Share

Bab 31

Author: Aong_Zee
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Aku, Mbak." Suara wanita berbisik.

Aku menarik hendel pintu ketika aku yakin dialah Rahayu, langkahan kakiku percepat mengarah ke kamarnya.

Tok! Tok!

"Rahayu," panggilku dengan nada datar.

"Iya, Mbak?" sahutnya sambil berbisik.

Aku menurun-nurunkan hendel pintu, tapi pintu sudah di kunci. Kepalaku mendongak ke atas mencoba menurunkan hendel, namun, kunci tetap tidak di buka olehnya.

"Rahayu, buka pintunya! Mbak mau ngomong," ucapku dengan nada tinggi.

"Mbak, besok sajalah, tolong, aku sudah ngantuk," ujarnya dengan suara memelas.

Semakin hari semakin tidak ada moralnya gadis itu, tidak pernah menghargai aku pemilik rumah ini. Semua makanan siap tersaji, pakaian siap pakai, tapi dia semakin seenaknya dalam bertingkah.

Aku melangkah ke arah kamarku sambil memandangi daun pintunya. Kukira dia sudah minggat dari rumahku, ternyata balik lagi. Besok akan kuusir dia dari sini, kelakuannya sudah tidak bisa di toleransi.

Orang tuanya saja sudah tidak mau mengurus untuk apa aku repot-repot mem
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 32

    "Apa sebelum di jual, Arman enggak pamit pada Bu Endang?" Tatapan mata Bu Endah begitu tajam mengarah padaku.Aku menggeleng lalu mengalihkan pandangan ke arah depan, tak kuasa menatap netranya yang menakutkan."Kasihan Bu Endang, dulu susah payah usahanya untuk membangun rumah itu, tiba sekarang seenaknya saja Arman menjual, ibu kira dia sudah berpamitan sebelum menjual," sungut Bu Endah kesal.Apalah guna, Mas Arman sekarang sedang asyik menikmati uang hasil jual rumah, sedangkan yang kemarin juga uang kematian di bawa olehnya. Amit-amit ... batinku.Matahari mulai terik, aku memandang ke arah depan sambil menyipitkan mata, melihat beberapa ibu-ibu baru pulang dari kebun."Aaakkhh ...""Astaghfirullah ..., suara siapa itu, Thalia?" Bu Endah beranjak dari duduknya, menatap ke arah sumber suara yang ada di dalam rumah Dareen.Aku ikut berdiri di samping Bu Endah, secepatnya aku menarik lengan Bu Endah membawanya ke rumah Dareen.* * *"Mas, ada apa?" tanya Bu Endah menatap kerumunan p

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 33

    "Iya. Kucing enggak tahu diri! Bisa-bisanya dia makan laukku sampai tinggal sedikit, nanti apalah yang mau ku kasih kalau Devan pulang?" sungutku kesal sambil berjalan ke ruang keluarga dan duduk bersama mereka."Mbak, jangan marah-marah sama bin*t*ng, kasihan dia, siapa tahu memang dia belum makan dari kemarin," sahut Shilla dengan suara lembutnya.Eeekkhh ...Suara sendawa, Wulan terdengar keras."Ih, kenyang betul nampaknya," ucap Shilla meringis menatap ke arah Wulan.Wulan hanya bisa meringis malu, baru sebentar aku merasa lega, kini dia sudah datang lagi dengan perutnya yang makin membesar.Wajah Shilla kini sudah tampak semringah setelah kami berbincang-bincang dengan waktu yang cukup lama.Wulan beranjak dari duduknya sambil mengenakan hijab yang sedari tadi ada di pundak menutupi payudaranya."Ta, Kakak pulang dulu lah, ya, itu abang mu sudah pulang nampaknya," ucap Wulan sambil membenahi hijabnya."Iya, Kak," sahutku mengangguk tanpa memandangnya.* * *Malam ini, aku merasa

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 34

    Tangan dingin meraih kedua lenganku, tak lama kurasakan tubuh yang sangat dingin mendekap ku dari belakang."Maaas, terkejut aku, ih," sungut ku kesal saat aku menoleh ke belakang ternyata Devan, yang tak berbaju dan hanya dililit handuk di pinggangnya merangkul dari belakang.Shilla dan Dareen berbondong-bondong masuk ke dapur, mereka berdiri di tengah-tengah pintu menatapku.Tampak dari raut wajah Shilla dia ketakutan setelah mendengar jeritanku."Eh, Maaf," ucap Dareen tak enak hati sambil tersenyum. Telapak tangannya menutupi kedua mata sang istri yang ada di depannya menghadap kami."Malu, tau, Mas," ucapku manja pada suamiku.Devan tertawa lepas sambil memandang ke arah Dareen, suamiku kini benar-benar sudah seperti dulu lagi. Aku menggelengkan kepala sambil tangan kananku mengaduk teh panas yang ada di dalam gelas.* * *Malam ini kami berbincang-bincang di ruang keluarga bersama Dareen. Ternyata lelaki itu sebelum pindah di sini mereka tinggal di kota.Pantas saja Shilla terk

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 35

    "Kenapa Rahayu ada di sini? Sejak kapan? Apa sejak Bude Sarni mengusirnya?"Sederet pertanyaan Mila yang membuat pikiranku semakin kacau, akhirnya aku menjawab, "Dari awal dia di sini, Mil, itu juga aku enggak tahu apa masalah sebenarnya. Tapi setelah aku tahu, diaku suruh pergi juga enggak mau."Mataku berkaca-kaca mengingat ucapan yang sangat tajam dari mulut Rahayu, gigi rahang saling beradu untuk melepaskan rasa geram."Mbak ..."Mila menggoyangkan kedua pundakku, dia menatapku dengan penuh rasa penasaran. Hijabnya yang miring sudah tak di hiraukannya lagi."Mbak, ini rumah, Mbak. Besar kuasa Mbak untuk mengusirnya dari sini," sungut Mila menatapku.Aku menghela nafas panjang lalu menghadap ke arah depan dengan tangan melipat di dada.Rahayu beranjak dan mengambil posisi berdiri di hadapanku."Mbak! Yuk, kita usir dia dari sini," ucap Mila tak sabar sambil memegang lenganku.Dor! Dor! Dor!Gedoran pintu terdengar keras, Mila tak kuasa menahan emosinya ketika kuberi tahu apa yang s

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 36

    "Weeeh, sepele dia, Mbak." Mila berkacak pinggang menoleh ke arahku sambil menunjuk Wulan dengan buah apel yang sedari tadi di pegangnya, dengan gaya songongnya."Iihh, apa itu di kardus?" tanya Wulan sambil turun dari motornya jalan dan matanya mengarah kardus, "Mau laah," ucap Wulan mencomot buah bulat berwarna kuning.Aku meringis kesal menatap Mila, tanganku mulai mewadahi beberapa warna buah ke dalam kantong plastik. Kenapa Mila bisa lupa jika dia masih menghalangi pandangan Wulan?" Ck! ngeselin banget nih orang." Kaki sebelah kanan Mila menghentak di lantai, terlihat rasa kesal menyeruak di hatinya."Nasi sudah jadi bubur, sudah nampak mau gimana lagi," sindir ku melirik Wulan. Dia tak menghiraukan lirikan mataku."Eh, dari mana ini buahnya? Banyak kali?" tanya Wulan dengan mulut yang penuh buah."Mbak Thalia habis ketiban rezeki, jadi berbagi sama warga," sahut Mila ikut duduk di sampingku."Enaklah, ya, sering-sering saja kaya gini," ucapnya sambil tertawa lepas.Aku dan Mil

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 37

    Terdengar suara gemericik air dan senggolan antara piring satu dan lainnya dari arah dapur. Sepertinya ada seseorang yang sedang mencuci piring. Perlahan aku beranjak dari dudukku, berjalan sempoyongan dengan tanganku menyentuh dinding selangkah demi selangkah. Pandanganku samar-samar menatap ke depan.Mataku membelalak melihat Rahayu sedang berdiri di depan wastafel, satu persatu piring yang baru dia cuci di susun di rak piring.Meja makan dan meja dapur sudah bersih mengkilap bagaikan meja di sebuah restoran konglomerat. Setelah kurasakan, lantai begitu bersih tak ada rasa pasir yang lengket di kakiku barang sebutir pun.Aku menoleh ke arah belakang memperhatikan seluruh lantai yang tertangkap oleh pandanganku memang sudah bersih mengkilap. Di tambah sekeranjang pakaian yang sudah siap jemur di dekat pintu dapur.Suara guyuran air dari dalam kamar mandi terdengar jelas di telingaku, dan aku yakin Devan sedang mandi."Mbak! Sudah bangun?"Suara Rahayu mengejutkanku.Aku tersenyum get

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 38

    "Enggak, Mbak, soalnya besok setelah kirim doa, adik ipar dan mertuaku pindah ke sini. Mbak tahu? Ternyata rumah itu sudah di jual sama almarhum ayah, mas Harman," ucap Mila sambil mengambil posisi duduk di teras."Ooh, gitu," kepalaku mengangguk sambil memandangnya.Rahayu dan ibunya keluar dari dalam, wanita paruh baya itu menghapus air mata yang maish terus mengalir dari sudut matanya. Mila memandang mereka dengan mata membelalak, yang tadinya dia menghadap halaman rumah kini berputar menjadi menghadap pintu rumahku."M-mbak?" Sekilas mata Mila memandang mereka."Sssttt ..." Aku memberi isyarat supaya Mila diam, dengan telunjuk tanganku menempel di bibir."Ya, sudah, kamu pulang, ibu mau keliling dulu," ucap Bude Sarni menatap Rahayu.Rahayu menganggukkan kepala, mata gadis itu merah dan sembab. Gadis itu membawa pakaiannya menggunakan tas ransel suamiku.Tangan Bude Sarni meraih keranjang jualannya, dia melanjutkan perjalanan menuju rumah warga yang lain untuk menjajakan dagangan

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 39

    "Pak! Jangan macam-macam, ya, sama saya," ucapku sambil terengah-engah menaran rasa takut. Peluh sudah membasahi area kening dan juga leherku.Matanya tajam menatap ke arahku, bibirnya meringis bak menginginkan sesuatu."Kau jangan terlalu setia sama, Devan, aku yang tahu dia," ucapnya dengan nada ketus.Aku yang tak mengerti apa maksudnya, terus mendorong daun pintu sekuat tenaga supaya pintu tertutup. Namun, tenaga lelaki tua itu lebih kuat dariku hingga akhirnya pintu terbuka."Pak! Apa mau bapak? Jangan sampai saya teriak!" Tegasku.Pria itu selangkah demi selangkah mendekatiku, dengan wajah bringas, dia terus memepetkan tubuhnya di tubuhku yang bersandar di dinding."Maaaak," suara putra sulungku terdengar.Secepatnya lelaki itu melangkah mundur sambil memperhatikan arah ruang keluarga, lelaki itu membalikkan badan lalu keluar dari rumahku.Nafasku ngos-ngosan, rasa takut masih menyelimutiku. Tangan dan kakiku masih bergetar hebat, jantungku juga masih berdegup kuat."Maaak," sua

Latest chapter

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 58

    Aku mengintai dari sudut ke sudut ternyata memang tidak ada suamiku di dalamnya. Hal seperti ini sudah beberapa kali terjadi, tapi aku tidak pernah aku cek kamar mandinya. Baru hari ini aku kepo tentang ketenangannya dia di dalam kamar mandi, tapi malah enggak ada orangnya.Aku berjalan ke depan untuk melihat sendal miliknya, tapi kenapa sendalnya masih ada di depan? Aku balik lagi berjalan ke belakang.Bruk!Aku dan Devan bertabrakan di pintu tengah yang di tutupi oleh kain gorden."Aduh! Kalau jalan itu lihat-lihat!" Ucapnya dengan nada tinggi.Astaga, dia kenapa? Apa yang salah dariku sampai-sampai dia ketus seperti ini? Niatku yang ingin bertanya padanya, aku urungkan. Aku lebih memilih masuk ke dalam kamar dan langsung merebahkan tubuhku di ranjang ketika dia sedang mencari sesuatu di lemari."Mana ini kolor nya!" Ucapnya tanpa memandangku.Aku hanya mendengarkan tanpa menjawab, kalau sudah dengan cara seperti itu jangan harap aku akan memedulikannya.Devan keluar masuk kamar, ak

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 57

    "Iya, loh dek," sahutnya dengan nada marah.Aku menatap Devan yang pergi ke arah dapur dan masuk ke dalam kamar mandi. Sudah beberapa bulan ini Devan kerja di bengkel tidak membuahkan hasil. Malah semua jadi kacau.Tabunganku merosot, padahal aku ikut serta mencari uang. Apa aku kasih tahu saja ya pekerjaan yang di tawarkan Dareen beberapa bulan lalu? Toh Dareen belum mendapatkan seorang sopir sampai saat ini.Aku berjalan ke arah luar rumah, di sana tampak Dareen sedang mengemudi mobilnya. Di sisi lain ada sang istri sedang melambaikan tangan ke arahnya.Tidak lama Devan berjalan ke arah luar, suamiku melewatiku begitu saja sambil mengeluarkan motor miliknya."Enggak sarapan dulu, Mas?" Tanyaku heran."Enggak. Nanti saja di luar," ucapnya tanpa memandangku. Matanya fokus dengan ban yang akan turun dari teras."Kamu ini, ya. Sudah tahu gaji kecil malah makan di luar. Enggak kasihan apa sama anak kamu yang makan seadanya gitu? Heran deh," ucapku kesal.Devan tidak menjawab pertanyaanku

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 56

    "Ya, waktu itu Mas Harman pernah kerja bareng ayahku. Pas dilihat ayah, tenaganya kuat. Kerjanya rajin, tiba udah nikah, males, makin ke sini malah kaya' tahe," ucapnya kesal.Aku tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Mila. Aku pernah juga mendengar desas-desus nya dulu kalau Mila hamil duluan, tapi aku enggak pernah bertanya karena kau tidak mau mencari masalah yang bukan urusanku.* * *"Mas, gimana tadi kerjanya? Capek?" Tanyaku."Enggak, Dek. Apalah capeknya, cuman megang kunci terus di putar-putar," ucap Devan sambil menghela nafas.Nafasnya begitu berat, aku yakin pasti keadaan sedang tidak baik-baik saja.Aku memeluknya saat kami masih tiduran di ranjang. Anak-anak sudah pada tidur, tanganku melingkar merangkul bagian dada bidangnya."Mas, sebenarnya ada masalah apa?" Tanyaku memaksa Devan untuk menjawab."Enggak ada apa-apa loh, dek.""Gimana enggak ada? Aku istrimu, dan aku tahu bagaimana kamu," ucapku.Aku sangat mengenal suamiku sehingga dia tidak akan bisa menutupi masal

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 55

    "Makan—? Hmmm, Aku belum masak, Mas," ucapku lirih."Kok bisa sih dek? Seharian di rumah, ngapain?" Tanya Devan dengan nada datar.Aku menceritakan semua kejadian tadi, namun, aku belum bicara soal Dareen yang memberikannya pekerjaan sebagai sopir.Aku belum siap untuk di tinggal malam-malam oleh Devan karena masih trauma dengan kejadian beberapa malam yang lalu."Ya, sudah, beli mie instan aja dek, laper," ucapnya sambil merebahkan tubuhnya di depan TV."Bentar, ya, mas," ucapku sambil mengambil uang dari dalam dompet.Aku berjalan menuju rumah Bu Endah, rumah itu terlihat sangat sepi, sampai aku berada di depan pintunya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya."Buuu, Bu Endah," panggilku dengan suara sedikit agak keras. Bu Endah keluar dari arah belakang, "Ada apa, Ta? Tanyanya."Bu, mie instan, dua," ucapku sambil menunjuk sebuah kotak mie kesukaan suamiku yang terbungkus oleh plastik berwarna hijau.Dengan sigap, Bu Endah memasukkan dua bungkus mie instan ke dalam plastik be

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 54

    "Ini tas saya, jadi hak saya dong boleh di periksa atau tidak?" Ucap Bu Henna menahan."Bu, katanya tadi mau di selesaikan dengan cara baik-baik. Kalau tidak ada apa-apa di sana, ya, sudah jangan takut," timpalku.Bu Henna perlahan melepaskan tali tote bage dari lengannya. Namun, Echa mencoba menahan. "Bu, jangan! Ini kan punya ibu," ujar Echa mencoba ikut menahan.Aku tersenyum sinis menatap keduanya. Hari menjelang sore, terik matahari masih ikut serta menambah hawa panas keadaan.Bu Henna memberikan tote bage miliknya kepada Dareen. Perlahan Dareen menarik resleting untuk membukanya. Setelah terbuka, mata Dareen membelalak lebar melihat isi dalamnya lalu menatap Bu Henna dengan rasa penuh curiga.Tidak sungkan-sungkan, Dareen menumpahkan semua isi dalam tas Bu Henna dengan menungging kan. Sontak mata kami semua membelalak melihat setumpuk uang dan dua buah kotak perhiasan. Aku terperangah menatap uang yang masih tersusun rapi di ikat dengan sebuah karet gelang."Ya Allah, Bu, ter

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 53

    "Kok tanya saya, memangnya saya tukang emas?" Ucapnya ketus sambil mendengus, matanya memandangku dengan kesal. "Loh, kan saya tanya, Bu, siapa tahu ibu tau harganya," ucapku dengan nada santai.Mila masih cengengesan sambil melirik-lirik ke arahku. Wanita itu enggan ikut campur, aku pun tidak menyarankan Mila untuk ikut turun tangan mengenai hal ini.Henna—ibu mertua Mila yang sangat judes dan bengis. Semua yang di lakukan Mila pasti salah, mungkin memang karena faktor status menantu.Echa memberikan kunci motor padaku sambil menyelipkan rambut poni panjangnya ke belakang telinga."Nih, Mbak, kuncinya," ucap Echa."Aku hanya menengadah satu tangan, lalu kumasukkan ke dalam saku celana."Terima kasih, gitu loh, Cha! Wong sudah di pinjami kok enggak berterimakasih," sungut Mila kesal. Matanya melirik ke atas untuk menatap wajah Echa.Gadis itu tak menjawab apa pun, malah pergi meninggalkan kami di sana, tangannya membawa tiga tote bage berwarna coklat.Bu Henna masih berdiri sambil me

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 52

    "Nyembunyikan apa? Suamiku tuh di balik tirai," sahutku cekikikan. "Dia terpesona, Cha, sama kecantikan mu," ucapku tertawa kekeh. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain jujur.Echa tampak menyembunyikan senyumnya, matanya melirik ke sana sini tak tentu arah. Aku baru sadar ternyata Echa ada rasa juga sama suamiku. Tapi biarlah yang ku pentingkan uang Bu Endah dulu. Sisanya nanti."Ini, kuncinya, Cha," ucapku sambil mengangsur sebuah kunci motor.Echa mengambil kunci dari tanganku seperti kunci motor miliknya. Gadis itu mengambilnya begitu saja, seperti milik dia sendiri. Dasar!Aku dan Mila menyaksikan kepergian mereka, Mila menggeleng-gelengkan kepala sambil berkata "Semoga aku betah mereka tinggal di rumahku, Mbak."Aku memandangnya sambil tersenyum, "Yuk!""Ke mana, Mbak?""Siap-siap, kita intai mereka dari dekat," ucapku.Aku masuk ke dalam rumah lalu mengambil kunci motor dan helm milik suamiku. Aku tersenyum saat melihat suamiku memakai baju yang kubeli kemarin. Dia terlih

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 51

    Mila memegang tanganku, "Mbak, kemarin, pas kita mau pulang itu 'kan aku di panggil sama ibu, terus aku di suruh manggil Echa. Enggak lama kemudian Echa pulang sambil memegang sesuatu di tangannya. Tangannya loh di masukkan ke dalam baju pas aku tanya apa yang kamu pegang, dia jawabnya, bukan urusan Mbak! Ya udah akunya diam aja.""Jangan-jangan ..." Kataku sambil termenung. "Astaghfirullah, Mil, jangan sampailah," ucapku."Jangan sampailah, Mbak. Kalau memang betul aku yang malu sama Bu Endah," sungut Mila.Pikiranku dan Mila sama, Jangan-jangan ini ulah mertua dan adik ipar Mila. Amit-amit."Yang enggak enaknya, Bu Endah itu beda lihat aku, Mil. Karena kemarin aku yang pegang tas itu, tapi langsungku kasih lagi ke dia tasnya," ucapku sambil menghela nafas. "Malah tadi dia ke sini nanyain itu, pas aku jawab dia rada gimana gitu.""Ya sudah, Mbak, kita cari tersangkanya. Kita selidik," ucap Mila sambil meringis.Tidak lama kemudian aku dan Mila keluar dari kamar, di sana sudah ada sua

  • Pembalasan untuk Sepupu Celamitan   Bab 50

    "Apa loh, mas?" Tanyaku saat sampai di kamar."Bajuku mana?""Sana minta di rumah Bu RT! Wong nyari baju kok susah kali kaya' nya. Baju di lemari segunung pun entah yang kaya' mana lagi yang di cari.""Yang kaos pakai kerah itu loh.""Walah, kok gaya kali cuman sini situ doang. Nih!" Ucapku kesal sambil mencampakkan baju ke pundak Devan."Ya, jangan marah-marah, Dek," sahut Devan ketar-ketir. Entah kenapa aku merasakan tidak enak hati hari ini, emosiku kok mendadak meluap-luap.Aku memandang suamiku yang tengah berjalan ke rumah Bu Endah, tangannya membenahi kerah baju berwarna hijau muda.Dari kejauhan, tampak Echa sedang tergesa-gesa berjalan menuju rumah. Suamiku berpapasan dengan Echa, namun, wajah Echa terus menunduk dengan tangan yang masuk ke dalam baju.* * *"Mas, tadi ramai 'kan yang jenguk. Mangkanya jadi orang itu yang baik, kaya' pakde. Jadi semua orang ikut merasakan sakitnya.""Ya, Mas kan baik loh, Dek," sahut Devan sambil mengutak-atik motornya.Malam ini aku dan Dev

DMCA.com Protection Status