Nu An mengamati tiga orang aneh.
Yang pertama, Zhang Fei, badan kekar penuh otot berpakaian lengan terbuka. Wajahnya seperti singa penuh brewok.
Di sebelahnya pria berbadan proporsional berpakaian mewah duduk di pelana kuda. Dia Liu Bei. Tampan, berdaun telinga besar, sepertinya orang baik.
Yang terakhir, pria gagah berjenggot hitam panjang yang sangat lembut. Dia Guan Yuchang, buronan dari desanya. Dahulu dia salah satu pendekar lulusan perguruan Wudang, ketika kembali ke desa gadis yang dia suka diperkosa pejabat korup. Dia membabat habis semua pengawal juga pejabat korup.
Belum sempat Nu An menyapa, suara yang dia kenal membuatnya menoleh.
"Ada apa ribut-ribut?" tanya Cao Cao menghampiri mereka.
Di belakangnya
"Sepertinya Han akan segera selamat," komentar Ha Nif, sambil memberi hormat ke Dewa-Dewi di langit. Beberapa pasukan penjaga di atas tembok juga melakukan hal yang sama. Pasukan Koalisi akan segera menghantam Hu Lao, lalu ke Luoyang dan memenggal Dong Zhuo. Akan tetapi Nu An tidak yakin. Walau dia melihat sendiri pasukan Koalisi bagai angin ribut memporak-porandakan pasukan lawan, tetapi perasaannya berkata lain. "Ayo kita bersiap-siap merawat pasukan," ajak Nu An, pada kedua muridnya yang setia. Dia telah menemukan tenda Cao Cao dan bersiap menyusun rencana untuk membunuhnya. Tetapi beberapa hari berlalu, tenda itu selalu dijaga oleh dua orang kesatria. Dian Wei dan Xu Chu. Terlebih Cao Cao menghabiskan banyak waktu di tenda utama bersama para Jendral. membuat Nu A
Dian Wei memberi hormat pada Nu An. "Apa Anda benar-benar bisa mengobati berbagai penyakit?" Nu An mengangguk. "Ada yang bisa saya bantu?" "Ah, bagus!" Dian Wei menarik Nu An pergi menuju tenda lain. "Tuan Cao Cao membutuhkanmu." "Bukannya tendanya yang tadi?" Dian Wei tertawa. "Dia selalu menaruh curiga seseorang akan membunuhnya, jadi dia sering pindah tenda." Siapa sangka jika Dian Wei malah membimbing Nu An menuju sarang Cao Cao. Dengan begini dia akan lebih mudah menghabisi pria itu. Dian Wei menunjuk tenda jauh di ujung dekat tembok, membiarkan Nu An pergi sendiri. Dia berkumpul dengan beberapa pasukan, meneguk arak. Nu An
Lima tahun berlalu semenjak koalisi bubar. Kehidupan rakyat semakin susah, perang di mana-mana, para jendral seakan tak peduli pada Han, mereka memperluas wilayah masing-masing dengan merebut wilayah jenderal yang lain. Para senior Huasan tahun ke tujuh atau tahun terakhir banyak yang turun gunung untuk membantu para pengungsi. Nama besae Huasan semakin mansyur. Terlepas dari itu, kehidupan di Huasan berjalan normal dan tentram. Di tanah lapang pusat danau, murid-murid Huasan duduk berbaris meratam bait puisi, membuat calon murid baru tahun ini terpesona. Terutama karena Zhou. Dia berdiri merapal puisi karangannya. "Engkau bagai bunga sakura, dinanti cepat merekah, disambut tawa dan musik ketika gugur."
Pakaian baru menutup tubuh mungil. Wajah manis tapi dari jenis pakaian jelas dia lelaki. Walau suara dipaksakan tinggi, tapi jelas sekali suara aslinya lembut. Dia Lu Xun, pemuda yang digadang-gadang memiliki kemampuan luar biasa.Bocah tahun kedua, pasti baru patroli pertama kali, masih polos dan menjunjung tinggi peraturan, pikir Zhou, memandang gusar beberapa bocah di bawah sana."Heh! Turun!"Gara-gara suara Lu Xun, pintu jendela kamar wanita ditutup rapat dari dalam.Gigi-gigi Zhou beradu, dia berdiri berdesis menunjuk-nunjuk Lu Xun dan teman-temannya, tapi urung berkata-kata. Dia tahu salah, tapi mereka juga salah. Kenapa patuh aturan?Mata sipit Lu Xun menangkap suling terselip pada ikat pinggang Zhou. Bend
Lu Xun kaget dengan pengorbanan Zhou yang dia ganggu. Bahkan dia belum berkenalan, tapi dia melindunginya.Dua kali dia ditolong. Dia tidak mau berhutang budi, segera dia memasang badan di hadapan Zhou, memandang guru.Para senior menarik selendang bening mereka, kembali ke sisi Guru."Kenapa memasang badan?""Maaf Guru, sebenarnya aku yang--"Zhou membekap mulutnya dari belakang. "Bocah ini nakal, mengata-ngataiku terus Makannya aku menarik pedang untuk menakutinya supaya sopan kepadaku."Qiu menarik napas dalam. "Sikap seperti ini suatu saat bisa membunuhmu, bodoh."Qiu venar, tapi Zhou cuek. Prinsip hidup memang ti
Deng Ai mengaku otak kriminal pencuri arak adalah Zhou. Karena itu keduanya terseret dalam sebuah hukuman fisik. Keduanya wajib mengambil air di sungai belakang gunung untuk mengisi setiap kamar mandi laki-laki di perguruan Huasan selama dua puluh satu hari, sesuai jumlah kendi arak yang mereka curi. Lu Xun juga terkena riak dari masalah tempo hari. Dia dipanggil 'sang taat aturan'. Siang ini dia duduk perpustakaan memandang gagang pedang mengenang memori tadi malam. Dadanya berdegup kencang ketika mengingat Zhou menariknya masuk dalam dekap. Zhou lelaki keren. Pipinya mendarat ke meja. Dia memeluk gagang pedang seperti memeluk guling. "Heh!" sentak seorang gadis tahun ketig
Di paviliun senior, Lu Xun datang seorang diri. Banyak mata lelaki memandang jengah padanya."Zhou di kamar lantai tiga!" sentak Deng Ai, duduk di kursi bersama teman-teman menikmati daging bakar. "Gara-gara kamu aku terlambat makan siang!"Lu Xun melangkah menuju lantai tiga. Situasi sepi. Nyaris semua pintu kamar terbuka."Lu Xun, kemari," perintah Bian yang menguasai tubuh Zhou.Zhou duduk di kursi kecil sembari menikmati teh hangat. Pakaiannya belum terikat, membuat sinar matahari dapat menerpa kulit yang terekspos. Dia menepuk baju yang dilipat di atas meja, tapi Lu Xun fokus pada suling di sebelah baju."Ambilah, ini pakaianku di tahun pertama."Lu Xun mengambil pakaian juga
"Zhou! Zhou!"Qiao panik sampai melangkah menuju pusaran. Untung Deng Ai menariknya mundur."Apa kamu gila? Ada apa? Kenapa mau masuk ke pusaran, hah!""Kak, Zhou terhanyut ke sana!""Apa?""Bajingan cilik itu menarik Zhou masuk, Kak. Dia iblis!""Tenang, tenang!" Deng Ai yang biasa tak pernah memakai otak, kali ini memompa banyak darah ke kepala. "Lapor guru kepala, jangan menyalahkan orang. Kita harus tenang," ucap Ai.Qiao melayang duluan menuju pagoda air terjun. Deng Ai melesat mengejar adiknya.Belum sampai tujuan, mereka bert
Cao Cao dan para punggawa berada di kota Ba. Mereka berkumpul guna menyelidiki surat-surat rahasia Yuan Shao yang ditujukan pada teman-temannya di daerah kekuasaan Cao Cao. Cukup banyak surat-surat sampai dua hari menyita perhatian Cao Cao, menetap di ruang baca. "Apa yang hendak sepupu lakukan dengan semua surat-surat?" tanya Cao Hong, memberanikan diri setelah menanti begitu lama, sampai kakinya pegal. Cao Cao menghela nafas panjang membaca satu surat, lalu dia terkekeh. "Yuan Shao, Dong Cheng, Liu Bei, Sun Ce, Ma Teng, Liu Zhang, Liu Biao, King Ring, Meng Tian, Meng Huo, Zhang Reng. Mereka bersumpah setia pada Kaisar untuk membunuhku." Dia terkekeh hingga terlentang di bantal. "Haiya, jadi surat ini yang membuat Yuan Shao berani menantangku, Perdana Menteri Han?"
Nu An dan pengikutnya malam ini sibuk dengan kegiatan merawat korban perang.Pelarian pasukan Yuan Shao banyak yang singgah di pertigaan Hubei, pertigaan antara kota Ye, Beihai, dan kota Ba.Bisa dibilang pertigaan Hubei menjadi tempat paling netral dari politik juga peperangan di seantero Han saat ini.Semua karena nama besar Nu An membuat pasukan Cao Cao sungkan hendak menyerang, terlebih bukan hanya pelarian pasukan Yuan Shao yang dia tolong, tapi juga beberapa pasukan Cao Cao yang terluka pun dirawat di sana.Ha Nif berlari dari arah hutan dengan raut wajah panik. "Guru, Guru Nuan!"Nu An sedang menjahit luka tebas di badan salah satu pasukan Yuan Shao, dia fokus pada pekerjaan tak mengindahkan muridnya itu.&n
Sementara itu di pelabuhan Yang Feng, pelabuhan dekat kota Ye, puluhan kapal besar berlabuh dikawal ratusan kapal kecil dan ribuan sampan. Cahaya obor mewarnai sungai kuning di malam hari, mempertontonkan bendera Cao Cao yang berkibar di masing-masing kapal. Semua warga berkumpul di depan rumah masing-masing, menunjuk-nunjuk ribuan prajurit yang berbaris menuju utara. Para warga mulai berbisik. "Wah, bukankah Cao Cao telah mengalahkan Yuan Shao, kenapa pasukan mereka masih siaga seperti ini?" "Haiya, Perdana Menteri mungkin ingin menghabisi seluruh penduduk utara karena mendukung Yuan Shao." Mereka berhenti bicara ketika Quan Long bersama beberapa jendral berkuda
Ini ucapan pertama Liu Bang setelah beberapa jam berdiam diri."Baik, selamatkan rakyat dari tirani adalah hal terpenting."Zhou lega, mengetahui Liu Bang orang baik. Namun, dia sadar, pasti sulit mengucapkan tirani pada sesuatu yang dia bangun sepenuh jiwa dulu. Sesuatu yang diyakini berbeda dari dinasti sebelumnya.Liu Bang berbalik menghadap Zhou. Lagi-lagi dia memberi raut wajah yang serius. "Aku merasakan dua tenaga dalam dirimu. Katakan, apa kalian melakukan transfer ruh?"Zhou mengangguk."Kenapa? Siapa yang kehilangan badan?"Zhou menceritakan apa yang terjadi pada Liu Bang karena percaya buyut Liu Bian tidak memiliki niat jahat kepadanya.
Liu Bang masih terpukul. Kedua telapak tangannya menekan dua sisi pelipis, memandang pantulan wajah di jernih air danau."Bian, bagaimana ini?" tanya Zhou dalam tubuh Bian. "Cepat selidiki, sebenarnya apa yang terjadi."Tanpa disuruh pun Bian ingin bertanya, hanya saja dia menanti saat yang tepat, melihat kondisi pemuda itu membuatnya sungkan untuk mendesak.Liu Bang tertawa histeris menggeleng cepat. "Dewa naga sialan, dia benar-benar berhasil membuat danau rembulan!"Dia berbalik mencengkram kedua lengan Zhou. "Kamu berhasil masuk, berarti kamu keturunanku. Katakan, keturunan ke berapa dan bagaimana keadaan di luar sana?""A-aku keturunan ke-13. Keadaan di luar kacau balau. Setelah nyaris empat ratus tahun Han berdiri
Pertukaran terjadi. Sekarang Bian memegang kendali tubuh Zhou.Dia berdiri membawa obor abadi, mengamati kemegahan dinding batu raksasa berlumut dengan seksama. Sesekali dia meraba-raba dinding berharap menemukan keajaiban seperti tempo hari, di mana dia tidak sengaja menekan tombol rahasia yang membuat pintu terbuka.Sambil memakan biji padi dia duduk bersila mengamati pintu raksasa berhias tanaman hijau memanjang bak tirai."Zhou, menurutmu bagaimana?" tanya Bian.Tidak ada jawaban dari sahabat di dalam alam bawah sadar."Hei, bantu berpikir.""Ah berisik, aku sedang menikmati arak!"Bian menghela napas panjang. Terkadang
Pertukaran kuasa atas tubuh terjadi seperti biasa. Keduanya silih berganti, menahan lapar juga haus. Zhou duduk bersila kaki menggaruk kepala seperti kera kutuan walau tidak gatal. Entah berapa lama dia menunggu sampai kuku memanjang, pipi cekung, bibir pecah-pecah. Rupa Zhou seperti mayat hidup. Hingga detik ini dia sabar menanti. Dengan nada panjang yang malas, dia bertanya, "Bian, bagaimana sekarang? Sudah ketemu belum jalan keluarnya?" Dalam alam bawah sadar Bian menjawab, "Ikuti sumber kehidupan menuju kehidupan. Haiya … apa maksudnya coba?" Zhou berdecak sebal, selalu pertanyaan yang sama, selalu kalimat yang sama. Dia tak pernah akur dengan puisi, bagaimana mungkin bisa mengerti?
Zhou menghindari serangan musuh tanpa melepas batu besi inti bumi yang meluncur menuju dasar danau. Keduanya tercengang ketika melihat sosok musuh. Mereka pernah bertemu sosok manusia ikan ketika pertama kali bertemu dengan Qiu Niu, dalam dunia bawah sadar. Namun, baru kali ini mereka berhadapan dengan para manusia ikan di dalam air. Gerakan mereka seperti ikan koi menyerang capung. Senjata tombak spatula bermata tiga begitu tajam juga bercahaya terang. Mereka memakai senjata dengan cara menyodok. Selama perjalanan Zhou hanya bisa menghindar. Gerak badannya lambat di dalam air, membuat menghindari serangan sangat susah. Zhou masuk ke dalam gelembung kasat m
Sementara itu di tepi danau rembulan, Zhou belum juga masuk ke dalam danau."Kakek, sekarang apa?" tanya Bian yang menguasai tubuh Zhou.Dua Kakek terkekeh. Kakek putih mengayun tangan, memberi kode para dayang untuk menaruh kendi raksasa ke tepi danau rembulan.Yu An dan Yu En datang membawa kayu pipih besar, juga cairan aneh dalam kendi berukuran sedang."Kakak tenang saja," jawab Yu An, senyumnya mampu membuat Zhou sedikit rileks.Jika gadis kalem menyuruhnya tenang, bukankah berarti semua baik-baik saja?Yu An menuang cairan itu ke dalam kendi berisi air, lalu Yu En dan Kakek mengaduk perlahan memakai kayu pipih.Aroma sabun