Jelita bekerja rajin dan disiplin. Dia tak suka menunda-nunda pekerjaaan sekecil apapun. Rumah William jadi tampak lebih bersih dan rapi sejak Jelita menjadi pembantu di rumah itu. Jelita juga punya selera yang baik tentang makanan, sehingga William nyaris tak pernah melewatkan makanan apapun yang dimasak olehnya. Hal itu membuat Nyonya Cindy jadi tenang karena putera bungsu kesayangannya itu tak pernah melewatkan waktu sarapan. William punya riwayat sakit lambung, karena itulah Nyonya Cindy selalu menyarankan pembantu yang pintar masak buat William agar makanan buat puteranya itu terurus baik.
Jelita pun memang bertekad ingin menunjukkan kepada William bahwa dia memang layak dipekerjakan bukan hanya atas dasar iba semata. Agar jika nanti William harus memilih antara dirinya atau Bik Yuni, maka pria itu akan memilih dirinya karena dia memang layak dipilih karena kemampuannya bekerja yang baik daripada Bik Yuni.
Karena Jelita gesit, maka pekerjaannya jadi lebih cepat selesai. Itu membuatnya jadi punya waktu untuk membaca buku-buku William. Seringkali saat pulang malam, William mendapati Jelita tertidur di sofa sambil mendekap sebuah buku. Membuat pria itu tersenyum melihat kesenangan gadis itu dalam melahap buku-bukunya. Padahal bukunya tak melulu komik dan novel. Ada banyak buku popular non fiksi yang dimilikinya, bagus dibaca untuk membuka wawasan dan ternyata Jelita juga menyukainya. Gadis ini benar-benar suka membaca rupanya.
“Apa kamu tak berniat lanjut kuliah, Ta?” tanya William di sela-sela waktu sarapan mereka. William memang selalu mengajak Jelita makan bersama sambil mengobrol. Bersama Bik Yuni, dia tak pernah seperti ini. Bik Yuni benar-benar berfungsi sebagai asisten rumah tangga saja, sedangkan Jelita terasa lebih dari itu, gadis ini bisa juga menjadi teman bicaranya.
“Niat mah ada, Bang. Tapi kuliah itu kan mahal biayanya, apalagi kalau kuliah di kampus swasta. Prioritas saya kan membiayai hidup dulu, bukan kuliah.”
William merasa trenyuh. Keluarganya kaya raya dengan harta ratusan miliar. Ibunya pengusaha agrobisnis yang sukses, ayahnya yang sekarang sudah meninggal juga dulunya seorang pengusaha. Kedua abangnya juga masing-masing sudah punya perusahaan. Dan dirinya sendiri saat ini sedang dipersiapkan untuk menduduki jabatan eksekutif di sebuah perusahaan properti karena perusahaan itu milik almarhum ayahnya. Secara finansial mereka ada di atas rata-rata kebanyakan masyarakat di negeri ini. Sementara itu ada banyak orang kurang beruntung seperti Jelita, yang sebenarnya cukup pintar tapi tak punya uang buat dana pendidikan sehingga tak bisa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.
“Kalau kamu memang serius ingin kuliah, persiapkan dirimu baik-baik sejak sekarang. Soal biaya tak perlu kamu pusingkan.”
Jelita nyaris menjatuhkan sendok yang sedang dipegangnya karena kaget.
“Ada beasiswa yang mendukungmu.” William berkata penuh janji. Perusahaan keluarganya punya program beasiswa bagi para pelajar dan mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Dan lewat rekomandasi langsung dari William, tentu saja Jelita bisa mendapatkan beasiswa itu secara penuh dan tanpa perlu menunggu proses seleksi yang panjang. Dia juga berniat akan menambahkan uang saku buat Jelita dari kantong pribadinya.
Jelita kehilangan kata-kata. Dia menepuki pipinya sendiri, seperti sedang membangunkan dirinya dari mimpi. Melihatnya William jadi tertawa.
“Dengar, Lita. Saat ini industri berubah cepat. Informasi mengalir deras. Lapangan pekerjaan hari ini bisa saja lenyap tahun depan dan berbagai lapangan pekerjaan baru akan bermunculan. Era semakin dinamis. Kamu perlu memperluas jaringan sejak sekarang, dan kampus adalah salah satu tempat terbaik untuk menciptakan jaringanmu. Manfaatkan sebaik-baiknya lingkunganmu.” William berkata sambil melanjutkan sarapannya, mengabaikan keterkejutan Jelita usai mendengar kabar baik soal beasiswanya itu.
“Saya bingung bagaimana caranya berterima kasih sama Abang.” Akhirnya Jelita mendapatkan suaranya kembali setelah sejak tadi speechless.
“Kuliah saja sampai lulus dan wisuda. Lalu jadikan ilmu itu sebagai bekalmu untuk meningkatkan kualitas hidup. Kamu nggak mau selamanya jadi pembantu, kan? Maka jadilah sesuatu yang lebih baik dari itu. Itulah caranya berterima kasih, bukan berterima kasih padaku, tetapi kepada Tuhan yang sudah memberimu kesempatan ini.”
Mata Jelita berkaca-kaca, kemudian dia mengangguk penuh janji. Jika kesempatan kuliah itu betulan datang padanya, dia akan belajar sungguh-sungguh sampai lulus jadi Sarjana.
Rasanya Jelita masih belum mempercayai ini. Kuliah, adalah salah satu impian besarnya. Dia sebenarnya sempat melepaskan impian itu mengingat dia hanyalah gadis miskin dan tinggal di kampung yang aksesnya dengan dunia luar cukup terbatas karena infrastruktur daerahnya yang menyedihkan, belum lagi begal di mana-mana. Bisa lulus SMA saja sudah sangat bagus, sebab untuk mencapai sekolahnya dulu dia harus melewati perkebunan karet yang rawan begal belum lagi jalanannya yang banyak lubang menganga. Jika musim hujan tiba jalanan itu lebih mirip kubangan kerbau. Juga, bagaimana bisa memikirkan tentang kuliah jika perutnya saja menjerit lapar setiap hari? Jelita harus bekerja tentu saja, menghidupi diri sendiri karena ibunya sudah tiada. Meskipun saat itu dia masih punya bapak, tapi bapaknya itu nyaris tak pernah menafkahinya karena uangnya banyak dikeruk oleh keluarga bapaknya yang rakus. Tapi si bapak pun tampaknya memang lebih mendedikasikan diri dan uangnya untuk keluarganya saja daripada untuk anak semata wayangnya sendiri. Jelita bisa menerima ketidakadilan bapaknya soal itu, tapi dia sungguh tak terima saat si bapak menginjak-injak harga dirinya lewat upaya pemerkosaan malam itu.
Ah. Betapa bahagianya Jelita sekarang, sebab dengan hijrahnya dia ke Jakarta, dia jadi mendapatkan kehidupan baru yang lebih baik. Meskipun dirinya hanyalah pembantu, tetapi William tak memandangnya dengan sebelah mata. Majikannya itu justru memberi support besar. Memiliki hubungan dengan orang-orang baik seperti William dan Nyonya Cindy adalah rezeki besar yang amat dia syukuri.
“Pikirkan mulai sekarang tentang jurusan yang ingin kamu ambil, Ta.” William membuka diskusi dengan Jelita dan memberinya wawasan tentang berbagai jurusan di perguruan tinggi, lalu memintanya untuk memilih. Kemudian Jelita bilang ingin kuliah di bidang ekonomi dan bisnis.
“Apa karena belakangan ini kamu baru saja membaca buku tentang perencanaan keuangan independen?” tebak William sambil tertawa. Dia kemarin melihat Jelita sedang asyik membaca buku itu sambil selonjoran di sofa, saking asyiknya sampai tak mendengar tegurannya hingga William harus memanggilnya berulang kali.
Jelita tertawa dan mengangguk. “Buku itu memotivasi saya, Bang. Saya jadi sadar kalau saya bukan lagi bocah ingusan yang hanya bertanggung jawab pada sebongkah celengan ayam yang isinya uang recehan. Saya sudah masuk usia produktif dan harus memprogram setiap tujuan keuangan pribadi agar efektif di masa sekarang dan nanti. Syukur-syukur, bisa memberi dampak secara finansial juga bagi lingkungan.”
“Pria yang jadi suamimu nanti pastilah orang yang beruntung. Kamu baik, cantik, rajin, juga pintar.”
Jelita nyaris tersedak mendengar pujian itu keluar langsung dari mulut William. Apa dia bilang tadi? Dirinya cantik? Gadis itupun tersipu-sipu mendengarnya.
“Tapi menurut saya, justru perempuan yangs menjadi istri Abang nantilah orang yang beruntung. Abang baik, tampan, pintar, dan sudah mapan.” Jelita balas berkata tanpa berani menatap wajah William. Sebab melalui ekor matanya dia bisa menangkap jika pria itu sedang menatap wajahnya lekat-lekat, membuat jantung Jelita berdetak cepat dan berlompatan.
***
Yuk, klik vote novel ini jika kamu menyukai ceritanya. Happy reading :)
PT Prima Jaya Propertindo, Tbk merupakan sebuah perusahaan developer besar. William sedang dipersiapkan untuk menduduki jabatan CEO dari perusahaan developer milik keluarga Subrata itu. Kelak dialah yang akan mengemban tanggung jawab terbesar di perusahaan. Dia bakal memegang hampir semua area manajerial perusahaan, dan berperan menjembatani seluruh elemen perusahaan dengan para karyawannya. Juga bertanggung jawab membuat semua keputusan terkait perusahaan. Tak heran jika sejak sekarang dia sudah mulai digembleng dan diawasi ketat oleh dewan komisaris dan para eksekutif di perusahaan itu. Membuatnya berkubang dengan kesibukan sepanjang waktu. William saat ini ditempa di bagian legal dan perencanaan. Dia bertanggung jawab memantau tim yang merencanakan suatu kawasan perumahan secara umum yang dilengkapi fasilitas penunjang. Bersama tim ahli, dia turut menganalisa kebutuhan perusahaan tentang lokasi, dan juga lingkungan di sekitar bangunan, kemudian berdiskusi dengan tim arsitek tentang
William buru-buru menutup akses cctv di ponselnya. Pria itu mengusapi wajahnya yang memerah karena jengah. Astaga. Dia melihat tubuh polos Jelita dengan teramat jelas tadi. Dan semakin dia ingin melupakan, tubuh itu justru makin tergambar jelas dalam ingatannya. "Ah. Sial." William mendesah sambil memegangi kepalanya yang berdenyut-denyut pusing. Sesuatu dalam dirinya mulai terasa tak nyaman dan tubuhnya seketika jadi panas dingin. Sebenarnya sudah sejak lama Jelita diam-diam membuatnya gelisah. Pertama kali melihatnya,William seperti melihat sosok Dina, teman semasa kuliah yang sempat menjadi gebetannya. Kebetulan wajah mantan gebetannya itu mirip dengan Jelita. William teramat kaget saat Nyonya Cindy memperkenalkan Jelita kepadanya dulu. Pertemuan pertamanya dengan Jelita itu membuat hatinya kembali terkoyak marah. Karena itulah sikapnya kepada Jelita menjadi dingin dan tak ramah kala itu. William memijiti keningnya kala teringat kembali pada momen kebersamaannya dengan Dina sewa
"Ugh. Kucing reseh, ... aku jadi kudu mandi lagi deh!" Jelita menggerutu sambil berdiri dan melilitkan lagi handuknya. Dia menoleh ke jendela dan berjalan ke sana sambil memegangi ujung handuk agar tak terlepas lagi dari tubuhnya. "Pasti kucing itu masuk lewat sini," gumamnya sambil menutup jendela. Saat sedang menggapai daun jendela, Jelita dikejutkan cahaya kilat yang memantul di kaca. Gadis itu terkesiap dan menengok ke arah langit, tapi langit kelihatan cerah dan tak ada tanda-tanda mau turun hujan. Juga tak terdengar suara gemuruh yang biasanya mengikuti cahaya kilat beberapa detik kemudian. Kening Jelita berkerut-kerut. "Terus, apa itu tadi ya?" pikirnya bingung. Melalui sudut matanya, tiba-tiba Jelita seperti melihat sesuatu dan dia cepat-cepat menoleh ke arah balkon rumah seberang, tapi tak tampak apa-apa. Namun entah kenapa dia seperti merasa sedang diawasi. Sementara itu di seberang sana, tubuh Bimo merosot lunglai di bawah jendela. "Njiir, ... hampir aja gue ketahuan!" o
Kerumunan orang asyik bergoyang di tengah suasana remang-remang dengan gelegar musik yang memenuhi ruangan yang disebut diskotek. Parfum bercampur keringat dan bau alkohol menjadi satu senyawa yang tidak bisa dihilangkan. Tubuh Bimo bergerak-gerak mengikuti irama musik yang mengentak keras. Jika duduk diam-diam saja malah membuat kepalanya jadi pusing. Toh gelegar sound system memang dibuat untuk memfasilitasi aktifitas motorik para pengunjung agar pas buat mengimbangi hentakan musik yang disajikan DJ. Bimo melantai di antara gadis-gadis yang juga haus hiburan malam sepertinya. Tubuh mereka bergerak bersama, berjoget mengikuti musik tak peduli enak ditonton atau tidak, yang penting asyik. "Bim ...!" panggil gadis bernama Windy di depannya. Bimo tersenyum, meskipun Windy belum tentu melihat senyumnya dalam keremangan cahaya. "Yup?" sahutnya sambil tetap berjoget, kemudian menahan tubuh berkeringat Windy yang tahu-tahu sudah menempel saja kepadanya. "Mau balik ke sofa?" tanya Bimo den
"Maaaju tak gentaar, menguuusir penyerang. Maaaju serentak hak kiiita diseraaang." Nyanyian Atika menggelegar ke seluruh penjuru rumah. Menembus dinding. Menggetarkan ranjang Bimo yang sedang ingin tidur pulas. Bimo menggerutu sembari menarik guling menutupi kuping. Tapi nggak ngaruh! Suara Atika masih saja menembus gendang telinganya yang semalaman budeg oleh musik diskotek. "Ampuun dijaaaah," erangnya sambil menekan guling ke kupingnya kuat-kuat. Sudah suaranya fals banget, tapi orangnya sama sekali tak sadar diri. Lagunya ngajak perang banget pula. Tapi Bimo takut benjol kalau berani-beraninya menyuruh si kakak berhenti menyanyi. Sebab Atika tak bisa membedakan yang mana jidatnya Bimo dengan yang mana itu gong, suka main pentung seenaknya gitu loh! Alhasil jidatnya Bimo kerap bernasib sama seperti pentolan gong, alias benjol. Belum lagi nasib uang jajan tambahannya berada di tangan Atika. Buaya darat ini tak bisa eksis kalau fasilitas hidupnya di Jakarta sampai dibekukan sang ka
"Mau ke mana, Kak?" Bimo bertanya saat langkah Atika hampir mencapai ambang pintu ruang tamu. "Mau kasih ini buat tetangga depan." Mendengar tetangga depan disebut-sebut, Bimo langsung teringat Jelita. "Wait ...!" Bimo berjingkat mendekat dan buru-buru mengambil alih box kue dari tangan kakaknya. "Ini berat, kamu nggak akan kuat, biar aku saja," ujarnya menirukan logat Dilan. Atika mengerutkan kening melihat kejanggalan sikap si adik. 'Pasti nih anak lagi ada maunya,' pikirnya curiga. "Nggak ada tips atas bantuan elu kali ini ya." Atika berkata sambil bersedekap. "Jangan buruk sangka ke adik sendiri kenapa sih, sistah? Sumpah, gue ikhlas kok ini." Bimo mengedipkan sebelah matanya dan melenggang pergi menyeberangi jalan, menuju rumah tetangga mereka. "Cih, kesambet apa dia mendadak rajin gitu? Biasanya ngomel duluan kalau disuruh antar ini-itu buat tetangga," gumam Atika sambil geleng-geleng kepala. Tapi kemudian Atika mencebik begitu teringat wajah cantik tetangga depan rumahn
"Happy birthday to me. Happy birthday to me. Happy birthday, happy birthday. Happy birthday ... to me ...." Jelita menyanyi di depan blackforrest pemberian Atika yang sudah ditancapinya lilin berangka 20. Senyum merekah indah di wajahnya yang cantik. Jelita menutup mata dan memanjatkan doa dengan sepenuh harap dan segenap rasa syukur di hatinya. Lalu gadis itu meniup lilin. Kemudian dia mengiris sepotong kue dan meletakkannya ke piring kecil. "Selamat ulang tahun diriku sendiri. Semoga harapanmu menjadi kenyataan." Gadis itu tersenyum ceria dan menyendokkan sepotong kecil kue ke mulut. "Mhhh ..., enak!" katanya sambil menyendok lagi. Jelita lalu melirik sebungkus kado dari dirinya sendiri. Untuk sejenak dia merasa konyol, tapi apa salahnya menghadiahi diri sendiri? Sejak bekerja dengan William, dia jadi bisa menabung banyak. Dia tak perlu mengeluarkan biaya makan, tempat tinggal, listrik, dan sebagainya. Semua itu sudah ditanggung sang majikan. Jadi tak masalah baginya untuk s
Bimo duduk di kursi bar sambil melihat-lihat isi chat di dalam ponselnya. Sementara di sebelahnya, Stephan memesan dua botol bir lagi. Seorang gadis berambut pirang mendekat, menggigit bibirnya dan tersenyum centil kepada Stephan, cowok itupun mengangguk-angguk dan balas tersenyum sambil menyembunyikan rasa herannya, sebab biasanya dia bukanlah pria yang menjadi incaran para gadis seperti Bimo. Setelah bartender membuka dua botol bir dan menyorongkan kepada Stephan, barulah Stephan tahu apa arti senyuman si pirang, saat dia mengambil sebotol birnya tanpa berkata-kata. "Enak aja, punya gue ini." Baik si pirang dan Stephan sama-sama terkejut saat Bimo merampas botol itu secepat kilat dari tangan si pirang. "Ogah banget gue beliin bir buat cewek sembarangan. Elu juga sih, Step. Baik-baik jagain minuman elu bisa kagak sih?" omel Bimo setelah si pirang tadi pergi sambil cemberut karena gagal membius targetnya demi sebotol bir gratis. Tak lama kemudian seorang gadis cantik tinggi semamp
Adam Ashford menikahi Laura dengan identitas barunya sebagai Keanu Royce. Hanya Laura dan Sam yang tahu bahwa Keanu Royce adalah Adam Ashford. Mereka menyimpan rahasia itu seumur hidup mereka. Demi melindungi rahasia itu, Laura memutuskan keluar dari lingkaran pertemanannya dengan para sosialita. Semakin sedikit teman yang mengenalnya, akan semakin aman bagi mereka. Laura tak mau terhubung dengan media sosial. Ia ingin hidupnya terlindungi dari mata publik dan jagat internet yang selalu penuh dengan gosip. Dia ingin melindungi sosok suaminya yang baru dari orang-orang yang mungkin memiliki niat jahat. Tak ada yang boleh tahu bahwa Adam masih hidup dalam sosok Keanu Royce. Karena itulah dia hanya mendaftarkan pernikahan resminya dengan Keanu Royce, tanpa perayaan pesta. Lagipula setiap malam bersama Adam adalah pesta baginya, suaminya itu menyentuhnya dengan penuh cinta dan mempersembahkan kepuasan yang tak tertandingi. Mereka berdua hidup bahagia dalam kedamaian dan kebahagiaan mer
Laura lega setelah bicara dengan Nicholas. Anak itu akhirnya melupakan permintaan hadiah ulang tahunnya berupa ‘daddy’. Sebagai gantinya, Laura mengajaknya pergi jalan-jalan ke taman safari. Nick senang sekali menikmati pemandangan satwa liar dari dalam mobil. Ditambah Keanu yang menjelaskannya tentang banyak hal tentang satwa-satwa itu. Nicholas semakin terpukau akan pengetahuan Keanu yang luas tentang dunia hewan.Sementara Laura yang berada di kursi belakang tersenyum melihat antusiasme Nicholas dan kesabaran Keanu dalam memaparkan wawasan tentang dunia satwa kepada Nicholas. Dalam hati Laura mengakui bahwa Keanu memiliki jiwa kebapakan yang sangat dibutuhkan putranya. Bukan hanya Nicholas, Laura juga merasa membutuhkan Keanu. Sejak kedatangan pria itu dalam hidupnya, hari-harinya mulai terasa berbeda. Ada satu ruang kosong di hatinya yang pelan-pelan mulai diisi oleh Keanu. Namun di sisi lain, Laura masih belum siap untuk melengserkan Adam Ashford yang selama ini bertahta dalam h
Ulang tahun Nicholas yang kelima menjadi sebuah perayaan yang berkesan. Meskipun pesta tersebut hanya dihadiri oleh teman-teman sekolah Nicholas, Laura telah merancang segalanya dengan sempurna. Rumahnya yang mewah dan luas menyediakan latar belakang yang indah untuk perayaan ini, tetapi Laura dan Nicholas tetap menjalankannya dengan kerendahan hati.Tamunya tiba dengan senyum penuh kekaguman saat mereka memasuki rumah besar Laura. Mereka melihat sentuhan berkelas dalam setiap sudut rumah Laura yang luas dan mewah. Dan Laura telah mendekor sebuah ruangan dengan dekorasi sederhana namun elegan. Souvenir yang disiapkan Laura untuk para tamu adalah barang-barang bermerk terkenal dan mahal, membuat semua orang terkesan, bahkan kado mereka untuk Nicholas saja tak semewah dan semahal ini. Tetapi mereka tahu, bahwa bagi Nicholas dan juga Laura, kehadiran mereka terasa lebih penting daripada kado apapun yang mereka bawa.Nicholas begitu bahagia, matanya berbinar-binar ketika ia menerima kado
Sambil bergandengan tangan, Laura dan Adam memasuki night club eksklusif dengan sinar lampu berkilauan yang memantulkan warna-warni ke seluruh lantai dansa. Musik berdentum keras menggema di seluruh ruangan, dan orang-orang berdandan glamor berdansa di lantai. Laura merasakan sensasi kebebasan yang luar biasa begitu ia melangkahkan kakinya ke dalam klub ini. Dia merasa begitu hidup, begitu bahagia, dan dia tak sabar untuk menari bebas seperti semasa mudanya dulu.Adam berdiri di sampingnya dengan sikap waspada yang tidak tergoyahkan. Dia berjanji untuk menjaga Laura malam ini, dan dia tak akan melupakan tugasnya. Laura tersenyum pada Adam dan menariknya ke tengah lantai dansa yang penuh dengan kerumunan.Segera setelah mereka tiba di lantai dansa, Laura mulai bergerak dengan bebas dan bersemangat. Laura mengekspresikan dirinya melalui gerakan tubuhnya yang meliuk indah mengikuti irama musik. Sementara itu, Adam berdiri di depannya dengan mata tajam yang memantau setiap gerakan di sek
“Laura, kenalkan ini sepupuku, namanya Nathan,” kata mamanya Carlos ketika Laura muncul di ruang tamu, menemui Mama Carlos yang sudah janjian dengannya untuk datang menjemput. Laura bersalaman dengan Nathan yang mengulurkan tangan padanya sambil tersenyum ramah. “Laura.” “Nathan.” Mama Carlos tersenyum memandangi keduanya secara bergantian. Dia berharap Laura akan tertarik dengan sepupunya yang tampan dan juga seorang artis terkenal asal Jakarta ini. “Sopirku sedang tidak enak badan dan Nathan dengan baik hati mau mengantar kita malam ini. Kebetulan dia baru menyelesaikan jadwal syuting filmnya di Bali dan dia tadi sedang mampir ke rumahku. Ayo, kau sudah siap, kan? Wah. Kau cantik sekali, Laura! Kau seperti masih gadis saja, tak ada yang menyangka kalau kau sudah menjadi seorang ibu,” puji Mama Carlos sambil melirik Nathan yang sedang memandang Laura dengan sorot kagum. Adam menyaksikan hal itu dari ruang tamu, rahangnya menggertak keras menahan marah dan cemburu. Rasanya dia in
Laura tercekat dan menggigit bibirnya.. Mendengar kata-kata Keanu, dia merasa buruk sekali sebagai ibu yang tak bisa menggali lebih dalam sisi psikologis putranya sendiri. Air mata Laura menggenang, merasa bersalah kepada Nick karena lebih mengkhawatirkan luka fisik Gabriel daripada luka batin yang dialami Nick hari ini.Melihat Laura menangis, Adam mengepalkan tangannya, menahan dirinya untuk tidak memeluk Laura detik itu juga. Dia tahu, bukan hal mudah bagi Laura untuk menjadi orang tua tunggal bagi anak lelaki yang aktif dan reaktif seperti Nicholas. “Bu Laura, tenanglah. Mungkin saat ini Anda merasa bersalah, tapi jangan larut dengan rasa bersalah itu. Anda hanya perlu bicara dan mengobrol dengan Nick setelah dia bangun nanti.”Laura mengangguk-angguk. “Terima kasih, Keanu. Kau telah membuka sebuah pemahaman penting yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku.”Adam mengangguk dan tersenyum. Dan melihat senyum Adam yang lembut dan terasa menenangkan hatinya, perasaan Laura seke
Jantung Laura berdebar kencang saat Keanu meraihnya, menghindarkannya dari tabrakan dengan si pelayan. Sensasi tangan besar dan kuat Keanu yang mendekapnya membuat Laura merasa aman terlindungi. Namun, saat Keanu berbicara dan suaranya berubah menjadi rendah dan tajam, Laura merinding. Dia seperti dalam pelukan Adam Ashford yang telah tiada.Sementara itu, pelayan yang tadi menabrak Laura berdiri ketakutan oleh aura dingin yang dipancarkan Keanu alias Adam. Dia segera membersihkan sisa-sisa gelas yang pecah dengan gemetar, tidak berani melihat langsung ke arah mereka berdua.Laura bisa merasakan kemarahan Adam yang terasa berbahaya. Dia mencoba menenangkan keadaan. "Bukan hanya dia yang salah, aku juga salah,” katanya.“Anda tidak salah,” tegas Adam. “Dia berjalan tanpa melihat ke depan dan mengambil jalur yang tak seharusnya.”“Ma-maaf. Tadi saya terburu-buru.” Si pelayan mengakui kesalahannya, dia sedang tidak fokus bekerja hari ini karena pikirannya sedang kacau memikirkan masalah
Para pelayan di rumah Laura dibuat geger melihat ketampanan bodyguard pribadi Laura yang baru. Mereka bukan hanya mengagumi ketampanannya, tetapi juga merasa heran oleh kemiripan pria itu dengan mendiang sosok suami nyonya mereka yang fotonya terpajang besar di ruang meditasinya. Bahkan Nicholas sempat bengong dan berkali-kali memanggil Keanu dengan tanda tanya yang menggantung di ujung kalimatnya, “Daddy …?”“He’s not your daddy, baby …,” tegas Laura seraya tersenyum kepada putranya yang salah paham melihat sosok bodyguardnya yang begitu mirip dengan Adam Ashford yang dia ketahui sebagai ayahnya.“Halo, Nick. I’m your friend, my name is Keanu.” Adam membungkuk dan mengajak Nicholas melakukan tos dengannya.Nicholas mengerutkan keningnya dengan bingung. Dia menerima ajakan tos Adam dengan ragu-ragu. Tapi dia menyukai keramahan teman barunya ini yang begitu mirip dengan daddy-nya yang sering menjenguknya di malam hari. Bahkan suara Keanu terdengar sama dengan suara daddy yang sering me
Senyum Sam terpancar penuh makna ketika ia menatap Adam. Ia ikut merasa lega akhirnya Adam mendapatkan kesempatan kedua dalam hidupnya, menjalani kehidupan barunya sebagai pria biasa dengan identitas Keanu Royce. Sam memahami bahwa keputusan Adam untuk menjalani "kematian" sebagai Adam Ashford adalah tindakan yang berani demi keselamatan Laura dan Nicholas. Dengan kematian sosok Adam Ashford dalam dunia mafia, kedua orang yang dicintainya itu tidak lagi menjadi buruan musuh-musuh sesama mafia. Sam tahu bahwa Adam telah mengorbankan identitasnya sebagai sosok Adam Ashford yang berkuasa dan kaya raya demi melindungi mereka, dan itulah salah satu tindakan paling mulia yang bisa dilakukan seseorang yang memiliki ketulusan cinta. Sam mengingat lagi bagaimana “transformasi” Adam Ashford menjadi Keanu Royce itu terjadi. Hari itu, setelah John Wick membantai seluruh pasukan Michael dan pasukan Damon Redwood, Laura keluar dari persembunyiannya dan memeluk tubuh Adam Ashford yang bersimbah d