat mirip di depan kita, gunung mana yang perlu kita tuju, Arya?”“Tidak, Paman. Hanya ada satu gunung di depan kita, aku tak melihat gunung yang lain,” sahut Arya Wisesa, jawabannya cukup mengejutkan. Dalam penglihatannya, ia amat yakin bahwa hanya ada satu gunung yang ia lih
Dipanggillah Garang Bonggol yang ikut menumpang di kuda rombongan pasukannya itu untuk mendekat ke arahnya dan ia pun langsung menggerendeng, “Sudah berhari-hari kita naik turun menerobos hutan demi hutan, tapi aku belum juga menemukan bocah itu, apakah kau membohongiku?!” Tatapannya begitu tajam dan mengintimidasi.“Ampun Kisanak, aku tidak berbohong, anak buahku sendiri yang bersaksi bahwa mereka sempat bertarung dengan bocah yang dilindungi oleh pendekar bertudung caping itu. Mereka benar-benar bergerak ke arah timur,” sahut Garang Bonggol sedikit gugup.“Kalau benar dia bergerak ke arah timur, kita sudah pasti menemukannya dan berhasil menyusulnya. Tapi kau bisa saksikan sendiri sudah berhari-hari kita menjelajah hingga sampai di kaki gunung ini, tapi kita belum juga menemukannya!” Bara Jagal kembali menggerutu.Tiba-tiba Muladra yang juga ikut menumpang di kuda rombongan pasukan itu ikut mendekat ke arah Bara Jagal dan berkata dengan sopan, “Ampun Kisanak, menurut pengamatanku, m
“Jangan bergerak! Rumah ini sudah kami kepung, kalau kalian bertiga macam-macam, maka kami semua akan menghabisi kalian!” kata pemuda yang paling depan yang memimpin penyergapan itu sambil mengacungkan goloknya ke arah Arya Wisesa, Dewi Raraswati, dan juga Wisangpati.Ketiganya dibuat bingung oleh tingkah si pemuda ini. Pemuda ini pula yang tadi berteriak-teriak histeris sambil berlari singgah dari rumah ke rumah memberi tahu warga desa, bahwa ada orang asing yang datang ke desanya. Tingkahnya begitu aneh dan tampak panik, padahal ketiganya terlihat tidak mengancam sama sekali.Namun sebelum mereka benar-benar berbuat anarkis, si pemilik rumah langsung menenangkan situasi.“Tenanglah, jangan berbuat kasar! Mereka bukan orang jahat, mereka dari Desa Gandareksa dan hanya menumpang sebentar di desa ini. Kami baik-baik saja, jangan khawatir. Kalian kembalilah ke rumah masing-masing,” kata si pemilik rumah.“Bagaimana kalau ketiga orang ini hanya pura-pura baik dan punya maksud tersembunyi