Share

Pot. 36

Penulis: nana28
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Lex, buruan bilang. Sok misterius segala, sih!” kesal Parta yang duduk tepat di belakang Alex.

“Apa sih, Par. Kamu itu duduk manis saja. Berisik tahu!”

“Tadi, Vika kirim pesan apa? Pasti tentang aku, ya kan?” Parta menyembulkan kepalanya di samping Alex, di sebelah kiri wajah Alex.

“Jauh-jauh bisa tidak?” Alex merasa risih dengan kemunculan wajah Parta di dekatnya. “Terlalu percaya diri. Kalau tentang kamu pasti kirim pesan langsung ke handphone kamu,” lanjutnya.

“Tidak, percaya. Mana handphone kamu.” Masih dengan posisi yang sama Parta mencoba memaksa Alex untuk menyerahkan handphone-nya. Ia menodongkan tangan kirinya .

“Apaan sih kalian ini. Nanti bisa celaka tahu! Sabar, aku juga penasaran.”

Renata yang duduk di bangku depan, di samping Alex, melerai adegan konyol keduanya. Nada tinggi yang digunakan mampu menyurutkan Parta yang kemudian beringsut mundur dan duduk dengan tenang.

“Tidak sabar bange

nana28

Terima kasih sudah membaca sampai di sini. :)

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 37

    Parta telah mengakhiri pidatonya. Kini aula sudah sepi dan dia hanya berdua bersama dengan Alex. Mereka ke luar dan menunggu di depan aula. Sama-sama menyandarkan tubuh ke dinding hingga dua sosok muncul dari ujung lorong menuju ke arah mereka. “Kalian dari mana?” tanya Alex. Vika menunjuk arah belakangnya, tanpa kejelasan. Bola matanya memutar, tanda bahwa ia tidak memiliki jawaban untuk disampaikan. “Kok hanya berdua? Nyla mana?” Parta celingukan ketika mendapati Nyla tidak ada di antara Vika dan Renata. Vika hanya mampu mengangkat bahu. “Tadi pergi, tapi kami tidak tahu ke mana. Sudah kami cari ke mana-mana, tapi tidak ketemu juga.” Renata mengembuskan napas kemudian mendekati Alex dan menggamit lengan kekasihnya itu. “Handphone-nya tidak aktif. Aku sudah mencoba menghubungi,” sergah Vika begitu melihat Parta meraih alat komunikasi itu dari sakunya. “Mungkin sudah pulang,” lanjut Vika berusaha berpikir positif. Padahal Renata sempa

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 38

    Masih sekitar pukul sembilan. Langit cerah, bintang-bintang belum banyak yang tampak. Jalanan masih ramai. Kendaraan berlalu lalang membawa pemiliknya memanjakan diri. Parta mengendarai mobilnya dengan santai, tak ingin berebut dengan pengendara lain. Musik menemani, jenis musik jazz, If You Could See Me Now by Chet Baker, yang membawa suasana tenang. Ia berdendang mengikuti instrumen yang merambati daun telinganya. Terlintas di pikiran Parta saat melihat seorang ibu menggandeng tangan anaknya keluar dari toko di dekat persimpangan jalan. Tepat di samping lampu merah yang menyala di depan Parta. Dua insan itu menyeberang dengan wajah si anak yang begitu cerita menggenggam sepotong roti yang sudah digigitnya. Sejenak Parta mempertimbangkan untuk turun dan membeli makan malam untuk Nyla. Ada juga sesal saat ia menolak tawaran ayahnya untuk membawa beberapa makan malam mereka. Parta menepis pikirannya begitu lampu hijau terang kembali menyala. Ia kembal

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 39

    “Halo, Nyla.” Robi memasang senyum seringai. Ia mengamati Nyla dan menunggu gadis itu menyambut sapaannya. Nyla sendiri tersentak kaget. Di lorong lantai tiga, setelah ke luar dari aula, ia berjalan sambil menunduk berharap sisa-sisa air matanya segera kering. Ia berhenti dari langkahnya yang memang sudah kecil. Ada pria yang menyapa, berdiri tepat di depannya. Dia bukan mahasiswa dan Nyla tahu betul siapa orang itu. Mereka berakhir di sebuah resto yang sudah dipilih Robi setelah Nyla menyetujui untuk berbicara dengan orang itu. Entah mengapa Nyla dengan cepat menganggukkan kepala ketika Robi mengajaknya ke luar. “Kamu mau pesan apa, Ny?” Nyla hanya menggelengkan kepala. Ia sedikit takut sehingga lebih memilih berdiam diri. “Ok, sudah bukan jam makan siang dan belum saatnya untuk makan malam. Mungkin lain kali aku akan memilih waktu yang tepat. Semoga saja aku bisa menyisihkan waktu untuk gadis secantik kamu.” Robi tersenyum pada Nyla.

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 40

    “Vik, aku boleh mengobrol bentar sama Nyla. Hanya berdua.” Parta baru saja datang ke basecamp dan langsung mendekati tempat Vika dan Nyla yang sedang sibuk di depan laptop. Ia meminta izin Vika yang sedang mengerjakan laporan bersama Nyla. Berharap bisa berbicara berdua tanpa ada orang lain. Nyla mendongak, mengalihkan pandangannya dari laptop kepada pemuda yang sudah berdiri menjulang di depannya. Alisnya menyatu, ada tanya yang tidak terucapkan. Sementara orang yang mengalihkan pandangannya masih menumpukan kedua telapak tangannya di tepi meja, menunggu jawaban dari orang yang duduk di sebelah kanannya. “Boleh, tapi bukan aku yang pergi. Jadi, silakan kalian cari tempat lain,” jawab Vika setelah beberapa saat mengamati mereka berdua secara bergantian. Ia paham bahwa dalam suatu hubungan tentu ada yang perlu dibicarakan secara pribadi. Meski dirinya merupakan teman dari keduanya dan begitu sangat dekat, namun dia tidak ingin terlalu mencampuri urusa

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 41

    “Please!” Vika memohon. “Mumpung aku lagi baikan sama Yoga. Masa kalian tidak dukung aku, sih?” “Aku saja kurang sreg sama dia, apalagi nanti Parta. Kamu tahu kan kalau itu anak dendam banget sama Yoga.” “Ini juga buat perpisahan kamu yang mau ke luar organisasi sekaligus perayaan kemenangan Parta dan pelepasan status aku sebagai ketua. Cuma kita bertiga, sama pacar. Parta pasti bisa mengerti, kok.” Vika masih menelisik wajah Alex yang terus berusaha menghindarinya. “Bisa, ya,” imbuhnya penuh harap. “Ya, ya, ya. Oke. Nanti aku usahakan buat bicara sama Renata,” lepas Alex putus asa. “Yes. Thank you, Alex.” Mata Vika berbinar. Rencana liburan bersama sudah tergambar di pikiran Vika. Dengan meminjam salah satu vila milik keluarga Renata, ia mengagendakan kegiatan santai untuk dua hari dan dua malam. Kegiatan bersama dan kegiatan santai bersama pasangan. Pertemanan mereka mungkin tidak terlalu

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 42

    Sorot lampu memasuki halaman ketika mereka sudah mulai memanggang beberapa daging. Aroma arang dan batok kelapa yang menjadi bara bercampur dengan aroma daging mentah yang mulai gosong. Semakin lengkap saat berpadu dengan beberapa rempah yang mulai dipercikkan dan dioleskan. Alex sibuk mengipasinya membuat asap terkadang mengepul dan berhamburan sedang Renata membalik-balik tusukan itu dan sesekali mengoleskan lagi bumbu dengan menggunakan kuas. “Tunggu dulu, sayang. Nanti tidak matang kalau buru-buru dibalik terus,” tukas Alex memperingatkan Renata. Gadis itu seketika mengerucutkan bibirnya tanda tak setuju saat aksinya diracau. Yoga dan Vika sedang asyik menunggu sepanci air yang digantungkannya di atas api unggun. Mereka tampak berbincang dan saling tersenyum. Terkadang tangan Yoga kembali menghimpun api unggun yang sudah mulai melebar. Menimbulkan percikan api yang membuat mereka berdua melepas tawa. Mobil yang baru masuk ke halaman itu terdengar berhenti. Mesin

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 43

    “Semua sudah aku periksa tadi siang, Rob. Kamu jangan macam-macam! Semua yang aku tangani sudah beres.” Suara Parta masih sedikit ditahan mengingat waktu yang sudah larut. Ia khawatir suaranya terdengar dan mengganggu mereka yang sudah beristirahat. “Lalu apa masalahnya denganku? Itu orang kamu, jadi kamu yang selesaikan,” lanjut Parta yang sudah mulai hilang kesabaran. “Aku tidak mau tahu, semua harus beres!” Parta menutup teleponnya dan menyugar kasar rambutnya. Ia menyakukan kembali alat komunikasi itu dan menyalakan keran. Ia merangkum air yang mengalir dengan kedua telapak tangannya. Membasuh muka adalah pilihan yang tepat untuk menyegarkan pikiran. Ia menatap wajahnya yang basah memantul dari dalam kaca di depannya. Di sana juga tampak seorang yang berdiri di dekat pintu tak jauh di belakangnya. Parta sangat yakin Yoga ikut mendengar pembicaraannya. Ia membalik badan dan berjalan mendekati Yoga yang masih tenang. “Apa yang kamu dengar?”

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 44

    Mereka sudah sampai di halaman ketika sedang berdebat. Nyla masih ingin menikmati suasana di pegunungan itu sementara Parta memaksanya untuk ikut kembali ke kota. Parta tak ingin dibantah. Siang itu ia harus kembali bersama dengan Nyla. Ia tak ingin meninggalkan Nyla di vila bersama dengan yang lainnya. “Aku masih banyak urusan, Ny! Gak bisa lama di sini. Lagian kan tinggal acara pribadi. Vika juga sudah mengizinkan. So? Apa lagi? Kita pulang pokoknya. Jadi, cepat bereskan barangmu!” Parta meminta Nyla segera masuk dan bersiap. Meski gerutu dan penolakan Nyla terus terlontar Parta tetap bergeming. “Kan bisa balik sendiri dan aku tetap di sini sama yang lain. Tidak masalah, kok.” Nyla mengangkat kedua tangannya. “Memangnya kamu mau ngapain sendirian di sini? Apa yang bakal kamu lakukan? Atau sengaja mau merepotkan mereka?” Parta mencoba berargumen. “Sudah, tidak usah bantah, atau …?” Parta tidak melanjutkan ancamannya. “Ya, y

Bab terbaru

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 85

    “Selamat datang.” Parta membuka pintu mobilnya dan mempersilakan Nyla untuk turun. Setelah menunda dua hari, akhirnya Parta berhasil meyakinkan Nyla untuk pergi ke rumah ibunya. ‘Menginap’ kata itulah yang membuat Nyla harus berpikir ulang untuk mengatakan mau atau tidak mau. “Ini rumah siapa?” tanya Nyla yang masih belum diberitahu Parta. Terdengar suara pintu dibuka dari rumah sederhana itu. Nyla pun menoleh dan melihat wanita paruh baya tersenyum serta melambai padanya. Mata Nyla beralih ke Parta dengan penuh tanya, sayangnya Parta hanya mengangkat bahu dan langsung menggandeng tangan Nyla dan membawanya menghampiri pemilik rumah itu. “Kalian sudah datang?” sapa Ratna yang langsung memeluk Nyla. “Kamu benar-benar cantik, persis seperti yang dikatakan Parta. Pantas saja dia tergila-gila sama kamu,” imbuh Ratna usai mereka berpelukan. “Mama,” kata Parta memberitahu Nyla yang masih kebingungan. “Mama?” tanya Nyla pada Parta de

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 84

    “Kak Parta? Ini benar, kan?” Nyla membulatkan matanya tak percaya. Pemuda yang berdiri tegap di depannya terlihat lebih sempurna daripada pemuda yang suka usil dan menyebalkan yang ada dalam ingatannya. Pemuda di depannya terlihat lebih ramah dan dewasa. Wajahnya lebih bersih seperti habis bercukur. Tatanan rambutnya juga lebih dewasa. Tapi, satu hal yang meyakinkan Nyla, aroma mint yang berhasil dihidunya. Sementara Nyla masih sibuk membandingkan pikiran dan kenyataan yang ada di depannya, Parta mengangguk dan melebarkan senyumnya sebagai jawaban.Angin kerinduan yang sangat lama bergemuruh di hati Nyla seperti mendapat kebebasan menyambut tuannya. Nyla merentangkan tangan dan langsung menghambur memeluk Parta. Menghirup sampai puas aroma yang menenangkan hatinya. Ia tidak peduli dengan orang di sekitarnya. Tidak peduli bahwa hal yang dilakukan mungkin akan membuatnya malu saat menyadarinya. Tidak peduli apakah akan mendapat penolakan—yang pa

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 83

    “Hai, Ny. Selamat, ya.” Renata dan Alex yang menggendong seorang anak kecil menghampiri Nyla. Hari itu Renata juga diwisuda. Berbeda dengan Alex yang justru menunda wisudanya karena lebih memilih untuk terus bekerja. Sudah hampir setahun ia menjadi kepala keluarga setelah pernikahan tiba-tiba yang mereka langsungkan karena kehamilan Renata yang di luar rencana.Nyla pernah menggeleng tak percaya waktu mendengar kabar itu, tapi melihat kebahagiaan keduanya rasanya tidak adil jika Nyla berpikir negatif tentang hubungan dan bentuk tanggung jawab yang sudah dengan berani mereka ambil. Sudah saatnya untuk berpikir terbuka, bukan berarti setuju dengan hal semacam itu, hanya perlu bijaksana untuk menyikapinya dan perlu menanggalkan pemikiran kolot yang sering mengatasnamakan kebenaran.“Terima kasih dan selamat juga untukmu, Ren. Kamu luar biasa,” tambah Nyla. Ia menggoda si kecil yang terlihat sibuk sendiri di gendongan Alex.Pertemuan

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 82

    Nyla menggeser ikon berwarna hijau dan mendekatkan benda kecil itu ke telinganya. “Halo,” kata Nyla dengan ragu-ragu. “Hai, Ny!” teriak orang di seberang telepon. Suaranya begitu renyah, semangat, penuh keceriaan. Namun demikian, Nyla masih sulit mengidentifikasi suara yang melewati jarak dan segala sistem untuk bisa sampai ke telinganya itu. Ada jeda beberapa saat ketika Nyla masih sibuk dengan pikirannya hingga suara di ujung telepon kembali mengambil alih suasana. “Ny, kamu masih di situ?” tanyanya dengan nada sedikit khawatir. “Kak Vika?” tanya Nyla dengan agak ragu. Cara pemilik suara itu khawatir mengingatkan Nyla pada sosok Vika yang memang sudah cukup lama tidak berkomunikasi dengannya, sama sekali setelah kepindahannya bersama dengan Yoga dan tepatnya setelah peristiwa yang dialami Parta di tempat usaha yang kelola oleh sahabatnya itu. “Iya, ini aku. Kamu apa kabar?” Nada khawatir itu sudah kembali cerita lagi. “Hai, Kak. Ya ampun. Se

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 81

    Percayalah, apa pun yang kita lakukan itu akan terasa menyenangkan dan menantang saat semuanya masih baru. Seperti halnya memuaskan rasa penasaran, kita ingin terus menaklukkan dan membuat diri kita menjadi pemenang. Mulai semester awal dengan segala ambisi yang tertanam, nyatanya Nyla mengalami banyak pengalaman dan rintangan yang semakin membuatnya merasa lengkap meniti setiap jejak langkah yang sudah disiapkan untuk dirinya. Teman yang semakin berkurang, tanggung jawab yang semakin bertambah dan hanya bisa diselesaikan, dilakukan, seorang diri. Benar-benar sendiri karena setiap orang memiliki kesibukan yang sama dan tanggung jawab yang sama beratnya. Mengabaikan semua perasaannya, Nyla berhasil membulatkan tekad awalnya. Kesibukan dan keberhasilan sudah di depan mata dan siap menyambut telapak tangannya. “Satu minggu ini kamu tidak perlu datang jika kedatanganmu hanya untuk bekerja. Kamu boleh datang jika kamu memang perlu untuk kebutuhan kuliahmu. Bukan u

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 80

    Nyla ikut merasakan kebahagiaan yang terpancar di senyum Bela saat sahabatnya itu mengenakan gaun sederhana yang akan digunakan untuk acara makan malam antara keluarganya dan keluarga Robi. Beberapa kali ia keluar dan masuk kembali ke kamar pas untuk mencoba beberapa gaun dan meminta pendapat Nyla. Ada rasa bangga yang terbersit di benak Nyla saat menyadari bahwa dirinya menjadi pribadi yang dipercaya untuk memberi pendapat dalam hal yang sangat penting bagi sahabatnya itu. “Bagaimana? Aku lebih suka yang warna emas, tapi kurasa aku tidak bisa menahan untuk mencoba yang satu ini dan rasanya sangat pas dan cantik,” celoteh Bela yang sedang memutar badannya dan memperhatikan penampilannya di depan cermin. Sementara itu Nyla duduk di belakangnya dan terus mengamati. “Kamu hanya mengagendakan untuk makan malam satu kali. Tidak mungkin dalam waktu yang sama kamu akan berganti pakaian.” Nyla menatap Bela yang sekarang membelakangi cermin dan sedang menunjukkan penampilanny

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 79

    Bela tidak berhenti berjalan ke sana ke mari di antara beberapa bangku pengunjung. Beberapa karyawan yang sedang membersihkan kafe malam itu sesekali mencuri pandang dan menaruh curiga pada sikap tidak biasa dari atasannya itu. Sesekali juga mereka berbisik, namun tak ada satu pun yang berani bertanya secara langsung. Biasanya Bela akan menyampaikan beberapa instruksi yang menurut karyawannya sangat membosankan, instruksi yang selalu diulang-ulang setiap mereka mulai menutup kafe. Nyla yang baru turun dari lantai dua melihat pemandangan itu. Matanya beralih dari satu sisi kafe ke sisi yang lainnya. Beberapa karyawan yang sudah selesai beres-beres namun masih berkumpul dan tidak segera pulang. Mereka saling mendorong satu sama lain untuk mendekati Bela. Bela yang mendapat perhatian dari karyawannya itu juga menjadi perhatian Nyla. Ada apa dengan mereka hari ini? “Ada apa? Mengapa kalian belum pulang?” tanya Nyla saat mendekati karyawannya yang sudah berganti

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 78

    Vika terbahak-bahak ketika mendengar Yoga menceritakan kemurungan Parta karena cemburu dan takut Nyla memiliki pacar baru. Suasana meja makan begitu renyah, tidak hanya dentang sendok garpu yang beradu dengan piring. Vika dan Parta pun lebih sengit, terutama Vika, mengejek satu sama lain. Parta terus memprotes masakan Vika yang jelas hanya mengada-ada karena buktinya ia melahap semua makanan. Belum lagi Yoga yang terus membela Vika membuat Parta semakin terpojok. Tapi tidak masalah, itu semua hanya canda. Mereka sadar bahwa jauh dari keluarga membuat mereka harus saling menguatkan satu sama lain. Dan itu cara yang mereka pilih. “Jadi? Bagaimana? Kamu mau balik, Par? Kalau kamu tidak balik, bisa-bisa Nyla diambil cowok lain.” “Dalam imajinasimu, Vik! Nyla tidak mungkin semudah itu melupakan cowok sekeren aku. Lagian aku yakin banget kalau itu cowok tidak bisa menyaingi kelebihanku.” “Ingat, Par. Nyla pernah suka loh sama aku,” sela Yoga memberi penekan

  • Pembohong yang Sempurna   Pot. 77

    “Apa?” Parta masih menyimak cerita Bela namun tidak yakin dengan pendengarannya saat ini. “Tidak perlu heran!” tegas Bela yang bisa dipastikan kekesalannya. Tidak ada orang yang suka mengulang-ulang perkataan yang baru saja selesai disampaikan, begitu juga dengan Bela. “Kamu jangan merusak semangat aku dong Bel! Yang benar saja? Nyla tidak mungkin semudah itu jatuh cinta sama orang lain.” Parta menghela napas dan menghentikan aktivitasnya. Fokusnya hanya pada earphone yang memenuhi telinganya. Cerita panjang yang disampaikan Bela diakhiri dengan berita yang ingin ditolak oleh Parta. Pemuda itu sudah tidak fokus membaca buku di depannya. Jemarinya juga beberapa kali salah mengetik. “Aku tidak bilang kalau Nyla jatuh cinta sama itu cowok. Aku cuma bilang kalau ada cowok yang suka sama Nyla dan berusaha mendekati Nyla.” “Terus?” tanya Parta. Ia tidak sungguh bertanya karena jawabannya tentu akan membuatnya berpikir lebih dalam. “Terus ak

DMCA.com Protection Status