Brugh.... Barnard melemparkan uang yang masih berada dalam koper di atas meja, usai pertandingan kemarin yang membuat dirinya kehilangan teman sekaligus asistennya kini telah pergi untuk selamanya. Menyesal tapi Barnard tak ingin berlarut karena ada hal yang lebih penting yang harus ua selesaikan. "Bagus. Mulai besok tambang milik kalian akan berjalan seperti biasa." Senyuman sinis laki-laki itu tersungging jelas, ini yang ia inginkan. Mendapatkan uang dengan cara instan dan cepat walaupun itu sebenarnya tidak harus ia lakukan karena dalam negaranya itu adalah pelanggaran, demi uang seseorang akan melakukan apapun yang tak harus ia lakukan. Barnard pun tidak peduli akan hal itu asalkan dirinya bisa menjadi lebih baik untuk terus menjalankan bisnisnya yang ilegal. "Berikan aku surat izin," ucap Barnard, ia tidak ingin terjadi hal yang sama untuk kedua kalinya. "Baik. Tunggu sebentar," ucapnya lalu mengambil kertas lalu menulis sesuatu di atas kertas itu kemudian membubuhkan tanda
"Kau pikir kau itu hebat?" Jack menantang Barnard saat ini. Rasa kesal Jack pada Barnard membuat ia lupa di mama mereka saat ini. Masih di bar Nexo mereka duduk di meja yang sama namun Barnard tidak terlihat gentar sama sekali, wajahnya datar dan selalu menatap manik mata Jack. "Aku tidak berpikir demikian, aku hanya melakukan apa yang aku inginkan. Tidak lebih. Apa kehidupanku sekarang menganggu Anda, Tuan?" Barnard terlihat kesal namun ia mencoba menahan amarahnya. Jika kedatangan Jack untuk menghabisinya saat ini maka ia akan terus waspada untuk waktu yang akan terus berjalan ke depannya, namun rasa takut tak lagi ada pada diri Barnard. "Kembalikan putriku!" Jack berdiri lalu memegang kerah baju Barnard sambil menariknya kasar. "Putrimu? Aku tidak akan lagi menyentuhnya setelah penghinaan itu. Camkan itu, Tuan!" Tangan kiri Barnard secepatnya memindahkan tangan Jack yang masih memegang kerah bajunya dengan kasar. Menepuk bekas pegangan tangan Jack lalu Barnard tersenyum keci
"Kau ingin mengatakan sesuatu?" tanya Carlos pada Barnard yang masih duduk di sofa. "Ya." Barnard bangkit dari duduknya. Jika bukan karena satu hal yang masih mengganjal dalam otaknya mebuat Barnard penasaran. "Duduklah, apa kau datang ingin menanyakan Flow?" Pikiran Carlos yang bodoh malah berpikir kalau Barnard saat ini mencari Flow lagi untuk melampiaskan nafsunya. Ya walaupun Barnard sudah lama tidak bertemu dengan Flow tapi dirinya tidak ingin mencari wanita karena akan terlihat begitu lemah hanya karena seorang wanita, terlebih wanita yang ia cintai. "Tidak. Aku ingin menanyakan tentang Edward," ucap Barnard sesaat setelah menjatuhkan bokongnya lagi. "Ada masalah apa kau dengannya?" tanya Carlos sesaat setelah Carlos ikut duduk di samping Barnard. "Tidak ... tidak, kami tidak ada masalah apapun, Aku hanya penasaran apakah Edward memiliki seorang kakak?" tanya Barnard dengan mimik wajah yang begitu serius. "Kakak? Dia yatim piatu, ya lebih kurangnya sama sepertimu. Apa kau
Dua hari berlalu setelah Barnard mempertimbangkan apa yang menjadi beban dalam otaknya, akhirnya ia menyetujui apa yang Edgar inginkan. "Starla." Barnard bergumam lirih lalu mengikuti wanita yang pernah bertahta di hatinya itu. wanita cantik itu terlihat begitu buru-buru. Starla yang tidak menyadari kedatangan Barnard terus berjalan menuju sebuah rumah yang begitu besar, Starla yang baru saja pulang dari suatu tempat membuka pakaian luar yang ia kenakan lalu membuangnya ke dalam tempat sampah yang ada di depan rumah tanpa menoleh ke kiri dan kanan, ia tak menyadari ada seseorang yang mengikutinya. Rasa penasaran Barnard terus saja timbul terlebih saat Starla masuk ke dalam rumah orang yang ingin ia kunjungi. "Darah," lirih Barnard saat melihat jacket milik Starla yang telah di buangnya dengan seksama. Satu pisau belati ikut Starla buang dengan jaketnya. sejuta pertanyaan timbul di dalam pikiran Barnard, ia ingin mengetahui siapa Starla sebenarnya karena Starla yang dulu adalah wa
"Tunggu ...." "Yak ... haish ...." Edgar menghela napas kasar, Edgar begitu kesal. Saat ia berdiri dan menyaksikan apa yang sedang terjadi di hadapannya saat ini, sekelompok pemuda yang telah menjual permata pemberian Barnard tersenyum sumringah setelah menerima uang dari Barnard. "Sial." Edgar segera naik kedalam mobil dan mencari beberapa pemuda yang melarikan diri saat seorang polisi mengetahui kalau penjualan permata milik mereka adalah ilegal. Barnard telah merencanakan semuanya dengan cara menukar orang yang biasanya mengecek berlian asli atau palsu. "Ini asli." "Saya membelinya dan segera bawa pemuda itu untukku." Edgar yang mengucapkan kata itu beberapa menit lalu kini menyesalinya.Edgar menyesal telah percaya pada orang yang telah menipunya, percaya begitu saja pada orang yang mengatakan kalau berlian itu asli. Edgar rugi dua kali lipat saat ini. Lalu bagaimana dengan pemuda yang melarikan diri? Edgar tidak akan melepaskan mereka begitu saja, ia akan mencari orang yan
"Starla ...." "Kau ingin aku puaskan, bukan?" tanya Starla dengan nada khas wanita penggoda namun penuh amarah. "Kau ... Aku begitu membencimu sekarang. Bagaimana bisa aku menolak satu kenikmatan dari wanita jalang." Tatapan sinis Barnard pada Starla begitu terlihat lalu berakhir dengan berjalan menuju jendela yang terbuka. "Kenapa kau menghindari?" "Huts ... aku tidak menghindari, aku hanya berpikir bagaimana kalau momen yang indah ini dapat aku abadikan," ungkap Barnard dengan nada mengejek. Starla tidak menjawabnya, ia menunggu Barnard benar-benar lalai. Starla berlahan mendekat ke arah pintu lalu mencoba membukanya. "Tidak akan terbuka jika bukan dengan sidik jariku. Kau pikir kau bisa lari dariku, Starla?" kekeh Barnard. Tak lama terdengar suara panggilan di ponsel Starla, ya Barnard melupakan ponsel Starla yang dapet menghubungkan dirinya dengan bajingan pengadu domba di sana. "Bertahan, aku akan segera menjemputmu, kau tahu aku dan Barnard hanya berpura-pura baik untuk
"Tuan, Jack. Anda kami tahan atas kasus pencurian di perusahaan KENKO." Salah satu polisi menunjukkan identitasnya pada Jack, namun Jack hanya tersenyum sinis. "Apa kalian memiliki bukti?" Dua polisi yang ada di depan Jack saat ini terdiam, mereka tak percaya jika Jack berani membantah ucapan polisi. "Semua bukti mengarah pada Anda," terang salah satu dari polisi. "Mari ikut!" Jack mengikuti alur cerita yang sedang terjadi saat ini, ia yakin kalau anak buah suruhannya tidak akan mengatakan siapa yang menyuruhnya mencurimencuri, terlebih saat ini Barnard memiliki rencana lain lagi yang telah ia susun. ***Sementara di tempat lain, Barnard menatap wajah Flow yang begitu pucat, wanita cantik itu masih tertidur di atas runjang rumah sakit yang sama dengan orang yang berusaha mencuri di kantor miliknya. Barnard tidak akan membiarkan seseorang lolos begitu saja jika sudah berurusan dengannya, hanya saja tinggal menunggu tanggal dan giliran. "Maaf, aku telah merepotkan," lirih Flow
"Misi apa lagi?" Barnard menghela napas berat, ia menatap lurus ke depan walaupun lawan bicaranya saat ini berada di sampingnya. Sejujurnya Barnard cukup muak dengan printah dari orang yang menindas dirinya terus menerus. Walaupun telah melakukan apa yang di mau oleh pria yang berada di sampingnya namun pria itu masih bersikeras untuk membuat Barnard hancur. Xiauli tersenyum menatap wajah Barnard yang kini terlihat kesal. "Tidak banyak, aku hanya ingin kau membunuh wakil pejabat negeri, dia terlalu banyak alasan dan menghindar dariku," ucap Xiauli lalu tersenyum. Bukan tanpa alasan, Xiauli ingin membunuh pejabat negara sekaligus temannya itu agar ia dapat bebas dari hukuman yang telah di tetapkan, namun Barnard tidak menyadarinya, Barnard hanya menganggap Xiauli terlalu serakah dengan kedudukan dan tahta. "Bagaimana?" lanjut Xiauli saat melihat Barnard terdiam. Tidak mudah bagi Barnard untuk menerima misi lagi dari Xiauli karena ia akan mendapatkan lebih banyak musuh dan masalah