Pagi-pagi aku dibuat kaget kembali dengan perubahan sikap mas Tala, bagaimana tidak? Hari ini ia bertingkah sangat aneh menurutku.
Aneh? Ya, aneh.
Beberapa pekerjaan rumah yang selalu ia larang kini malah ia menyuruhku untuk melakukannya. Seperti mencuci pakaian kotor miliknya, memasak bahkan sampai menyiapkan setelan pakaian kerjanya.
Aku syok setengah mati, tentu saja. Dalam benakku bertanya-tanya, apakah ini hanya sebuah jebakan dari mas Tala atau memang sungguh keinginan dari dirinya sendiri.
"Mas, kamu yakin nyuruh aku?" tanyaku memastikan apa yang mas Tala pinta.
"Iya, memang kenapa? Kamu gak mau ngelakuinnya?"
"B-bukan begitu, Mas. Hanya saja agak aneh, maksudku sedikit aneh."
"Aneh?" sebelah alis mas Tala terangkat, "aneh apanya?"
"Ya sikap Mas. Tak biasanya Mas Tala begini, biasanya 'kan Mas Tala marah bahkan melarang keras aku—"
Aku tidak bisa menyembunyikan rona merah serta raut wajah bahagia di depan Lista, sehingga sahabatku ini begitu mudah menebak dan langsung tahu suasana hatiku saat ini."Lis, rencanamu berhasil." ucapku tersenyum sumringah."Tala cemburu?""Uhm, sepertinya.""Kamu yakin, Lan?" aku mengangguk semangat."Aduh, coba ceritakan padaku. Aku kepo," pinta Lista tak sabaran.Aku terkikik geli melihat tingkah sahabatku ini yang kelewat kepo. Lista akan terus menagih cerita padaku untuk menuntaskan rasa penasarannya."Lan, ayo dong cerita. Jangan diam aja!""Iya, ini aku juga mau cerita kok."Akhirnya aku menceritakan semuanya pada Lista, mengenai mas Tala yang cemburu karena aku begitu mesra dengan Javis di club malam saat itu. Aku juga bilang pada Lista bahwa mas Tala telah salah paham mengira jika aku dan Javis adalah sepasang kekasih.
Atala pov.Bip... Bip...Aku melirik ponselku yang berbunyi, satu notifikasi pesan dari orang yang sama. Huh, dia lagi! dengkusku merasa tak suka."Siapa Mas?" tanya Lana tiba-tiba menganggetkanku. Ya ampun, bahkan aku hampir lupa jika aku sedang tak sendirian saat ini.Ya, aku dan Lana tengah menikmati makan malam sembari di iringi dengan obrolan kecil."Seseorang," sahutku singkat.Lana tak bertanya lagi dan kini kembali fokus menikmati makanannya. Aku tersenyum senang melihatnya yang tampak lahap makan. Sialnya ketenanganku harus sedikit terusik karena Lista, kembali mengirimku pesan yang berisi foto serta video Sally dengan pria yang berbeda-beda.Aku menggeram kesal dan muak dengan tingkah sahabat Lana ini yang terus-terusan seakan tengah berusaha menghasutku untuk membenci Sally.Hah, dasar bodoh!Ap
"Itu tidak mungkin, Lis!" sanggahku tak percaya pada apa yang Lista katakan barusan."Aku bicara yang sejujurnya Lana, sungguh." sahut Lista tak mau kalah.Aku menatapnya lekat, mencari kesungguhan dari kata-katanya tadi. Karena sebenarnya aku juga tidak yakin jika Lista berbohong, sahabatku ini meskipun bar-bar tetapi tidak suka berbohong."Tapi, bagaimana mungkin Mas Tala...." lirihku masih tidak percaya bahwa perubahan sikap mas Tala beberapa hari ini hanyalah pura-pura.Lista sudah menceritakan semuanya padaku, tentang dirinya yang datang ke kantor mas Tala dan berakhir bertengkar hebat dengannya. Bahkan parahnya, Lista mengatakan bahwa mas Tala lebih mempercayai Sally dan malah menuduh kami berdua bersekongkol merencanakan rencana busuk untuk menjatuhkan kekasihnya. Sally.Sungguh pemikiran yang sangat dangkal sekali. Bagaimana mungkin mas Tala bisa berpikiran seperti itu? Bukankah s
Aku tersenyum sumringah menatap rintik hujan yang masih setia membasahi bumi sejak pagi tadi sampai sekarang. Sepasang kakiku gatal sedari tadi ingin melangkah keluar dan menikmati hujan. Tapi pergerakanku keburu ketahuan Lista yang mengomel dengan suara nyaring melarangku.Hufffh, sahabatku itu sangat tahu betul jika aku ingin mandi hujan. Menyebalkan!"Apa?!" tanyaku menatapnya galak."Ck!" Lista berdecak kesal seraya berkacak pinggang, "ada apa dengan wajahmu itu?" tanyanya yang tak lama terkikik geli."Kau menyebalkan!" keluhku dengan masih memasang wajah cemberut."Dan kau lebih menyebalkan!" balas Lista tak mau kalah, "susah diatur sekali. Ck, dasar egois! Bagaimana jika kau sakit karena ku biarkan mandi hujan, hmm?"Aku mengendikkan kedua bahu, "biarkan saja. Tidak usah pedulikan aku sama seperti yang lainnya.""Apa kamu pikir aku sama seperti dia?"
Javis memberhentikan mobilnya di sebuah club malam yang lumayan terkenal. Ini adalah club malam terakhir yang kami datangi setelah beberapa club malam sebelumnya kami tak urung menemukan sosok Lista disana.Tadi aku sempat menelpon Lista yang dari nada suaranya terdengar seperti orang mabuk. Javis yang kalut pun lekas melajukan mobilnya kencang dan mendatangi satu-persatu club malam demi mencari sosok Lista.Aku dan Javis sama paniknya, bahkan saking paniknya aku mengabaikan perasaan canggung dan kikuk yang tengah menyelimutiku. Tujuan kami berdua sama, yaitu mencari Lista."Disana!" tunjuk Javis ke arah lantai dansa dimana banyak sekali kerumunan orang-orang yang tengah berdansa ria.Aku mengikuti dengan cepat agar bisa menyamai langkah kaki Javis. Namun sialnya, seseorang mencekal lenganku lalu sedikit menarikku menjauh dari sana."Sia—" aku baru ingin mengumpat dan memarahi orang tersebut ya
"Jangan bercanda kamu Mas, tolonglah buka pintunya." pintaku sedikit memelas agar pria ini luluh dan berhenti mengerjaiku."Bukankah sudah ku bilang jika kuncinya sudah ku buang.""Mas!" teriakku frustrasi.Mas Tala terkekeh seraya turun dari ranjang dan melangkah menghampiriku. "Memangnya kamu mau kemana sih?""Pulang.""Pulang kemana?""Ke rumahku lah.""Loh, ini 'kan rumah kamu Lan." langkah tiap langkah mas Tala perlahan tapi pasti dan kini semakin dekat padaku."Jadi, rumah mana yang kamu maksud?" tanyanya yang kini sudah berdiri menjulang di hadapanku.Aku terdiam dengan perasaan gugup yang luar biasa, apalagi dengan posisi berdekatan seperti ini dan juga dalam pengawasan mata mas Tala yang begitu intens menatapku."Pulang ke rumah Lista yang kamu maksud?""Jadi Mas tahu kalau selama seminggu l
"Lana, katakan padaku. Apakah aku diberi kesempatan?" tanya mas Tala lagi.Ini entah untuk yang ke berapa kalinya mas Tala bertanya karena aku yang sedari tadi hanya diam saja."Kita masih bisa memperbaikinya Lan. Jadi, bisakah kita kembali dari awal?"Aku menghela nafas sabar, "apa yang sebenarnya Mas inginkan?"Akhirnya setelah cukup lama aku bisa mengumpulkan kekuatan diri untuk balik bertanya seperti itu."Kebahagiaan," sahut mas Tala yang tak mau melepas kontak mata diantara kami."Tapi, bukannya Mas bilang hidup bersamaku itu hanyalah membawa petaka?""Astaga, Lana! Tidak bisakah kamu melupakan yang lalu-lalu?" tanya mas Tala terlihat sangat frustasi sekali.Aku sampai meringis, takut melihat dirinya yang kembali menjambak rambutnya cukup kuat.
Akhirnya aku bisa terlepas dan keluar dari rumah ini juga setelah cukup lama membuat mas Tala mengerti.Mengerti? Ya, mengerti bahwa diriku tidak bisa bersamanya lagi.Sepanjang perjalanan pulang dari rumah mas Tala sampai ke rumah Lista pun aku hanya diam. Dan itu membuat kecurigaan bagi Lista yang tampak khawatir dan langsung bertanya padaku.Aku hanya menanggapinya dengan senyuman dan menjawab seadanya yang ku bisa saja. Tapi tetap saja, Lista yang belum merasa puas pun terus bertanya sampai tuntas.Percakapan antara aku dan mas Tala tadi masih terus berputar di dalam ingatanku. Bagaimana dia yang tampak gigih dan tak mau menyerah memintaku untuk memberikannya kesempatan lagi memulai hubungan ini dari awal.Hubungan yang sedari awal dulu memang sudah tidak sehat dan bertambah semakin berantakan. Aku tidak tahu apakah hubungan yang rusak ini akan bisa di perbaiki walau aku memberi kesampatan
Part Bonus.Beberapa bulan kemudian...."Kok bisa samaan gini?!" pekik Lista merasa takjub dan bersyukur atas kehamilannya dan kehamilan Lana yang bersamaan."Iya nih, kita hamilnya samaan. Kamu lima bulan juga kan?"Lista mengangguk, "wih, keren!""Kira-kira kita hamilnya samaan juga gak ya?""Hehe, semoga aja sama. Biar anak kita jadi kayak anak kembar gitu." ucap Lista penuh harap."Iya, biar seperti Davira dan Cavia. Asyikk!""Davira anaknya Airaa, dan Cavia anaknya Kia kan?" tebak Lista mengingat keluarga Wicaksana dan Atmadja yang merupakan salah satu rekan bisnis Tala dan juga Javis."Ya, benar!" sahut Lana menganggukkan kepala."Wah, semoga saja bisa sama seperti mereka ya." kata Lista sembari mengelus perutnya yang sudah terlihat mulai membuncit."Aminn," timpal Lana ikut mengusap dan mengelus perutnya yang terlihat lebih besar buncitnya ketimbang p
"Apa?!" kaget Tala dan Lana bersamaan saat mendengar satu pengakuan mengejutkan dari Lista dan juga Javis.Bagaimana tidak terkejut?Jika tiba-tiba secara mendadak keduanya mengatakan akan segera menikah. Sontak saja sepasang suami tersebut kaget luar biasa. Pasalnya selama ini Lista selalu menunjukkan sikap tidak suka pada Javis, jadi kaget saja jika sekarang justru wanita ini terlihat antusias mengatakannya."Kalian bercanda ya?" tanya Lana meragu.Lista menggeleng, "tidak, kami serius.""Ya, kami berdua serius mau menikah." kata Javis menimpali."Wow!" takjub Tala bertepuk tangan pelan, "ini kejutan yang sangat luar biasa. Selamat ya untuk kalian berdua.""Thanks, bro!" Javis menepuk pelan bahu Tala."Oke, jadi kapan hari baiknya akan tiba?""Secepatnya!" sahut Javis mantap menjawab pertanyaan Tala."Baikla
"Javis, kenapa kamu bawa dia kesini?" tanya Lana histeris."Lana, aku-""Enggak, pergi kamu!" sergah Lana memotong ucapan Tala yang melangkah mendekatinya."Sayang, tolong dengerin aku dulu.""Enggak! Aku gak mau, jadi tolong kamu pergi Mas!""Gak bisa. Aku gak akan pergi, karena aku gak bisa hidup tanpa kamu. Sebab tujuanku kemari ya karena aku mau jemput kamu.""Mimpi aja kamu! Sampai kapanpun aku gak akan mau ikut kamu. Dasar berengsek! Pembohong ulung, aku benci sama kamu!" tukas Lana membuat Tala sedih dan merana mendengarnya. Apalagi kalimat terakhir yang Lana katakan, sungguh membuat tubuh Tala seakan mati rasa."Lana, tolong jangan egois. Izinkan kami masuk lebih dulu, karena ada sesuatu hal penting yang ingin kami katakan padamu." kata Javis merasa iba melihat Tala."Sesuatu hal penting apa?" tanya Lana terlihat penasaran.
Setelah berjuang susah payah meyakinkan Lista untuk menyetujui kesepakatan mereka. Akhirnya disinilah Javis, mengadakan janjian pertemuan dengan Tala di tempat ini.Cafe yang terletak di pusat kota sepertinya cocok untuk pertemuan kali ini. Sekitar lima belas menitan sudah Javis berada di sana menunggu kehadiran Tala sembari menikmati minumannya.Icecappucinomasih tetap yang menjadi favoritnya.Dan ternyata menunggu masihlah tetap menjadi sesuatu yang membuat jenuh sekaligus bosan. Untuk menghilangkan kebosanannya Javis memilih sibuk dengan ponselnya.Javis melakukan panggilan suara ke nomor Lista yang sudah lama ia beri namamy wife. Mungkin terlihat gila, karena belum menikah tapi sudah berani memberi nama itu.Tapi bagi Javis gak masalah. Lagian apalah arti sebuah nama yang ia berikan untuk sebuah nomor ponsel. Javis bahkan tak menghiraukan protesan Lista yan
Dengan lembut dan penuh kehati-hatian Lista menyelimuti tubuh Lana yang baru tertidur setelah tadi tergugu menangisi Tala. Ia sentuh dan belai kepala serta rambut Lana dengan sangat lembut, seperti sentuhan seorang ibu kepada anaknya.Jujur, Lista sangat sedih dan menyayangkan nasib Lana. Dalam hati Lista berdoa semoga saja hal baik datang dalam hidup sahabatnya. Dan semoga apapun masalah yang saat ini tengah Lana hadapi cepat selesai."Apa?!" tanya Lista ketus saat ia melirik Javis yang ternyata tengah menatapnya intens.Javis menggeleng, "gak ada apa-apa.""Beneran gak ada apa-apa?" Javis mengangguk."Tapi kok wajah kamu terlihat kayak lagi banyak pikiran gitu?" goda Lista terkikik geli melihat wajah frustasi Javis.Javis menelan ludah dan menggigit bibirnya pelan. Merasa takut ingin mengungkapkan sesuatu yang ingin dia sampaikan pada Lista."Kenapa, sih?!" tan
Javis bergegas membuka pintu ketika terdengar berulang kali suara bel rumah yang terus berbunyi.Klek!Javis terkejut menatap seseorang yang datang ke rumahnya malam-malam begini. Begitupun orang tersebut yang juga sama terkejutnya saat melihat sosok Javis.Tala? batin Javis syok.Pastilah pria ini datang mencari Lana. Huh, sungguh dugaan yang tepat dan akurat."Kamu... bukannya pria yang waktu itu ada di club kan?" tebak Tala yang masih mengingat kejadian di club dulu. "Yang bermesraan dengan istri saya. Kamu kekasihnya Lana, bukan?"Buru-buru Javis menggelengkan kepalanya cepat. "Bukan! Tala—""Loh, kamu tau nama saya?" sela Tala kaget ketika namanya disebut.Javis merasa pusing dan bingung ingin mulai bicara dan menjelaskannya dari mana."Siapa yang datang Jav?!" jerit Lista disusul suara langkah kaki mendekat.
Lista menggeram kesal dengan wajah memerah, sejak tadi ia sudah berusaha menahan amarahnya agar tidak meledak. Namun, sial! Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak marah setelah mendengar penjelasan Lana hingga sampai terdampar balik ke rumahnya lagi."Berengsek!" kata-kata itu terus keluar dari mulut Lista tiada henti.Brakkk!Javis bergidik ngerih melihat Lista yang marah, kini meja makan di jadikan wanita itu sebagai pelampiasan dari kemarahannya."Benar kan yang aku bilang, Lan? Ini nih yang aku takutin ketika kamu bilang ingin percaya pada kata-kata Tala. Dan, memulai semuanya dari awal kembali untuk memperbaiki kesalahan yang ada. Omong kosong!" kata Lista yang tak bisa menahan kebenciannya pada Tala.Pria yang katanya ingin berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Tapi apa? Nyatanya pria itu malah kembali menyakiti sahabatnya, Lana."Seharusnya kam—""
"Lana, tunggu!" jerit Tala yang telah berhasil mengejar Lana dan kini mencengkeram pergelangan tangannya."Kamu jangan langsung ambil kesimpulan secara mendadak begini dong!" lanjut Tala tak suka akan tindakan Lana yang marah dan ingin pergi dari rumah ini.Lana menyentak tangan Tala kuat dan terlepas. "Mengambil kesimpulan secara mendadak Mas bilang?" Lana tersenyum geli mendengarnya, "Mas ini sadar gak sih? Bahwa Mas udah bikin aku kecewa untuk yang kedua kalinya!""Dan, wow! Hebat ya Mas bisa sampai bikin Sally hamil." Lana bertepuk tangan pelan. "Aku salut sama kalian berdua, terima kasih Mas."Lana kembali melangkah melewati Tala yang hanya dapat terdiam di tempatnya. Ia bingung kenapa semuanya tiba-tiba jadi kayak gini."Lana, aku bisa jelasin semuanya!" jerit Tala kembali berusaha mengejar Lana yang kini tengah memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper."Stop, Lan!" Tala
Ting tong....Bunyi bel rumah terdengar nyaring ketika Tala dan Lana tengah menikmati sarapan. Keduanya saling bertatapan, seolah dalam tatapan mereka saling melempar tanya 'siapa tamu yang datang sepagi ini.'"Biar aku saja yang buka, Mas." kata Lana bangkit berdiri dan segera melangkah untuk membukakan pintu buat sang tamu tersebut.Tubuh Lana menegang kaku dengan tatapan horor saat pintu terbuka dan melihat siapa tamu yang datang tersebut ternyata ...."Hai, Tala ada di rumah?" sapa Sally seadanya dan tanpa merasa malu langsung menanyakan keberadaan Tala.Lana melongo tak percaya mendengarnya, wanita di depannya ini sungguh tak tau malu sekali datang ke rumah ini hanya untuk menanyakan suaminya."Hei, ada gak sih Tala di rumah?" tanya Sally lagi merasa kesal karena Lana hanya diam dan terkesan tak mengacuhkannya."Ada apa ya memangnya cari suami saya?" Lana be