Disinilah Sofia sekarang, setelah seminggu tinggal dihotel, Smith membantunya membeli apartemen diunit yang sama dengan pria itu. Smith pria tampan dengan lesung pipi dan kulit putih serta postur tubuh proporsional itu membantu Sofia menemukan pekerjaan. Hubungan keduanya menjadi dekat, seolah bersaudara. Smith banyak membantu Sofia sekalipun dia tahu bahwa wanita itu sedang mengandung, bahkan Smith yang begitu rajin mengantar Sofia ke dokter untuk periksa kehamilan. Smith juga yang selalu mengingatkan Sofia minum vitamin dan tidak boleh lelah. Untuk orang awam, saat mereka jalan bersama dengan perut Sofia yang semakin membesar, orang-orang akan menyangka bahwa Sofia adalah istri dari Smith. Smith tidak akan membantah siapapun yang mengatakan Sofia adalah istrinya, namun Sofia yang akan salah tingkah. Hari-hari kelabu Sofia perlahan menjauhi berganti dengan kesibukannya bekerja pada Smith, pria itu bekerja dibidang Fashion. Dia memiliki sebuah perusahaan yang baru berkemban
James berlari ke arah Allen, wajah pria itu tampak sangat tidak bersahabat. Allen yang menyadari raut wajah James sudah dapat menebak bahwa ada sesuatu yang besar dan buruk sedang terjadi. Selain kemarahan, tak ada raut ketakutan sedikitpun diwajah pria itu. Tenang, tak beriak, dan tatapannya dalam penuh keseriusan. "Tuan, saya bawa berita buruk." Ujar James terengah-engah menarik nafasnya dalam. "Katakan!" "Tuan, Cctv sekitar pelabuhan dirusak subuh tadi sejam sejak barang ini masuk. Sialnya tak ada yang menyadari itu." Ujar James ragu-ragu, matanya lekat memandang tuannya. "Bagaimana bisa? Cari tahu siapa yang keluar masuk dari pelabuhan sejak tiga hari lalu!" Ujar pria itu geram. "Tanpa anda minta saya telah melakukanya. Saya sudah menemukan mobil jeep hitam mencurigakan keluar masuk dermaga sejak tiga hari lalu." Jawab James mengeluarkan selembar kertas dan sebuah disk dari sakunya. Allen meraih benda itu, memeriksanya dengan serius. Tangannya mengepal erat dengan m
James memang pria hebat, Allen sendiri yang mengakui itu. Hari berikutnya, Allen dan James serta beberapa pengawal terlatih mereka berangkat kekota milan dengan jet pribadi. Pria itu membeli sebuah rumah kecil sederhana dengan kebun belakang yang begitu luas disana. Siapa pun tak akan tahu bahwa tuan Allen akan tinggal dirumah kecil itu, Pasalnya disamping kiri dan kanannya, pria itu buat rimbun dengan pohon dan semak belukar. Membuat siapa pun tak akan ada yang menyangka bahwa dibelakangnya adalah sebuah markas yang dibangun oleh Allen. Setengah hari sejak tiba dikota Milan, James mulai bergerak. Benar saja, malamnya mereka kembali dengan membawa seorang wanita muda yang cantik, kulitnya putih bersih bak porselen. Dengan rambut kemerahan dan rok span seksi. Allen menatap puas wanita itu, namun entah mengapa hasratnya seolah tak dapat naik. "Tuan, akan kita apakan?" Tanya James bingung. "Bawa dan kurung dibelakang. Jangan menyentuhnya sebelum ayahnya sendiri yang menyer
Tiga tahun kemudian. Seorang balita kecil bermata biru berambut coklat sedang berlari-larian disebuah taman bermain bertema air. "Eldrick Jangan berlari terlalu jauh honey. Mommy kesulitan menemukanmu." Teriak Sofia mengejar balita tampan itu. "Nah kena kau!" Ujar Sofia seraya menangkap balita tampannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi. "Mommy, lihat itu bayi ikan paus?" Ujar balita itu menunjuk ke arah akuarium raksasa dihadapannya. "No, itu ikan lumba-lumba El," ujar Sofia tertawa. "Ohhh, lumba-lumba. Aku fikir itu bayi ikan paus." Ulang baby El dengan lancar dari bibir mungilnya. Sofia mengusap kepala sang putra. Wajah El begitu mirip dengan Allen. Tak ada yang tersisa untuk Sofia, semua seolah duplikat Allen. Matanya, hidungnya, bibirnya, hanya warna rambutnya yang mengikuti
"ini Daddy ku?" Gumam El menatap intens pada potret pria tampan dan bermata biru di ponsel Lucy. "Iya itu Daddy mu. Jangan bilang-bilang mommy yah El!" Ujar Lucy meringis tak berdaya. "Iya bibi, tenang saja aku tak akan mengatakan pada mommy." Pria kecil itu masih memandang lekat pada potret pria yang tak lain adalah Allen. "Daddy Ku benar-benar tampan yah bibi. Lihat warna matanya sama dengan warna mataku, berbeda dari mommy dan bibi Lucy." Sorak El begitu gembira. Bibi Lucy hanya memandang El sendu, bisa merasakan kerinduan yang dipendam anak kecil yang sedang melototi ponselnya. "Bibi, kenapa di ponsel mommy tak ada foto Daddy ku?" Tanya Eldrich kritis. "Bibi tidak tahu, mungkin mommy mu tak tahu cara mencari foto Daddy mu. Kalau ingin lihat fotonya bilang sama bibi kalau mommy mu sedang tidak dirumah
"Lucy, kita akan kembali ke Milan. Disana aku akan tampil bersama busana rancangan ku. Apa menurut mu itu tidak beresiko?" Tanya Sofia gusar. Jari-jari tangannya saling meremas satu sama lain. Tatapan Sofia sendu, seolah meminta Lucy untuk mengatakan tidak perlu pergi. "Aku tidak tahu yang akan terjadi nona. Tapi alangkah lebih baiknya untuk mencoba kalau itu untuk kebaikan nona." Sofia menghela nafasnya dalam, menatap ke arah putranya yang sedang sibuk menggambar. Sebuah bakat alami yang di turunkan Sofia pada anak kecil berparas tampan itu. "Apa menurut mu itu yang terbaik?" Gumam Sofia tanpa menatap Lucy. Lucy tertegun, sungguh dia pun tak paham apakah ini yang terbaik atau bukan. Kehidupan mereka terlalu rumit, sama seperti dirinya yang meninggalkan hatinya di mansion suram tuan Allen. Sofia jauh lebih parah, dia harus meninggalkan hatinya, cintanya, keberaniannya, kenangan buruk dan manisnya namun masih
Tiga hari kemudian. "Ayo El, gendong tasmu! Mommy dan bibi Lucy punya bawaan sendiri." "Oke mommy." "Hati-hati El, pasang sabuk pengamannya!" Tegur Lucy sembari memasang sabuk pengaman. Ketiganya sudah duduk didalam pesawat. Lucy duduk bersama El. Sedangkan Sofia duduk disamping Smith. Keduanya masih membahas tentang pekerjaan dan penampilannya nanti di kota Milan. Sengaja Sofia tidak membawa model dari Paris. Diacara sudah di sediakan model ternama. Sofia sejujurnya gelisah dan tak percaya diri. Seorang desainer baru sepertinya akan muncul di Milan fashion week musim panas bersanding dengan desainer ternama dari merek versace yang telah mendunia. Namun Smith terus meyakinkannya, itulah mengapa Smith terjun langsung membantu Sofia mengurus penampilannya disana. Total lima belas desain akan Sofia tampilkan diatas catwalk, beberapa di antaranya adalah desain untuk pria. "Apa kamu g
James membalikkan badannya, kembali melangkah masuk ke arah restoran hotel bintang lima, berjalan menuju ruangan VVIP, yang dimana sudah menanti seorang wanita cantik dengan tubuh tinggi semampai bernama Monica. Seorang model papan atas yang akan berjalan di atas catwalk menggunakan desain salah satu brand ternama dunia. "Maaf aku telat," sapa James dengan wajah kaku tanpa senyum. Wanita itu mengangkat kepalanya dari ponsel, menatap pria dihadapannya. "Hmm-- yah anda telat. Percayalah saat ini aku sangat ingin membatalkan janji temu kita andai aku tak profesional." Ujar wanita itu angkuh. Rambut panjang hitam legamnya terurai menambah kesan anggun ditubuhnya. "Yah, terserah anda. To tidak ada kerugian untuk pihak siapapun kan?" Ujar James datar sembari duduk dihadapan wanita itu. Wanita itu berdecak kesal, menatap James jengah. 'ckk... Tidak asistennya tidak tuanny
"istri anda--" "Istri saya kenapa, Nath?" Seru Allen tak sabar. "Baik-baik saja. Beruntung kandungannya juga dapat diselamatkan. Namun kondisi pasien saat ini masih sangat rentan." Ujar Natalya lembut. Wanita itu menatap Allen dengan sorot penuh kerinduan. Allen bukan tidak menyadari lirikan wanita itu, namun saat ini fokus Allen sedang pecah. Pria itu masih saja tegang. Menanti waktu dia bisa menemui sang istri. "Ehemmmp, jadi kapan saya bisa menemui istri saya?" Ujar Allen tak sabar. Melihat kekhawatiran Allen, wajah Natalya tampak kecewa. "Sekarang juga bisa, namun alangkah lebih baiknya saat pasien telah dipindahkan ke ruangan rawat. Kalau begitu saya permisi. Kalau ada apa-apa cari saya saja!" Ujar Natalya kemudian berlalu dari hadapan mereka semua. Allen berdiri mematung didepan pintu UGD. seolah menghitung menit dan detik yang berganti.
Mario bergegas mengangkat Sofia, mimik wajah pria itu panik tidak terkira. Sedangkan bodyguard bernama Max dengan cepat meringkus Alea yang masih berdiri dengan wajah melongo tak percaya. Tatapan wanita itu membelalak ngeri, melihat darah yang merembes dari sela paha Sofia. Alea sadar bahwa nasibnya kini telah ditentukan oleh Allen Anthonio. Mario berlari diikuti oleh Lucy yang menggendong El. Sedangkan Max kini telah menyeret Alea keluar dari pusat perbelanjaan. Semua orang yang menyaksikan mereka menjadi heboh. Namun tak ada yang menyangka bahwa wanita itu adalah istri pria paling kejam di kota mereka. Mario membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi, hingga dia bahkan lupa bahwa ada El dan Lucy bersamanya. Lucy menopang kepala sang nona dan El disisi lainnya. "Lucy-- ini sakit sekali." Rintih Sofia lemah. Wajah wanita itu pucat pasi.
James mengetuk pintu ragu-ragu. Tadinya dia ingin menemui Allen lebih awal, namun melihat istri tuannya masuk dan tak kunjung keluar membuat James mengurungkan niatnya. Pria itu hanya bisa terus memantau dari jauh kapan kiranya Sofia keluar. Nyatanya, sejam telah berlalu namun tak ada tanda-tanda wanita itu meninggalkan ruangan suaminya. Sebagai pria yang telah merasakan indahnya pernikahan, tentu saja James mengerti apa yang terjadi didalam sana.James mengetuk pintu ruang kerja Allen. James berdiri didepan pintu, menunggu Allen membuka pintu, biasanya dia akan langsung masuk setelah mengetuk pintu, namun setelah dia melihat istri Tuannya masuk kesana. Itu artinya tempat itu telah menjadi ranah pribadi sekarang. Klekkk... "Masuk!" James mengangguk, mengikuti langkah pria itu, tampilannya tetap rapi seperti sedia kala. membuat James mengeryitkan keningnya bingung. '
Allen melepaskan pelukannya pada Sofia, pria itu menggulingkan tubuhnya hingga jatuh terlentang. Ditatapnya langit-langit kamar, seolah dia sedang merangkai kalimat diatas sana. Hening, tak ada satupun yang bersuara. Hanya helaian nafas keduanya yang bersahut-sahutan berat. Sofia memilih tidak peduli, wanita itu berusaha memejamkan matanya. Hingga dengkuran halus khas wanita hamil mulai terdengar dari bibirnya. Allen menoleh, menatap intens punggung sang istri. Punggung yang begitu dia sukai untuk bersandar dan memeluk Sofia dari belakang. Mendengar sang istri telah jatuh tertidur, pria itu kembali keluar dari kamar. Melangkah turun kelantai bawah dan berjalan ke arah taman belakang. Taman yang sama dimana dia mengacaukan ciuman pertama James dan lucy malam itu. Allen duduk dibangku taman, pria itu menghisap dalam cerutunya. Menguarkan asapnya bersama dengan kegelisahan yang ditanggungnya. Anda
Kediaman tuan Darren ~~~ Nyonya Rara memijat kepalanya yang terasa seperti ingin pecah, berita pernikahan Sofia membuat keluarga itu pusing tujuh keliling. Tuan Darren tak menyangka bahwa tuan Allen Anthonio pada akhirnya akan menikahi Sofia, keponakan perempuannya yang selama ini dia siksa. Ada rasa takut dan was-was yang kini menyelimuti hati pria tua serakah itu. Bagaimana tidak, dia menyerahkan surat-surat berharga kepemilikan properti miliknya pada Allen Anthonio. Dia fikir saat itu pria itu akan mengambil putrinya yang berharga untuk menjadi nyonya. Dia telah menawarkan Alea pada Allen Anthonio, dan sepertinya saat itu pria itu setuju-setuju saja. Lima tahun berlalu tanpa pernah pihak Allen Anthonio menemuinya. Dia fikir dia telah lolos begitu saja. Namun pernikahan Sofia dan Allen Anthonio sepertinya akan menjadi awal kehancuran mereka. "Daddy, bagaimana ini
"pasti sekarang James sedang melakukan malam pertama dengan Lucy." Gumam Allen menerawang. Pria itu duduk menyandar disamping Sofia. "Kenapa memikirkan rumah tangga orang lain?" Jawab Sofia kesal. "Tidak apa-apa, hanya iri saja. Sayang, kapan kita bisa melakukannya?" Rengek Allen seperti anak kecil. "Dokter bilang belum bisa kan?" "Iya," wajah pria itu tertekuk kesal, sudah beberapa malam dia menahan diri tidak menyentuh Sofia. Rasanya kepalanya sudah sangat sakit sekarang. "Besok kita kerumah sakit untuk periksa yah sayang." Ujar Sofia tenang. "Periksa? Wahhh itu ide yang sangat bagus. Aku tak sabar ingin melihat wajah anakku" jawab Allen begitu semangat. "Mana bisa? Belum kelihatan." Sergah Sofia makin kesal. Allen menggaruk kepalanya yang tak gatal, merasa sedih sekaligus menyesal. Lihatlah karena dirinya melewatkan momen ketika El masih didalam k
Lucy dan James akhirnya resmi menjadi pasangan suami istri. Pria kaku itu tak menyangka, bahwa dia akhirnya menikah dengan wanita yang dinantinya selama lima tahun. Setelah pesta pernikahan, Lucy dan James kembali ke hotel yang telah dipersiapkan untuk menginap. Hotel yang sama yang dipilih Allen dan Sofia setelah mereka menikah. Keduanya tampak begitu canggung, belum pernah berinteraksi sedekat ini selain malam dimana Pria itu mencuri ciuman pertama Lucy ditaman. "Emhh-- James, bisa tolong bantu menarik resleting gaunku?" Lucy bertanya ragu-ragu. "Iya, berbalik biar aku membukanya." Pria itu berjalan kearah sang istri, berdiri dibelakangnya. James menarik resleting gaun pengantin Lucy, tangan pria itu bergetar. Tubuhnya terasa begitu panas dingin menatap punggung mulus istri yang baru saja di nikahinya. Tak jauh berb
"iya Smith, aku sedang hamil." Jawab. Sofia lirih. Wanita itu tersenyum sendu menatap Smith. Pria baik yang Sofia anggap malaikat. Sofia bukan tak tahu tentang perasaan pria itu meski kata-kata cinta tak pernah terucap dari bibirnya. Hanya saja, sejak awal Sofia memang sudah memberi jarak. Padahal, Sofia tanpa Smith tidak akan menjadi seperti sekarang. Allen memperhatikan raut kecewa pria yang duduk dihadapannya. Entah mengapa ada rasa iba yang menyusup kedalam hati pria itu. Namun dengan cepat pria itu menepisnya. Baginya siapapun yang ingin memiliki wanitanya adalah lawan yang berani mati. Lama, Smith maupun Sofia dan Allen terdiam. Hanya celoteh El yang sesekali terdengar. Ketiganya larut dalam fikiran masing-masing.
Selesai makan, Allen dan Sofia duduk di ruang keluarga. Wanita itu dilarang kemanapun oleh Allen, membuat Sofia semakin menahan kekesalannya pada sang suami. Allen terus saja ingin menempel pada Sofia, begitu pun dengan El. Sayangnya Sofia sangat tak suka dekat-dekat dengan Allen. Wanita itu akan langsung mual dan kesal saat Allen duduk disampingnya. Mau tak mau pria itu duduk dengan jarak dua kursi dari sang istri. "Nona--" Lucy berdiri dihadapan Sofia, membuat wanita itu mendongak. "Lucy--, ada apa? Ayo duduk!" "Tidak perlu nona." Ujar Lucy segan. Sofia mengulurkan tangannya, menarik Lucy duduk disampingnya. "Ada apa?" "Ak--aku ingin mengatakan sesuatu," "Sesuatu apa?" Tanya Sofia penasaran.