Reruntuhan cadas bercampur karang itu menimbun celah sempit tersebut dan menutup rapat. Bahkan sebongkah batu jatuh di depan mulut gua dan membuat mulut gua semakin kuat tertutup batu besar. Tak sembarang orang bisa mendorong batu tersebut, sebab bagian yang runcing menancap masuk ke dalam celah, menutup dan mengunci.
Marta Kumba berkata, "Kalau begitu caranya, dia tidak akan bisa keluar dari gua itu, Ratna!"
"Biar! Biar dia mati di sana. Kurasa gua itu adalah sarang ular berbisa! Orang ganas macam dia memang layak mati dimakan ular, daripada kerjanya mengganggu perempuan-perempuan lemah!"
"Rupanya kau kenal dia, Ratna!"
"Ya. Dia yang bernama Gandarwo! Setiap dia masuk kampung, penduduk menjadi ketakutan, masuk pasar, pasar jadi bubar! Dialah biang keributan dan momok bagi masyarakat di mana ia berada!"
Ratna Prawitasari menghembuskan napas kecapekan, ia duduk di atas batang pohon yang telah tumbang beberapa waktu lamanya. Marta Kumba pun duduk di
"Bagaimana dengan Nyai Cungkil Nyawa, apakah dia punya minat untuk memiliki pedang pusaka itu?""Kurasa tidak! Nyai Cungkil Nyawa hanya mempertahankan makam itu sampai ajalnya tiba. Tak perlu pedang pusaka lagi, dia sudah sakti dan bisa merahasiakan pintu masuk ke makam itu. Toh sampai sekarang tetap tak ada yang tahu di mana pintu masuk itu.""Apakah Adipati Lambungbumi tidak mengetahuinya? Bukankah kakeknya dulu ikut mengerjakan makam itu?""O, kakeknya Lambungbumi hanya sebagai penggarap bagian atas makam saja. Dia penggarap pesanggrahan, tapi tidak ikut menggarap makam Prabu Indrabayu!""Ooo...!" Baraka manggut-manggut."Kau tadi kelihatannya tertarik dengan pedang pusakanya Ki Padmanaba, ya!""Tugasku adalah merebut pedang itu dari Rangka Cula!""Ooo...," kini ganti Ki Sonokeling yang manggut-manggut."Aku sempat terkecoh oleh ilmu sihirnya yang bisa mengubah diri menjadi orang yang kukenal. Kuserahkan pedang itu, dan tern
"Maksudmu!" Baraka terperanjat dan berkerut dahi."Lebih dari lima orang kubunuh karena dia mau mencelakaimu!""Lima orang!""Lebih!" tegas Kirana dalam pengulangannya."Waktu kau berjalan bersama orang hitam ini, tiga orang sudah kubunuh tanpa suara, dan kau tak tahu hal itu, Baraka!""Maksudmu, yang tadi itu?" tanya Baraka."Semalam!" jawab Kirana.Ki Sonokeling menyahut, "Jadi, semalam kita dibuntuti tiga orang?""Benar, Ki! Aku tak tahu siapa yang mau dibunuh, kau atau Baraka, yang jelas mereka telah mati lebih dulu sebelum melaksanakan niatnya!" jawab Kirana dengan mata melirik ke sana-sini.Ki Sonokeling jadi tertawa geli dan berkata, "Kita jadi seperti punya pengawal, Baraka!""Baraka," kata Kirana. "Aku harus ikut denganmu! Aku juga bertanggung jawab dalam menyelamatkan dan merebut pedang itu!"Baraka angkat bahu, “Terserahlah! Tapi kuharap kau...!"Tiba-tiba melesatlah benda mengkilap
Wuttt...! Kembali ia bergerak pelan dan sinar kuning itu ternyata berhenti di udara, tidak bergerak maju ataupun mundur."Menakjubkan sekali!" bisik Kirana dengan mata makin melebar.Sinar kuning itu tetap diam, tangan Ki Sonokeling terus berkelebat ke sana-sini dengan lemah lembut, dan tubuh Mandraloka bagai dilemparkan ke sana sini. Kadang mental ke belakang, kadang terjungkal ke depan, kadang seperti ada yang menyedotnya hingga tertatih-tatih lari ke depan, lalu tiba-tiba tersentak ke belakang dengan kuatnya dan terkapar jatuh.Dalam keadaan jatuh pun kaki Mandraloka seperti ada yang mengangkat dan menunggingkannya, lalu terhempas ke arah lain dengan menyerupai orang diseret.Sementara itu, Ki Sonokeling memutar tubuhnya satu kali dengan kaki berjingkat, hingga ujung jari jempolnya yang menapak di tanah.Wuttt...! Kemudian tangannya bergerak bagai mengipas sinar kuning yang sejak tadi diam di udara. Kipasan itu pelan, tapi membuat sinar kuning m
Nenek itu geleng-geleng kepala. "Sayang sekali wajahmu tampan tapi bodoh! Aku adalah si Cungkil Nyawa, penjaga makam ini!""Makam...! Bukankah ini petilasan sebuah keraton?""Keraton nenekmu!" umpat Nyai Cungkil Nyawa dengan kesal. "Ini makam! Bukan keraton! Kalau yang kalian cari reruntuhan bekas keraton, bukan di sini tempatnya! Kalian salah alamat! Pulanglah!""Kami tidak salah alamat!" bentak Ratna Prawitasari."Di reruntuhan inilah kami mencari jubah keramat itu! Karena kami tahu, di bawah reruntuhan ini ada ruangan penyimpan jubah keramat itu!""Dan kami harus menemukan jubah itu!" tambah Marta Kumba."Tak kuizinkan siapa pun menyentuh jubah itu! Dengar...!""Nenek ini cerewet sekali dan bandel!" geram Ratna Prawitasari."Pokoknya sudah kuingatkan, jangan sentuh apa pun di sini kalau kau ingin punya umur panjang dan ingin punya keturunan!" Setelah itu ia melangkah memunggungi Ratna Prawitasari dan Marta Kumba.Terd
Nyai Cungkil Nyawa terlempar dan jatuh di atas reruntuhan bekas dinding dua sisi. Ia terkulai di sana bagaikan jemuran basah. Tetapi kejap berikutnya ia bangkit dan berdiri di atas reruntuhan dinding yang masih tegak berdiri sebagian itu. Ia tampak segar dan tidak mengalami cedera sedikit pun. Tetapi Mandraloka kelihatannya mengalami luka yang cukup berbahaya. Kedua tangannya menjadi hitam, sebagian dada hitam, dan separo wajahnya juga menjadi hitam. Tubuhnya pun tergeletak di bawah pohon dalam keadaan berbaring.Pelan-pelan Mandraloka bangkit dengan berpegangan pada pohon, ia memandangi kedua tangannya, dadanya, sayang tak bisa melirik sebelah wajahnya, ia tidak terkejut, tidak pula merasakan sakit yang sampai merintih-rintih. Tapi ia melangkah dengan setapak demi setapak, gerakannya kaku dan sebentar-sebentar mau jatuh.Ia menarik napas dalam-dalam. Memejamkan mata beberapa kejap. Setelah itu, membuka mata sambil menghembuskan napas pelan tapi panjang. Pada waktu itu
"Aku tidak membawa almari! Untuk apa aku bawa-bawa almari!"Nyai Cungkil Nyawa berteriak jengkel, "Kataku, mau apa kau kemari!""Ooo... mau apa kemari?" Hantu Laut nyengir sambil menahan sakit. Nyai Cungkil Nyawa tidak tahu bahwa Hantu Laut adalah orang yang agak tuli, karena dulunya ketika ikut Kapal Neraka, dan menjadi anak buah Tapak Baja, ia sering digampar dan dipukul bagian telinganya, jadi sampai sekarang masih rada budek. (Baca serial Pendekar Kera Sakti dalam episode: "Tombak Kematian")."Aku ke sini tidak sengaja, Nek. Tujuanku cuma mau cari orang yang bernama Baraka! Dia harus segera pergi mengikutiku, karena aku mendapat perintah untuk menghubungi dia dari kekasihnya, bahwa....""Nanti dulu jangan cerita banyak-banyak dulu...!" potong Nyai Cungkil Nyawa, "Apakah kau teman Baraka?""Aku anak buahnya Baraka! Aku diutus oleh Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat untuk menyusul dia, sebab akan diadakan peresmian istana yang sudah selesai di
Crakk...!Ujung-ujung tombak itu mengenai lantai marmer, dan sebagian lantai ada yang gompal. Tetapi tubuh Gandarwo selamat dari hujaman tombak-tombak itu. Kalau ia tak cepat bergerak dan berguling ke depan, matilah ia saat itu juga."Jebakan!" ucap Gandarwo sambil matanya membelalak tapi mulutnya menyunggingkan senyum kegirangan."Pasti ini jebakan buat orang yang tak hati-hati dalam perjalanannya menuju makam itu! Ah, tak salah dugaanku! Pasti ini jalan menuju makam Prabu Indrabayu!"Semakin beringas girang wajah Gandarwo yang angker. Semakin banyak ia menghadapi jebakan-jebakan di situ, dan masing-masing jebakan dapat dilaluinya, sampai ia tiba di jalanan bertangga yang arahnya menurun. Setiap langkah sekarang diperhitungkan betul oleh Gandarwo. Tangga yang menurun berkelok-kelok itu tidak menutup kemungkinan akan ada jebakannya pula.Ternyata benar. Salah satu anak tangga yang diinjak membuat dinding lorong menyemburkan asap hitam. Gandarwo bur
"Ha ha ha ha...! Kalau sudah begini, siapa yang akan melawanku? Siapa yang akan mengalahkan Gandarwo, hah! Huah ha ha...! O, ya... aku akan membuat nama baru! Bukan Gandarwo lagi namaku! Biar wajahku angker menurut orang-orang, tapi aku punya jubah keramat begini, aku menjadi seperti malaikat! Hah...! Tak salah kalau aku memakai nama Malaikat Jubah Keramat! Ya... itu nama yang cocok untukku! Malaikat Jubah Keramat! Huah ha ha ha...!"Clapp...!Seekor kuda muncul di depan Gandarwo. Karena ia memang membayangkan seekor kuda yang akan dipakainya mengelilingi dunia persilatan dan mengalahkan jago-jago silat dari mana saja. Sesuai dengan apa yang ada dalam bayangan pikirannya, kuda itu adalah kuda jantan berbulu hitam yang kekar, dengan pelana indah berlapis emas pada tepian pelananya.Gandarwo naik di atas punggung kuda dengan gagahnya. Tapi pada saat itu, dua pasang mata ternyata sedang memperhatikan dari kejauhan. Dua pasang mata itu adalah milik Ratna Prawitasari
"Kalau kau membentak-bentakku, sebaiknya aku pergi saja dan silakan cari pakaianmu sendiri!" Baraka berpura-pura ingin pergi."Tunggu!" teriak gadis itu. "Baiklah, aku tidak membentakmu lagi," suaranya mereda. "Tolonglah, carikan pakaianku, nanti kuberi upah.""Apa upahnya?""Akan kuajarkan padamu sebuah jurus yang jarang dimiliki orang."Senyum Pendekar Kera Sakti melebar. "Jurus apa itu?""Jurus pukulan 'Malaikat Rela'," jawab gadis itu dengan suaranya yang selalu keras dan bening.Baraka sempat tertawa dalam gumam. "Lucu sekali nama jurus itu.""Jangan menertawakan. Kalau kau tahu kehebatan jurus itu kau akan terbengong-bengong!""Apa kehebatannya?""Pukulan 'Malaikat Rela' dapat merobohkan delapan pohon dalam satu kali hentakan. Jika dilepaskan kepada lawanmu, dia akan tumbang setelah bernapas tiga kali. Percayalah, jurus itu tak ada yang memiliki kecuali diriku. Maka carilah pakaianku dan kau akan kuajarkan jurus te
"Ahg...!" Dampu Sabang tersentak dan diam seketika dengan tangan masih mau disentakkan. Lama sekali dia tak bergerak. Kelana Cinta dan Raja Hantu Malam sempat merasa heran melihat Dampu Sabang bagaikan menjadi patung. Tetapi ketika angin berhembus kencang, mereka terkejut melihat tubuh Dampu Sabang berhamburan ke mana-mana. Rupanya pada saat itu Dampu Sabang sudah tak bernyawa lagi. Pisau-pisau kecil itu telah membuat Dampu Sabang berubah menjadi debu yang masih saling bergumpalan. Itulah kehebatan dan kedahsyatan jurus 'Manggala' milik Pendekar Kera Sakti, pemberian dari Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi, calon mertuanya itu.Dengan terbunuhnya tubuh Dampu Sabang, maka persoalan Raja Hantu Malam palsu pun terselesaikan. Ki Randu Papak segera ditolong olah Baraka menggunakan hawa ‘Kristal Bening’-nya, dan Baraka meminta maaf kepada tokoh tua yang bijak itu. Sedangkan Ratu Asmaradani tubuhnya menjadi pulih seperti sediakala, terbebas dari pengaruh 'Racun Siluman' yang ju
Praaak...! Terdengar seperti suara cermin pecah. Lalu sinar biru itu menghantam tubuh Raja Hantu Malam.Zruub! Tepat mengenai iga kanan Raja Hantu Malam."Aaahhhg...!" Raja Hantu Malam mengejang dengan kepala terdongak dan kedua kakinya menekuk ke depan. Sekujur tubuhnya berasap, warna kulitnya menjadi merah retak-retak.Baraka terbelalak melihat keadaan Raja Hantu Malam. Lukanya sangat parah, tapi agaknya ia bertahan untuk tetap lakukan serangan ke arah Dampu Sabang. Tapi serangannya sangat lunak dan mudah dihindari Dampu Sabang yang tertawa terbahak-bahak kegirangan. Baraka dalam kebimbangan. Mau menolong, tapi yang ditolong adalah yang menjadi musuhnya dan ingin dibinasakan jika tak mau tawarkan racun yang mengenal Ratu Asmaradani. Jika ia tidak menolong, ia tak tega melihat orang yang pernah dikagumi itu menderita siksaan begitu keji.Dalam keadaan bimbang itu, tiba-tiba Baraka dikejutkan oleh gerakan halus yang datang dari arah belakangnya. Baraka ce
Rupanya Ki Randu Papak berlari menuju arah datangnya sinar merah yang meletup di angkasa tadi. Tetapi gerakannya mampu dipatahkan oleh Baraka yang tahu-tahu menghadang langkahnya.Jleeg...!"Mau lari ke mana kau, Raja Hantu Malam!" tegur Baraka tak ramah lagi."Baraka, minggirlah dulu. Aku punya urusan dengan seseorang! Setelah kuselesaikan urusanku ini, kita bicara lagi mencari kebenaran fitnah itu!""Tak kubiarkan kau lari tinggalkan tanggung jawabmu. Raja Hantu Malam!""Jangan paksa aku melukaimu, Baraka!""Tidak. Aku hanya ingin paksa dirimu mengobati Ratu Asmaradani yang terkena 'Racun Siluman' itu!""Itu bukan tanggung jawabku, Baraka! Aku tidak melakukannya!" sentak Ki Randu Papak. "Tapi kalau kau ingin aku membantumu, aku sanggup membantumu. Tapi nanti, setelah kuselesaikan urusanku dengan Dampu Sabang!""Sekarang juga kau harus lakukan penyembuhan terhadap Ratu Asmaradani!""Tidak bisa! Aku sudah punya janji unt
Perubahan wajah yang ada pada Ki Randu Papak tampak jelas sebagai ungkapan rasa kaget, namun juga rasa tidak percaya. Baraka sengaja diam untuk menunggu kata-kata dari sang kakek itu."Apa maksudmu dengan mengatakan aku menipumu, Pendekar Kera Sakti? Kata-katamu menyimpang dari watak kependekaranmu yang harus bicara jujur.""Aku bicara yang sebenarnya, Ki Randu Papak. Kau boleh buktikan sendiri ke Lembah Sunyi. Hanya ada dua murid yang selamat dari pembantaian sadis itu, karena mereka sedang diutus ke pesisir selatan.""Sepertinya kau bicara mengigau. Tapi baiklah, kucoba untuk mempercayai kata-katamu. Lalu, bagaimana dengan Resi Wulung Gading sendiri? Apakah dia ikut menjadi korban?"Baraka menggeleng berkesan dingin, "Resi Wulung Gading bertapa di Gua Getah Tumbal. Mungkin sampai sekarang belum mengetahuinya.""Kalau begitu aku harus ke Gua Getah Tumbal untuk memberitahukan hal itu kepada Resi Wulung Gading!" tegas Ki Randu Papak.Tiba-tib
Blaaar...!Sinar hijau itu pecah menjadi lebar, lalu padam seketika. Tubuh Siluman Selaksa Nyawa terpelanting dalam keadaan mengepulkan asap. Kerudung kain hitamnya hangus sebagian. Mulutnya keluarkan darah kental. Matanya menjadi merah bagai digenangi cairan darah. Tongkat El Mautnya menjadi putih bagaikan dilapisi busa-busa salju."Keparat!" gumamnya lirih, lalu ia sentakkan kaki dan lari tinggalkan tempat itu secepatnya. Baraka pun bergegas mengejar, tetapi Sumbaruni segera berseru, "Biar kubereskan dia!" dan perempuan cantik itu segera melesat dengan cepat mengejar Siluman Selaksa Nyawa. Sedangkan Baraka segera berpaling ke belakang untuk melihat siapa orang yang telah selamatkan jiwanya dari serangan lima larik sinar hijau tadi."Oh, kau...!" Baraka terkejut bukan kepalang.Ternyata orang yang melepaskan sinar merah berbentuk lingkaran tadi adalah Raja Hantu Malam, alias Ki Randu Papak."Kau terlambat sedikit, Baraka! Sinar hijau itu harus dib
Bukit itu tidak terlalu tinggi. Tanamannya tidak begitu rimbun. Bagian puncak bukit termasuk datar dan mempunyai tempat yang enak untuk sebuah pertarungan. Rimbunan semaknya tumbuh secara berkelompokkelompok. Dan di salah satu rimbunan semak berdaun lebar itulah Baraka bersembunyi mengintai sebuah pertarungan. Ternyata pertarungan itu adalah pertarungan yang tidak disangka-sangka oleh Baraka. Bukan pertarungan Raja Hantu Malam melawan Dampu Sabang, melainkan pertarungan antara Sumbaruni dengan orang berkerudung kain hitam dan membawa senjata tombak El Maut yang ujungnya mirip sabit.Orang itu adalah tokoh sesat yang diburu-buru oleh Pendekar Kera Sakti selama ini. Dia tak lain adalah Siluman Selaksa Nyawa, yang mempunyai wajah pucat dan dingin.Tentu saja Pendekar Kera Sakti terkejut sekali melihat tokoh sesat itu muncul di bukit tersebut dan lakukan pertarungan dengan Sumbaruni. Apa persoalan mereka, Baraka tidak tahu secara pasti. Tetapi sebagai orang yang sudah bebe
"Jadi... selama ini kaulah yang memberi kabar tentang pemuda-pemuda yang akan diculiknya?""Ya. Karena itu syarat untuk menjadi muridnya.""Kau salah, Sundari. Kau tidak boleh membantu pihak yang sesat seperti Nyai Sedah itu.""Tapi aku ingin memiliki ilmu seperti yang dimilikinya!""Ada jalan lain, tanpa harus membantunya melakukan kejahatan."Sundari kian menangis di sela malam bercahaya rembulan. Baraka mencoba memahami jalan pikiran lugu gadis desa itu. Akhirnya ia bertanya, "Lalu mengapa kau tadi mau dibunuhnya?""Sejak kemarin ia mencarimu, tapi aku tak mau kasih tahu di mana dirimu! Aku takut kau dijadikan korban seperti pemuda lainnya. Lalu, malam ini ia mendesakku lagi, tapi tidak percaya kalau kukatakan bahwa kau ke puncak. Rupanya dia bermaksud serahkan dirimu kepada suaminya, yang juga sebagai gurunya, ia merelakan diperistri oleh suaminya itu hanya untuk dapatkan ilmu-ilmu sakti seperti yang dimilikinya sekarang ini. Tapi menuru
"Dia ke puncak! Carilah di puncak sana!" jawab Sundari dengan rasa marah yang tak mampu dilampiaskan. Tangisnya kian terdengar jelas dari tempat Baraka bersembunyi di atas pohon."Tidak mungkin, Sundari! Aku bukan orang bodoh yang bisa kau bohongi! Kau ingin menjebakku di puncak sana, bukan!""Ttt... tidak!""Kau bohong! Aku jadi muak padamu!"Sreeet...!Orang berkerudung hitam itu mencabut pisau sepanjang dua jengkal dari balik baju hitamnya. Pisau itu hendak ditikamkan ke dada Sundari. Tapi Baraka segera lepaskan pukulan 'Jari Guntur'-nya lewat sentilan tangan.Taaas...!Tenaga dalam yang dilepaskan lewat sentilan tangannya itu tepat kenai pelipis orang berpakaian hitam.Dees...!Orang itu pun tersentak dan terpelanting ke samping bagaikan terkena tendangan kuda binal. Ia berguling-guling tiga kali, lalu cepat ambil sikap berdiri lagi.Wuuut...! Jleeg...!Baraka turun dari atas pohon langsung berhadapan d