Home / Fantasi / Pendekar Dua Jiwa / 56. Lima Tahun Berlalu

Share

56. Lima Tahun Berlalu

Author: WarmIceBoy
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Lima tahun berlalu semenjak koalisi bubar. Kehidupan rakyat semakin susah, perang di mana-mana, para jendral seakan tak peduli pada Han, mereka memperluas wilayah masing-masing dengan merebut wilayah jenderal yang lain.

Para senior Huasan tahun ke tujuh atau tahun terakhir banyak yang turun gunung untuk membantu para pengungsi. Nama besae Huasan semakin mansyur.

Terlepas dari itu, kehidupan di Huasan berjalan normal dan tentram.

Di tanah lapang pusat danau, murid-murid Huasan duduk berbaris meratam bait puisi, membuat calon murid baru tahun ini terpesona. Terutama karena Zhou.

Dia berdiri merapal puisi karangannya.

"Engkau bagai bunga sakura, dinanti cepat merekah, disambut tawa dan musik ketika gugur."

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Pendekar Dua Jiwa   57. Junior Aneh

    Pakaian baru menutup tubuh mungil. Wajah manis tapi dari jenis pakaian jelas dia lelaki. Walau suara dipaksakan tinggi, tapi jelas sekali suara aslinya lembut. Dia Lu Xun, pemuda yang digadang-gadang memiliki kemampuan luar biasa.Bocah tahun kedua, pasti baru patroli pertama kali, masih polos dan menjunjung tinggi peraturan, pikir Zhou, memandang gusar beberapa bocah di bawah sana."Heh! Turun!"Gara-gara suara Lu Xun, pintu jendela kamar wanita ditutup rapat dari dalam.Gigi-gigi Zhou beradu, dia berdiri berdesis menunjuk-nunjuk Lu Xun dan teman-temannya, tapi urung berkata-kata. Dia tahu salah, tapi mereka juga salah. Kenapa patuh aturan?Mata sipit Lu Xun menangkap suling terselip pada ikat pinggang Zhou. Bend

  • Pendekar Dua Jiwa   58. Hukuman Tiga Tahun

    Lu Xun kaget dengan pengorbanan Zhou yang dia ganggu. Bahkan dia belum berkenalan, tapi dia melindunginya.Dua kali dia ditolong. Dia tidak mau berhutang budi, segera dia memasang badan di hadapan Zhou, memandang guru.Para senior menarik selendang bening mereka, kembali ke sisi Guru."Kenapa memasang badan?""Maaf Guru, sebenarnya aku yang--"Zhou membekap mulutnya dari belakang. "Bocah ini nakal, mengata-ngataiku terus Makannya aku menarik pedang untuk menakutinya supaya sopan kepadaku."Qiu menarik napas dalam. "Sikap seperti ini suatu saat bisa membunuhmu, bodoh."Qiu venar, tapi Zhou cuek. Prinsip hidup memang ti

  • Pendekar Dua Jiwa   59. Tiga Kali Berbudi

    Deng Ai mengaku otak kriminal pencuri arak adalah Zhou. Karena itu keduanya terseret dalam sebuah hukuman fisik. Keduanya wajib mengambil air di sungai belakang gunung untuk mengisi setiap kamar mandi laki-laki di perguruan Huasan selama dua puluh satu hari, sesuai jumlah kendi arak yang mereka curi. Lu Xun juga terkena riak dari masalah tempo hari. Dia dipanggil 'sang taat aturan'. Siang ini dia duduk perpustakaan memandang gagang pedang mengenang memori tadi malam. Dadanya berdegup kencang ketika mengingat Zhou menariknya masuk dalam dekap. Zhou lelaki keren. Pipinya mendarat ke meja. Dia memeluk gagang pedang seperti memeluk guling. "Heh!" sentak seorang gadis tahun ketig

  • Pendekar Dua Jiwa   60. Pusaran Kejujuran

    Di paviliun senior, Lu Xun datang seorang diri. Banyak mata lelaki memandang jengah padanya."Zhou di kamar lantai tiga!" sentak Deng Ai, duduk di kursi bersama teman-teman menikmati daging bakar. "Gara-gara kamu aku terlambat makan siang!"Lu Xun melangkah menuju lantai tiga. Situasi sepi. Nyaris semua pintu kamar terbuka."Lu Xun, kemari," perintah Bian yang menguasai tubuh Zhou.Zhou duduk di kursi kecil sembari menikmati teh hangat. Pakaiannya belum terikat, membuat sinar matahari dapat menerpa kulit yang terekspos. Dia menepuk baju yang dilipat di atas meja, tapi Lu Xun fokus pada suling di sebelah baju."Ambilah, ini pakaianku di tahun pertama."Lu Xun mengambil pakaian juga

  • Pendekar Dua Jiwa   61. Huasan Kundah

    "Zhou! Zhou!"Qiao panik sampai melangkah menuju pusaran. Untung Deng Ai menariknya mundur."Apa kamu gila? Ada apa? Kenapa mau masuk ke pusaran, hah!""Kak, Zhou terhanyut ke sana!""Apa?""Bajingan cilik itu menarik Zhou masuk, Kak. Dia iblis!""Tenang, tenang!" Deng Ai yang biasa tak pernah memakai otak, kali ini memompa banyak darah ke kepala. "Lapor guru kepala, jangan menyalahkan orang. Kita harus tenang," ucap Ai.Qiao melayang duluan menuju pagoda air terjun. Deng Ai melesat mengejar adiknya.Belum sampai tujuan, mereka bert

  • Pendekar Dua Jiwa   62. Langit Retak

    Bian melayang jatuh ke taman bunga. Pintu besar tertutup rapat terikat rantai besar nan panas sampai keluar asap tebal dan berdesis.Kehadirannya disambut wajah khawatir Qiu dan Zhou, yang membantuntu Bian berdiri."Kamu baik-baik saja?" tanya Zhou menepuk-nepukbpakaian Bian."Sudah kubilang kan, idemu kali ini buruk!" sentak Qiu, menampar lengan Bian. "Sekarang lihat, kita tidak tahu keadaan--""Kapan kamu bilang ide buruk?" gumam Zhou. "Kamu kan diam saja sambil menyumpahi Bian.""Pokoknya tadi bilang! Kamu jangan mencari masalah, ya!" Tabokan mendarat ke kepala Zhou."Sudah, jangan bertengkar." Bian berdiri di antara keduanya, memisah mereka supaya tidak berdebat. "Qiu, bagaimana keadaan tubuh Zhou?"

  • Pendekar Dua Jiwa   63. Terjebak bersama Lu Xun

    Suara air menggebyar sungai menggema dalam goa batu. Cahaya hangat matahari membentur kulit wajah Zhou. Dia terduduk, mendapati tangan Lu Xun menggenggam erat telapak tangannya.Gadis itu tengkurap seperti ikan yang kelelahan, basah, tiada gerak kecuali karena menghembus nafas.Zhou menggoyang badan gadis itu. "Heh, bocah, bangun." Dia membalik badan Lu Xun, lama mengamati wajah putih basah itu. Cukup manis gadis satu ini, terutama jika merem. Bibirnya lumayan tebal, berwarna merah segar dan sedang basah, terbuka sedikit bergerak pelan."Pantas Bian suka," racau Zhou.Halus dia menepuk-nepuk pipi Lu Xun sampai dia tersadar.Lu Xun duduk mengucek mata, menguap lebar seakan tanpa beban. Ketika sadar gadis itu mendapati

  • Pendekar Dua Jiwa   64. Kiamat Dunia Bawah Sadar

    Kali ini Zhou yang merasakan bagaimana tidak enaknya menjadi muntahan pintu. Dia terlontar ke taman bunga."Zhou, kamu tidak apa-apa?" Bian membantunya berdiri sambil membersihkan pakaian."Haiya, danau itu dalam sekali.""Sudah aku bilang kan, kembali ke permukaan. Kenapa susah sekali membuatmu mengerti?"Keduanya kaget ketika pintu terlilit rantai besar. Seperti beberapa jam yang lalu, hal ini pertanda badan Zhou terjebak dalam keadaan tidak sadarkan diri.Zhou memandang ke sekitar. "Tumben sepi, mana si centil?""Gawat!" sentak Bian, membuat kaget Zhou. "Bagaimana ini?""Apanya yang bagaimana?" Zhou khawatir karena Bian yang biasa t

Latest chapter

  • Pendekar Dua Jiwa   145. Musuh Atau Teman?

    Cao Cao dan para punggawa berada di kota Ba. Mereka berkumpul guna menyelidiki surat-surat rahasia Yuan Shao yang ditujukan pada teman-temannya di daerah kekuasaan Cao Cao. Cukup banyak surat-surat sampai dua hari menyita perhatian Cao Cao, menetap di ruang baca. "Apa yang hendak sepupu lakukan dengan semua surat-surat?" tanya Cao Hong, memberanikan diri setelah menanti begitu lama, sampai kakinya pegal. Cao Cao menghela nafas panjang membaca satu surat, lalu dia terkekeh. "Yuan Shao, Dong Cheng, Liu Bei, Sun Ce, Ma Teng, Liu Zhang, Liu Biao, King Ring, Meng Tian, Meng Huo, Zhang Reng. Mereka bersumpah setia pada Kaisar untuk membunuhku." Dia terkekeh hingga terlentang di bantal. "Haiya, jadi surat ini yang membuat Yuan Shao berani menantangku, Perdana Menteri Han?"

  • Pendekar Dua Jiwa   144. Nu An dan Zuo Ci

    Nu An dan pengikutnya malam ini sibuk dengan kegiatan merawat korban perang.Pelarian pasukan Yuan Shao banyak yang singgah di pertigaan Hubei, pertigaan antara kota Ye, Beihai, dan kota Ba.Bisa dibilang pertigaan Hubei menjadi tempat paling netral dari politik juga peperangan di seantero Han saat ini.Semua karena nama besar Nu An membuat pasukan Cao Cao sungkan hendak menyerang, terlebih bukan hanya pelarian pasukan Yuan Shao yang dia tolong, tapi juga beberapa pasukan Cao Cao yang terluka pun dirawat di sana.Ha Nif berlari dari arah hutan dengan raut wajah panik. "Guru, Guru Nuan!"Nu An sedang menjahit luka tebas di badan salah satu pasukan Yuan Shao, dia fokus pada pekerjaan tak mengindahkan muridnya itu.&n

  • Pendekar Dua Jiwa   143. Quan Long di Utara

    Sementara itu di pelabuhan Yang Feng, pelabuhan dekat kota Ye, puluhan kapal besar berlabuh dikawal ratusan kapal kecil dan ribuan sampan. Cahaya obor mewarnai sungai kuning di malam hari, mempertontonkan bendera Cao Cao yang berkibar di masing-masing kapal. Semua warga berkumpul di depan rumah masing-masing, menunjuk-nunjuk ribuan prajurit yang berbaris menuju utara. Para warga mulai berbisik. "Wah, bukankah Cao Cao telah mengalahkan Yuan Shao, kenapa pasukan mereka masih siaga seperti ini?" "Haiya, Perdana Menteri mungkin ingin menghabisi seluruh penduduk utara karena mendukung Yuan Shao." Mereka berhenti bicara ketika Quan Long bersama beberapa jendral berkuda

  • Pendekar Dua Jiwa   142. Selamat Tinggal

    Ini ucapan pertama Liu Bang setelah beberapa jam berdiam diri."Baik, selamatkan rakyat dari tirani adalah hal terpenting."Zhou lega, mengetahui Liu Bang orang baik. Namun, dia sadar, pasti sulit mengucapkan tirani pada sesuatu yang dia bangun sepenuh jiwa dulu. Sesuatu yang diyakini berbeda dari dinasti sebelumnya.Liu Bang berbalik menghadap Zhou. Lagi-lagi dia memberi raut wajah yang serius. "Aku merasakan dua tenaga dalam dirimu. Katakan, apa kalian melakukan transfer ruh?"Zhou mengangguk."Kenapa? Siapa yang kehilangan badan?"Zhou menceritakan apa yang terjadi pada Liu Bang karena percaya buyut Liu Bian tidak memiliki niat jahat kepadanya.

  • Pendekar Dua Jiwa   141. Legenda Asli

    Liu Bang masih terpukul. Kedua telapak tangannya menekan dua sisi pelipis, memandang pantulan wajah di jernih air danau."Bian, bagaimana ini?" tanya Zhou dalam tubuh Bian. "Cepat selidiki, sebenarnya apa yang terjadi."Tanpa disuruh pun Bian ingin bertanya, hanya saja dia menanti saat yang tepat, melihat kondisi pemuda itu membuatnya sungkan untuk mendesak.Liu Bang tertawa histeris menggeleng cepat. "Dewa naga sialan, dia benar-benar berhasil membuat danau rembulan!"Dia berbalik mencengkram kedua lengan Zhou. "Kamu berhasil masuk, berarti kamu keturunanku. Katakan, keturunan ke berapa dan bagaimana keadaan di luar sana?""A-aku keturunan ke-13. Keadaan di luar kacau balau. Setelah nyaris empat ratus tahun Han berdiri

  • Pendekar Dua Jiwa   140. Liu Bang

    Pertukaran terjadi. Sekarang Bian memegang kendali tubuh Zhou.Dia berdiri membawa obor abadi, mengamati kemegahan dinding batu raksasa berlumut dengan seksama. Sesekali dia meraba-raba dinding berharap menemukan keajaiban seperti tempo hari, di mana dia tidak sengaja menekan tombol rahasia yang membuat pintu terbuka.Sambil memakan biji padi dia duduk bersila mengamati pintu raksasa berhias tanaman hijau memanjang bak tirai."Zhou, menurutmu bagaimana?" tanya Bian.Tidak ada jawaban dari sahabat di dalam alam bawah sadar."Hei, bantu berpikir.""Ah berisik, aku sedang menikmati arak!"Bian menghela napas panjang. Terkadang

  • Pendekar Dua Jiwa   139. Sumber Kehidupan

    Pertukaran kuasa atas tubuh terjadi seperti biasa. Keduanya silih berganti, menahan lapar juga haus. Zhou duduk bersila kaki menggaruk kepala seperti kera kutuan walau tidak gatal. Entah berapa lama dia menunggu sampai kuku memanjang, pipi cekung, bibir pecah-pecah. Rupa Zhou seperti mayat hidup. Hingga detik ini dia sabar menanti. Dengan nada panjang yang malas, dia bertanya, "Bian, bagaimana sekarang? Sudah ketemu belum jalan keluarnya?" Dalam alam bawah sadar Bian menjawab, "Ikuti sumber kehidupan menuju kehidupan. Haiya … apa maksudnya coba?" Zhou berdecak sebal, selalu pertanyaan yang sama, selalu kalimat yang sama. Dia tak pernah akur dengan puisi, bagaimana mungkin bisa mengerti?

  • Pendekar Dua Jiwa   138. Penjaga Makam Kuno

    Zhou menghindari serangan musuh tanpa melepas batu besi inti bumi yang meluncur menuju dasar danau. Keduanya tercengang ketika melihat sosok musuh. Mereka pernah bertemu sosok manusia ikan ketika pertama kali bertemu dengan Qiu Niu, dalam dunia bawah sadar. Namun, baru kali ini mereka berhadapan dengan para manusia ikan di dalam air. Gerakan mereka seperti ikan koi menyerang capung. Senjata tombak spatula bermata tiga begitu tajam juga bercahaya terang. Mereka memakai senjata dengan cara menyodok. Selama perjalanan Zhou hanya bisa menghindar. Gerak badannya lambat di dalam air, membuat menghindari serangan sangat susah. Zhou masuk ke dalam gelembung kasat m

  • Pendekar Dua Jiwa   137. Sabun dan Kendi

    Sementara itu di tepi danau rembulan, Zhou belum juga masuk ke dalam danau."Kakek, sekarang apa?" tanya Bian yang menguasai tubuh Zhou.Dua Kakek terkekeh. Kakek putih mengayun tangan, memberi kode para dayang untuk menaruh kendi raksasa ke tepi danau rembulan.Yu An dan Yu En datang membawa kayu pipih besar, juga cairan aneh dalam kendi berukuran sedang."Kakak tenang saja," jawab Yu An, senyumnya mampu membuat Zhou sedikit rileks.Jika gadis kalem menyuruhnya tenang, bukankah berarti semua baik-baik saja?Yu An menuang cairan itu ke dalam kendi berisi air, lalu Yu En dan Kakek mengaduk perlahan memakai kayu pipih.Aroma sabun

DMCA.com Protection Status