Share

Pot. 41

Author: nana28
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Please!” Vika memohon. “Mumpung aku lagi baikan sama Yoga. Masa kalian tidak dukung aku, sih?”

“Aku saja kurang sreg sama dia, apalagi nanti Parta. Kamu tahu kan kalau itu anak dendam banget sama Yoga.”

“Ini juga buat perpisahan kamu yang mau ke luar organisasi sekaligus perayaan kemenangan Parta dan pelepasan status aku sebagai ketua. Cuma kita bertiga, sama pacar. Parta pasti bisa mengerti, kok.” Vika masih menelisik wajah Alex yang terus berusaha menghindarinya. “Bisa, ya,” imbuhnya penuh harap.

“Ya, ya, ya. Oke. Nanti aku usahakan buat bicara sama Renata,” lepas Alex putus asa.

Yes. Thank you, Alex.” Mata Vika berbinar.

Rencana liburan bersama sudah tergambar di pikiran Vika. Dengan meminjam salah satu vila milik keluarga Renata, ia mengagendakan kegiatan santai untuk dua hari dan dua malam. Kegiatan bersama dan kegiatan santai bersama pasangan. Pertemanan mereka mungkin tidak terlalu

nana28

Terima kasih sudah berkenan membaca :)

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 42

    Sorot lampu memasuki halaman ketika mereka sudah mulai memanggang beberapa daging. Aroma arang dan batok kelapa yang menjadi bara bercampur dengan aroma daging mentah yang mulai gosong. Semakin lengkap saat berpadu dengan beberapa rempah yang mulai dipercikkan dan dioleskan. Alex sibuk mengipasinya membuat asap terkadang mengepul dan berhamburan sedang Renata membalik-balik tusukan itu dan sesekali mengoleskan lagi bumbu dengan menggunakan kuas. “Tunggu dulu, sayang. Nanti tidak matang kalau buru-buru dibalik terus,” tukas Alex memperingatkan Renata. Gadis itu seketika mengerucutkan bibirnya tanda tak setuju saat aksinya diracau. Yoga dan Vika sedang asyik menunggu sepanci air yang digantungkannya di atas api unggun. Mereka tampak berbincang dan saling tersenyum. Terkadang tangan Yoga kembali menghimpun api unggun yang sudah mulai melebar. Menimbulkan percikan api yang membuat mereka berdua melepas tawa. Mobil yang baru masuk ke halaman itu terdengar berhenti. Mesin

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 43

    “Semua sudah aku periksa tadi siang, Rob. Kamu jangan macam-macam! Semua yang aku tangani sudah beres.” Suara Parta masih sedikit ditahan mengingat waktu yang sudah larut. Ia khawatir suaranya terdengar dan mengganggu mereka yang sudah beristirahat. “Lalu apa masalahnya denganku? Itu orang kamu, jadi kamu yang selesaikan,” lanjut Parta yang sudah mulai hilang kesabaran. “Aku tidak mau tahu, semua harus beres!” Parta menutup teleponnya dan menyugar kasar rambutnya. Ia menyakukan kembali alat komunikasi itu dan menyalakan keran. Ia merangkum air yang mengalir dengan kedua telapak tangannya. Membasuh muka adalah pilihan yang tepat untuk menyegarkan pikiran. Ia menatap wajahnya yang basah memantul dari dalam kaca di depannya. Di sana juga tampak seorang yang berdiri di dekat pintu tak jauh di belakangnya. Parta sangat yakin Yoga ikut mendengar pembicaraannya. Ia membalik badan dan berjalan mendekati Yoga yang masih tenang. “Apa yang kamu dengar?”

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 44

    Mereka sudah sampai di halaman ketika sedang berdebat. Nyla masih ingin menikmati suasana di pegunungan itu sementara Parta memaksanya untuk ikut kembali ke kota. Parta tak ingin dibantah. Siang itu ia harus kembali bersama dengan Nyla. Ia tak ingin meninggalkan Nyla di vila bersama dengan yang lainnya. “Aku masih banyak urusan, Ny! Gak bisa lama di sini. Lagian kan tinggal acara pribadi. Vika juga sudah mengizinkan. So? Apa lagi? Kita pulang pokoknya. Jadi, cepat bereskan barangmu!” Parta meminta Nyla segera masuk dan bersiap. Meski gerutu dan penolakan Nyla terus terlontar Parta tetap bergeming. “Kan bisa balik sendiri dan aku tetap di sini sama yang lain. Tidak masalah, kok.” Nyla mengangkat kedua tangannya. “Memangnya kamu mau ngapain sendirian di sini? Apa yang bakal kamu lakukan? Atau sengaja mau merepotkan mereka?” Parta mencoba berargumen. “Sudah, tidak usah bantah, atau …?” Parta tidak melanjutkan ancamannya. “Ya, y

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 45

    Dua hari Parta malang melintang membagi diri untuk menyiapkan ujian semester yang tinggal sebentar lagi dan juga mengurusi permasalahannya terkait dengan proyek yang sedang dikerjakan bersama Robi. Permasalahan tempo hari tidak bisa ia terima secara mentah. Di belakang Robi, ia mencari tahu penyebab kegagalan pengiriman barang yang sudah dia pesan dengan detail dan teliti. Tak ada perjuangan yang sia-sia. Dengan bantuan Bela akhirnya Parta menemukan akar kejanggalan yang membuat diplomasinya tak berjalan sesuai kenyataan. “Lihat, nih!” Parta meletakkan dengan asal beberapa foto dan lembar bukti pembayaran yang dipalsukan.” Semua itu ulah anak buah kamu!” “Dapat dari mana?” Robi melirik dan mencermati kertas-kertas di atas meja itu. Ia tak menyentuh sedikit pun, tapi sudah bisa memastikan keabsahannya. “Itu bukan poin yang harus kita bicarakan saat ini. Kenyataannya pemesanan ulang sudah dilakukan dan proyek akan selesai dalam beberapa hari la

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 46

    Beberapa hari yang padat dengan ujian semester sudah berhasil dilewati dan tidak terasa sudah hampir satu tahun Nyla menyandang status mahasiswa. Ia merasa waktu berjalan begitu cepat, suka dan duka yang sudah dirasakannya seperti angin berlalu. Sebagian besar merupakan hal yang patut disyukuri, bukan karena berupa hal yang menggembirakan namun lebih pada keberhasilan Nyla dalam menjalaninya. Suatu penghargaan pada diri sendiri yang terkadang cukup bias untuk dirasakan. Bersyukur dan ikhlas bisa menjadi jalan untuk mendamaikan hati dan melanjutkan hari dengan lebih percaya diri. Jika pada liburan semester sebelumnya Nyla memilih untuk mengambil mata kuliah tambahan, kali ini–di masa senggang sebelum menerima hasil ujian—Nyla lebih memilih membaca beberapa literatur untuk mempersiapkan semester mendatang. Beberapa kali ia ke luar dan masuk perpustakaan untuk mencari buku referensi, membaca dan menyalinnya. Ia sudah menyesuaikan kebutuhan bacaan dengan materi kuliah yang akan

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 47

    Kini Parta sudah berada di undakan paling bawah. Dengan setelan celana panjang berwarna gelap, kaos berwarna putih, outer berwarna biru donker, dan sepatu semikasual berwarna gelap. Rambutnya disisir dengan belahan yang rapi dan tentu saja aroma mint berpadu geranium dan patchouli yang menguar membuatnya semakin menarik. Sebelumnya, dari dalam kamarnya di lantai dua samar-samar ia sudah mendengar obrolan panjang ayahnya dan Nyla. Hingga ia selesai bersiap dan turun menemui keduanya. Ia melihat ayahnya berdiri di dekat Nyla dan menyodorkan paper bag bermotif batik kepada gadis itu. Nyla seolah menunjukkan penolakan. Enggan dan takut menerimanya. Apalagi dirinya baru pertama kali bertemu dengan ayah Parta, rasanya kurang pantas jika harus menerima suatu pemberian dan terlintas di pikiran Nyla kecemasan akan tujuan pemberian itu. “Tenang saja, Papa orang baik. Andai seluruh dunia setuju dengan peribahasa ‘buah jatuh tak jauh dari pohonnya’

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 48

    “Lepas!” Parta meradang. Teriaknya lantang tertahan. Suaranya dalam. Ia mencengkeram erat kursi roda. Di atasnya ada tangan rapuh nenek yang menahannya agar tak berjalan mendekati dua sosok itu. “Tenang, Par. Aku hanya mencoba membantu Nyla.” Yoga melepaskan tangan Nyla. “Iya, kan, Ny?” Yoga menoleh pada Nyla yang terdiam karena terkejut dengan kedatangan Parta. Pandangan Parta tak lepas dari Yoga. Sementara itu Yoga melangkah mendekat dengan senyum yang mengembang. Pemuda itu bertumpu di depan kursi roda dan mencium tangan keriput nenek yang sudah kembali berada di pangkuan. “Nenek tahu, kan, kalau aku tidak akan berani mengambil milik Parta.” Yoga berkata seolah tidak terjadi apa pun. Ia mendongak menatap neneknya dengan tersenyum. Senyum yang semakin membuat Parta ingin melempar kepalan tangan. “Nenek merindukan kalian berdua yang akur, yang rukun. Nenek ini sudah tua, jangan kalian menambah beban pikiran nenek yang sakit-sakitan ini.” Nenek menepu

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 49

    Parta membanting tas ke bangku yang selalu menjadi tempat duduknya ketika jam kuliah. Wajahnya muram menunjukkan kekesalan karena beberapa kali handphonenya tidak berhenti bergetar. Ayahnya. Parta mendengus, “Ada apa sih, Pa. Aku baru saja sampai kampus. Buat apa aku ke sana? Aku ada janji sama teman kuliah hari ini. Ok, nanti jam pulang kantor aku mampir ke sana.” Parta menutup panggilannya. Parta mendekati teman-temannya yang sedang berdiskusi. Mereka sedang merencanakan pembuatan proposal untuk pengajuan kegiatan praktik kerja pertama yang menjadi mata kuliah wajib di semester lima. Lama berdiskusi hingga mereka memutuskan untuk menjalani praktik kerja bersama di dalam kota. Proposal sudah rapi dan siap diberikan pada dosen pengampu. Pembagian tugas selama praktik kerja juga sudah ditentukan. Usai bertemu dengan teman-temannya, Parta mencoba ke basecamp. Berharap bisa bertemu Nyla karena sejak peristiwa makan malam

Latest chapter

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 85

    “Selamat datang.” Parta membuka pintu mobilnya dan mempersilakan Nyla untuk turun. Setelah menunda dua hari, akhirnya Parta berhasil meyakinkan Nyla untuk pergi ke rumah ibunya. ‘Menginap’ kata itulah yang membuat Nyla harus berpikir ulang untuk mengatakan mau atau tidak mau. “Ini rumah siapa?” tanya Nyla yang masih belum diberitahu Parta. Terdengar suara pintu dibuka dari rumah sederhana itu. Nyla pun menoleh dan melihat wanita paruh baya tersenyum serta melambai padanya. Mata Nyla beralih ke Parta dengan penuh tanya, sayangnya Parta hanya mengangkat bahu dan langsung menggandeng tangan Nyla dan membawanya menghampiri pemilik rumah itu. “Kalian sudah datang?” sapa Ratna yang langsung memeluk Nyla. “Kamu benar-benar cantik, persis seperti yang dikatakan Parta. Pantas saja dia tergila-gila sama kamu,” imbuh Ratna usai mereka berpelukan. “Mama,” kata Parta memberitahu Nyla yang masih kebingungan. “Mama?” tanya Nyla pada Parta de

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 84

    “Kak Parta? Ini benar, kan?” Nyla membulatkan matanya tak percaya. Pemuda yang berdiri tegap di depannya terlihat lebih sempurna daripada pemuda yang suka usil dan menyebalkan yang ada dalam ingatannya. Pemuda di depannya terlihat lebih ramah dan dewasa. Wajahnya lebih bersih seperti habis bercukur. Tatanan rambutnya juga lebih dewasa. Tapi, satu hal yang meyakinkan Nyla, aroma mint yang berhasil dihidunya. Sementara Nyla masih sibuk membandingkan pikiran dan kenyataan yang ada di depannya, Parta mengangguk dan melebarkan senyumnya sebagai jawaban.Angin kerinduan yang sangat lama bergemuruh di hati Nyla seperti mendapat kebebasan menyambut tuannya. Nyla merentangkan tangan dan langsung menghambur memeluk Parta. Menghirup sampai puas aroma yang menenangkan hatinya. Ia tidak peduli dengan orang di sekitarnya. Tidak peduli bahwa hal yang dilakukan mungkin akan membuatnya malu saat menyadarinya. Tidak peduli apakah akan mendapat penolakan—yang pa

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 83

    “Hai, Ny. Selamat, ya.” Renata dan Alex yang menggendong seorang anak kecil menghampiri Nyla. Hari itu Renata juga diwisuda. Berbeda dengan Alex yang justru menunda wisudanya karena lebih memilih untuk terus bekerja. Sudah hampir setahun ia menjadi kepala keluarga setelah pernikahan tiba-tiba yang mereka langsungkan karena kehamilan Renata yang di luar rencana.Nyla pernah menggeleng tak percaya waktu mendengar kabar itu, tapi melihat kebahagiaan keduanya rasanya tidak adil jika Nyla berpikir negatif tentang hubungan dan bentuk tanggung jawab yang sudah dengan berani mereka ambil. Sudah saatnya untuk berpikir terbuka, bukan berarti setuju dengan hal semacam itu, hanya perlu bijaksana untuk menyikapinya dan perlu menanggalkan pemikiran kolot yang sering mengatasnamakan kebenaran.“Terima kasih dan selamat juga untukmu, Ren. Kamu luar biasa,” tambah Nyla. Ia menggoda si kecil yang terlihat sibuk sendiri di gendongan Alex.Pertemuan

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 82

    Nyla menggeser ikon berwarna hijau dan mendekatkan benda kecil itu ke telinganya. “Halo,” kata Nyla dengan ragu-ragu. “Hai, Ny!” teriak orang di seberang telepon. Suaranya begitu renyah, semangat, penuh keceriaan. Namun demikian, Nyla masih sulit mengidentifikasi suara yang melewati jarak dan segala sistem untuk bisa sampai ke telinganya itu. Ada jeda beberapa saat ketika Nyla masih sibuk dengan pikirannya hingga suara di ujung telepon kembali mengambil alih suasana. “Ny, kamu masih di situ?” tanyanya dengan nada sedikit khawatir. “Kak Vika?” tanya Nyla dengan agak ragu. Cara pemilik suara itu khawatir mengingatkan Nyla pada sosok Vika yang memang sudah cukup lama tidak berkomunikasi dengannya, sama sekali setelah kepindahannya bersama dengan Yoga dan tepatnya setelah peristiwa yang dialami Parta di tempat usaha yang kelola oleh sahabatnya itu. “Iya, ini aku. Kamu apa kabar?” Nada khawatir itu sudah kembali cerita lagi. “Hai, Kak. Ya ampun. Se

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 81

    Percayalah, apa pun yang kita lakukan itu akan terasa menyenangkan dan menantang saat semuanya masih baru. Seperti halnya memuaskan rasa penasaran, kita ingin terus menaklukkan dan membuat diri kita menjadi pemenang. Mulai semester awal dengan segala ambisi yang tertanam, nyatanya Nyla mengalami banyak pengalaman dan rintangan yang semakin membuatnya merasa lengkap meniti setiap jejak langkah yang sudah disiapkan untuk dirinya. Teman yang semakin berkurang, tanggung jawab yang semakin bertambah dan hanya bisa diselesaikan, dilakukan, seorang diri. Benar-benar sendiri karena setiap orang memiliki kesibukan yang sama dan tanggung jawab yang sama beratnya. Mengabaikan semua perasaannya, Nyla berhasil membulatkan tekad awalnya. Kesibukan dan keberhasilan sudah di depan mata dan siap menyambut telapak tangannya. “Satu minggu ini kamu tidak perlu datang jika kedatanganmu hanya untuk bekerja. Kamu boleh datang jika kamu memang perlu untuk kebutuhan kuliahmu. Bukan u

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 80

    Nyla ikut merasakan kebahagiaan yang terpancar di senyum Bela saat sahabatnya itu mengenakan gaun sederhana yang akan digunakan untuk acara makan malam antara keluarganya dan keluarga Robi. Beberapa kali ia keluar dan masuk kembali ke kamar pas untuk mencoba beberapa gaun dan meminta pendapat Nyla. Ada rasa bangga yang terbersit di benak Nyla saat menyadari bahwa dirinya menjadi pribadi yang dipercaya untuk memberi pendapat dalam hal yang sangat penting bagi sahabatnya itu. “Bagaimana? Aku lebih suka yang warna emas, tapi kurasa aku tidak bisa menahan untuk mencoba yang satu ini dan rasanya sangat pas dan cantik,” celoteh Bela yang sedang memutar badannya dan memperhatikan penampilannya di depan cermin. Sementara itu Nyla duduk di belakangnya dan terus mengamati. “Kamu hanya mengagendakan untuk makan malam satu kali. Tidak mungkin dalam waktu yang sama kamu akan berganti pakaian.” Nyla menatap Bela yang sekarang membelakangi cermin dan sedang menunjukkan penampilanny

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 79

    Bela tidak berhenti berjalan ke sana ke mari di antara beberapa bangku pengunjung. Beberapa karyawan yang sedang membersihkan kafe malam itu sesekali mencuri pandang dan menaruh curiga pada sikap tidak biasa dari atasannya itu. Sesekali juga mereka berbisik, namun tak ada satu pun yang berani bertanya secara langsung. Biasanya Bela akan menyampaikan beberapa instruksi yang menurut karyawannya sangat membosankan, instruksi yang selalu diulang-ulang setiap mereka mulai menutup kafe. Nyla yang baru turun dari lantai dua melihat pemandangan itu. Matanya beralih dari satu sisi kafe ke sisi yang lainnya. Beberapa karyawan yang sudah selesai beres-beres namun masih berkumpul dan tidak segera pulang. Mereka saling mendorong satu sama lain untuk mendekati Bela. Bela yang mendapat perhatian dari karyawannya itu juga menjadi perhatian Nyla. Ada apa dengan mereka hari ini? “Ada apa? Mengapa kalian belum pulang?” tanya Nyla saat mendekati karyawannya yang sudah berganti

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 78

    Vika terbahak-bahak ketika mendengar Yoga menceritakan kemurungan Parta karena cemburu dan takut Nyla memiliki pacar baru. Suasana meja makan begitu renyah, tidak hanya dentang sendok garpu yang beradu dengan piring. Vika dan Parta pun lebih sengit, terutama Vika, mengejek satu sama lain. Parta terus memprotes masakan Vika yang jelas hanya mengada-ada karena buktinya ia melahap semua makanan. Belum lagi Yoga yang terus membela Vika membuat Parta semakin terpojok. Tapi tidak masalah, itu semua hanya canda. Mereka sadar bahwa jauh dari keluarga membuat mereka harus saling menguatkan satu sama lain. Dan itu cara yang mereka pilih. “Jadi? Bagaimana? Kamu mau balik, Par? Kalau kamu tidak balik, bisa-bisa Nyla diambil cowok lain.” “Dalam imajinasimu, Vik! Nyla tidak mungkin semudah itu melupakan cowok sekeren aku. Lagian aku yakin banget kalau itu cowok tidak bisa menyaingi kelebihanku.” “Ingat, Par. Nyla pernah suka loh sama aku,” sela Yoga memberi penekan

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 77

    “Apa?” Parta masih menyimak cerita Bela namun tidak yakin dengan pendengarannya saat ini. “Tidak perlu heran!” tegas Bela yang bisa dipastikan kekesalannya. Tidak ada orang yang suka mengulang-ulang perkataan yang baru saja selesai disampaikan, begitu juga dengan Bela. “Kamu jangan merusak semangat aku dong Bel! Yang benar saja? Nyla tidak mungkin semudah itu jatuh cinta sama orang lain.” Parta menghela napas dan menghentikan aktivitasnya. Fokusnya hanya pada earphone yang memenuhi telinganya. Cerita panjang yang disampaikan Bela diakhiri dengan berita yang ingin ditolak oleh Parta. Pemuda itu sudah tidak fokus membaca buku di depannya. Jemarinya juga beberapa kali salah mengetik. “Aku tidak bilang kalau Nyla jatuh cinta sama itu cowok. Aku cuma bilang kalau ada cowok yang suka sama Nyla dan berusaha mendekati Nyla.” “Terus?” tanya Parta. Ia tidak sungguh bertanya karena jawabannya tentu akan membuatnya berpikir lebih dalam. “Terus ak

DMCA.com Protection Status