Javis memberhentikan mobilnya di sebuah club malam yang lumayan terkenal. Ini adalah club malam terakhir yang kami datangi setelah beberapa club malam sebelumnya kami tak urung menemukan sosok Lista disana.
Tadi aku sempat menelpon Lista yang dari nada suaranya terdengar seperti orang mabuk. Javis yang kalut pun lekas melajukan mobilnya kencang dan mendatangi satu-persatu club malam demi mencari sosok Lista.
Aku dan Javis sama paniknya, bahkan saking paniknya aku mengabaikan perasaan canggung dan kikuk yang tengah menyelimutiku. Tujuan kami berdua sama, yaitu mencari Lista.
"Disana!" tunjuk Javis ke arah lantai dansa dimana banyak sekali kerumunan orang-orang yang tengah berdansa ria.
Aku mengikuti dengan cepat agar bisa menyamai langkah kaki Javis. Namun sialnya, seseorang mencekal lenganku lalu sedikit menarikku menjauh dari sana.
"Sia—" aku baru ingin mengumpat dan memarahi orang tersebut ya
"Jangan bercanda kamu Mas, tolonglah buka pintunya." pintaku sedikit memelas agar pria ini luluh dan berhenti mengerjaiku."Bukankah sudah ku bilang jika kuncinya sudah ku buang.""Mas!" teriakku frustrasi.Mas Tala terkekeh seraya turun dari ranjang dan melangkah menghampiriku. "Memangnya kamu mau kemana sih?""Pulang.""Pulang kemana?""Ke rumahku lah.""Loh, ini 'kan rumah kamu Lan." langkah tiap langkah mas Tala perlahan tapi pasti dan kini semakin dekat padaku."Jadi, rumah mana yang kamu maksud?" tanyanya yang kini sudah berdiri menjulang di hadapanku.Aku terdiam dengan perasaan gugup yang luar biasa, apalagi dengan posisi berdekatan seperti ini dan juga dalam pengawasan mata mas Tala yang begitu intens menatapku."Pulang ke rumah Lista yang kamu maksud?""Jadi Mas tahu kalau selama seminggu l
"Lana, katakan padaku. Apakah aku diberi kesempatan?" tanya mas Tala lagi.Ini entah untuk yang ke berapa kalinya mas Tala bertanya karena aku yang sedari tadi hanya diam saja."Kita masih bisa memperbaikinya Lan. Jadi, bisakah kita kembali dari awal?"Aku menghela nafas sabar, "apa yang sebenarnya Mas inginkan?"Akhirnya setelah cukup lama aku bisa mengumpulkan kekuatan diri untuk balik bertanya seperti itu."Kebahagiaan," sahut mas Tala yang tak mau melepas kontak mata diantara kami."Tapi, bukannya Mas bilang hidup bersamaku itu hanyalah membawa petaka?""Astaga, Lana! Tidak bisakah kamu melupakan yang lalu-lalu?" tanya mas Tala terlihat sangat frustasi sekali.Aku sampai meringis, takut melihat dirinya yang kembali menjambak rambutnya cukup kuat.
Akhirnya aku bisa terlepas dan keluar dari rumah ini juga setelah cukup lama membuat mas Tala mengerti.Mengerti? Ya, mengerti bahwa diriku tidak bisa bersamanya lagi.Sepanjang perjalanan pulang dari rumah mas Tala sampai ke rumah Lista pun aku hanya diam. Dan itu membuat kecurigaan bagi Lista yang tampak khawatir dan langsung bertanya padaku.Aku hanya menanggapinya dengan senyuman dan menjawab seadanya yang ku bisa saja. Tapi tetap saja, Lista yang belum merasa puas pun terus bertanya sampai tuntas.Percakapan antara aku dan mas Tala tadi masih terus berputar di dalam ingatanku. Bagaimana dia yang tampak gigih dan tak mau menyerah memintaku untuk memberikannya kesempatan lagi memulai hubungan ini dari awal.Hubungan yang sedari awal dulu memang sudah tidak sehat dan bertambah semakin berantakan. Aku tidak tahu apakah hubungan yang rusak ini akan bisa di perbaiki walau aku memberi kesampatan
Aku meremas ke sepuluh jariku gugup ketika ibu menatapku lekat. Dan sesuatu hal yang ingin ku hindari pada akhirnya terjadi ketika ibu bertanya mengenai mas Tala."Lana, kenapa diam nak?" tanya ibu lagi tampak cemas karena setiap beliau bertanya tentang mas Tala, aku langsung terdiam."Apakah kalian bertengkar?"Cepat-cepat aku menggelengkan kepalaku, tak ingin menimbulkan sesuatu hal buruk terjadi. "Tidak, Bu. Mas Tala sangat sibuk dengan urusan pekerjaannya yang tidak bisa ditinggalkan. Makanya Mas Tala tidak bisa ikut kemari.""Sungguh, apakah itu benar?" aku mengangguk. "Kamu tidak berbohong kan?""U-untuk apa Lana berbohong, Bu?""Ya, siapa tahu kamu sengaja menyembunyikan sesuatu dari Ibu."Sekali lagi aku menggelengkan kepala, namun aku tidak bisa menghilangkan raut cemas yang pasti terlihat jelas di wajahku. Maka dari itu pastilah ibuku tidak langsung per
Aku kesal dan juga bosan, terutama karena menghadapi pola tingkahnya yang saat ini begitu ahli dan jagonya berakting di depan para orang tua."Hentikan sandiwaramu, Mas." bisikku yang kebetulan saat ini duduk di sampingnya.Tidak, sebenarnya tadi mas Tala yang sengaja mencari tempat duduk di dekatku.Mas Tala menoleh lalu mendekatkan bibirnya ke telingaku, balas membisikkan sesuatu disana. "Aku juga cinta kamu, Lana."Spontan, aku menoleh dan menatap kesal ke arahnya yang justru ia balas dengan tatapan jahil dan senyum kurang ajar.Dasar pria gila! dengkusku dalam hati."Ya ampun, kalian mesra sekali."Aku meringis mendengar ucapan bibiku yang pastinya salah menanggapi kejadian barusan. Pastilah bibi berpikir jika adegan bisik-bisikan tadi itu tanda dari keharmonisan rumah tangga kami.Aishh! Aku menyesal telah bertindak seperti itu.
Sialan!Dengan kekuatan penuh aku mendorong tubuhnya menjauh saat hendak merapatkan dirinya semakin dekat denganku."Terus kenapa memangnya kalau di rumah ini hanya kita berdua?" tantangku pura-pura tak terpengaruh dengan ucapannya tadi. Padahal yang sebenarnya aku sangat takut jika mas Tala melakukan sesuatu yang tidak-tidak padaku."Kamu takut?" tanyanya tertawa kecil seolah sedang menonton sesuatu yang lucu saja."Takut? Heh, kenapa aku harus takut?""Yakin, gak takut?"Aku mengangguk mantap, "tentu saja.""Uhm, berarti bisa dong malam ini." kata mas Tala ambigu."Ngerti 'kan maksudku?""Apa?!" aku mendelik kesal.Mas Tala kembali hendak membisikkan sesuatu ke telingaku, namun dengan gerakan cepat aku mencegahnya."Jangan lakukan itu lagi, telingaku terasa panas dan geli.""Oh, gak
Ciuman yang awalnya lembut perlahan berubah menjadi sedikit liar. Keterkejutan Lana berangsur berkurang dan matanya yang tadi berulang kali terbelalak perlahan kini terpejam erat menikmati sensasi yang di timbulkan dari ciuman Tala.Bahkan entah inisiatif darimana Lana memberanikan dirinya membalas ciuman Tala. Ia hanya mengikuti nalurinya, menuruti kata hatinya.Kegiatan itu masih terus berlanjut karena Tala semakin memperdalam ciumannya. Pria itu bersorak gembira karena Lana membalas ciumannya, ia terkejut sekaligus terlampau bahagia.Lana membuka mata dan merasakan kecewa ketika Tala menghentikan ciuman mereka, dahi wanita itu berkerut bingung dengan pandangan penuh tanya pada Tala."Aku tidak mengerti denganmu, Lan." kata Tala menatap lembut wajah cantik istrinya seraya mengelus lembut pipi tirus Lana.Kerutan di dahi Lana semakin dalam, dan Tala kembali bicara menjawab kebingungan yang tam
Seminggu sudah Tala dan kedua orang tuanya tinggal menginap di rumah keluarga Lana. Syukurlah dua hari yang lalu kondisi ayah Lana sudah membaik dan sudah di izinkan untuk kembali pulang.Selama seminggu itu juga baik Tala, Lana beserta keluarga lainnya bergantian menjaga Pak Mahmud.Pak Mahmud tersenyum senang melihat kemesraan yang tampak dari anak dan menantunya. Hati dan jiwanya lega mendapati kenyataan ini."Ayah senang melihat kalian begitu mesra seperti ini, nak?" ungkap pak Mahmud siang itu ketika seluruh keluarga berkumpul.Lana dan Tala sama-sama tersenyum canggung mendengarnya. Mesra? Benarkah seperti itu?"Ayahmu terus kepikiran sama kamu dan nak Tala. Dari menikah kalian belum pernah berkunjung datang kemari, Ayahmu menduga jika apakah mungkin kalian ada masalah atau bertengkar. Atau apakah mungkin kalian melupakan kami sehingga tak sudi untuk datang kemari?" ucap ibunya menjelaska
Part Bonus.Beberapa bulan kemudian...."Kok bisa samaan gini?!" pekik Lista merasa takjub dan bersyukur atas kehamilannya dan kehamilan Lana yang bersamaan."Iya nih, kita hamilnya samaan. Kamu lima bulan juga kan?"Lista mengangguk, "wih, keren!""Kira-kira kita hamilnya samaan juga gak ya?""Hehe, semoga aja sama. Biar anak kita jadi kayak anak kembar gitu." ucap Lista penuh harap."Iya, biar seperti Davira dan Cavia. Asyikk!""Davira anaknya Airaa, dan Cavia anaknya Kia kan?" tebak Lista mengingat keluarga Wicaksana dan Atmadja yang merupakan salah satu rekan bisnis Tala dan juga Javis."Ya, benar!" sahut Lana menganggukkan kepala."Wah, semoga saja bisa sama seperti mereka ya." kata Lista sembari mengelus perutnya yang sudah terlihat mulai membuncit."Aminn," timpal Lana ikut mengusap dan mengelus perutnya yang terlihat lebih besar buncitnya ketimbang p
"Apa?!" kaget Tala dan Lana bersamaan saat mendengar satu pengakuan mengejutkan dari Lista dan juga Javis.Bagaimana tidak terkejut?Jika tiba-tiba secara mendadak keduanya mengatakan akan segera menikah. Sontak saja sepasang suami tersebut kaget luar biasa. Pasalnya selama ini Lista selalu menunjukkan sikap tidak suka pada Javis, jadi kaget saja jika sekarang justru wanita ini terlihat antusias mengatakannya."Kalian bercanda ya?" tanya Lana meragu.Lista menggeleng, "tidak, kami serius.""Ya, kami berdua serius mau menikah." kata Javis menimpali."Wow!" takjub Tala bertepuk tangan pelan, "ini kejutan yang sangat luar biasa. Selamat ya untuk kalian berdua.""Thanks, bro!" Javis menepuk pelan bahu Tala."Oke, jadi kapan hari baiknya akan tiba?""Secepatnya!" sahut Javis mantap menjawab pertanyaan Tala."Baikla
"Javis, kenapa kamu bawa dia kesini?" tanya Lana histeris."Lana, aku-""Enggak, pergi kamu!" sergah Lana memotong ucapan Tala yang melangkah mendekatinya."Sayang, tolong dengerin aku dulu.""Enggak! Aku gak mau, jadi tolong kamu pergi Mas!""Gak bisa. Aku gak akan pergi, karena aku gak bisa hidup tanpa kamu. Sebab tujuanku kemari ya karena aku mau jemput kamu.""Mimpi aja kamu! Sampai kapanpun aku gak akan mau ikut kamu. Dasar berengsek! Pembohong ulung, aku benci sama kamu!" tukas Lana membuat Tala sedih dan merana mendengarnya. Apalagi kalimat terakhir yang Lana katakan, sungguh membuat tubuh Tala seakan mati rasa."Lana, tolong jangan egois. Izinkan kami masuk lebih dulu, karena ada sesuatu hal penting yang ingin kami katakan padamu." kata Javis merasa iba melihat Tala."Sesuatu hal penting apa?" tanya Lana terlihat penasaran.
Setelah berjuang susah payah meyakinkan Lista untuk menyetujui kesepakatan mereka. Akhirnya disinilah Javis, mengadakan janjian pertemuan dengan Tala di tempat ini.Cafe yang terletak di pusat kota sepertinya cocok untuk pertemuan kali ini. Sekitar lima belas menitan sudah Javis berada di sana menunggu kehadiran Tala sembari menikmati minumannya.Icecappucinomasih tetap yang menjadi favoritnya.Dan ternyata menunggu masihlah tetap menjadi sesuatu yang membuat jenuh sekaligus bosan. Untuk menghilangkan kebosanannya Javis memilih sibuk dengan ponselnya.Javis melakukan panggilan suara ke nomor Lista yang sudah lama ia beri namamy wife. Mungkin terlihat gila, karena belum menikah tapi sudah berani memberi nama itu.Tapi bagi Javis gak masalah. Lagian apalah arti sebuah nama yang ia berikan untuk sebuah nomor ponsel. Javis bahkan tak menghiraukan protesan Lista yan
Dengan lembut dan penuh kehati-hatian Lista menyelimuti tubuh Lana yang baru tertidur setelah tadi tergugu menangisi Tala. Ia sentuh dan belai kepala serta rambut Lana dengan sangat lembut, seperti sentuhan seorang ibu kepada anaknya.Jujur, Lista sangat sedih dan menyayangkan nasib Lana. Dalam hati Lista berdoa semoga saja hal baik datang dalam hidup sahabatnya. Dan semoga apapun masalah yang saat ini tengah Lana hadapi cepat selesai."Apa?!" tanya Lista ketus saat ia melirik Javis yang ternyata tengah menatapnya intens.Javis menggeleng, "gak ada apa-apa.""Beneran gak ada apa-apa?" Javis mengangguk."Tapi kok wajah kamu terlihat kayak lagi banyak pikiran gitu?" goda Lista terkikik geli melihat wajah frustasi Javis.Javis menelan ludah dan menggigit bibirnya pelan. Merasa takut ingin mengungkapkan sesuatu yang ingin dia sampaikan pada Lista."Kenapa, sih?!" tan
Javis bergegas membuka pintu ketika terdengar berulang kali suara bel rumah yang terus berbunyi.Klek!Javis terkejut menatap seseorang yang datang ke rumahnya malam-malam begini. Begitupun orang tersebut yang juga sama terkejutnya saat melihat sosok Javis.Tala? batin Javis syok.Pastilah pria ini datang mencari Lana. Huh, sungguh dugaan yang tepat dan akurat."Kamu... bukannya pria yang waktu itu ada di club kan?" tebak Tala yang masih mengingat kejadian di club dulu. "Yang bermesraan dengan istri saya. Kamu kekasihnya Lana, bukan?"Buru-buru Javis menggelengkan kepalanya cepat. "Bukan! Tala—""Loh, kamu tau nama saya?" sela Tala kaget ketika namanya disebut.Javis merasa pusing dan bingung ingin mulai bicara dan menjelaskannya dari mana."Siapa yang datang Jav?!" jerit Lista disusul suara langkah kaki mendekat.
Lista menggeram kesal dengan wajah memerah, sejak tadi ia sudah berusaha menahan amarahnya agar tidak meledak. Namun, sial! Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak marah setelah mendengar penjelasan Lana hingga sampai terdampar balik ke rumahnya lagi."Berengsek!" kata-kata itu terus keluar dari mulut Lista tiada henti.Brakkk!Javis bergidik ngerih melihat Lista yang marah, kini meja makan di jadikan wanita itu sebagai pelampiasan dari kemarahannya."Benar kan yang aku bilang, Lan? Ini nih yang aku takutin ketika kamu bilang ingin percaya pada kata-kata Tala. Dan, memulai semuanya dari awal kembali untuk memperbaiki kesalahan yang ada. Omong kosong!" kata Lista yang tak bisa menahan kebenciannya pada Tala.Pria yang katanya ingin berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Tapi apa? Nyatanya pria itu malah kembali menyakiti sahabatnya, Lana."Seharusnya kam—""
"Lana, tunggu!" jerit Tala yang telah berhasil mengejar Lana dan kini mencengkeram pergelangan tangannya."Kamu jangan langsung ambil kesimpulan secara mendadak begini dong!" lanjut Tala tak suka akan tindakan Lana yang marah dan ingin pergi dari rumah ini.Lana menyentak tangan Tala kuat dan terlepas. "Mengambil kesimpulan secara mendadak Mas bilang?" Lana tersenyum geli mendengarnya, "Mas ini sadar gak sih? Bahwa Mas udah bikin aku kecewa untuk yang kedua kalinya!""Dan, wow! Hebat ya Mas bisa sampai bikin Sally hamil." Lana bertepuk tangan pelan. "Aku salut sama kalian berdua, terima kasih Mas."Lana kembali melangkah melewati Tala yang hanya dapat terdiam di tempatnya. Ia bingung kenapa semuanya tiba-tiba jadi kayak gini."Lana, aku bisa jelasin semuanya!" jerit Tala kembali berusaha mengejar Lana yang kini tengah memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper."Stop, Lan!" Tala
Ting tong....Bunyi bel rumah terdengar nyaring ketika Tala dan Lana tengah menikmati sarapan. Keduanya saling bertatapan, seolah dalam tatapan mereka saling melempar tanya 'siapa tamu yang datang sepagi ini.'"Biar aku saja yang buka, Mas." kata Lana bangkit berdiri dan segera melangkah untuk membukakan pintu buat sang tamu tersebut.Tubuh Lana menegang kaku dengan tatapan horor saat pintu terbuka dan melihat siapa tamu yang datang tersebut ternyata ...."Hai, Tala ada di rumah?" sapa Sally seadanya dan tanpa merasa malu langsung menanyakan keberadaan Tala.Lana melongo tak percaya mendengarnya, wanita di depannya ini sungguh tak tau malu sekali datang ke rumah ini hanya untuk menanyakan suaminya."Hei, ada gak sih Tala di rumah?" tanya Sally lagi merasa kesal karena Lana hanya diam dan terkesan tak mengacuhkannya."Ada apa ya memangnya cari suami saya?" Lana be