"Ada apa ini? Apakah di sini ada binatang buas lainnya selain kalian?" Vivi bertanya pada Tigre yang membelakanginya."Hergh...! Hergh...! Roar...! Haum...?" Terdengarlah suara auman harimau yang jauh lebih kuat dari Tigre.Brak!Tigre melompat untuk menyerang.Ternyata ada satu ekor harimau yang ukurannya jauh lebih besar dari Tigre. Namun ada keanehan, ternyata warna harimau itu berbeda dari yang lainnya. Harimau ini memiliki warna putih. Vivi dan Hayabusa sangat terkejut dan juga merasa takut saat melihat pertarungan kedua harimau yang sedang berlangsung saat ini. Kedua harimau itu saling mencakar dan menggigit satu sama lain."Tigre! Siapa dia? Apakah dia yang menjaga wilayah ini?" tanya Vivi berteriak.Dan ketika mendengar suara Vivi yang berteriak, Harimau putih itu menghentikan serangannya. Untuk beberapa saat. Lalu Tigre dan harimau putih itu berhenti bertarung. Sepertinya mereka ingin mendengarkan terlebih dahulu apa yang akan Vivi ucapkan."Hey, kau! Harimau putih! Jangan s
Vivi baru tahu kalau ternyata ia harus membuat kontrak terhadap harimau yang kini berwujud manusia itu. "Bagaimana caranya? Apakah itu sulit?" Kemudian Vivi bertanya kepada Tigre karena merasa penasaran.Vivi penasaran dengan bagaimana sensasi dan rasanya jika ia menyatu dengan bangsa manusia harimau ini.Sedangkan Hayabusa, entah kenapa sejak tadi ia terlihat menjadi orang yang tidak banyak bicara."Tidak, Tuan Putri. Untuk membuat kontrak ini sangat mudah. Cukup hanya dengan kita menyatukan satu tetes darah kita berdua, maka kontrak akan terjalin. Kalau begitu baiklah, aku akan memulainya sekarang." Kemudian Tigre menyayat tipis ujung jari telunjuknya menggunakan pedang milik Vivi kemudian ia melakukan hal yang sama terhadap ujung jari telunjuk Vivi. Lalu tercampurlah antara darah milik Vivi dan darah milik Tigre.Setelah kedua tetes darah itu bercampur, tubuh Vivi sempat terasa bergetar. Vivi merasakan adanya getaran aneh pada dirinya. Getaran itu terasa seperti ingin melemparkan d
Padahal Vivi tahu kalau sejak tadi di sepanjang perjalanan ini banyak warga yang membicarakannya. Bahkan Vivi juga sempat mendengar ada beberapa orang warga yang mengira ia hanya berpura-pura baik saja di desa ini karena niat yang sebenarnya adalah untuk menguasai desa ini sama seperti kelompok bandit. Itulah yang sempat menjadi topik pembicaraan warga desa. Namun tentu saja Vivi tidak akan menghiraukannya sedikitpun. Ia terus melangkahkan kakinya menuju kediaman tabib Walden."Lihatlah mereka semua. Ini semua pasti gara-gara harimau putih ini, huft!" Hayabusa berbisik pada Vivi. Ia merasa grogi saat diperhatikan oleh khalayak ramai seperti ini."Tidak usah dipedulikan. Aku sudah terbiasa berada di posisi seperti ini. Kalau kau mempermasalahkannya, aku jamin kau sendirilah yang nantinya akan merasa stres," ucap Vivi dengan santainya."I-iya, aku akan mencoba cuek saja dengan kejadian ini," jawab Hayabusa.Lalu beberapa saat kemudian akhirnya mereka bertiga tiba di kediaman tabib Walde
Zero menjawab semua pertanyaan Vivi dengan lembut. Zero juga membisikkan sesuatu ke telinga Vivi tentang rahasia menarik yang baru saja ia dapatkan."Terima kasih, Tabib Walden. Aku berhutang Budi kepadamu. Aku berjanji, bahwa kelak, suatu hari nanti aku akan membalas Budi baikmu ini." Martis menangkupkan kedua tangannya lalu menunduk ke arah Tabib Walden."Ya, ya, ya..., terserah kau saja. Jangan terlalu dipermasalahkan. Lagi pula, aku rasa semua ini adalah hal yang memang harus aku lakukan. Kau juga terluka karena melindungi desa kami ini, bukan? Jadi, anggap saja kita impas," jawab Tabib Walden.Zero dan Vivi setelah itu pergi kembali ke tempat tinggal mereka yang sementara. Dan ketika sudah berada di sekitar kediaman sementaranya itu, Zero mengatakan besok akan mengajak Vivi berlatih. Vivi pun dengan senang hati menerima ajakan suaminya itu.***Keesokan harinya, Zero dan Vivi mencari tempat yang nyaman untuk berlatih sesuai kesepakatan mereka kemarin. Vivi juga semakin penasaran
"Apakah suaraku dapat kau dengar dengan jelas? Hahaha...! Dasar kau, Manusia penakut! Hahaha...! Baiklah, akan aku beritahu siapa aku. Aku adalah harimau putih," jawab Harimau putih itu melalui telepati."Hah?! Harimau Putih?! Bagaimana bisa?! Di mana kau berada?! Jangan bercanda!" Zero terlihat seperti orang yang berbicara sendiri.Namun, tentu saja Vivi mengetahui bahwa Zero tidaklah berbicara sendiri. "Zero, tenangkanlah dirimu.""Bagaimana aku bisa tenang?! Haish! Sebenarnya apa yang terjadi padaku?!" Wajah Zero masih terlihat kebingungan.Kemudian Vivi menjelaskan lagi tentang yang dialaminya setelah menjalin kontrak dengan Tigre. Lalu, setelah Zero mendengarnya dengan jelas, akhirnya ia percaya bahwa saat ini harimau putih telah menyatu dengan pedang aura harimau miliknya."Oh..., jadi begitu. Tapi, siapa namamu?" tanya Zero."Terserah kau saja mau memanggilku apa," jawab Harimau Putih."Hem..., bagaimana kalau aku memberikanmu nama? Tigreal! Yah, Tigreal! Apakah kau suka dengan
Mendengar ucapan Zero, kemudian Vivi langsung meraih tangan Nana. Dan ketika melihatnya, Vivi sempat berpikir sejenak. Setelah beberapa saat kemudian barulah Vivi mulai ingat dengan tanda yang ada pada pergelangan tangan kanan Nana itu.Tanda itu berbentuk seekor kupu-kupu berwarna merah jambu. Tanda kupu-kupu berwarna merah jambu itu adalah tanda sebuah klan yang sangat terkenal di masa lalu. Klan itu bernama klan Kupu-kupu Surga. Klan Kupu-kupu Surga adalah klan yang memiliki sebuah kutukan di setiap anggotanya berupa tanda yang sama seperti milik Nana. Ada desas-desus kalau tanda kutukan itu bisa membuat pemiliknya mengamuk tak terkendali jika sedang ada gerhana, baik itu gerhana bulan ataupun gerhana matahari. Dan kutukan itu letaknya berbeda-beda di setiap tubuh anggota klan Kupu-kupu Surga. Dan letak kutukan itu menandakan status yang berbeda pula.Ternyata, penyebab Nana menjadi yatim piatu ada kaitannya dengan desas desus itu. Desas desus itulah yang membuat para bandit membur
Vivi langsung berlari dan menggendong Nana lalu memeluknya dengan erat guna menenangkannya. Nana, bocah yang masih berusia dua tahun itu tentu saja akan menangis jika dibentak oleh pria dewasa. Dan lagi, penampilan pria botak itu juga memang tampangnya terlihat sangat sangar."Apakah kau orang tuanya?!" tanya pria botak itu kepada Vivi dengan nada yang tinggi."Iya, tuan. Maafkan Anak ini ya, dia pasti tidak segaja. Aku berjanji akan mengganti makanan yang telah jatuh itu. Biar kami saja yang membayarnya," jawab Vivi dengan sopan."Apa kau yakin akan membayarnya?!" tanya pria botak itu lagi. Tapi kali ini, tatapan matanya memperlihatkan seringai yang memiliki makna tersembunyi."Iya, tuan. Tentu saja aku berjanji akan membayarnya. Bahkan aku juga berjanji akan membayarnya dua kali lipat," jawab Vivi lagi dengan sopan seraya tersenyum.Namun, senyuman Vivi itu malah membuat pria botak itu tertarik dan memiliki pikiran kotor."Hahaha...! Bagus! Oke baiklah, aku ingin kau membayarnya. Ta
Pria yang terkenal dengan julukan si Ahli Pisau itu sepertinya mulai curiga dengan identitas Zero yang sebenarnya setelah ia mengingat desas desus yang saat ini tengah menjadi topik hangat di kalangan para ahli bela diri dan juga di kalangan para bandit. Desas desus itu tak lain adalah tentang Tuan Putri yang menikahi rakyat biasa yang memiliki gaya bertarung menggunakan dua pedang. Ahli Pisau itu akhirnya menyadari bahwa ucapan Martis tentang dirinya yang sebagai menantu Raja tadi adalah benar adanya. Namun sudah terlambat baginya untuk meminta maaf kepada Martis.Pertarungan Zero melawan Ahli Pisau pun akhirnya menjadi cukup sengit. Karena keadaan mulai intens, Vivi akhirnya menyuruh orang-orang yang ada di sekitar agar segera menjauh dari tempat pertarungan Zero melawan Ahli Pedang ini agar tidak terkena dampaknya. Pasalnya, serangan pedang yang Zero lakukan mengeluarkan aura yang sangat kuat sehingga menghasilkan tekanan kuat di sekitarnya."Kak Zelo hebat, ya Kak?" Dengan polosnya