Dipanggillah Garang Bonggol yang ikut menumpang di kuda rombongan pasukannya itu untuk mendekat ke arahnya dan ia pun langsung menggerendeng, “Sudah berhari-hari kita naik turun menerobos hutan demi hutan, tapi aku belum juga menemukan bocah itu, apakah kau membohongiku?!” Tatapannya begitu tajam dan mengintimidasi.“Ampun Kisanak, aku tidak berbohong, anak buahku sendiri yang bersaksi bahwa mereka sempat bertarung dengan bocah yang dilindungi oleh pendekar bertudung caping itu. Mereka benar-benar bergerak ke arah timur,” sahut Garang Bonggol sedikit gugup.“Kalau benar dia bergerak ke arah timur, kita sudah pasti menemukannya dan berhasil menyusulnya. Tapi kau bisa saksikan sendiri sudah berhari-hari kita menjelajah hingga sampai di kaki gunung ini, tapi kita belum juga menemukannya!” Bara Jagal kembali menggerutu.Tiba-tiba Muladra yang juga ikut menumpang di kuda rombongan pasukan itu ikut mendekat ke arah Bara Jagal dan berkata dengan sopan, “Ampun Kisanak, menurut pengamatanku, m
Ketiga pendekar itu terus mengembara untuk mendapat pedang yang kedua. Mereka berbelok ke arah barat laut untuk kembali mencari sebuah gunung yang menurut petunjuk yang Arya Wisesa telah dapat, di tempat itulah pedang sakti yang bernama pedang langit itu tersimpan.Desa demi desa mereka lalui, hutan demi hutan mereka terobos, juga ada beberapa sungai yang harus mereka sebrangi, hingga mereka kembali masuk hutan dan setelah berhari-hari sampailah mereka di sebuah lembah kecil di mana tak jauh di depan mereka dalam jarak ratusan tombak ada sebuah gunung yang tampak kembar apabila dilihat dari kejauhan. Gunung mana yang perlu mereka daki?Melihat hal itu Wisangpati bertanya pada Arya Wisesa, “Ada dua gunung yang sangat mirip di depan kita, gunung mana yang perlu kita tuju, Arya?”“Tidak, Paman. Hanya ada satu gunung di depan kita, aku tak melihat gunung yang lain,” sahut Arya Wisesa, jawabannya cukup mengejutkan. Dalam penglihatannya, ia amat yakin bahwa hanya ada satu gunung yang ia lih
Melihat api yang terus berkobar membakar pohon-pohon itu, Wisangpati tak tinggal diam. Karena apabila terus dibiarkan, maka api itu pasti akan terus merambat dan membakar pohon-pohon yang lain hingga habis tak bersisa di lereng gunung itu.Ia langsung mengeruk tanah basah sebanyak-banyaknya dengan kedua tangannya, lantas ia meloncat setinggi tiga tombak sambil melemparkan tanah basah yang digenggamnya itu ke arah pohon yang terbakar api disertai dengan kekuatan tenaga dalamnya. Ia melakukannya berkali-kali, menyasar pohon-pohon lain yang juga masih terbakar.Yang semula hanya memperhatikan, Arya Wisesa jadi ikut tergerak untuk melakukan hal yang sama. Bagaimanapun ia tak ingin melihat gurunya itu pontang-panting sendirian. Maka dengan segera ia mengeruk tanah basah sebanyak-banyaknya, setelah itu meloncat tak kalah tinggi dan langsung melemparkan tanah yang ada di kedua genggaman tangannya itu ke arah api yang menyala.‘Wurrrr…. Wurrrrrr….!’Tanah itu terus melesat dan beterbangan di
Ternyata umurnya sudah lumayan tua. Semakin tua sosok siluman, maka semakin tinggi pula kesaktian yang ia miliki. Belum tentu juga ketiganya bisa mengalahkan sosok siluman yang satu ini. Tapi beruntunglah sosok siluman yang mengaku bernama Begu Ireng ini adalah siluman golongan putih dan tidak punya niatan jahat terhadap manusia.Kendati pada awalnya ia sempat menyerang mereka bertiga, itu ia lakukan semata-mata karena menjalankan tugasnya dalam menjaga gua itu dari orang asing yang punya niat buruk terhadap tempat itu.“Apakah Paman Begu Ireng juga kenal dengan Paman Wirageni? Siluman kobra hitam penjaga gua pedang bumi ini disimpan?” tanya Arya Wisesa.“Tentu saja aku kenal, dia adalah sahabat baikku. Aku lebih tua darinya seribu tahun,” jawab Begu Ireng.“Sebagai bangsa siluman, Saudara berdua pasti mempunyai kesaktian yang tidak dimiliki oleh manusia. Bahkan melebihi bangsa manusia,” kata Wisangpati.“Tentu saja, semakin tua sosok siluman itu, maka dia punya kesaktian yang lebih k
Mereka segera meninggalkan gua itu setelah berhasil mendapatkan apa yang mereka cari. Dan saat mereka baru saja akan keluar dari lobang gua itu, terdengarlah sebuah suara yang sebelumnya mereka kenal, “Kalian jagalah kedua senjata pusaka itu, jangan sampai kalian gunakan untuk kejahatan. Sekali lagi aku ingatkan, gunakan pedang itu jika sedang dalam keadaan genting saja. Dewata menyertai kalian.”Langkah mereka jadi terhenti dan mendengarkan sejenak pesan yang disampaikan oleh makhluk yang tak menampakkan dirinya itu. Tapi mereka tahu, bahwa yang memberi pesan itu adalah Begu Ireng, siluman penjaga gua itu.Setelah tak terdengar lagi suara siluman babi hitam besar itu, mereka pun meninggalkan gua dan kembali melanjutkan perjalanan. Mereka kembali ke arah utara untuk mencari desa yang untuk sementara bisa mereka tinggali dan istirahat sejenak dari perjalanan jauh yang telah mereka lalui.*******Garang Bonggol beserta anak buahnya dan juga beberapa pasukan dari Perguruan Naga Api terli
Kebo Ijo segera berbalik dan kembali mendarat di tanah, sementara Jenggo terus saja menggonggong ke arah pemuda yang tadi hampir saja terkena gigitannya itu.“Nah, akhirnya ketemu juga, kau pasti orang yang bernama Arya Wisesa yang sedang kami cari-cari!” Kebo Ijo menuduh, dan memang benar bahwa pemuda yang bertudung caping itu adalah Arya Wisesa.Terbongkar pula akhirnya penyamaran mereka, takluk oleh anjing pelacak itu.“Siapa kalian? Tiba-tiba datang dan berbuat onar di tempat ini?!” respon Arya Wisesa sedikit kesal.Bagaimanapun ia cukup terkejut ketika dirinya tiba-tiba diserang oleh anjing ganas itu dan melihat lapak penjual buah itu menjadi hancur. Si pedagang laki-laki tua itu sampai menangisi dagangannya yang hancur itu dan buah-buahnya bergeletakan di tanah.“Kau tak perlu tahu siapa aku, yang terpenting kau segera menyerahkan diri saja dan ikut denganku! Atau akan kuobrak-abrik tempat ini!” gertak Kebo Ijo.Meski bernama Kebo, pemburu dan pembunuh bayaran itu bertubuh kurus
Namun ternyata itu hanyalah serangan tipuan, karena pada saat Arya Wisesa meloncat menghindari tebasan itu, anjing hitam itu juga ikut meloncat dan berhasil menggigit betisnya! Ia merasakan sakit yang luar biasa dan darah segar dari betisnya itu mulai jatuh setetes dua tetes ke tanah. Alhasil, ia mendarat tidak sempurna dan sedikit terhuyung hilang keseimbangan.“Aryaaaaa!” teriak Dewi Raraswati ketika menyaksikan Arya Wisesa yang terluka. Perlahan-lahan ia berdiri dan meneggakkan kembali kuda-kudanya, meski darah itu terus mengucur di betis kirinya.“Huh! Mendapat serangan tipuan seperti itu saja kau sudah kalang kabut! Jadi cuma itu saja kemampuanmu, hah!? Huahaha.” Kebo Ijo mengejek dan tampak berada di atas angin.“Jangan senang dulu, manusia laknat! Baru betisku saja yang terluka, badanku masih utuh. Aku tidak akan pernah tunduk pada kejahatan!” respon Arya Wisesa, tampaknya ia mulai dibuat geram dengan pembunuh bayaran yang licik ini.“Dasar bocah keras kepala! Berurusan dengan
“Kalian semua mundur! Dan kembalilah ke kuda kalian masing-masing!” seru Kebo Ijo kepada sepuluh orang prajurit itu.Mereka senang bukan kepalang, karena beberapa orang di antaranya terlihat sudah mulai kehabisan tenaga. Ada yang terpincang-pincang, ada yang lebam-lebam di bagian wajah, ada yang memegangi perutnya, dan ada yang terluka di bagian bibirnya akibat bertarung dengan Wisangpati.“Dengar, orangtua payah dan pemuda bodoh! Jika kalian ingin gadis ini selamat, temui aku di Padepokan Perguruan Naga Api!” kata Kebo Ijo memberi pesan ancaman kepada Arya Wisesa dan Wisangpati.“Keparat kau, manusia hina! Aku akan menghajar dan memenggal kepalamu sekarang juga!” bentak Arya Wisesa seraya berdiri dan satu tangannya sudah mulai memegang hulu pedang yang tergantung di punggungnya.Ia sadar kekuatan fisiknya mulai melemah akibat racun yang terus masuk menjalari seluruh tubuhnya itu.“Terus saja kau mengoceh sesukamu! Dan serang aku jika tenagamu masih cukup. Ketahuilah, kalau kau tak pa
“Ya, betul. Mulai saat ini aku dan seluruh pendekar Gagak Hitam menyatakan akan selalu setia pada Saudara Arya Wisesa. Untuk itu kami mempersilahkan Saudara Arya yang memilih sendiri nama perguruan yang cocok untuk kami.” Jaya Wiguna ikut menambahkan.“Terimakasih atas penawaran dari Saudara semuanya. Untuk menjadi pemimpin, sepertinya aku masihlah belum layak. Aku sungguh sangat menghargai niat Saudara berdua yang ingin menyatukan perguruan, aku mendukung niat baik Saudara berdua. Tapi maaf aku belum bersedia untuk menerima tawaran ini.” Arya Wisesa menjawab.Namun penolakan itu sepertinya membuat Purwasena dan Jaya Wiguna makin berusaha keras membujuknya untuk bersedia menjadi pemimpin mereka dan mendirikan perguruan baru yang lebih kuat.Karena tentu harus ada pemimpin baru ketika dua perguruan ini ingin bersatu. Tak mungkin Purwasena atau Jaya Wiguna sendiri yang menjadi pemimpin dari dua perguruan ini, yang pasti akan menimbulkan banyak ketidaksetujuan. Mereka hanya ingin Arya Wis
Para pendekar itu menjadi saling pandang dan bertanya-tanya, pedang apa yang sedang dipegang oleh Arya Wisesa? Dan dari mana pula ia bisa mendapatkan pedang sebagus itu? Mereka tampak takjub dan perhatian mereka kini justru menjadi terfokus pada Arya Wisesa. Dan untuk sementara menghentikan pertarungan yang sempat berlangsung sengit.“Sekali lagi kuperingatkan! Hentikan pertarungan kalian, atau akan kubuat rata tempat ini!” ancam Arya Wisesa tak main-main sambil ia mengacungkan pedang itu ke atas langit.Sebuah sinar hijau terus memancar dan kini bumi menjadi sedikit bergoncang. Membuat mereka tak percaya dan tubuh mereka sedikit terhuyung terombang-ambing ke kanan dan ke kiri.Mereka mulai takut dan dibikin ngeri oleh Arya Wisesa. Kepanikan itu tak bisa disembunyikan dari wajah mereka. Membuat salahsatu pendekar Bangau Merah akhirnya mau menuruti perintah Arya Wisesa.“Cukup Saudara, kami mengakui kau pendekar hebat. Dan pedang yang kau punya itu sepertinya punya kekuatan yang tak ter
Mereka berlari ke arah gerobak yang ditarik oleh kuda itu. Dan ketika kain hitam itu tersingkap, barulah ketahuan bahwa yang mereka bawa digerobak itu ternyata adalah senjata! Bukan perbekalan atau pun logistik seperti yang dikatakan oleh Jaya Wiguna.Apakah Gagak Hitam sengaja melakukan itu? Kalau itu sengaja dan sudah direncanakan, maka jelas Jaya Wiguna telah berdusta dan melanggar kesepakatan. Ia telah berkhianat dan ia bukan saja telah menyakiti hati para pendekar Bangau Merah, tapi juga sudah memicu api dendam dalam diri mereka.Kini bukan saja jumlah mereka yang jauh lebih unggul, tapi mereka juga menggunakan senjata untuk bertarung. Situasi seperti ini tentu saja tidak menguntungkan bagi Bangau Merah. Sehingga itu membuat Purwasena makin naik darah.“Jahanam, kau Jaya Wiguna! Rupanya kau telah berdusta dan melanggar kesepakatan di antara kita. Kau memang bedebah dan licik!” gerutu Purwasena, wajahnya makin membesi dibalut amarah.“Hua-ha-ha, ini konsekuensi yang pantas diterim
“Saudara Jaya Wiguna seharusnya menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas kejadian ini. Saudara seharusnya bisa mencegah hal itu tidak terjadi. Saudara tidak bisa lepas tangan begitu saja!” kata Purwasena mulai menekan.“Saudara tidak perlu menasehatiku terlalu jauh! Muridku juga tidak akan bertindak sejauh itu, kalau Saudara bisa mendidik murid Saudara sendiri dengan benar! Dan tidak menjadi pendekar yang gemar mengeroyok pendekar perguruan lain sampai meninggal!” Jaya Wiguna tak mau kalah dan malah balik menekan.“Aku tidak bermaksud menasehati, Saudara. Tapi aku sangat menyayangkan tindakan dari pendekar Gagak Hitam yang merespon kejadian itu terlalu berlebihan dan sangat tidak manusiawi! Itu sangat biadab, Saudara!” Purwasena tidak berhenti dan terus menekan.“Huh! Lalu apakah tindakan pengeroyokan sampai menghilangkan nyawa itu adalah tindakan yang tidak biadab? Saudara harusnya berkaca dulu sebelum berbicara!” timpal Jaya Wiguna tak kalah keras.Kedua pemimpin Perguruan
“Baik, kami akan menyampaikan ini pada Perguruan Bangau Merah. Semoga pada waktunya kita bisa bertemu kembali dan menyepakati apa yang telah kita bicarakan.” Wisangpati menyahut.“Oh ya, sebelumnya aku meminta izin untuk memperkenalkan diri. Aku Jaya Wiguna, ketua Perguruan Gagak Hitam.” Akhirnya orang itu memberi tahu namanya.“Sebuah kehormatan bagiku bisa bertemu dengan saudara Jaya Wiguna,” sahut Wisangpati.“Baiklah saudara Wisangpati, kami perkenankan kalian berdua untuk kembali ke Perguruan Bangau Merah dan menyampaikan apa yang menjadi keinginan kami,” kata Jaya Wiguna.Wisangpati dan Arya Wisesa kompak menjura dan mereka pun segera bergegas kembali ke Perguruan Bangau Merah.Dengan menunggangi kuda perjalanan mereka menjadi lebih cepat. Terlihat para pendekar Bangau Merah sudah menunggu kepulangan mereka sore itu. Mereka penasaran apa hasil yang didapat oleh Wisangpati dan Arya Wisesa yang mereka utus melaksanakan misi diplomasi mewakili perguruan mereka.Namun karena hari ma
Mereka segera berangkat ke Perguruan Gagak Hitam yang ada di desa sebelah utara. Memang batas desa ini hanya dipisah oleh sebuah sungai lebar yang membentang dari timur ke barat.Untuk masuk ke desa itu harus melalui sebuah jembatan yang lebarnya hanya bisa dimasuki dua kuda. Itu sudah cukup bagi mereka. Dan Perguruan Bangau Merah tak keberatan untuk meminjamkan kuda sebagai tumpangan mereka.Cukup dalam setengah hari dengan menunggangi kuda waktu yang mereka tempuh untuk sampai di Padepokan Perguruan Gagak Hitam. Saat mereka tiba di sana, situasi tak kalah ramai dan nampaknya orang-orang di perguruan itu juga sedang mengadakan rapat darurat. Rapat itu lebih sunyi dan rahasia, karena mereka terlihat hanya berbisik satu sama lain.Namun mereka terlihat panik tatkala melihat kedatangan dua orang asing yang menunggangi kuda menuju padepokan mereka. Beberapa orang langsung cabut senjata dari balik pinggang mereka, hanya pemimpinnya saja yang terlihat tenang sambil memperhatikan waspada.D
“Mereka semua sangat biadab! Kenapa harus menyerang warga desa yang tidak bersalah? Mereka telah melanggar sumpah mereka sendiri sebagai seorang pendekar!” Arya Wisesa ikut marah ketika mendengar penjelasan dari nenek tua itu. Ia tampak terkejut dan tidak percaya dengan kebiadaban yang telah dilakukan oleh Perguruan Gagak Hitam.“Aku pun tak tahu, Den. Sepertinya tidak lama lagi akan terjadi peperangan besar antara dua perguruan ini. Aku hanya bisa berharap pertolongan Dewa segera datang. Dan ada orang yang bisa menengahi konflik ini, agar tidak ada lagi korban yang berjatuhan,“ sahut si nenek terlihat lemas dan pasrah terhadap keadaan.“Kalau kami boleh tahu, di mana letak Perguruan Bangau Merah itu, Nek?” tanya Wisangpati.“Kisanak berdua terus saja menyusuri jalan desa ini. Setelah melewati rumah terakhir, Kisanak berdua belok saja ke kanan, ada jalan yang agak menanjak menuju sebuah bukit. Nah, dari kejauhan pasti terlihat ada bangunan padepokan di bukit itu,” jawab si nenek.Mere
“Idemu tidak terlalu buruk,” kata Garang Bonggol.“Tapi sedari awal aku ingin pemuda itu yang berhasil kautangkap, sehingga aku bisa langsung membawa pemuda itu ke hadapan Tuan Bara Jagal. Dengan begitu, dia akan memberiku imbalan besar dan kenaikan pangkat. Sayangnya kau tak bisa memenuhi keinginanku, jadi aku terpaksa tak akan memberimu imbalan tambahan,” lanjutnya.“Sekarang, begini saja Tuan, cepat atau lambat pemuda itu pasti akan datang ke Padepokan Perguruan Naga Api. Kita sebar seluruh pasukan kita untuk berpatroli di setiap sudut sebelum masuk ke area padepokan. Saat dia datang dan sebelum benar-benar sampai di padepokan, kita akan sergap dan lumpuhkan dia bersama-sama!” Kebo Ijo memberi ide lagi.Garang Bonggol tampak berpikir dan tak langsung setuju dengan ide Kebo Ijo. Setelah berpikir sejenak ia pun menyahut, “Hmmm, aku kurang setuju dengan idemu. Karena tentu kita perlu mengerahkan pasukan yang lumayan banyak, sedangkan kita tidak tahu pemuda itu akan masuk ke padepokan
“Kalian semua mundur! Dan kembalilah ke kuda kalian masing-masing!” seru Kebo Ijo kepada sepuluh orang prajurit itu.Mereka senang bukan kepalang, karena beberapa orang di antaranya terlihat sudah mulai kehabisan tenaga. Ada yang terpincang-pincang, ada yang lebam-lebam di bagian wajah, ada yang memegangi perutnya, dan ada yang terluka di bagian bibirnya akibat bertarung dengan Wisangpati.“Dengar, orangtua payah dan pemuda bodoh! Jika kalian ingin gadis ini selamat, temui aku di Padepokan Perguruan Naga Api!” kata Kebo Ijo memberi pesan ancaman kepada Arya Wisesa dan Wisangpati.“Keparat kau, manusia hina! Aku akan menghajar dan memenggal kepalamu sekarang juga!” bentak Arya Wisesa seraya berdiri dan satu tangannya sudah mulai memegang hulu pedang yang tergantung di punggungnya.Ia sadar kekuatan fisiknya mulai melemah akibat racun yang terus masuk menjalari seluruh tubuhnya itu.“Terus saja kau mengoceh sesukamu! Dan serang aku jika tenagamu masih cukup. Ketahuilah, kalau kau tak pa