"Pertarungan kita sebentar lagi dimulai. Jangan kira aku kasihan hanya karena tahu calon penantangku adalah seorang bocah 15 tahun. Bersiaplah, kita bertarung mempertaruhkan harga diri sebagai murid Perguruan Api Abadi!"
Lelanang Mana memberi salam pembuka pada Asoka, menawari pemuda itu tos tangan. Membalas tos tangan Lelanang Mana, Asoka mengerlingkan matanya.
"Suatu kehormatan bisa bertarung melawan pemimpin murid lencana emas. Aku bisa menguji seberapa pesat perkembanganku selama empat bulan di perguruan." Asoka meremas tangan Lelanang Mana, memberi salam berupa kobaran api merah.
"Bocah yang menarik. Aku tidak sabar bertarung denganmu."
Meski kekuatannya terlampau jauh di atas Asoka, pemimpin murid lencana emas itu tidak semerta-merta sombong dan merendahkan Asoka. Justru dia menghargai Asoka karena keberanian dan percaya dirinya yang sangat tinggi.
Bersama dua murid lencana emas lain, Lelanang Mana menuruni anak tangga, kembali ke tempat dudu
Pertarungan antara Asoka dan Lelanang Mana terlihat berat sebelah di mata penonton. Bagaimana tidak, pengalaman bertarung Lelanang Mana jauh lebih mumpuni dari pada pemuda yang hanya pernah bertarung empat kali seumur hidup.Empu Nara mundur beberapa langkah, bersiap memukul gong menggunakan Nafas Api Kilat ke ujung arena.Duang!Lelanang Mana maju lebih dulu menggunakan Nafas Api Bumi. Kuda-kudanya hampir mirip seperti yang dilakukan Empu Nara, tapi kecepatannya masih berbeda jauh. Nafas Api Kilat merupakan tingkat terakhir dari ilmu Gulungan Nafas Api.Asoka menahan gerakan tersebut dengan Pedang Kalacakra selama beberapa detik. Gesekan antar dua pedang menciptakan percikan bunga api. Sontak pertahanan itu membuat penonton riuh, terkejut karena tidak menyangka Asoka dapat mengimbangi kecepatan Lelanang Mana.Pemimpin lencana emas membanting pedangnya dari atas ke bawah. Tidak terlalu menguasai ilmu berpedang, reflek yang dimiliki Asoka tergolong
Beberapa kedipan mata sebelum Lelanang Mana meluapkan seluruh amarahnya dalam satu energi, Asoka lebih dulu tersenyum kala serangannya berhasil melukai pemimpin murid lencana emas.Pemuda itu berjalan dua langkah ke depan, mengepalkan tangan erat tinggi-tinggi. "Senior Mana, meski kekuatanmu jauh lebih besar dariku, meski lencanamu jauh lebih berharga dari lencakau, meski mayoritas murid perguruan lebih membelamu dari pada aku, tapi akhirnya aku bisa membuatmu terpojok lemah di ujung arena.""Beberapa murid lencana perak cerita kalau kau berjuang jauh lebih keras dari pada pendekar-pendekar lainnya. Maka dari itu, aku tidak menyerah meski tahu kemungkinan menangnya hanya sepersekian persen. Sampai ambang batas sekalipun, aku tidak akan menyerah!"Para peserta Turnamen Neraka Bumi yang berasal dari perguruan dan sekte-sekte lain nampaknya termotivasi mendengar kata-kata Asoka.Lelanang Mana tersadar dari pingsannya. Memasang wajah muak seolah tak peduli, p
Meredam aura iblis dalam tubuh Asoka, Ki Seno Aji minta agar pemuda itu diistirahatkan lebih dulu di gubuk milik Ki Damardjati. Penetralan energi dilakukan di sana.Dibantu Datuk Lembu Sora dan Ki Setyo Waringin, sang pendekar terkuat mulai melakukan meditasi, mencari iblis apa yang merasuki tubuh Asoka. Hampir dua jam meditasi dan berbincang dengan sesepuh siluman yang menguasai Nusantara, akhirnya Ki Seno tahu jenis iblis yang merasuki tubuh Asoka.Terperanjak mendengar nama Yasa disebut, pendar hijau Ki Damardjati terpental hingga merobohkan tiga pohon beringin besar."Yasa iblis merah terkuat?" tanya Ki Damardjati. "Setahuku, anak dalam ramalan memiliki hati yang suci dan bersih. Ini sedikit aneh."Ki Seno berdiri dan berjalan mondar-mandir. "Iblis Yasa terlalu berbahaya jika dibiarkan bersarang dalam tubuh pemuda ini. Aku harus menyegelnya di suatu tempat.""Segel batu laut sepertinya tidak cukup kuat untuk menahan kekuatan dahsyat iblis ini,
Asoka terbangun di hamparan pasir tandus luas, sepertinya ini gurun pasir. Menelan ludah terus-menerus karena kehausan, pemuda berkuncir mencari oase atau danau kecil. Namun semakin dia berlari, rasanya dia hanya berputar-putar di satu tempat saja.Hingga pemuda itu menemukan sebuah sumur dan seorang lelaki tua. Kulitnya terbungkus tipis, agaknya lebih cocok dianggap tulang dari pada daging. Lelaki tua itu berkata kalau sumur ini tidak pernah kering sejak kelahiran Bhagawad Gita dulu.Tepat empat ratus tahun lalu, berkah dewa api pernah diturunkan kepada Bhagawad Gita yang dilahirkan dari seorang gadis perawan tanpa suami bernama Dewi Anjarlaras.Berlari mengelilingi gurun selama tujuh kali semasa hamil, akhirnya Dewi Anjarlaras menemukan sumur yang diberkahi. Siapapun yang meminumnya, berhak mewarisi berkah Dewa Api.Berkah itu berupa anting bergambarkan matahari dan zirah berselimutkan api hitam. Fungsinya melindungi tubuh anak dalam ramalan dari segala
"Asoka sering mendengar nama Bhagawad Gita disebut-sebut oleh pendekar sakti Nusantara." Asoka membuka matanya, mengalihkan fokus latihannya ke arah pertapa tua di belakangnya. "Angkat aku jadi muridmu, Guru!"Bhagawad Gita menoleh ke arah Asoka, kemudian mendekati pemuda itu dengan kaki yang sama sekali tidak menyentuh tanah."Kau sudah jadi muridku, bahkan jauh sebelum kau hadir di dunia ini." Bhagawad Gita kembali menepuk pundak belakang Asoka. "Kita dihubungkan takdir yang sama. Aku, kau, dan semua anak dalam ramalan yang lain. Perbedaan kita hanya, apakah kau berhasil menumpas Serikat Zhang Ze, atau hancur lebur seperti yang dialami anak-anak dalam ramalan sebelumnya.""Guru, aku tidak paham tentang ramalan itu.""Kala bulan sudah dikuasai aura hitam, memancarkan cahaya ilusi yang menghasut semua pendekar kuat di dunia ini, kelak kau akan tahu kenapa kau yang terpilih jadi anak dalam ramalan. Pada hari itu, darah dan teriakan rasa sakit tergabung men
"Bertapalah di sini sampai kau bisa mengendalikan berkah Dewa Api yang ada di leher kirimu, mengendalikan pikiranmu, mengendalikan nafsumu, terlebih mengendalikan jiwa iblis yang selamanya akan bersarang di tubuhmu. Setelah dirasa cukup, kau boleh pergi, kembali ke kehidupan nyatamu." Asoka hanya diam mendengar perintah gurunya. Sesaat sebelum benar-benar pergi meninggalkan Asoka, sang guru memberi bingkisan kecil. Terpancar cahaya kehijauan dari dalam bingkisan. "Kekuatan berasal dari Dewata dan semua akan kembali ke Dewata pula. Dalam kehidupan ini, menjadi kuat tidak lah cukup. Meski kau menjadi sepertiku nanti, jadi pendekar tanpa tanding, tapi jika hatimu kotor, semuanya percuma. Tidak ada gunanya menjadi kuat!" "Murid mengerti maksud perkataan Guru, percaya jika semua perintah Guru mengandung kebaikan, untukku, untuk semua Nusantara, untuk para pendekar di dunia ini." Kepergian Bhagawad Gita menyisakan angin segar yang berhembus dari dal
Dahulu ketika Bhagawad Gita masih muda, dia juga melakukan hal yang sama seperti yang Asoka lakukan, bahkan butuh kisaran tujuh tahun hanya untuk melakukan tapa brata, penyucian diri dari semua aura iblis yang melekat di tubuhnya.Atas bimbingan Ki Damardjati, sang legenda akhirnya tahu apa arti dari kehidupan hingga bisa menggapai tahta tertinggi bertajuk pendekar terkuat sepanjang masa.Semua pendekar tingkat naga pasti mengalami hal yang sama. Karena itulah, pendekar yang sudah mencapai tingkat kahyangan akhir, harus menempuh waktu belasan, bahkan puluhan tahun agar bisa naik tingkat jadi tingkat naga awal.Beberapa bahkan rela diguyur air terjun sampai bahu mereka bungkuk permanen, atau dikubur hidup-hidup di lautan pasir panas demi menyempurnakan kanuragan yang mereka miliki.Tapi itu semua tidak berlaku untuk pendekar aliran hitam, terutama penyembah iblis atau pemuja setan yang penyebaraannya merata di tiap-tiap penjuru dunia. Bahkan pendekar alira
"Gatra yang kau kenal hanyalah perwujudan mustika merah, sedangkan aku adalah roh api yang bisa membakar apapun dengan mudah. Api tidak selalu membakar dan merusak, tapi juga menghangatkan orang-orang yang sedang menelingkup dalam selimut, menjaga suhu tubuh semua bayi di dunia bak telur ayam yang harus dihangatkan agar menetas dalam keadaan utuh tanpa cacat."Gagak berzirah merubah wujudnya jadi sosok orang sederhana berbaju merah lengan pendek polos dengan celana komprang sobek di bagian lutut dan paha. Kumis dan jenggotnya tipis, tapi panjangnya menjuntai hingga sejajar dengan tangannya yang melingkar di dada.Tangan yang terbakar cukuplah jadi alasan kuat Asoka terus memundurkan langkahnya. Dia tidak berani mendekat karena cemas yang berlebihan."Roh api utusan Dewata tidak pernah membakar dan menghancurkan apapun. Kau bukan roh api, kau hanya jelmaan iblis!" Asoka berucap penuh keyakinan. "Kau bahkan membunuh ibu kandungku sendiri, Dewi Anjarlaras!"
Kakek pertapa emosi dan menendang bokong Asoka. “Akhlakmu mbok yo dijaga! Kau ini sedang ada di rumah orang. Minimal, kau buang itu sampah pada tempatnya!”“Ma-maaf, Kek,” lirih Asoka sambil menundukkan kepala.“Maaf gundulmu! Cepat angkut semua kulit pisang itu dan buang di tempat sampah!”“Ta-tapi, Kek...”“Tidak ada tapi... cepat angkut semuanya! Aku tidak ingin melihat ladang yang selama ini kurawat jadi kotor karena kulit pisangmu!”Asoka memungut semuanya dengan wajah manyun. Moncong bibirnya tak kunjung tersenyum karena kesal dengan perilaku sang kakek.Usai mengumpulkan semua kulit pisang yang berserakan, Asoka membersihkan kotoran pisang yang menempel di sana. Dia ambil pasir dan menutup sisa-sisa pisang yang menempel di tanah. Setelah selesai, barulah Asoka kembali ke tempat si kakek.“Sudah, tunggu apa lagi? Cepat buang kulit pisang itu!”“
“Setan gendeng!” teriak Asoka setelah berguling menghindar. “Nggak usah sok bohongi aku! Tuyul, tuyul, mana ada tuyul dewasa! Lihat... bohong malah bikin gigimu panjang tau!”“Manusia gemblung! Takkan kubiarkan kau lolos dari sini hidup-hidup!”“Woi Genderuwo,” teriak seorang wanita cantik dari belakang, “dia itu mangsaku. Jangan mengaku-ngaku itu mangsamu!”Semua lelembut yang mengejar Asoka terdiam sejenak setelah mendengar suara Lara. Mereka sadar akan kedudukan Lara dan mempersilakan perempuan itu untuk berlari lebih dulu.Lara adalah dayang pribadi sang putri raja. Dia memiliki kelebihan dan kedudukan lebih dari pada semua lelembut yang hidup di perdesaan seperti ini. Bahkan, raja Abiyasa selalu memberikan desa ini bantuan karena Lara.Sama halnya dengan manusia, jin pun memiliki kerajaannya sendiri. Mereka punya pemimpin, selir, anak, dan rakyat. Daerah mereka juga sama dengan manusi
Tidak lama setelah itu, Lara masuk dengan wajah perempuan cantik. Asoka tidak tahu kalau Lara sebenarnya seorang lampir yang menyamar.“Bagaimana makanannya? Enak, kan?” tanya Lara dengan senyum mengembang tipis. Dia duduk di samping Asoka dan merangkul pinggangnya.Asoka bergidik. Baru kali ini dia berada sedekat itu dengan seorang cewek cantik. Tak ayal, tubuhnya kembali bergetar hebat.Gatra kembali mimisan hebat. Kali ini bahkan sampai muntah darah. “Bocah setan!” teriaknya, lalu pingsan karena tidak kuat menahan godaan Lara.“Ahh, jangan begitu, Nyi. Nyi Lara kan sudah punya sua-”“Panggil aku Lara,” bentak Lara dengan mata sedikit melotot.“Ba-baik, Lara. Tapi tolong singkirkan tanganmu karena aku tidak ingin membuat keributan di sini.” Asoka menurunkan tangan Lara perlahan.“Aku masih mencium bau darah di sini... jangan katakan kau tidak memakannya tadi siang!&rd
Asoka tidak menaruh curiga sedikitpun. Dia hanya mengangguk dan mengiyakan permintaan perempuan cantik di depannya. Gatra yang sadar, tidak bisa berbuat banyak.Dari sini kita tahu bahwa ingatan Gatra masih utuh. Hanya ingatan Asoka yang dihapus oleh penduduk Alas Lali Jiwo.Gatra curiga kalau Danang dan Ganang lah pelakunya. Itu terjadi saat tubuh Asoka tidak kuat menahan energi saat perpindahan dimensi dari hutan Arjuno menuju Alas Lali Jiwo.Alas Lali Jiwo, berarti hutan lupa diri. Sesuai dengan namanya, setiap orang yang sudah masuk ke dalam alas ini pasti akan mengalami kejadian seperti Asoka. Arka pun mengalami hal yang sama saat dia terjebak di sini.“I-ini apa, Nyi?” tanya Asoka lirih. Dia sedikit takut karena tidak kenal siapa perempuan di depannya.“Kau bisa panggil aku Lara... di dalam sana ada nasi dan ikan bakar yang sudah dibumbui sambal merah.”Asoka terlihat bersemangat. Setelah sekian lama dia tidak m
Beberapa menit kemudian, ada derapan kaki yang sangat cepat dari bawah gunung. Suaranya tidak terlalu kentara, tapi Gatra bisa merasakan suara itu. Dia kembali masuk ke tubuh Asoka dan memberitahu kalau ada bahaya yang datang.“Awas, ada sesuatu besar yang datang dari belakang. Dua benda, atau orang, entahlah.”Asoka diam sejenak. Dia mulai merasakan ada derapan kaki. Gandaru masih terus berjalan karena merasa Asoka berjalan mengikutinya.“Tolong, Tuan Musang!”Asoka berteriak ketika dua siluman kera membawanya. Mereka bergelantung ke arah Timur, ke arah sumber suara gamelan tadi berbunyi.Saat Asoka diculik, Gatra tiba-tiba terkunci dalam tubuh Asoka dan tidak bisa keluar. Bahkan untuk berbicara saja sangat sulit.“Ada apa ini!” Gatra berontak setelah dua besi kemerahan menghantam sayapnya.Tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan Asoka.Posisi Gandaru berada jauh di belakang Danang da
Sebelum kelima bola itu mendarat, mustika merah dalam pedang raksasa kecil Asoka mengeluarkan cahaya. Pancarannya sangat hebat dan Asoka sampai-sampai menutup matanya. Tak lama, mustika merah sudah ada dalam genggaman Gatra yang masih dalam bentuk manusianya.“Guru, awas!” teriak Asoka sangat keras. Tubuhnya sudah dilapisi oleh perisai energi merah milik Gatra.Bluar!Sebuah ledakan sangat besar terjadi. Asap membumbung dan debu-debu bertebaran di mana-mana. Anak buah Gandaru terpental jauh hingga puluhan tombak. Ganang dan Ganang pun sama, mereka mencoba menahan ledakan itu, namun gagal.“Uhuk... gu-guru, uhuk...”Asoka merasakan kakinya seperti tertimpa batu raksasa. Sakit sekali. Hanya rasa tanpa luka fisik. Tapi hal tersebut cukup membuat Asoka mendesis tak henti-henti.Ledakan tersebut membuat pepohonan yang ada dalam jarak lima tombak di sekitar Gatra tumbang. Hutan tersebut menjadi gundul. Potongan batang pohon
Para siluman anak buah Gandaru menahan tekanan tersebut. Beberapa dari mereka tumbang akibat tidak kuat menahannya. Sementara Ganang, dia menahannya dengan palu godam yang sama seperti milik kakaknya.“Sakit,” lirih Asoka saat badannya terdorong ke tanah.Gravitasi yang ditimbulkan sangatlah kuat. Selama hampir satu menit, dua siluman itu terus beradu. Hanya mereka berdua yang masih berdiri kokoh. Yang lainnya sudah dalam posisi bungkuk, duduk, dan bahkan ada yang pingsan.“Soka, kau bisa mendengar suaraku,” lirih Gatra dalam tubuh Asoka.“Benarkah itu kau, Guru?” Tanya Asoka kembali.“Entah aku harus senang atau sedih. Tapi tekanan energi ini merusak segel yang beberapa hari lalu dibentuk oleh si pertapa jenggot abu-abu.”“Maksudmu pertapa yang aku temui di gunung Welirang?”“Benar, Soka. Dia lah yang menyegelku dan membuatku tidak bisa membagi kekuatan denganmu. Aku s
Gandaru mundur beberapa langkah. Dia mengambil jarak dari Ganang dan Danang. Tak lama, ujung dua ekornya mengeluarkan sinar merah seperti bola api.Puma merasa kalau tindakan rajanya terlalu gegabah. Jika Gandaru terpaksa melakukannya, maka hutan Arjuna yang merupakan rumah mereka akan terbakar.Melihat hal tersebut, jiwa pendekar Asoka bangkit. Dia ingin mendamaikan konflik antar dua lelembut dari dua tempat berbeda. Akan sangat beresiko memang, tapi Asoka harus melindungi keserasian hutan.Pemuda itu terlambat. Bola api di ujung ekor Gandaru sudah terlempar cepat ke arah Danang dan Ganang. Dua siluman kera Alas Lali Jiwo itu mengayunkan palu godamnya dan melemparkan bola api tadi ke atas.Seketika ledakan terjadi. Ada batuan panas yang membakar setiap yang dilaluinya. Asoka meloncat-loncat untuk menghindari batu panas tersebut. Dia pun tak sadar kalau para siluman yang sedang berseteru memandanginya dari jauh.“Ups, maaf. Aku hanya ingin me
Asoka sudah berlari lebih dulu. Saking takutnya, dia tidak sengaja mengeluarkan ilmu meringankan tubuh. Karena itulah, beberapa penghuni hutan yang lain penasaran dan malah mengejar Asoka.Pemuda itu kini dikejar oleh belasan siluman penghuni hutan. Dua di antaranya adalah Danang dan Ganang. Karena para siluman merasa asing dengan keberadaan keduanya, terjadilah perdebatan sengit.“Bocah itu milik kami. Kau tidak berhak untuk menangkapnya!” Siluman musang ekor dua membentak Danang. “Suruh kembaranmu turun atau kami akan membunuhmu di sini!”Asoka mendengar bentakan keras. Bentakan tersebut membangunkan Gatra. Sang gagak terkejut dan sadar adanya tabrakan energi hitam yang cukup kuat. Nampaknya dua monyet kembar tadi setara dengan seorang pendekar tingkat langit.Karena penasaran, Asoka tidak langsung kabur. Dia menekan kuat-kuat tenaganya agar tidak terdeteksi oleh penghuni hutan yang lain.Saat perdebatan sengit terjadi, As