Tanpa terasa sudah tiga hari Sandy pergi ke Medan. Di siang hari, Sandy sangat sibuk dengan pekerjaannya. Ia hanya bisa membalas pesan Indah di sela waktu makan siangnya.Saat malam menjelang, Indah menunggu telepon dari suaminya itu. Mereka biasa melakukan panggilan video dan berbincang mengenai banyak hal.Malam itu Indah duduk di atas tempat tidurnya, berulang kali ia melihat gawainya yang ada di atas nakas. Ia menunggu Sandy menelepon lebih dulu. Malam ini Sandy sedikit terlambat, karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Indah menjadi gelisah, tapi ia harus bersabar karena pekerjaan suaminya memang sangat padat.Sepuluh menit kemudian, telepon berdering. Indah tersenyum dan menjawab panggilan telepon itu."Halo, Mas." Indah melihat di layar wajah suaminya. Rambutnya masih basah karena baru selesai mandi. Terlihat jelas gurat lelah di wajah Sandy, tetapi ia tetap menyunggingkan senyum."Maaf aku membuatmu lama menunggu. Aku baru selesai pertemuan dengan seluruh kepal
Indah langsung menjalani pemeriksaan untuk mengetahui apakah dirinya bisa mendonorkan darah untuk Irene. Beruntungnya, kondisi tubuh Indah memenuhi syarat untuk pengambilan darah itu.Irene dipindahkan ke ruang perawatan dalam kondisi masih belum sadarkan diri. Mama Irene terus menangis melihat kondisi putrinya yang tak berdaya.Setelah diambil darahnya, Indah dan Bu Ratna menjenguk Irene di ruangannya."Indah, terimakasih karena kamu sudah mau menolong Irene. Maaf kalau selama ini sikap Irene kurang baik padamu." Mama Irene menghapus air matanya yang mengalir dengan tisu."Iya, Tante. Saya tahu kalau Irene sebenarnya anak yang baik. Kondisi Irene pasti akan segera membaik, Tante," kata Indah."Sabar, Irene anak yang kuat, dia pasti segera sadar dan akan cepat pulih," imbuh Bu Ratna sambil mengusap pundak Mama Irene.Perawat melakukan transfusi darah untuk Irene. Indah memilih keluar dari ruangan untuk mencari udara segar. Ia duduk di kursi di depan ruangan dan meminum teh manis hanga
"Hari Selasa besok Arinna ulang tahun, Mas," kata Indah melalui telepon malam itu. Berbincang melalui sambungan ponsel di balkon sambil menatap bintang yang indah menjadi kegemaran Indah setiap malam."Oh ya? Untung kamu mengingatkan aku, hampir saja aku lupa. Aku akan mengirim kado untuknya. Apa kamu sudah menyiapkan pesta ulang tahun untuk Arinna?" tanya Sandy."Nanti aku siapkan acara kecil di sekolahnya, Mas. Dia ingin kamu pulang di hari istimewanya itu."Sandy menghela nafas panjang. "Kasihan anakku. Pekerjaanku sedang sangat padat. Nanti aku akan menelepon dia untuk minta maaf. Persiapkan yang terbaik untuk acaranya, ya. Aku mau dia bahagia dan akan mengingat acara itu seumur hidupnya.""Aku mengerti, Mas. Aku juga sudah mengatakan padanya kalau kamu sangat sibuk.""Maafkan aku, Sayang. Aku janji tahun depan kita akan merayakan ulang tahun Arinna dan Charles dengan lebih baik lagi," kata Sandy."Iya, Mas. Yang paling penting adalah doa tulus dan terbaik untuk Arinna. Selama ini
Sepanjang hari itu Indah, Sandy, dan kedua buah hati mereka menghabiskan waktu bersama. Indah mencari sebuah hotel di dalam kota yang memiliki kolam renang. Mereka berusaha memanfaatkan waktu yang singkat itu dengan semaksimal mungkin."Ayo kita berenang, Pa!" ajak Arinna."Kalian saja, ya. Papa dan Mama duduk di sini," kata Sandy."Pakai pelampungnya, Sayang," kata Indah.Sandy merangkul Indah yang duduk di sampingnya. Sesekali mereka melambaikan tangan dan tersenyum pada Arinna dan Charles."Bagaimana pekerjaanmu di sana, Mas? Apa kita masih harus berpisah dalam waktu yang cukup lama?" tanya Indah."Iya, Sayang. Setelah aku evaluasi, ada beberapa bagian dan karyawan yang harus dirombak. Aku harus membenahi semuanya sejak awal, jadi membutuhkan waktu. Sabar, ya, aku juga sebenernya ingin segera kembali ke rumah dan berkumpul bersama kalian." Sandy mengecup kening Indah.Indah merapatkan tubuhnya di pelukan Sandy, berusaha melepas kerinduan dan menikmati semuanya walau hanya sesaat. S
Sandy duduk di kursi pesawatnya dan menghela nafas panjang. Ia tidak menyangka bisa kembali berjumpa dengan gadis yang dulu sangat ia cintai. Tak bisa dipungkiri, dadanya bergemuruh dan berdebar kencang ketika melihat wajah Daisy. Jika saja ia tidak segera menghindar dan menjauh, bisa saja pertahanannya runtuh, apalagi ketika mendengar kejujuran gadis itu, bahwa ia kini tidak merasa bahagia. Sandy merasa gadis itu memberi isyarat akan penyesalan dan bahwa dirinya masih mempunyai rasa yang tersisa padanya.Gadis yang selalu terlihat cantik dan anggun di matanya. Sandy sangat menyukai gaya dan pesonanya, apalagi semangat dan kemandirian gadis itu. 'Dia masih cantik seperti dulu,' batinnya.Andai dulu Daisy tidak keras kepala dan berpegang pada prinsip dan egonya, mungkin saat ini Sandy dan Daisy sudah menikah. Tak bisa dipungkiri, begitu banyak waktu dan usaha yang Sandy telah tempuh untuk melupakan cinta pertamanya itu. Saat ia menghapus semua kontak dan jejak Daisy dari hidupnya, ia
Siang itu Indah sedang beristirahat sejenak di rumah ibunya. Sebelumnya ia sudah memasak di restoran dan memastikan semua berjalan dengan baik. "Jadi Nak Sandy sudah kembali ke Medan?" tanya Ibu Indah."Iya, Bu. Dia hanya bisa mengambil libur satu hari, khusus untuk merayakan ulang tahun Arinna," jawab Indah sambil mengambil jeruk dari piring di hadapannya dan mengupasnya."Sepertinya dia sangat menyayangi Arinna dan Charles. Dia sampai rela pulang demi menyenangkan Arinna di hari istimewa itu.""Iya, Bu. Anak-anak sekarang juga sangat dekat dengannya. Indah sangat bersyukur dan bahagia, Bu. Ternyata keputusan untuk menikah dengan Mas Sandy gak salah. Mas Sandy bisa menjadi papa yang baik untuk anak-anak. Sejauh ini Papa dan Mama Mas Sandy juga menyayangi Arinna dan Charles seperti cucu mereka sendiri. Semoga selamanya akan seperti itu, Bu."Ibu tersenyum dan menjawab, "Ibu ikut senang mendengarnya, Nak. Syukurlah kalau kalian bahagia. Itu menjadi doa Ibu setiap waktu. Ibu jadi tenan
"Indah, ada apa ini? Kenapa tiba-tiba kamu menamparku?""Mas, kenapa gak minta ijin padaku untuk menjemput Arinna?" tanya Indah dengan geram."Apa?! Dia itu anakku juga, Indah. Kenapa aku harus minta ijin padamu?""Aku berpikir Arinna diculik, Mas. Sekarang ini aku akan ke kantor polisi dan melaporkan hilangnya Arinna. Keterlaluan kamu, Mas!" kata Indah.Ibu Indah mendekat dan memeluk Indah. "Nak, ayo bicara di dalam! Kalau ribut di sini, semua orang akan melihat kita.""Gak perlu bicara dengannya, Bu. Aku tegaskan lagi, Mas! Jangan temui anakku lagi! Aku gak mau melihat kamu di hadapanku lagi, Mas!"Indah masuk dan menggandeng Arinna. Gadis kecil itu terlihat kaget dan bingung. Namun ia mengikuti langkah mamanya dengan cepat."Tunggu! Kita harus jelaskan semua ini, Indah. Aku gak terima dengan caramu menghalangi aku bertemu anak-anak." Aryo mengikuti Indah.Karyawan Sandy langsung berpamitan karena ternyata semua hanya salah paham. Dengan menahan malu Indah menghubungi pihak sekolah
"Halo, Sayang, hari ini aku ke Jakarta. Ada janji dengan calon klien perusahaan," kata Sandy melalui sambungan telepon."Wah, mendadak ya Mas? Berapa hari rencananya kamu di Jakarta?" tanya Indah."Iya memang mendadak. Mungkin besok pagi aku sudah kembali ke Medan. Doakan agar semua urusanku lancar, ya!" "Pasti, Suamiku. Tetap semangat dan hati-hati, ya! Doaku dan anak-anak selalu menyertaimu.""Oke, Aku mencintai kamu, Indah. Salam untuk ibu dan anak-anak, ya. Nanti malam aku telepon lagi. Kamu juga selalu ada di hati dan pikiranku. Jaga kesehatan, Sayang." Sandy mengakhiri panggilan telepon itu.Ia menarik kopernya dan menuju mobil kantor yang sudah siap mengantarnya kembali ke bandara.Sandy sudah mendiskusikan dengan dewan direksi mengenai rencana kerja sama dengan perusahan Daisy. Ia sadar bahwa ini adalah peluang yang cukup baik dan akan menguntungkan kedua pihak. Akhirnya Sandy menyetujui jadwal pertemuan yang diajukan oleh karyawan kantor Daisy. Perjalanan Sandy menuju banda
Pagi itu Indah masih meringkuk menghadap ke dinding. Kepalanya berdenyut pening jika ia mencoba bangun dari tempat tidurnya. Ia mendengar ibu membuka pintu kamar dan menghampirinya."Nak, suamimu datang. Dia menunggumu di teras.""Mau apa dia, Bu? Kalau mau membuat keributan lagi, suruh saja dia pergi," jawab Indah dengan malas."Sepertinya gak begitu, Nak. Dia tadi sudah minta maaf sama Ibu. Ada sesuatu yang penting yang harus dia sampaikan padamu. Temui saja dulu, Nak!" kata Ibu Indah."Iya, Bu." Indah bangkit dan duduk di tempat tidurnya. Indah menatap dirinya di cermin, penampilannya sangat menyedihkan karena wajahnya pucat, pipinya tirus karena porsi makan berkurang, dan hanya mengenakan daster. Indah segera mengganti pakaiannya, menyisir dan mengikat rambutnya, dan memakai lipstik agar tidak terlihat seperti mayat hidup.Setelah itu ia menarik nafas dalam-dalam dan kembali melihat dirinya di cermin. Tak lupa ia memasukkan alat tes kehamilan di sakunya. Indah berpikir, seandainy
"Masih mual, Nak? Bagaimana kalau ke dokter saja?" Ibu Indah menatap Indah yang berjalan perlahan keluar dari kamar mandi dengan cemas. Sudah lebih dari sepuluh kali Indah bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Wajahnya pucat, karena Indah tidak bisa menyantap makanan apapun. Ibu Indah sudah mencoba membuatkan sup ayam kampung kesukaan Indah. Namun baru saja Indah menyuapkan suapan kedua nasi dan sayurnya, ia kembali muntah. Begitupun dengan roti, buah, atau biskuit, Indah tidak sanggup menelannya. "Nak, apa mungkin.." kata Ibu Indah sambil berpikir."Apa, Bu?" tanya Indah.Ibu Indah menatap putrinya beberapa saat dan berkata, "Apa ini gejala hamil? Kemarin kamu juga mengalami gejala seperti ini, kan?" Mata Indah terbelalak, ia lalu mengambil ponselnya. Ia membuka kalender tempat ia mencatat tanggal terakhir datang bulannya. Ternyata memang tanggal itu sudah terlewat. Masalah yang terjadi bertubi-tubi membuat Indah lupa dan tidak curiga sama sekali pada gejala y
"Ini upah untukmu! Aktingmu cukup bagus, sampai berhasil membuat Sandy marah dan cemburu buta." Aryo menyerahkan satu amplop coklat di hadapan Hadi.Hadi membuka amplop itu dan menghitung sepintas isinya."Tambah donk, Bos! Lihat nih, aku sampai luka karena pukulan suaminya Indah itu. Aku butuh dana lebih untuk mengobati lukaku." Hadi mengelus pipinya yang masih lebam."Eh, enak saja! Itu sudah sesuai dengan perjanjian kita," tolak Aryo."Tapi kan kemarin pernjanjiannya gak ada adegan pukul-pukulan seperti ini, Bos. Kalau tahu akan luka begini, aku pasti minta tarif lebih tinggi," ujar Hadi."Sudah, terima saja dulu uangnya. Nanti aku lapor sama Nona Daisy dulu."Aryo dan Daisy sudah membuat sebuah siasat untuk membuat Sandy dan Indah salah paham. Aryo meminta Hadi untuk berpura-pura menjadi pengusaha yang ingin menjalin kerja sama dengan Indah. Hadi sebenarnya hanya seorang pengangguran yang biasa mengerjakan pekerjaan apapun, halal ataupun tidak.Setelah memberi upah untuk Hadi, Ary
"Apa?! Indah selingkuh? Itu gak mungkin, Sandy. Mama tahu Indah paling membenci perselingkuhan. Mana mungkin dia bisa melakukan itu, Nak?" seru Bu Ratna."Ma, apa yang gak mungkin di jaman sekarang ini? Indah itu sengaja membalas perlakuan Sandy. Indah menyangka Sandy sudah berselingkuh dengan Daisy. Mama lihat sendiri foto-foto ini!" Sandy menyodorkan ponselnya. "Sandy juga sudah melihat sendiri mereka sedang berduaan di rumah Ibu Indah. Hati Sandy sangat sakit melihatnya, Ma. Semua cinta dan ketulusan Sandy untuk Indah sudah gak ada artinya."Bu Ratna menatap foto-foto itu dengan mata terbelalak. "Ini gak mungkin! Mama tetap gak bisa mempercayai ini. Apa kamu sudah tanyakan baik-baik sama Indah? Siapa tahu pria itu saudaranya?""Ma, Indah saja gak menyangkal tuduhan Sandy. Dia hanya diam dan gak menjelaskan apapun. Sandy sudah mantap akan menceraikan Indah, Ma. Secepatnya Sandy akan mengurus proses perceraian ini." Sandy menatap nanar ke depan."Nak, kamu harus bicara baik-baik dan
"San, dimana Indah? Kenapa beberapa hari ini Mama gak lihat dia?" tanya Bu Ratna saat sarapan pagi itu.Sandy tak langsung menjawab, ia mengunyah makanannya perlahan sembari mencari jawaban yang tepat."Dia ada di rumah ibunya, Ma. Kasihan anak-anak, sudah beberapa hari mereka harus bersama neneknya, " jawab Sandy."Kenapa? Kalian bertengkar? Tolong jujur dan jangan menyembunyikan apapun dari Mama!""Gak ada apa-apa, Ma. Mama gak perlu cemas. Sekarang Mama fokus saja sama kesehatan Mama, jangan terus larut dalam kesedihan!" Sandy berusaha tersenyum.Perbincangan mereka terhenti ketika Daisy tiba-tiba datang dan langsung duduk di samping Sandy. Tanpa ragu Daisy langsung memegang lengan Sandy dan mencium pipinya. Sandy terlihat segan, tetapi ia membiarkan tindakan Daisy itu. Bu Ratna menatap Daisy dan Sandy bergantian. Ia mulai bisa membaca situasi itu."Ma, aku bawa makanan untuk Mama dan Sandy." Daisy meletakkan kantung plastik yang cukup besar di meja makan."Gak perlu repot-repot. B
Indah berlari keluar dari kantor itu dan masuk kembali ke mobilnya. Ia tidak menghiraukan tatapan para karyawan yang melihat reaksi dan air matanya yang terlanjur jatuh."Jahat kamu, Mas! Pantas saja kamu membela wanita itu mati-matian dan memaksa aku minta maaf padanya. Ternyata kamu masih menyimpan perasaan cinta untuknya. Lalu kamu anggap aku ini apa? Figuran? Pelampiasan?""Aku merendahkan diri, datang ke kantormu untuk membawakan makan siang dan memperbaiki hubungan kita. Tapi apa? Ternyata kamu malah menikmati waktu saat jauh dariku.""Bodoh kamu, Indah! Kenapa bisa jatuh kembali di lubang yang sama? Ternyata semua pria memang penipu!" rutuk Indah.Indah memukul-mukul setir mobilnya dan menangis. Setelah bisa sedikit menguasai diri, ia segera meninggalkan halaman kantor suaminya. 'Mas Sandy atau siapapun gak boleh melihat aku menangis. Aku gak akan menangis lagi untuk seorang pria.' Indah menghapus kasar air mata yang membasahi pipinya.Indah kembali ke restoran dan masuk ke ru
"Argh.. kenapa pernikahanku jadi kacau seperti ini?" Sandy menjambak rambutnya sendiri dan duduk di sofa ruang tamu.Bi Ijah menatapnya prihatin dan menggelengkan kepalanya. Dalam sekejap rumah tangga yang harmonis menjadi retak dan nyaris hancur."Sabar, Nak, setiap rumah tangga harus melewati ujian. Coba tenangkan diri dan jangan mengedepankan emosi!" saran Bi Ijah."Bi, apa kurangnya aku selama ini? Aku selalu berusaha menerima, menyayangi, dan mendukung Indah. Aku juga menerima Indah apa adanya meskipun dia sudah pernah menikah dan menyayangi anak-anaknya seperti anakku sendiri. Dengan mudahnya dia pergi dari rumah saat kami ada masalah kecil seperti ini. Aku masih berduka karena papa, Bi. Pikiranku kalut, seharusnya dia bisa mengerti dan memahami aku."Bi Ijah menghela nafas panjang. "Jangan mengambil keputusan saat sedang marah, Nak! Nanti kalau emosi kalian sudah membaik, bicaralah dengan lebih tenang dan jangan saling menyalahkan!""Iya, Bi. Aku akan mencoba mengikuti saran Bi
Indah mengemudi mobilnya sambil menangis. Ia tidak pernah menyangka jika hal buruk yang pernah terjadi dalam pernikahannya terdahulu akan terulang kembali. Indah meraba pipinya yang terasa sakit, ia melihat ke cermin dan menemukan tanda merah di sana. Tak henti Indah bertanya dalam hatinya, apa kegagalan kisah cintanya dengan Aryo membuatnya trauma dan sangat sensitif seperti sekarang ini?Saat berhenti di lampu merah, Indah mengambil ponselnya, ia melihat tidak ada pesan atau permintaan maaf dari Sandy padanya.'Bukannya mencegah aku pergi, dia malah berteriak dan marah seperti itu! Baiklah, aku gak akan kembali ke rumah itu!' ucap Indah dalam hatinya.Indah tak habis pikir, kenapa ada orang bermuka dua seperti Irene dan Daisy, yang terlihat sangat manis di luar, tetapi hatinya licik dan berbisa.Tanpa ia sadari, Indah tiba di depan rumah ibunya. Ia menghapus air matanya dan memakai masker untuk menutupi bekas tamparan Sandy di wajahnya. Indah mengerti, tidak mungkin ia bisa menyemb
Dua jam berlalu, Indah tetap berada di kamar dengan perasaan tak menentu. Bayangan Sandy sedang berbincang dan berpegangan tangan dengan Daisy tak pernah bisa hilang dari benaknya. Tak biasanya Sandy membiarkannya kesal dan marah seperti ini. Biasanya, Sandy akan kembali ke kamar dan memeluk Indah sampai amarahnya surut. Indah duduk sambil memeluk bantal. Sekalipun beberapa hari ia lelah dan mengantuk karena kurang tidur, ia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya.'Apa aku yang keterlaluan? Terlalu sensitif dan cemburu di saat yang gak tepat?''Tapi bagaimana bisa Mas Sandy berbuat seperti itu padaku? Dia seolah gak menghargai perasaanku?'Indah menarik nafas dalam-dalam, ia mencuci mukanya dan berpikir untuk pulang dahulu ke rumahnya.'Seandainya Mas Sandy masih ingin menemani mama, biar saja dia di sini dulu,' pikir Indah.Indah keluar dari kamar, tak disangka, Daisy masih ada di ruang tamu dan sedang berbincang dengan Irene. Sementara Sandy sedang tertidur di lantai beralaskan