"Mulut ember, sesumbar seenaknya saja. Akan kubuktikan bahwa aku bisa melangkahi mayatmu tujuh kali bolak-balik!"
"Lakukanlah! Aku sudah siap menerima seranganmu. Citradani!"
"Heaaat...!" Citradani lompat ke depan, tubuhnya berputar cepat melayangkan tendangan kipasnya.
Wuuutt...! Tendangan itu dihindari oleh Tandak Ayu.
Kejab berikutnya Tandak Ayu berhasil pukul punggung Citradani dengan sentakan telapak tangannya.
Duuuhg...!
"Uhhg...!" Citradani tersentak ke depan, darah muncrat dari mulutnya. Hal itu membuat Baraka sempat cemas. Kirana sudah gatal, tak sabar ingin ikut terjun ke pertarungan itu. Tetapi ia menahan diri mengingat pertarungan itu adalah urusan pribadi meraka masing-masing.
Rupanya Citradani masih kuat walau telah menyemburkan darah segar dari mulutnya. Terbukti ia segera berbalik menghadap ke arah lawannya dengan pedang dicabut dari sarungnya.
Sraaang...! Rupanya Tandak Ayu tak mau kalah serang, ia pun mencabut
KALAU saja Pendekar Kera Sakti kala itu tidak berbalik arah dan meneruskan langkahnya, maka ia akan bertemu dengan Ki Bwana Sekarat di kaki bukit Cadas Putih. Itupun kalau mata Baraka cukup awas, sebab siang itu Ki Bwana Sekarat ternyata tertidur di atas sebuah pohon berdaun lebat. Pohon itu mempunyai dahan yang berjajar rapat dan enak dipakai untuk tidur. Orang yang doyan tidur itu tidak mau menyia-nyiakan tempat seperti itu, tak heran jika dalam waktu cepat ia sudah tidur dengan dengkuran yang amat lirih. Dengkuran itu tak terdengar dari jalanan di bawah pohon tersebut.Ketika jalanan itu dipakai lewat tiga kuda, tak satu pun dari ketiga penunggang kuda tersebut mendengar dengkuran Ki Bwana Sekarat. Bahkan tiga orang itu sempat beristirahat di bawah pohon tersebut karena tak jauh dari sana ada sendang kecil berair jernih. Mereka menyempatkan cuci muka dan minum air sendang itu. Tiga orang tersebut adalah para utusan dari Gunung Sesat yang dikuasai oleh tokoh golongan hitam
Ilmu peringan tubuh yang dimiliki Ki Bwana Sekarat bukan ilmu tingkat rendah. Tak heran jika ia mampu bergerak secepat badai menerabas semak belukar memotong arah untuk bisa menghadang tiga utusan Gunung Sesat itu. Gerakan larinya yang cepat itu membuat tubuhnya bagaikan ditiup angin semilir dan rasa kantuknya datang lagi. Matanya pun mulai mengecil dan kepala mulai terangguk-angguk, namun langkah larinya tetap cepat tak berkurang sedikit pun.Bruus...!Serumpun pohon pisang diterjangnya. Wajahnya tersabut daun pisang. Perih. Tapi justru membuat kantuknya jadi hilang. Matanya pun terbuka kembali dengan terang. Ketika tiba di perbatasan desa, rasa kantuk itu sama sekali lenyap dan membuat tubuh Ki Bwana Sekarat tampak tegar. Ia menunggu tiga utusan yang menurut perkiraannya tidak lama lagi akan datang melalui jalan tersebut.Beberapa saat kemudian, suara deru kuda mulai terdengar di kejauhan. Makin lama semakin jelas, pertanda derap kaki kuda itu makin mendekati
"Gggrrr...!" Gaok Lodra benar-benar merasa dipermainkan nafsu amarahnya.Sementara itu, Nenggolo dan Sabit Guntur mulai tak sabar menunggu hasil pemeriksaan Gaok Lodra. Nenggolo pun berseru keras, "Apa yang kau temukan di sana, Gaok Lodra!!""Aahg...!" terdengar suara pekik pendek tertahan dari dalam kerimbunan semak itu. Suara pekik tertahan yang pendek itu membuat Sabit Guntur menggerutu sambil bersungut-sungut."Kurang ajar! Disuruh memeriksa keadaan malah buang hajat dulu!""Memang menjengkelkan pergi bersama Gaok Lodra. Sebentar-sebentar cari tempat buat buang hajat." Nenggolo menimpali.Tapi beberapa saat kemudian terdengar langkah kuda dan ringkikan yang pelan. Kaki kuda menerabas semak ilalang. Nenggolo dan Sabit Guntur sudah pasang wajah geram dan cemberut. Nenggolo sempat berkata kepada Sabit Guntur, "Jangan terlalu dekat dengannya kalau dia habis begitu! Pasti tak pernah bersih dan menjengkelkan!"Nenggolo palingkan wajah, buang m
Bruuk!"Uhg...! Sial! Pinggangku bisa bengkak atau patah kalau begini!" gerutu Ki Bwana Sekarat sambil mencoba bangkit kembali. Tapi pada saat itu, Sabit Guntur yang merasa tak akan mampu melawan Ki Bwana Sekarat segera lompat ke kuda bekas tunggangan Nenggolo. Dengan menggunakan satu tangan ia memacu kudanya, melarikan diri, meninggalkan tempat tersebut. Ki Bwana Sekarat sengaja tak mau mengejarnya, karena tulang punggungnya terasa ngilu sekali.Bertepatan dengan hilangnya Sabit Guntur, muncul sesosok bayangan yang berkelebat ke arah Ki Bwana Sekarat. Dengan cepat Ki Bwana Sekarat siap-siap kibaskan kipasnya untuk merobek kulit tubuh bayangan yang baru datang. Namun gerakan itu segera tertahan karena Ki Bwana Sekarat segera mengetahui bahwa bayangan yang datang ke arahnya itu adalah sosok tubuh Pendekar Kera Sakti."Ki Bwana Sekarat...!""Ah, Gusti Manggala Yudha... Kenapa baru sekarang munculnya?" gerutu Ki Bwana Sekarat. Ia bersungut-sungut sambil menc
"Iblis Raja Naga!" gumam Mega Dewi percaya dengan firasat yang dimiliki Ki Empu Sakya. Ia semakin kagum terhadap ketinggian ilmu orang tua bertubuh kecil itu."Sekarang apa yang harus kita lakukan, Ki?""Ke goa! Aku punya goa tempatku bertapa dulu. Mudah-mudahan belum tertutup reruntuhan batu.""Aku ikut, ya Ki?" usul Angon Luwak."Apakah kau tak akan dicari oleh orangtuamu?""Orangtuaku yang suruh aku memberitahukan padamu tentang kedatangan orang itu, Ki," jawab Angon Luwak dengan lugu."Baiklah kalau kau memaksa mau ikut. Tapi tempatnya tinggi. Kalau kau lelah mendaki tak ada orang yang sanggup menggendongmu.""Aku akan berjalan sendiri. Ki," kata Angon Luwak dengan penuh semangat. Bocah itu sangat kagum dengan Ki Empu Sakya, juga menyukai petualangan di rimba persilatan.Cerita-cerita tentang tokoh golongan putih yang pernah dan sering dituturkan oleh Ki Empu Sakya memacu jiwa bocah itu untuk masuk ke dunia persilatan golon
Di masa perang dunia ke-2, Kekaisaran Matahari adalah adalah sebuah kekaisaran yang memiliki kekuasaan yang sangat besar dan disegani. Kekuasaannya hampir melingkupi seluruh Asia. Termasuk Jawa Dwipa.DI SUATU MALAM.“Aku pemenangnya.. Malagha akan menjadi istriku!” kata Kazikage dengan lantang hingga membahana ditempat itu. Wajah-wajah ditempat itu tampak berubah pucat, bahkan wajah Malagha lebih pucat lagi. Kazikage seakan tak memperdulikan hal itu, lalu berbalik kearah sebaliknya dan menatap semua orang yang ada ditempat itu.“Atau masih ada yang ingin melawanku, silahkan maju!” bentak Kazikage dengan keras kearah semua orang yang ada ditempat itu, tapi tak ada seorangpun yang terlihat mau menanggapi tantangan Kazikage. Tuan Muda dari Kekaisaran Matahari tersebut.“Selain Pangeran Anggoro Wardana, kalian semua tak pantas untuk mendapatkan hormatku. Kalian semua adalah pesakitan dari Asia!” kata Kazikage dengan penuh kesombongan.Mendengar kata-kata pesakitan dari Asia yang dilontark
Dengan gerakan cepat, Kazikage kali ini berusaha menangkap ujung Suling mustika itu, tapi lagi-lagi ia kecela, Suling mustika itu kembali di tarik oleh Baraka dengan cepat dan seketika itu pula Suling mustika itu kembali berada tepat di depan kedua mata Kazikage. Begitu seterusnya yang terjadi, berkali-kali Kazikage berusaha menepis atau menangkap Suling mustika didepan matanya itu, tapi selalu tidak terhasil.Hal ini benar-benar sangat mengejutkan, Kazikage yang sangat membanggakan kecepatannya dibuat tidak berdaya didepan seorang pemuda yang masih sangat belia. Beberapa orang tak tahan untuk menahan senyum mereka melihat Tuan Muda dari Kekaisaran Matahari telah berhasil dipermainkan didepan banyak orang.Kazikage bukannya tidak menyadari akan rasa malunya saat ini. Maka tak ingin terjebak lebih lama. Kazikage melesat kearah sebelah kanan untuk melancarkan serangannya, tapi lagi-lagi langkah Kazikage terhenti saat Suling mustika lawannya kembali berada tepat didepan kedua matanya. Rup
Semakin Baraka menggerakkan tangannya, semakin cepat pergerakan Gelang Brahmananda-nya. Kazikage yang awalnya masih sanggup menangkisnya, lama kelamaan semakin kewalahan. Apa yang dipetunjukkan Baraka, benar-benar mengejutkan semua orang.“Ini sihir...” ucap beberapa orang melihat apa yang dilakukan Baraka. Semua terdengar menggunjing.BUGH!Semua kehirukan itu terhenti saat mereka melihat, tubuh Kazikage terkena gebukan Gelang Brahmananda lawannya.BUGH! BUGH! BUGH!Berikutnya, tubuh Kazikage benar-benar menjadi sasaran empuk serangan Gelang Brahmananda Baraka, begitu kerasnya sampai-sampai ketiga pedang katana yang ada di Kazikage terlepas jatuh ke tanah.BUGH! BUGH! BUGH! BUGH! BUGH!Selanjutnya tubuh Kazikage benar-benar menjadi bulan-bulanan Baraka, hingga akhirnya tubuh Kazikage tak sanggup lagi bertahan dan tersungkur jatuh ditempatnya.Wungngng! Wungngng..! Wungngng...!Begitu Baraka menghentakkan kedua tangannya, ke-10 ‘Gelang Brahmananda’ kembali kearahnya dan masuk kembali k
"Iblis Raja Naga!" gumam Mega Dewi percaya dengan firasat yang dimiliki Ki Empu Sakya. Ia semakin kagum terhadap ketinggian ilmu orang tua bertubuh kecil itu."Sekarang apa yang harus kita lakukan, Ki?""Ke goa! Aku punya goa tempatku bertapa dulu. Mudah-mudahan belum tertutup reruntuhan batu.""Aku ikut, ya Ki?" usul Angon Luwak."Apakah kau tak akan dicari oleh orangtuamu?""Orangtuaku yang suruh aku memberitahukan padamu tentang kedatangan orang itu, Ki," jawab Angon Luwak dengan lugu."Baiklah kalau kau memaksa mau ikut. Tapi tempatnya tinggi. Kalau kau lelah mendaki tak ada orang yang sanggup menggendongmu.""Aku akan berjalan sendiri. Ki," kata Angon Luwak dengan penuh semangat. Bocah itu sangat kagum dengan Ki Empu Sakya, juga menyukai petualangan di rimba persilatan.Cerita-cerita tentang tokoh golongan putih yang pernah dan sering dituturkan oleh Ki Empu Sakya memacu jiwa bocah itu untuk masuk ke dunia persilatan golon
Bruuk!"Uhg...! Sial! Pinggangku bisa bengkak atau patah kalau begini!" gerutu Ki Bwana Sekarat sambil mencoba bangkit kembali. Tapi pada saat itu, Sabit Guntur yang merasa tak akan mampu melawan Ki Bwana Sekarat segera lompat ke kuda bekas tunggangan Nenggolo. Dengan menggunakan satu tangan ia memacu kudanya, melarikan diri, meninggalkan tempat tersebut. Ki Bwana Sekarat sengaja tak mau mengejarnya, karena tulang punggungnya terasa ngilu sekali.Bertepatan dengan hilangnya Sabit Guntur, muncul sesosok bayangan yang berkelebat ke arah Ki Bwana Sekarat. Dengan cepat Ki Bwana Sekarat siap-siap kibaskan kipasnya untuk merobek kulit tubuh bayangan yang baru datang. Namun gerakan itu segera tertahan karena Ki Bwana Sekarat segera mengetahui bahwa bayangan yang datang ke arahnya itu adalah sosok tubuh Pendekar Kera Sakti."Ki Bwana Sekarat...!""Ah, Gusti Manggala Yudha... Kenapa baru sekarang munculnya?" gerutu Ki Bwana Sekarat. Ia bersungut-sungut sambil menc
"Gggrrr...!" Gaok Lodra benar-benar merasa dipermainkan nafsu amarahnya.Sementara itu, Nenggolo dan Sabit Guntur mulai tak sabar menunggu hasil pemeriksaan Gaok Lodra. Nenggolo pun berseru keras, "Apa yang kau temukan di sana, Gaok Lodra!!""Aahg...!" terdengar suara pekik pendek tertahan dari dalam kerimbunan semak itu. Suara pekik tertahan yang pendek itu membuat Sabit Guntur menggerutu sambil bersungut-sungut."Kurang ajar! Disuruh memeriksa keadaan malah buang hajat dulu!""Memang menjengkelkan pergi bersama Gaok Lodra. Sebentar-sebentar cari tempat buat buang hajat." Nenggolo menimpali.Tapi beberapa saat kemudian terdengar langkah kuda dan ringkikan yang pelan. Kaki kuda menerabas semak ilalang. Nenggolo dan Sabit Guntur sudah pasang wajah geram dan cemberut. Nenggolo sempat berkata kepada Sabit Guntur, "Jangan terlalu dekat dengannya kalau dia habis begitu! Pasti tak pernah bersih dan menjengkelkan!"Nenggolo palingkan wajah, buang m
Ilmu peringan tubuh yang dimiliki Ki Bwana Sekarat bukan ilmu tingkat rendah. Tak heran jika ia mampu bergerak secepat badai menerabas semak belukar memotong arah untuk bisa menghadang tiga utusan Gunung Sesat itu. Gerakan larinya yang cepat itu membuat tubuhnya bagaikan ditiup angin semilir dan rasa kantuknya datang lagi. Matanya pun mulai mengecil dan kepala mulai terangguk-angguk, namun langkah larinya tetap cepat tak berkurang sedikit pun.Bruus...!Serumpun pohon pisang diterjangnya. Wajahnya tersabut daun pisang. Perih. Tapi justru membuat kantuknya jadi hilang. Matanya pun terbuka kembali dengan terang. Ketika tiba di perbatasan desa, rasa kantuk itu sama sekali lenyap dan membuat tubuh Ki Bwana Sekarat tampak tegar. Ia menunggu tiga utusan yang menurut perkiraannya tidak lama lagi akan datang melalui jalan tersebut.Beberapa saat kemudian, suara deru kuda mulai terdengar di kejauhan. Makin lama semakin jelas, pertanda derap kaki kuda itu makin mendekati
KALAU saja Pendekar Kera Sakti kala itu tidak berbalik arah dan meneruskan langkahnya, maka ia akan bertemu dengan Ki Bwana Sekarat di kaki bukit Cadas Putih. Itupun kalau mata Baraka cukup awas, sebab siang itu Ki Bwana Sekarat ternyata tertidur di atas sebuah pohon berdaun lebat. Pohon itu mempunyai dahan yang berjajar rapat dan enak dipakai untuk tidur. Orang yang doyan tidur itu tidak mau menyia-nyiakan tempat seperti itu, tak heran jika dalam waktu cepat ia sudah tidur dengan dengkuran yang amat lirih. Dengkuran itu tak terdengar dari jalanan di bawah pohon tersebut.Ketika jalanan itu dipakai lewat tiga kuda, tak satu pun dari ketiga penunggang kuda tersebut mendengar dengkuran Ki Bwana Sekarat. Bahkan tiga orang itu sempat beristirahat di bawah pohon tersebut karena tak jauh dari sana ada sendang kecil berair jernih. Mereka menyempatkan cuci muka dan minum air sendang itu. Tiga orang tersebut adalah para utusan dari Gunung Sesat yang dikuasai oleh tokoh golongan hitam
"Mulut ember, sesumbar seenaknya saja. Akan kubuktikan bahwa aku bisa melangkahi mayatmu tujuh kali bolak-balik!""Lakukanlah! Aku sudah siap menerima seranganmu. Citradani!""Heaaat...!" Citradani lompat ke depan, tubuhnya berputar cepat melayangkan tendangan kipasnya.Wuuutt...! Tendangan itu dihindari oleh Tandak Ayu.Kejab berikutnya Tandak Ayu berhasil pukul punggung Citradani dengan sentakan telapak tangannya.Duuuhg...!"Uhhg...!" Citradani tersentak ke depan, darah muncrat dari mulutnya. Hal itu membuat Baraka sempat cemas. Kirana sudah gatal, tak sabar ingin ikut terjun ke pertarungan itu. Tetapi ia menahan diri mengingat pertarungan itu adalah urusan pribadi meraka masing-masing.Rupanya Citradani masih kuat walau telah menyemburkan darah segar dari mulutnya. Terbukti ia segera berbalik menghadap ke arah lawannya dengan pedang dicabut dari sarungnya.Sraaang...! Rupanya Tandak Ayu tak mau kalah serang, ia pun mencabut
"Kkkau... kau jelmaan kelinci buruanku yang dulu pernah kutangkap itu?""Benar. Sekarang kau tahu wujudku, karena... karena kau telah menyuruhku mencium pipimu, Pemuda Tampan."Baraka semakin malu dan tersipu. Untuk menutupi rasa malunya ia tertawa bagaikan orang menggumam. Wajahnya dipalingkan ke arah lain sesaat, lalu kembali lagi memandang Tandak Ayu ketika gadis itu mendekatinya. "Apakah sekarang kau masih berani menggelitik perutku?"Baraka semakin salah tingkah. Rasa sesal dan malu bercampur menjadi satu, menimbulkan rasa geli sendiri di dalam hatinya."Kalau kau masih ingin menggelitikku, silakan!" Tandak Ayu menantang dengan semakin maju. Matanya memandang nakal, penuh godaan yang mendebarkan hati setiap lelaki. Senyumnya pun merupakan senyum pemikat, yang hampir-hampir membuat Baraka nekat mendekati wajah itu."Maaf, aku tak tahu kalau kau kelinci jelmaan," kata Baraka sambil melangkah ke batang pohon. Pundak dan lengannya disandarkan di b
SEKALIPUN Baraka mengetahui bahwa Raja Maut pergi ke Pulau Blacan, tapi Wiratmoko sarankan tak perlu mengejarnya ke sana. Menurut Wiratmoko lebih baik cari dulu Ki Bwana Sekarat, siapa tahu membawa pesan lebih penting dari mengejar Raja Maut ke Pulau Blacan."Biarkan dia berhadapan dengan Nyai Demang Ronggeng di Pulau Blacan. Dia pasti akan dikubur hidup-hidup oleh Nyai Demang Ronggeng!" kata Wiratmoko yang membuat Baraka sempat terperanjat."Jadi, Nyai Demang Ronggeng bersemayam di Pulau Blacan?""Ya. Dan aku tahu bahwa Nyai Demang Ronggeng punya kesaktian yang mampu membuat Raja Maut tumbang atau melarikan diri terbirit-birit.""Seberapa dekat kau mengenal Nyai Demang Ronggeng?""Tidak terlalu dekat. Hanya mendengar ceritanya dari mulut ke mulut!""Pantas jika Iblis Raja Naga ingin membunuh Ki Bwana Sekarat, rupanya Raja Maut yang bergelar Iblis Raja Naga itu juga mengkincar kematian Nyai Demang Ronggeng. Padahal Nyai Demang Ronggeng dan K
"Apa salahku pergi dengan gadis itu?""Dia kekasihku! Dia calon istriku?" sentak Raden Udaya mulai menampakkan kemarahannya. Tetapi Baraka justru tersenyum geli. Ia garuk-garuk kepalanya bagai tak peduli kemarahan lawannya. Ia kelihatan tak khawatir sedikit pun walau telah dikepung oleh Gandra dan Rangku yang masing-masing telah mencabut senjatanya berupa trisula dan kapak dua mata."Paman Gandra, hajar dia! Beri pelajaran supaya tahu adat!"Gandra ingin maju menyerang, tapi tiba-tiba punggungnya bagaikan ada yang menendang dengan sangat kuat. Pukulan jarak jauh dilepaskan seseorang dari tempat persembunyian. Pukulan itu membuat Gandra terhentak dengan napas tertahan dan badan melengkung ke depan. Ketika badan itu kembali tegak, tahu-tahu darah mengalir dari mulut lelaki berkumis lebat itu."Paman Gandra! Kenapa kau!" Raden Udaya kaget dan menjadi tegang."Keparat! Mau coba-coba melawan orang kadipaten kamu, hah! bentak Rangku kepada Baraka.