"Aneh sekali.... Aneh sekali...," desis Pendekar Kera Sakti seraya berjalan mendekati. Baraka meraup air berwarna merah. Mendadak, dia berjingkat. Kedua telapak tangannya terasa amat dingin seperti beku. Hingga, tanpa sadar Baraka menjerit kaget dan membuang air merah yang menggenang di telapak tangannya.
"Ada apa, Baraka?" tanya Kemuning penuh rasa ingin tahu.
"Air ini.... Air ini...," ujar Baraka, tak jelas apa maksudnya.
"Kenapa dengan air itu?" kejar Kemuning, semakin penasaran.
"Air ini dingin sekali...."
Dewi Pedang Kuning mengerutkan kening. Hendak dicelupkannya jari-jari tangan kanannya ke sumber air merah. Tapi sebelum hal itu terlaksana, tiba-tiba Baraka mencekal bahunya kuat-kuat, hingga dia memekik kaget.
"Ada apa, Baraka?" tanya Kemuning lagi, kali ini terdengar ketus dan penuh rasa kesal.
"Kita harus pergi!" seru Baraka.
"Sebentar..., aku mau melihat dulu, kenapa air ini bisa berwarna merah...."
"Hus!" tola
Kemuning tersenyum kecut melihat kekonyolan Baraka. Anehnya dia malah melangkah mendekati rumah batu."Hei! Kau hendak ke mana!" tanya Baraka."Menyelidiki rumah itu!" jelas Kemuning"Menyelidiki?""Ya! Kalau Tuhan memberikan nasib baik, siapa tahu kita bisa mendapatkan sesuatu di rumah itu""Sesuatu apa? Bukankah kita tidak boleh ceroboh?""Uh! Tolol benar kau, Baraka! Siapa yang ceroboh? Apa kau tidak dengar? Aku hendak menyelidiki, Tolol!""Ya! Ya, aku memang tolol..." sambut Baraka kebodoh-bodohan. Pertanda ia tak marah walau berkali-kali kena damprat.Akhirnya, Baraka dan Kemuning melangkah berdampingan. Setindak-dua tindak, mereka berjalan mendekati rumah batu yang baru mereka temukan. Rumah yang terbuat dari susunan bongkah-bongkah batu besar itu bagian atasnya ditumbuhi sulur-sulu bunga beraneka warna. Sementara, di bagian depannya terdapat kolam kecil namun sudah tak berair lagi.Ketika langkah Baraka dan Kemuni
Tak mau melihat Puncak Kupu-kupu yang menjadi tempat tinggalnya meledak hancur karena pukulan dahsyat tiga puluh manusia raksasa, Putri Budukan meloncat cepat. Dia turut maju menyerang Dewa Geli. Di tangannya telah tercekal sebuah bola bergerigi.Sambil mengirim tendangan ke kepala, Putri Budukan menghantamkan bola bergerigi yang dibawanya ke dada Dewa Geli. Namun, serangan wanita buruk rupa itu hanya mengenai angin kosong. Tubuh Dewa Geli dapat berkelebat amat cepat. Gerakan si bocah licin bagai belut, dapat berpindah tempat dengan cepat bagai siluman."Hi hi hi.... Keluarkan semua kepandaianmu, Putri Budukan...," ejek Dewa Geli. "Setelah lelaki-lelaki piaraan mu itu kubuat lebam-lebam wajahnya, ganti tubuhmu yang akan kubuat lebam-lebam! Hi hi hi...!"Cepat sekali tubuh Dewa Geli bergerak. Terdengar suara tamparan mengenai sasaran lima kali. Disusul suara pekik parau kesakitan. Tubuh lima manusia raksasa terasa pusing karena kena tempeleng. Tubuh mereka lalu j
Dewa Geli terus berjalan menuruni Puncak Kupu-kupu. Sebentar-sebentar dia menoleh ke belakang seperti ada sesuatu yang dikhawatirkannya. Saat mencapai pertengahan bukit, Dewa Geli menghentikan langkah. Sekujur tubuhnya amat lemah dan tak bertenaga. Wajahnya pun terlihat memucat karena dia merasa seluruh tenaganya telah hilang entah ke mana.Perlahan-lahan sepasang kaki Dewa Geli menekuk. Lalu, dia jatuh terduduk. Kain baju yang dikenakannya basah kuyup oleh cairan keringat yang terus keluar, padahal hawa udara cukup dingin menusuk.Bocah yang pernah tinggal di kerajaan siluman itu masih mencoba untuk tertawa. Tapi, tawanya kali ini terdengar sengau dan sama sekali tak menyiratkan kegembiraan. Apa yang terjadi?"Apa yang ku khawatirkan telah terjadi kini. Pukulan 'Sihir Penjerat Arwah' telah membuatku lumpuh...," gumam Dewa Geli dengan tatapan kosong."Untung saja aku dapat mengelabuhi perempuan jahat itu. Dia tidak tahu kalau ilmu pukulannya mampu menembu
DI BAWAH siraman cahaya rembulan, tubuh Dewa Geli terbaring telentang di atas bongkah batu persegi. Tubuh bocah berpakaian kedodoran itu lemah lunglai tiada daya. Seluruh kekuatannya telah lenyap tersedot oleh pengaruh pukulan 'Sihir Penjerat Arwah' Putri Budukan. Sementara, batu persegi tempat terbaringnya tubuh si bocah tampak rata dan licin. Karena tiupan angin malam yang membawa lapisan kabut, hawa dingin batu itu terasa menusuk tulang dan amat menyiksa. Namun, Dewa Geli tak dapat berbuat apa-apa lagi, kecuali pasrah pada keadaan.Tiga puluh lelaki kerdil menari berputar-putar mengelilingi tubuh Dewa Geli. Sambil menari, mereka menyanyi pula dengan diiringi tabuhan tambur dan genderang. Lelaki-lelaki kerdil yang cuma mengenakan cawat itu tampak begitu larut dalam kegembiraan. Sepertinya, mereka tengah mengadakan pesta yang amat meriah.Sekitar dua tombak dari batu persegi tempat terbaringnya Dewa Geli, Putri Budukan berdiri tegak mengenakan jubah hitam. Tatapan mat
Mendengus gusar Putri Budukan mendengar rentetan kata yang penuh makna sindiran itu. Sekali lagi, dia mengedarkan pandangan. Dan, terkesiaplah dia ketika melihat seorang lelaki setengah baya tengah berdiri tegak di dekat tubuh Dewa Geli."Heran aku... " kata Putri Budukan dalam hati."Bagaimana orang itu bisa muncul tanpa sepengetahuanku? Apakah dia yang telah mencederai bahu kananku?"Terbawa rasa penasaran, bergegas Putri Budukan meloncat ke hadapan sosok lelaki yang baru muncul. Ditatapnya sekujur tubuh lelaki itu penuh curiga."Hmmm.... Menilik garis-garis wajahmu, aku seperti pernah mengenal dirimu...," ujar Putri Budukan, lirih seperti menggumam.Lelaki yang berdiri di dekat Dewa Geli tersenyum tipis. Rambutnya yang panjang terayun-ayun dimainkan hembusan angin. Lelaki itu bertubuh tinggi tegap dan mengenakan pakaian putih-putih dengan sabuk pinggang kain biru. Berwajah tampan rupawan. Dan, kulit tubuhnya pun tampak putih bersih seperti kulit
Sambil menggembor keras, Putri Budukan menghentakkan kedua telapak tangannya ke depan. Dua larik sinar hijau kemerahan yang amat menggidikkan melesat cepat ke arah Ksatria Seribu Syair!"Manusia jahat pasti akan menerima buah kejahatannya!" Seru Ksatria Seribu Syair. Lelaki yang diam-diam telah mempersiapkan ilmu 'Pembalik Tenaga Lindungi Jiwa' itu menarik kedua tangannya ke belakang sejajar pinggang, dan langsung dihentakkan ke depan. Seberkas cahaya putih kebiruan tiba-tiba melesat, memperdengarkan suara mendengung seperti ada ribuan lebah sedang terbang!Lalu....Blarrrr...! Blarrr...!Dua ledakan terdengar menggelegar di angkasa. Paduan cahaya warna-warni menyembur ke mana-mana. Hingga untuk beberapa saat, suasana malam di Puncak Kupu-kupu jadi terang benderang. Namun, di balik keindahan yang sempat tercipta, tampaklah satu pemandangan menggiriskan.Gumpalan tanah dan bongkah-bongkah batu berhamburan ke segenap penjuru. Batang-batang pohon tumb
"Hmmm.... Tampaknya, kau memang pandai memutar lidah, Pak Tua," sahut Baraka. "Aku bisa mengerti apa yang kau katakan. Tapi, tentu saja aku tak mau percaya begitu saja! Katakan asal-usulmu lebih jelas! Kalau memang kau orang baik-baik, mungkin aku bisa menolongmu. Dan mungkin pula, kau pun bersedia menolongku...."Mendengar ucapan Pendekar Kera Sakti yang terus terang itu, Setan Bodong tertawa untuk kesekian kalinya."Ha ha ha...! Dunia ini memang seringkali tidak adil. Aku sudah memperkenalkan diri. Tapi, dua orang yang ada di hadapanku ini terus saja bertanya tanpa terlebih dulu menyebutkan nama dan gelar. Ya! Dunia ini memang seringkali tidak adil! Ha ha ha...!"Berkerut kening Baraka seketika. Ditatapnya lekat-lekat wajah Setan Bodong yang masih terbaring telentang di cekungan tanah. Karena merasa tak enak hati mendengar sindiran kakek gendut itu, akhirnya Baraka berkata, "Aku bernama Baraka. Kalau ingin tahu gelarku, aku akan mengatakan. Tapi, harap kau tak
Untuk kesekian kalinya, Setan Bodong menatap lekat wajah Pendekar Kera Sakti. Lalu katanya, "Kau sudah tahu kalau aku bergelar Setan Bodong, bukan? Kau lihat sekarang ini, perutku memang gendut, tapi tidak bodong, bukan? Pusar ku biasa-biasa saja....""Apa hubungannya tindakan Banyak Langkir dengan gelarmu itu?" tanya Baraka, penasaran."Ketahuilah, Bocah Bagus..., sebenarnya aku punya pusar sebesar buah terong tua. Oleh karena itulah orang-orang memberi ku gelar Setan Bodong. Tapi..., seperti yang kau lihat sekarang, pusar ku telah hilang. Banyak Langkir telah mencopotnya....""Mencopotnya?" kejut Baraka."Ya. Setelah gagal membunuhku, dia mencopot pusar ku saat aku sedang bersemadi. Akibatnya, seluruh ilmu kesaktianku lenyap....""Astaga! Kejam benar muridmu itu, Pak Tua," dengus Baraka. "Bukan hanya itu perlakukan kejam Banyak Langkir," sahut Setan Bodong. "Karena takut aku akan dapat mengembalikan ilmu kesaktianku, tubuhku yang sudah tak bisa d
Angin berhembus ke utara. Awan pun bergerak ke arah yang sama. Ternyata di balik awan ada rembulan. Sekalipun tidak penuh dan tampak jauh, tapi cahayanya cukup membuat malam menjadi pucat. Batu dan tanaman rumput mulai bisa terlihat. Keadaan remang membuat Baraka merasa senang, karena dengan begitu matanya dapat memandang sekeliling dengan lebih jelas lagi."Hei, ada gerakan di sebelah barat sana? Hmmm... apa itu? Oh, seseorang melesat menuju sela-sela rumah penduduk. Nah, itu dia! Bayangan hitam itu akhirnya datang juga. Aku harus segera mengejarnya ke sana!"Zlaaap...!Baraka pergunakan gerakan peringan tubuh yang mampu melesat dengan cepat tanpa suara. Dalam waktu singkat ia tiba di belakang sebuah rumah, tempat bayangan tadi menghilang di sela-sela dua rumah. Baraka merunduk di balik tanaman singkong yang tingginya baru sebatas dada manusia dewasa. Matanya memandang dengan waspada ke berbagai arah.Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari seberang.
"Jika memang dia berilmu tinggi tentunya dia sangat mudah menangkis gerakan tanganku dalam menampar tadi. Jika ia berlimu tinggi, tak mungkin pipinya menjadi merah, karena tamparanku tak begitu keras untuk ukuran orang berilmu tinggi. Aku tak percaya kalau dia adalah bayangan hitam.""Kau kasar sekali, Baraka," ucapnya dengan suara bergetar karena menahan tangis.Baraka tarik napas panjang-panjang jauhi dipan."Untuk apa kau membohongiku, Sundari? Aku tahu bukan kau orang yang disebut-sebut sebagai bayangan hitam itu.""Memang aku orangnya!" Sundari cemberut. "Karena itu, kuharap kau jangan hadapi dia karena itu sama saja kau berhadapan denganku dan aku tak tega jika harus membunuhmu."Baraka sunggingkan senyum tak percaya. "Kalau memang kau bayangan hitam yang dikatakan sakti dan mampu bergerak secepat kilat hingga seperti bayangan lewat, maka kau pasti akan mampu menangkis gerakan tanganku tadi. Ternyata kau tidak mampu menangkisnya, itu berarti
Maka, pendekar tampan yang ternyata sejak tadi diintip oleh Sundari dari celah pintu dapur itu, mencoba mengutarakan maksudnya kepada Pak Tua pemilik kedai tersebut. "Apakah kau menyediakan kamar untuk penginapan, Ki?""Tidak. Maksudmu bagaimana, Baraka?""Kalau ada kamar, aku akan bermalam di sini. Aku ingin tahu siapa bayangan hitam itu. Karena..., terus terang saja, kedatanganku kemari adalah dalam perjalanan menemui Raja Hantu Malam.""Hahh...!" Ki Rosowelas terkejut. Baraka memang tidak jelaskan pokok masalah sebenarnya agar tak mengundang perhatian terlalu besar bagi si pemilik kedai itu.Baraka hanya berkata, "Aku punya sedikit urusan dengan Raja Hantu Malam dan harus segera kuselesaikan. Jika bayangan hitam itu memang Raja Hantu Malam, berarti aku tak perlu susah-susah mendaki Gunung Keong Langit. Jika memang bukan dia, maka kita semua akan tahu siapa sebenarnya bayangan hitam itu.""Tapi dia berbahaya, Baraka. Bayangan hitam itu, baik dia
Karena tutur katanya sopan dan wajah Baraka tidak kelihatan bengis, maka Ki Rosowelas pun mempersilakan Baraka untuk masuk ke kedainya. Kedai itu tidak ditutup semua, melainkan disisakan satu pintu untuk keluarnya Baraka nanti. Selain mengisi perutnya, Baraka juga memesan secangkir arak. Dua potong ketan bakar dinikmati pula sebagai pengisi perutnya. Ki Rosowelas menemani Baraka dengan ikut menikmati secangkir arak pula.Seorang gadis manis berkulit hitam segera bergegas ke belakang setelah membantu beberes tempat itu. Gadis manis berusia sekitar dua puluh tahun itu adalah anak tunggal Ki Rosowelas yang terlambat lahir. Gadis itu bernama Sunari, yang lahir pada saat Ki Rosowelas sudah berusia empat puluh tahun.Mulanya Ki Rosowelas dan mendiang istrinya merasa tidak akan punya keturunan, karena sudah bertahun-tahun hidup berumah tangga tapi tidak pernah mempunyai anak. Ketika mereka sudah berusia separo baya, sang istri justru hamil. Tapi sayang sang istri harus mening
"Kuhancurkan tubuh Sumbaruni jika kau tak mau tunduk padaku, Baraka!" kata Nila Cendani mengancam dengan suara dingin."Aku tak akan pernah tunduk pada orang sesat sepertimu, Nila Cendani!""Bagus. Kalau begitu kau ingin lihat tubuh Sumbaruni hancur sekarang juga!"Wuuut...! Claaap...!Dari mata Nila Cendani melesat selarik sinar biru bening ke arah tubuh Sumbaruni yang terkapar tak berdaya itu. Baraka yang memang mengetahui kalau serangannya bisa menyentuh Ratu Tanpa Tapak, cepat patahkan sinar biru itu dengan lepaskan jurus 'Tapak Dewa Kayangan', yaitu Sinar putih perak yang keluar dari telapak tangan yang disatukan di dada dan disentakkan ke depan.Baraka memang sudah mengetahui keistimewaan akan dirinya yang akan selalu perjaka, walaupun keperjakaannya itu sudah di obral kesana kemari.Claap...!Blegaaarrr...! Ledakan lebih dahsyat dari yang tadi telah membuat tanah bagaikan diguncang gempa hebat. Tiga pohon di seberang sana tumba
Dalam perjalanannya menuju Gunung Keong Langit, yang menurut keterangan Tabib Awan Putih, bentuk gunung itu seperti rumah keong raksasa itu, Baraka sempat berpikir tentang semua kata-kata dan penjelasan tabib bungkuk itu."Mungkin memang karena tak beristri lagi, maka Raja Hantu Malam kembali ke jalan yang sesat karena tak ada orang yang mengingatkannya. Tapi mengapa diawali dari dasar laut? Mengapa sasaran pertamanya Ratu Asmaradani? Apakah dengan begitu tingkah lakunya tidak mudah tercemar di permukaan bumi? Atau karena Raja Hantu Malam tak bisa menahan hasratnya untuk beristri lagi dan sudah lama mengincar Ratu Asmaradani yang masih tampak muda itu?"Renungan itu patah. Langkah pun terhenti. Pandangan Baraka segera tertuju ke arah kirinya. Di sana ada tanah lega berpohon jarang. Di atas tanah itu tampak dua orang mengadu kesakitan dengan letupan-letupan yang kadang menjadi ledakan mengguncang tanah. Baraka segera bergegas ke pertarungan dua perempuan yang jaraknya l
Pada saat Pendekar Kera Sakti tercengang, wajah Ratu Asmaradani tertunduk malu dan sedih. Tapi suaranya terdengar jelas, "Paksa dia untuk sembuhkan diriku, Baraka. Jika memang sangat terpaksa, kalahkan dia dengan caramu. Aku mohon bantuanmu. Pendekar Kera Sakti...!"Baraka masih tertegun merinding melihat keganasan ilmu 'Racun Siluman', ia dapat bayangkan alangkah menderitanya hidup tanpa bagian perut ke bawah.-o0o-RINDU MALAM hanya diizinkan oleh Ratu Asmaradani mengantar Baraka sampai di permukaan laut saja. Ia harus segera kembali, karena sang Ratu punya firasat adanya rasa cinta di hati Rindu Malam. Bahkan sebelum ia ditugaskan mengantarkan Baraka ke permukaan laut, sang Ratu sudah berpesan kepada semua rakyat dan orang-orang bawahannya, "Tak satu pun boleh mencintai Baraka dan merayunya. Dia orang terhormat, murid dari kakak sepupuku. Apalagi kalau dia berhasil kalahkan Raja Hantu Malam, kalian semua, termasuk aku, berhutang budi kepadanya.
"Ibuku adalah adik dari ibunya Dewi Pedang. Jadi cukup dekat hubunganku dengan bibi gurumu itu, Baraka."Pendekar tampan angguk-anggukkan kepala. Senyumnya kian mekar berseri menggoda hati para prajurit di pinggiran ruang pertemuan itu. Pendekar Kera Sakti merasa lega dan bangga bisa bertemu dengan Ratu Asmaradani, yang dalam urutan silsilah termasuk orang yang patut dihormati dan dilindungi, sebab adik dari gurunya sendiri. Tetapi Baraka diam-diam menyimpan keheranan kecil."Tentunya dia punya ilmu tinggi. Tapi mengapa dia tak bisa selesaikan persoalannya sendiri? Mengapa harus meminta bantuan padaku?"Kemudian Baraka pun bertanya, "Jadi, bagaimana aku harus memanggilmu, Nyai Ratu? Bibi atau....""Terserah kau. Bukan panggilan hormatmu yang kubutuhkan, tapi kesaktianmu yang kuharapkan bisa menolongku.""Boleh aku tahu apa kesulitanmu, Nyai Ratu?""Beberapa waktu yang lalu, seorang lelaki berilmu tinggi dapat masuk ke negeri ini. Ia mengaku
"Gusti Ratu kami mempunyai ilmu 'Latar Bayangan' yang membuat semua pemandangan di sini seperti pemandangan di permukaan pulau," kata Kelana Cinta."Apakah di sini juga ada siang dan malam?""Ya. Kami juga mengenal siang dan malam, tapi kami tak punya matahari dan rembulan," jawab Rindu Malam."Hanya orang berilmu tinggi dan mempunyai kepekaan indera keenam saja yang bisa sampai di tempat kami ini. Tetapi jika kau tinggal di sini, kau akan dibekali ilmu tersendiri yang bisa membuatmu keluar masuk ke negeri kami, seperti contohnya ilmu yang kugunakan membawamu kemari tadi," kata Kelana Cinta."Seandainya ada...." Kelana Cinta tak jadi teruskan kata, ia melihat seorang wanita berjubah perak muncul di serambi istana. Wanita berambut pendek itu membungkukkan badannya, memberi hormat kepada Baraka.Maka Kelana Cinta berkata, "Sebaiknya kita segera masuk ke istana. Pendeta Agung Dewi Rembulan sudah mempersilakan kita untuk menghadap sang Ratu.""O