Beberapa hari berlalu, Huànyǐng terus mengasah teknik Róu Fēng Hū Xī Fǎ di bawah bimbingan Yīnlǜ Shengzhe. Teknik pernapasan ini menuntut ritme yang selaras dengan aliran energi angin, bertujuan untuk menstabilkan ketidakseimbangan antara api dan es dalam tubuhnya. Setiap ada waktu luang di sela-sela misinya, Huànyǐng tanpa lelah berlatih, hingga akhirnya Yīnlǜ Shengzhe menyatakan bahwa dia sudah menguasainya tanpa perlu lagi bimbingan langsung.
"Kalau begitu, apakah aku sudah bisa berlatih bersama Chénxī lagi?" tanyanya pada suatu pagi, suaranya penuh antusiasme.Mereka saat itu berada di halaman sebuah penginapan, mempersiapkan diri untuk Perburuan Roh yang akan berlangsung bulan depan di Shén Wù Gǔ—sebuah lembah yang selalu diselimuti kabut misterius, penuh bahaya dan rahasia yang belum terungkap."Tentu saja," sahut Yīnlǜ Shengzhe dengan santai. "Tapi kali ini kalian tidak hanya berlatih denganku, Ling Èr Gōngzǐ juga akan menemani."Mata HuànySiang itu, Shén Wù Gǔ—Lembah Kabut Ilahi—tampak lebih ramai dari biasanya. Lembah yang tersembunyi di kaki Pegunungan Lingxiao ini menjadi lokasi Perburuan Roh Musim Gugur tahun ini. Biasanya, tempat ini sunyi, hanya diselimuti kabut abadi yang menghalangi pandangan dan menciptakan suasana yang mencekam. Namun, hari ini, derap kaki kuda, suara langkah para kultivator, serta dengungan diskusi memenuhi udara lembah yang dingin."Kabutnya tebal sekali," gumam Jian Xue, mempererat genggaman pada tali kekangnya. Butiran embun yang menggantung di udara mengendap di jubahnya, meninggalkan jejak lembap.Di sebelahnya, Jian Wei hanya tersenyum tipis, lalu mengibaskan tangannya seakan hendak mengusir kabut. "Sesuai namanya, bukan?" ujarnya ringan.Dari barisan di belakang, Lei yang menunggangi kudanya di sebelah Huànyǐng dan Jian Xia, Huànyǐng bertanya, "Da Gē, mengapa Perburuan Roh kali ini diselenggarakan di tempat ini?"Jian Wei menoleh sekilas sebelum m
Gerbang batu hitam itu perlahan terbuka, mengeluarkan suara berat yang menggema di tengah keheningan. Udara dingin menyeruak dari celahnya, membawa serta aroma lembab bebatuan tua. Begitu pintu gerbang terbuka sepenuhnya, tampaklah jalan utama Kota Wu Cheng—jalur lebar berlapis batu licin yang memantulkan cahaya redup dari kabut yang bergelayut di udara. Sekilas, jalan itu tampak seperti terapung di atas awan, menciptakan pemandangan yang nyaris magis.Di sepanjang jalan, bergelantungan Líng Dēng, lentera spiritual yang berpendar dalam cahaya biru keperakan. Nyala api kecil di dalamnya bergetar perlahan, memberikan penerangan lembut bagi para pendatang yang menavigasi jalanan kota yang sepi dan berselimut kabut.“Indahnya,” bisik Jian Xia, matanya berbinar kagum saat menatap keindahan yang terbentang di hadapannya.“Indah, tetapi juga berbahaya,” sahut Jian Wei dengan suara rendah, matanya tetap awas mengamati sekitar.Mereka mengendarai kuda deng
Senja turun perlahan di Kota Wu Chéng, membawa serta perubahan halus yang mengubah suasana kota. Kabut tipis yang tadinya putih berpendar menjadi ungu keemasan, membias cahaya lentera yang melayang mengikuti arus angin. Seperti lautan bintang yang menari di atas jalanan berbatu, cahaya-cahaya itu menciptakan ilusi magis, seolah kota ini bukan lagi milik dunia fana.Di tengah keindahan yang sedikit mistis itu, rombongan Sekte Musik Abadi tiba di Hé Yún Gé. Dari lantai dua penginapan, Huànyǐng memandang keluar jendela, matanya berbinar saat melihat sosok-sosok yang ia kenali. Tanpa berpikir panjang, ia segera berlari menuju tangga."Huànyǐng, jangan berlarian di lorong!" suara Jian Xia terdengar mengingatkan.Namun, Huànyǐng tak menggubrisnya. Langkah kakinya berderap cepat di sepanjang lorong, lalu menuruni anak tangga dengan riang. Bunyi sepatu boot-nya menggema, mengejutkan ketiga kakaknya yang sedang menikmati teh di ruang utama."Huànyǐng, hati
Huànyǐng menyeret Tiānyin menuju Wǔ Yún Tīng, ruang meditasi yang terletak di lantai tertinggi penginapan Hé Yún Gé. Tempat ini dirancang khusus untuk latihan sinkronisasi energi pasangan kultivasi—sebuah metode unik yang menuntut keharmonisan sempurna antara dua individu."Lihat, Tiānyin!" seru Huànyǐng penuh semangat, menunjuk ke arah ruang terbuka yang diselimuti kabut spiritual berpendar lembut.Tiānyin melangkah perlahan, matanya berbinar menatap pemandangan yang terbentang di depannya. "Ini..." bisiknya, nyaris tak percaya."Sempurna, bukan? Tempat ini dibuat untuk kita." Huànyǐng tersenyum puas.Tiānyin tidak langsung menjawab. Ia berjalan mengitari ruang meditasi, menyentuh perlahan pilar-pilar giok hijau yang menjulang di sekelilingnya. Pilar-pilar ini diukir dengan motif awan, Yún Wén, serta burung bangau, Xiān Hè—simbol harmoni dan keanggunan. Lantainya terbuat dari giok putih berkilauan, Bái Yù, dengan pola pusaran halus yang seakan me
"Jadi, rumor itu benar adanya?" Suara seorang pria muda bergema di udara malam yang dingin. Dia mengenakan jubah biru berhiaskan motif naga, dengan bordiran benang emas yang berkilauan di bawah cahaya lentera. Duduk dengan santai, satu tangannya bertopang dagu, sementara matanya terpaku pada bangunan tertinggi di Kota Wu Chéng yang menjulang megah di kejauhan. "Belum dapat dipastikan, Jìng Jué Wángyé," sahut seorang pria berjubah biru tua dengan motif awan putih yang berdiri di sampingnya. Nada suaranya penuh hormat, tubuhnya sedikit menunduk, menunjukkan sikap tunduk pada tuannya. Pria muda itu mengangkat alis tipisnya. Dia adalah Jìng Jué Wángyé, putra kedua Kaisar Jìng Yǔhàn—seorang pangeran yang dikenal cerdas, penuh ambisi, dan tak jarang menunjukkan senyum samar yang sulit ditebak maknanya. "Begitu? Jadi, menurutmu, rumor hanyalah rumor?" Su
Hening menyelimuti Hé Yún Gé. Udara malam menjelang dini hari terasa dingin, diselimuti kabut spiritual yang senantiasa mengambang di sekitar bangunan itu. Awalnya, kabut tampak seperti selimut tipis keperakan yang bergerak lambat mengikuti embusan angin. Namun, seiring dengan harmonisasi energi dari dua sosok yang tengah berlatih, warnanya perlahan berubah—mendapatkan pendar keemasan yang samar, lalu semakin terang seperti benang cahaya yang menari di udara.Huànyǐng dan Tiānyin tetap tenggelam dalam latihan mereka, sepenuhnya terserap dalam keseimbangan energi yang mereka bangun bersama. Mereka tidak menyadari perubahan yang terjadi di sekitar mereka—tidak melihat bagaimana kabut bereaksi, menyesuaikan warnanya dengan ritme resonansi energi mereka. Semakin harmonis keseimbangan itu, semakin lembut dan bercahaya warna emas yang menyelimuti tempat mereka berlatih.Di pelataran, dua pria berdiri memperhatikan fenomena itu. Héxié Zhìzūn menunjuk ke arah pendar keemas
Pagi di Shén Wù Gǔ masih diselimuti kabut tipis yang menggantung di antara pepohonan raksasa. Udara sejuk musim gugur menghembus lembut, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang mulai gugur. Cahaya matahari yang masih lemah berusaha menembus tirai kabut, menciptakan siluet samar di kejauhan.Di Wu Chéng, kota yang tak pernah sepi dari para kultivator, pemandangan pagi terlihat lebih hidup. Namun, di puncak tertinggi Hé Yún Gé, kabut keemasan yang sebelumnya menyelimuti bangunan perlahan memudar seiring berakhirnya resonansi energi antara Huànyǐng dan Tiānyin.Di dalam kamar, Jian Lei duduk di tepi meja, mengiris daging panggang yang masih mengepulkan uap. Aroma gurih memenuhi ruangan, bercampur dengan wangi teh yang baru saja dituangkan. Ia mengambil sepotong daging dan menyodorkannya ke Huànyǐng, yang duduk di seberangnya."Kau baik-baik saja?" tanyanya sambil menyuapkan daging ke mulut adiknya.Huànyǐng mengangguk kecil tanpa berkata-kata. Mu
Shén Wù Gǔ adalah perpaduan luar biasa antara kabut mistis yang melayang di udara, hijaunya pepohonan yang menjulang tinggi, serta sungai berkilauan yang berkelok-kelok di antara tebing-tebing batu. Setiap zona perburuan di dalamnya memiliki keunikan tersendiri. Mulai dari lembah berkabut yang penuh rahasia, hutan lebat yang dipenuhi makhluk spiritual, hingga air terjun gemuruh yang menyembunyikan tantangan tak terduga. Tempat ini bukan sekadar indah, melainkan sarat dengan aura magis dan bahaya tersembunyi.Itulah kesan pertama yang tertangkap saat para peserta Perburuan Roh menyaksikan Shén Wù Gǔ yang terbentang luas di hadapan mereka."Indahnya! Sungguh sesuai dengan julukannya, Lembah Kabut Dewa!" seruan-seruan kagum terdengar bersahut-sahutan di antara para kultivator muda.Bahkan Huànyǐng dan saudara-saudaranya pun tak bisa mengalihkan pandangan. Langit biru membentang luas, menaungi lautan kabut yang berputar perlahan seakan memiliki nyawa. Pucuk-pu
"Chén Gēge! Apa kita hanya menunggu salah satu di antara mereka kalah?" tanya Lei, suaranya hampir tenggelam dalam deru angin dingin yang memeluk medan pertempuran.Di hadapan mereka, pertarungan antara Wù Yǒng Lóng, si naga kabut abadi, dan Hán Shuāng Jù Rén, Titan Es kolosal, berlangsung sengit. Setiap gerakan keduanya meninggalkan jejak kehancuran—kabut beracun yang menciptakan ilusi berbahaya, serta gelombang es yang seakan membekukan waktu. Beberapa kali mereka harus berpindah tempat, menghindari ancaman yang begitu dekat."Kau mau menunggu?" Mo Chén berbalik bertanya, dengan senyum tipis yang terlukis di wajahnya. Tatapan jenakanya meluncur ke arah Lei, penuh keingintahuan."Tunggu saja sampai besok pagi!" jawab Jian Wei sambil memukul kepala Lei dengan gemas.Jian Xia tertawa melihat kejenakaan kakak dan adiknya. "Bisa-bisanya kalian bercanda di situasi seperti ini?" keluhnya. Namun, sorot matanya tetap hangat, penuh kasih sayang kepada ked
Angin dingin menderu lewat celah-celah tebing, membawa serta butiran salju yang berputar liar seperti pasir perak di tengah badai. Medan Perburuan Roh kembali diselimuti ketegangan. Mo Chén berdiri tegak di atas batu tinggi, jubah hitamnya berkibar tertiup angin tajam, sementara matanya yang tajam mengawasi perubahan cuaca yang tak lazim.Apa yang dikhawatirkan akhirnya terjadi. Suara pekikan yang memekakkan telinga terdengar dari kejauhan—sebuah raungan yang membelah langit kelabu."Aiyo! Wù Yǒng Lóng!" teriak para kultivator yang masih terjebak di jalur utama medan berburu. Kabut putih pekat mulai menyelimuti tanah, menyusup ke setiap celah batu dan ranting yang tertutup es.Tanpa menunda waktu, Mo Chén mengangkat tangannya dan melepaskan sinyal cahaya ke langit. Asap keperakan membentuk pusaran kecil sebelum pecah menjadi semburat cahaya yang terlihat dari segala penjuru. Itu adalah isyarat—bukan hanya kepada para pemimpin sekte dan klan untuk mulai men
Kabut turun begitu tebal hingga nyaris menutupi seluruh lembah Shén Wu Gu. Awan kelabu menggantung berat di langit, dan udara mendadak terasa jauh lebih dingin. Hembusan angin membawa aroma tajam tanah basah bercampur dengan hawa es yang menggigit tulang."Apa ini?" Jìng Zhenjun Wángyé bergumam pelan, suaranya nyaris terseret oleh desir angin. Ia memandang sekeliling dengan dahi berkerut, matanya menyapu pemandangan yang tertelan kabut.Di sisi lain, Mo Chén, Jian Wei, dan Líng Zhì berdiri kaku, memandangi kabut pekat yang kini mulai menipis, perlahan mengurai seperti tirai sutra yang ditarik angin. Udara berubah drastis—lebih dingin dari biasanya."Salju?" Líng Zhì menatap ke langit yang mulai dihiasi bintik-bintik putih. Butiran salju turun perlahan, mendarat di bahu dan rambutnya, seolah waktu sendiri melambat menyambut datangnya sesuatu."Sialan!" Jian Wei mengumpat, mendadak waspada. Ia langsung me
Roh-roh yang berada dalam zona penahanan kini benar-benar terperangkap. Mereka menggeliat gelisah, terbungkus pusaran energi yang membatasi gerak. Suasana mulai terkendali, meski udara masih berat oleh sisa kekacauan yang sebelumnya meledak liar. Suhu di sekitar merosot drastis, membuat napas para kultivator tampak seperti uap tipis di udara yang mengkristal."Biarkan klan dan sekte kecil menangani roh-roh itu," kata Líng Zhì dengan tenang, suaranya nyaris tenggelam dalam desir angin bersalju.Ia berdiri di sisi tebing es bersama Jian Wei dan Mo Chén, menatap ke bawah tanpa ekspresi. Kabut tebal yang menyelimuti lembah seakan menjadi tirai pembatas antara mereka dan dunia yang sedang berkecamuk.Mereka bertiga tampak seperti bayangan di atas sana—menyaksikan kekacauan yang baru saja reda, namun tak terlibat langsung. Sikap mereka tenang, bahkan nyaris santai. Sebuah pengingat bahwa bagi mereka, ini bukan soal menang atau kalah, tapi kes
Para penjaga Perburuan Roh yang berasal dari Klan Wu datang bersama para kultivator dari Klan Jìng dan Sekte Gerbang Sembilan Kuali."Bagaimana situasinya?" tanya pemimpin penjaga Perburuan Roh pada Jian Wei dan yang lainnya."Seperti yang kau lihat. Kacau!" sahut Jian Wei seraya menunjuk ke bawah dengan dagunya. Di bawah mereka, para kultivator dari berbagai sekte dan klan berusaha menangkap roh-roh yang terpanggil oleh teknik Wàn Líng Zhèn Míng."Tiānyù Jiànzhàn, apakah ada sesuatu yang bisa kita lakukan?" Kini Jìng Zhenjun Wángyé yang bertanya. Ia datang bersama Qing Yǔjiā dan Qing Héng Zhì. Wajahnya terlihat serius dan penuh tanda tanya.Jian Wei tidak segera menjawab pertanyaan itu. Ia justru menoleh menatap Mo Chén, yang berdiri sedikit lebih jauh. Pria berjubah hitam itu tampaknya tidak terlalu terpengaruh dengan situasi yang sedang berlangsung. Mo Chén masih tampak santai, meskipun keadaan sudah sangat genting. Dengan senyum leba
Di tengah kekacauan yang mengguncang Perburuan Roh, Jian Wei, Mo Chén, Héxié Zhìzūn, dan Ling Zhì berkumpul dalam keheningan yang tegang, merencanakan langkah selanjutnya. Angin kencang menyapu kabut tebal di Shen Wu Gu. Namun, tidak mengurangi hiruk-pikuk yang terjadi di medan tersebut. Suara gemerisik roh-roh yang mulai menguasai medan itu memecah kesunyian, menggema di setiap sudut.“Kita harus menghentikan kekacauan ini tanpa mengacaukan medan dan peraturan Perburuan Roh,” ucap Líng Zhì dengan nada serius. Wajahnya yang tenang tidak menggambarkan betapa dalamnya situasi yang tengah mereka hadapi.“Líng Ménzhǔ, ini cukup sulit,” sahut salah seorang dari klan kecil yang turut bersama mereka. Suaranya terdengar ragu, hampir seperti seorang anak yang berusaha memecahkan teka-teki rumit.“Memang benar, ini sulit!” sahut Mo Chén. Suara baritonnya yang dalam seolah berusaha memberi penekanan pada kata-katanya. Pria tampan berjubah hitam dan berambut putih itu
"Yuè Èr Gōngzǐ," bisik Jian Wei, suaranya tenggelam dalam gemuruh angin lembah, saat denting guqin yang melengking jernih semakin memenuhi pendengaran.Di tengah kabut, seorang pemuda berjubah putih, Yuè Tiānyin, melayang anggun di udara. Sinar matahari yang terang memantul pada guqin-nya, membuatnya berkilauan indah. Dengan gerakan halus, jemari Tiānyin menari di atas senar guqin, mengendalikan alunan melodi yang memancar dari alat musik itu. Setiap denting senar memancarkan aura magis, seakan mantra yang menyegel roh-roh liar yang mengamuk tak terkendali. "Chénxī!" seru Huànyǐng, matanya yang ungu berbinar-binar penuh kekaguman. "Lihatlah, Huànyǐng Xiōng! Yuè Èr Gōngzǐ memang tampan dan berbakat! Tidak ada seorang pun yang bisa menandinginya!"Líng Qingyu, yang entah sejak kapan telah berada di sisi Huànyǐng, mengangguk setuju dengan tatapan kagum yang tak disembunyikan. Mereka berdua terpaku menatap Tiānyin yang dengan khidmat memainkan guqin-nya. Seme
Dentingan lonceng menggema samar di telinga Jian Wei. Suara itu bergema di antara riuh rendah pekikan panik, gemuruh langkah kaki, dan desir angin yang membawa hawa asing. Ia menajamkan pendengarannya, memastikan sumber suara tersebut. "Da Gē! Lihat itu!" Tiba-tiba Jian Xuě berseru, mengalihkan perhatiannya. Jian Wei sontak mengangkat kepala. Langit yang tadinya terbuka kini dipenuhi pusaran energi berbentuk lingkaran. Partikel bercahaya keperakan berputar di udara, memancarkan kilauan ganjil. "Sial!" Jian Wei menggeram, kedua tangannya mengepal erat. Matanya berkilat, menatap adik-adiknya dan anggota sekte lainnya. "A Xuě, lindungi Huànyǐng! Jangan biarkan dia terpengaruh oleh roh-roh di sekitarnya!" "Baik, Da Gē!" Jian Xuě tak ragu sedikit pun. Ia segera berdiri di depan Huànyǐng dengan Xuě terhunus, siap menghadapi apa pun yang datang. "Lei, siapkan Líng Qì Wǎng! Jian Xia, terus pantau situa
"Target utama kita adalah roh yang sudah kita kunci tadi. Setelah itu kita bisa berburu roh lain di zona yang sudah terbuka," jelas Jian Wei sembari melompat ke depan gua yang tersembunyi di celah tebing es yang menjulang tinggi. Sinar matahari siang memantul di permukaan es, menciptakan kilauan tajam seperti pecahan kaca."A Xue, ayo kita gunakan Xiáng Líng Zhèn untuk menangkap Xuě Láng Wang!" serunya pada Jian Xuě."Baik, Da Gē!" Jian Xuě menyusul, melompat ringan ke depan gua."Gunakan energi es, kau bisa menggabungkannya dengan energi es milik Huànyǐng," saran Jian Wei.Jian Xuě mengangguk mantap, lalu mulai menggambar pola formasi lingkaran dengan elemen energi es di udara. Garis-garis bersinar biru keperakan muncul di udara, membentuk corak rumit yang berpendar lembut. Begitu formasi selesai, ia menyegelnya dan mengarahkannya ke dalam gua. Dari dalam terdengar geraman marah, berat dan bergema, mengguncang lapisan es di sekitar mereka.