Beranda / Pendekar / Pendekar Pedang Tanpa Tanding / 27. Keistimewaan Kitab Naga Bertuah

Share

27. Keistimewaan Kitab Naga Bertuah

Penulis: Iro Magenta
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-09 23:03:40

Pria bertopi berdiri dengan santai di atas sebatang pohon. Ia tersenyum melihat pertarungan di bawahnya. "Kita lihat, seberapa kuat mereka!" desisnya.

Pertarungan antara para pengawal Wang Weo melawan penyusup jelas tak seimbang. Dilihat dari jumlah saja, penyusup jauh lebih banyak. Selain itu, mereka tidak hanya membawa pedang, para penyusup itu bisa dibilang merupakan pasukan pemanah andal. 

Satu demi satu pengawal Wang Weo yang masih tersisa tumbang juga. Mereka pada akhirnya mengakui keunggulan lawan setelah kaki, lengan, tubuh, bahkan juga kepala mereka tertusuk panah. Tanpa terkecuali si pemimpin pengawal yang tewas terlentang dengan anak panah tertancap di tengah-tengah alisnya.

Di dalam kereta, Wang Weo masih duduk bermenung, memikirkan siapa sebenarnya orang yang ingin menyingkirkannya. 'Apa ini semua ulah lelaki sekarat itu?'

"Keluar! Cepat keluar!" bentak seseorang dari luar kereta diikuti suara pukulan pada pintu kereta.

Walaupun s

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   28. Kalimat Paling Indah

    "Apa kau tidak pernah makan?""Apa?!" tanya Genjo Li setengah berteriak. Ia sangat yakin kalau kelelahan mulai membuat pendengaran bermasalah. Oleh karena itu, bukannya menjawab pertanyaan aneh Zhouyang Hong, ia justru bertanya dengan suara seperti membentak. Sebetulnya, ia jelas tidak berniat demikian. Ia hanya ... tersentak kaget. Genjo Li lalu membungkuk dan berkata, "Maafkan aku, Tuan.""Aku lapar. Ayo pulang dan makan dulu!" Zhouyang Hong berjalan meninggalkan sawah.Genjo Li masih terpaku di tempatnya. Dari semua kemungkinan 'salah dengar' mengapa ia mendengar Zhouyang Hong mengatakan hal yang biasa dikatakan oleh para kaum dermawan? 'Ah, sepertinya aku terlalu lapar hingga mulai berhalusinasi. Tidak mungkin Tuan Zhouyang bermurah hati membagi makanannya padaku. Minum saja aku tidak boleh,' batin Genjo Li tidak mau kecewa karena terlalu berharap bisa makan gratis.Setelah memikirkan hal itu, Genjo Li pun memutuskan untuk kembali membajak tanah. Seti

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-14
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   29. Hidangan Pembuka, Umpatan!

    “Apa kabar, Menteri Wang? Aku harap, aku tidak datang terlambat.”Wang Weo bergeming beberapa saat melihat lelaki yang terus menghunuskan pedang ke para penyusup yang menyerangnya. Segala pertanyaan yang sejak tadi menganggu benaknya bahkan belum terpecahkan. Kini lelaki yang masih menjadi misteri baginya telah muncul dan ‘menolongnya’. Lagi?Tepat sekali, lelaki yang telah menyelamatkan Wang Weo kali ini tidak lain adalah Liu Xingshen, si ahli botani. Terang saja jika Wang Weo menjadi sangat terkejut. Pengakuan Liu Xingshen sebagai ahli tanaman menyoal bunga Rubah Ungu di istana saja sudah cukup mengagetkan menteri pertahanan itu. Sekarang, lelaki itu juga datang untuk membantunya, bahkan menyelamatkannya dari serangan anak panah.“Tenang, Menteri Wang. Kita berada dalam satu kubu,” ucap Liu Xingshen tiba-tiba seperti mampu membaca pikiran Wang Weo.Meski Wang Weo masih belum begitu mengerti, pada akhirnya ia memutuska

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-15
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   30. Kewarasan Zhouyang Hong

    Tidak ada yang bisa Genjo Li lakukan selain memejamkan mata beberapa saat atas reaksi yang diberikan Zhouyang Hong. Memangnya seberapa besar kesalahan yang ia lakukan sampai lelaki tua itu mengumpat padanya? Sejujurnya Genjo Li bahkan tidak tahu perkataannya yang mana yang salah!“Memangnya kau pikir kau itu siapa? Apa aku harus mempersilakanmu dengan ramah dan lembut untuk setiap hal? Aku bahkan tidak bersikap begitu kepada para pejabat!”“Ma-maaf, Tuan.”“Bodoh! Apa selain tidur kau hanya bisa minta maaf?!” bentak Zhouyang Hong dengan kedua mata nyaris keluar. Masih dengan nada yang sama ia kemudian berteriak, “Makan!”Genjo Li tidak tahu apakah kakek di hadapannya itu sebelumnya pernah kehilangan kewarasan atau tidak sehingga menjadi begitu ‘berbeda’. Ia mencoba mengabaikan kebingungannya dan mulai makan saja. Sampai kapan pun pikirannya tidak akan mampu mencerna segala tingkah aneh calon guru

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-15
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   31. Pertanda dari Calon Guru

    Zhouyang Hong beranjak dari duduknya. Ia berjalan meninggalkan ruangan itu dengan wajah dingin tanpa menjawab pertanyaan Genjo Li. Sesampainya di ambang pintu lelaki tua itu berhenti. Tanpa menoleh ia berkata, “Pergi dan selesaikan tugas keduamu. Jangan lupa bereskan perabot makan itu.” Zhouyang Hong mengambil jeda. Lalu ia tersenyum dan menoleh. “Tanganku sudah gatal ingin memukul murid malas.” Genjo Li masih diam di tempatnya hingga Zhouyang Hong berlalu. Ia berusaha mencerna segala perkataan Zhouyang Hong. Ia bisa mendengar dengan jelas kalau lelaki tua yang sangat kasar itu berbicara seolah memberi pertanda baik pada Genjo Li. Bukankah Zhouyang Hong selalu menyebut Genjo Li sebagai ‘pemalas’? Apa yang dipikirkan Zhouyang Hong sangat sulit untuk ditebak. Awalnya lelaki itu bersikap seperti mempersulit Genjo Li agar berhenti meminta diangkat menjadi murid. Namun, kemudian apa yang dilakukan Zhouyang Hong seolah menunjukkan kalau lelaki itu ‘mempermudah’ Genjo

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-18
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   32. Memenjarakan Tabib Istana

    Pelayan meletakkan anggur kesukaan majikannya di atas meja. Ia mengisi tiga gelas kosong dengan minuman yang aromanya sangat berbeda itu. Tiga lelaki dengan senyum puas tampak bersulang bersama. Mereka melakukan perayaan kecil atas kemenangan yang semakin dekat. “Tunggu, sampai sekarang masih ada satu pertanyaan yang menggangguku.” “Apa Tuan Wang? Katakan saja.” “Bagaimana Tuan Liu bisa tetap baik-baik saja setelah menghirup dan memegang bunga Rubah Ungu secara langsung?” “Hahaha, Ketua Wang ... dia ini seorang ahli! Mendengar bagaimana kau bertanya, aku yakin Tuan Liu telah melakukan pertunjukkan yang bagus.” Ju Shen tidak bisa menahan tawanya lagi. Ia terkekeh menyadari temannya telah melaksanakan tugas dengan sangat baik. “Tuan Ju berlebihan. Semuanya berkat arahan dari Tuan.” Liu Xingshen menggeser pandangannya dari Ju Shen ke Wang Weo. “Tuan Wang, sebenarnya aku sudah meminum penawar dari racun Rubah Ungu. Jika tidak, mungkin aku su

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-18
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   33. Kekuatan Dendam

    Seorang lelaki menatap lekat seorang tahanan. Beberapa kali ia tampak minum ketika kedua matanya mulai dihinggapi kantuk. Ia sudah bertekad untuk tetap terjaga malam ini. Ia tidak mau kelalaian akan membuatnya mengulangi kesalahan yang telah dilakukan. Demi simpati dari sang kaisar, lelaki itu tidak akan tidur malam ini. “Kasim Qiang, wajahmu tampak pucat. Sepertinya kau memerlukan istirahat,” ucap seseorang dari dalam sel tahanan. Kasim Qiang tersenyum. Lalu menjawab, “Tabib Wu, kau tidak perlu mencemaskan keadaanku. Alangkah baiknya kau pikirkan saja keselamatanmu. Aku cemas jika hal buruk terjadi padamu, tentu akan berpengaruh juga pada Kiasar Long.” Baginya perhatian dari Tabib Wu hanyalah pengalihan supaya dirinya lengah dari penjagaan. ‘Apa kau pikir bisa mengelabuiku?’ Tabib Wu membalasnya dengan senyum pula. Lalu ia mulai merebahkan badannya di lantai. “Kalau begitu aku akan tidur dulu Kasim Qiang. Aku sudah sangat ... hua ... mengantuk.” “Ya,

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-18
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   34. Kacang Setan!

    “Yang Mulia ....” Semua orang di dalam ruangan itu mengembuskan napas lega ketika melihat Long Feng membuka matanya. Beberapa waktu lalu Long Feng tak sadarkan diri usai meminta pelayan untuk mengambilkan minum. Terpaksa Tabib Wu dikeluarkan lebih cepat dari dalam penjara. Semestinya tabib istana itu baru dibebaskan setelah matahari benar-benar terlihat. Akan tetapi laporan dari pelayan Long Feng membuat Kasim Qiang meminta penjaga untuk membuka sel seketika itu juga. “Bagaimana keadaan Yang Mulia?” tanya Kasim Qiang melihat kerutan di dahi Tabib Wu. “Yang Mulia semakin lemah. Denyut nadi Yang Mulia bahkan timbul dan tenggelam. Ini sangat--" “Kalau begitu lakukan sesuatu! Sebagai tabib istana kau memiliki tanggung jawab untuk menjaga kesehatan dan keselamatan Yang Mulia! Jika hak buruk terjadi, kau tentu tahu akibatnya,” seru Kasim Qiang dengan nada agak tinggi. Tabib Wu menghela napas panjang hingga pundaknya sedikit turun. Dengan suara pelan

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-20
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   35. Nasib Kaisar

    Long Feng tidak hanya mengeluarkan darah dari mulut saja, tetapi juga hidung, telinga, bahkan mata. Bajunya yang putih telah berubah menjadi merah. Sampai akhirnya Long Feng tak sadarkan diri. “Semuanya pasti karena biji setan ini!” Kasim Qiang meletakkan kotak kecil, yang menjadi tempat biji Kacang Dewa disimpan, di atas meja. Kedua tangannya bergetar hebat. Lalu, kasim itu mengalihkan pandangannya ke Tabib Wu. Dengan cepat ia menarik kerah baju sang tabib hingga wajah keduanya hanya berjarak sejengkal saja. “Tabib Wu, kau pasti yang merencanakan ini semua ‘kan? Kau sudah bersekongkol dengan Liu Xingshen untuk ... pengawal, tangkap Tabib Wu sekarang juga!” Tidak ada satu pun pengawal di ruangan itu yang bergerak melaksanakan perintah Kasim Qiang. Semuanya masih diam terpaku di tempat masing-masing. "Kenapa hanya diam? Cepat tangkap dan penjarakan Tabib Wu!" Kasim Qiang mengulangi perintahnya. “Kasim Qiang, Tabib Wu juga meminum biji itu kemarin. Tapi

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-20

Bab terbaru

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   119. Kekuatan Cinta atau Dendam?

    Saat Chen Wuji mendapat gilirannya, Wang Shixian kian rajin merapal doa supaya pemuda itu gagal. Dia bahkan sampai memejamkan mata sebab terlalu takut untuk menyaksikan kebenaran.Wang Weo pun tersenyum melihat putrinya demikian. Sayangnya, apa yang dia pikirkan tentang Wang Shixian justru berbanding terbalik dengan yang sebenarnya.Tepat sekali, sang kaisar tersenyum lantaran berpikir kalau gadis itu menyimpan perasaan istimewa untuk Chen Wuji. Hal itu membuat Wang Weo memberikan penilaian lebih pada pengawal baru putrinya itu."Berhasil!"Seketika itu pula Wang Weo bertepuk tangan selagi kerutan memenuhi dahi putrinya. Dia tampak sangat senang melihat 'jagoannya' mampu menyelesaikan tantangan kedua dengan sempurna."Dia benar-benar pemuda yang unggul. Tidak hanya ahli panah, tetapi juga sangat kuat. Bukankah dia lelaki yang sempurna untuk menikah denganmu, Putri?"Wang Shixian menoleh pada sang ayah untuk memberikan tatapan mengintimidasi. Dengan suara rendah saja dia berkata, "Yang

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   118. Firasat Ayah

    Semua orang menatap batu Yangtze dengan mata terbuka lebar. Benak mereka pasti sibuk membayangkan, apakah mampu mengangkat batu sebesar itu?Jangankan mengangkat, menggesernya saja tampak sulit.Beberapa di antara peserta itu juga tampak sangat tegang. Mereka mungkin membayangkan, apa jadinya jika mereka mampu mengangkat tetapi tidak kuat menahan batu dengan kedua tangan?Mereka bisa mati konyol tertimba batu!"Baiklah, supaya aturan dari ujian kedua ini lebih jelas, aku sampaikan hal yang perlu kalian perhatikan. Pertama, kalian harus mengangkat Yangtze dengan tangan kosong, seperti yang telah aku katakan di awal tadi. Kedua, kalian harus mengangkat batu setelah hitungan ketiga. Ketiga, batu harus terangkat di atas kepala dengan kedua tangan selama lima ketukan."Pernyataan ketiga dari Wang Shixian membuat para peserta dengan refleks menelan ludah. Lima ketukan jelas akan terasa sangat berat untuk dilakukan. Jangankan lima ketukan, satu ketukan saja perlu usaha yang sangat keras."Ji

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   117. Tantangan Kedua

    Tidak seperti hari kemarin, pagi ini wajah Wang Shixian tampak berseri. Senyumnya tidak turun sedikit pun akibat kebahagiaan yang tidak terkalimatkan. "Xian'er, sepertinya kau terlihat sangat senang hari ini." Wang Weo tersenyum lebar melihat sang putri begitu bersemangat."Tentu saja, Ayah. Aku tidak mengira jika mengadakan sayembara akan terasa sesenang ini. Rasanya sudah tidak sabar ingin menyampaikan tantangan berikutnya pada mereka." Wang Shixian menyesap tehnya dengan penuh kenikmatan. Padahal, apa yang dia sampaikan pada sang ayah tidak sepenuhnya benar. Faktanya, dia menjadi sangat senang setelah mendengar jawaban Genjo Li atas pertanyaan yang dikirimkan melalui Mingyue. Jawaban manis itu membuatnya menjadi begitu ingin bertemu dengan Genjo Li. Jika saja hubungan keduanya telah diketahui khalayak ramai, Wang Shixian bahkan tidak akan berpikir dua kali untuk memeluk sang kekasih di depan semua orang.Sayang sekali karena dia masih harus bersabar."Jadi, apa tantangan berikutn

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   116. Curang?

    "Benarkah Tuan Putri?!"Wang Shixian mengangguk tanpa menoleh pada pelayannya. Dia tampak sibuk dengan kuas di tangannya, menulis karakter demi karakter di atas kertas putih. "Ta-tapi ... bagaimana caranya Tuan Li bisa tiba di istana secepat itu, Tuan Putri? Maksudku, itu sangat ... ajaib. Sangat mengejutkan." Meski Mingyue merasa sangat senang sekaligus lega karena lelaki yang dicintai majikannya tidak terlambat untuk mengikuti sayembara dan bahkan mampu lolos di tahap pertama, dia tetap merasa sulit untuk percaya. Pasalnya, secepat apa pun Genjo Li berlari, bahkan meski menunggangi kuda sekalipun, tidak akan bisa mengejar keterlambatan."Mulai sekarang, persiapkan dirimu untuk terkejut. Percayalah, lelaki yang aku cintai itu bukan sembarang." Wang Shixian tersenyum lebar sambil melipat kertas dan memasukkannya ke dalam amplop cokelat."Si-siapa dia sebenarnya Tuan Putri?""Waktu akan menjawabnya. Kau pasti akan sangat terkejut. Sudah, sekali juga antarkan surat ini pada Kakak Li. P

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   115. Peringatan

    Genjo Li hanya diam dan tersenyum tipis, tetapi daripada membalas tatapan lelaki yang mengejeknya, dia lebih memilih untuk membuang pandangan ke tanah, seolah tanah yang dia injak bahkan lebih layak untuk dipandang. Sebagai seorang yang sepertinya berasal dari kalangan terpelajar, lelaki di hadapan Genjo Li pun mendengkus kesal lantaran lawan bicaranya tidak mau melihatnya. "Karena persik itu belum tentu jatuh karena panahmu, menepilah. Kau masih bisa melihat sayembara ini.""Tunggu!"'Chen Wuji? Untuk apa dia ikut campur?!' desis Wang Shixian curiga. Tentu saja sudah sejak tadi dia ingin membela kekasihnya. Tidak peduli persik itu jatuh karena panah Genjo Li ataupun karena telah masak, yang dia pikirkan hanyalah, sang kekasih harus bisa lolos dalam tantang pertama itu.Melihat Chen Wuji angkat bicara, sudah pasti membuat hati Wang Shixian kian panas saja. Dia sangat yakin jika lelaki itu akan mendukung peserta yang ingin menyingkirkan Genjo Li. Tentu saja dengan cara yang sangat mem

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   114. Putusan

    "Semua gagal!" teriak prajurit yang memimpin jalannya sayembara.Seketika itu pula Wang Shixian berusaha keras untuk tidak pingsan. 'Apa katanya? Semua gagal? Kakak Li gagal? Kekasihku gagal?!' batin perempuan itu tidak berhenti bertanya karena tidak percaya selagi kedua matanya masih terkatup, kian rapat.Wang Shixian tidak berani membuka matanya untuk melihat kenyataan yang terjadi. Dia bahkan tidak berhenti menyalahkan diri sendiri karena memilih tantangan sesulit itu di tahap awal hingga membuat kekasihnya gugur begitu saja.Mulanya dia berpikir pelayan kedai itu adalah seorang ahli panah karena Genjo Li mampu memanah para pembunuh bayaran itu dengan tepat dari jarak yang jauh dalam keadaan gelap ketika menyamar menjadi Pendekar Bertopeng. Namun, ternyata ...Sungguh, jika bukan karena ingin menjaga perasaan sang ayah, perempuan itu akan nekat memanah dirinya sendiri. 'Lebih baik mati daripada menikah dengan orang yang tidak dicintai!' Begitulah yang ada di dalam benak Wang Shixia

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   113. Persik untuk Putri Wang 

    Tantangan memanah yang harus dilakukan para peserta lomba bukanlah sekadar memanah biasa, melainkan memanah yang akan memerlukan kemampuan tingkat tinggi. Peserta dengan kemampuan memanah pas-pasan atau biasa saja, akan sulit untuk lolos dalam tantangan pertama ini. "Kalian harus memanah dari jarak 10 meter." Beberapa lelaki tersenyum mendengar ucapan sang putri. Mereka merasa cukup mampu untuk melewatinya. "Sekarang, berbaliklah," perintah Wang Shixian. Para peserta sayembara serentak balik badan. Di hadapan mereka kini terlihat pohon-pohon persik yang tingginya sekitar 8-10 meter. Banyaknya pohon persik di lahan itu membuatnya tampak seperti kebun buah persik. "Aku suka sekali buah persik. Oleh sebab itu, aku meminta kalian memetiknya untukku. Bukan dengan tangan kosong, melainkan dengan memanahnya." Sontak saja para peserta terkejut hingga tanpa sadar mulut mereka terbuka dengan sendirinya. Tadi Putri Wang mengatakan bahwa mereka harus memanah dari jarak 10 meter. Dan sekarang

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   112. Sayembara Dimulai

    Para peserta sayembara telah berkumpul di halaman belakang istana. Bisa dilihat betapa besar antusiasme masyarakat atas kompetisi untuk mencari lelaki terbaik yang akan menjadi suami untuk sang putri itu. Lapangan yang luas bahkan terlihat penuh oleh mereka.Pada mulanya para lelaki itu saling berbicara dengan orang-orang yang berada di sekitar hingga kemudian kedatangan Wang Weo dan putrinya membuat mereka diam seketika. Sebagai pihak yang mengadakan sayembara, Wang Weo memang sengaja hadir untuk membuka kompetisi itu. Dia memberikan kalimat penyemangat sekaligus peringatan bahwa sayembara itu tidak akan mudah."Aku pastikan hanya lelaki terpilih yang bisa lolos dan menjadi menantuku."Mendengar kalimat terakhir sang kaisar ada perbedaan yang dirasakan para peserta. Banyak di antara mereka yang menjadi lebih bersemangat untuk memenangkan perlombaan. Namun tidak sedikit pula yang merasa takut. Tentu mereka tidak akan lupa, biar bagaimanapun lelaki yang menjadi ayah dari 'hadiah' peme

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   111. Deretan Pria Tak Beruntung 

    Pintu gerbang depan istana Haidong telah ditutup rapat ketika matahari berada di atas kepala. Tidak sedikit lelaki yang harus gigit jari karena datang terlambat untuk mendaftarkan diri dalam sayembara. Seperti belum rela dengan kenyataan pahit itu, mereka bahkan masih berdiri dengan tubuh menempel pada gerbang demi melihat para lelaki yang mendaftar di detik-detik terakhir tetapi tidak memiliki nasib seburuk mereka.Meski seandainya mereka berhasil terdaftar sebagai peserta sayembara, belum tentu juga berhasil memenangkannya, setidak-tidaknya mereka telah mencoba. Dan sekarang, apa boleh buat? Bahkan kesempatan untuk menjadi peserta saja sudah tidak mereka miliki.Seorang lelaki yang berada di barisan paling akhir tampak menatap lekat ke arah gerbang. Sepertinya dia sedang mengamati orang-orang yang telah gugur bahkan sebelum mereka terjun ke arena pertempuran.'Jika saja Junsi tidak mengingatkanku, pasti kini aku berada di antara lelaki itu.'Tepat sekali, pria yang memandang ke arah

DMCA.com Protection Status