"Pak Jason masih belum datang?" tanya Landon."Belakangan ini dia sangat sibuk. Datang agak telat juga nggak apa-apa, aku akan menunggunya," jawab Rachel yang berusaha membela Jason.Melihat adiknya seperti itu, Landon merasa agak tidak tega. "Rachel, kalau ....""Aku nggak apa-apa, jangan berpikir sembarangan. Dia memang selalu sibuk. Nanti setelah menikah, kita akan punya lebih banyak waktu untuk bersama," kata Rachel yang bersikeras menyela.Melihat sikap Rachel, Landon juga tidak berbicara lebih banyak lagi.Pada saat itu, terdengar suara kepala pelayan dari arah pintu. "Pak Jason.""Ya," jawab Jason sambil melangkah masuk ke ruangan itu dengan tatapan yang dingin dan aura yang memancar dari tubuhnya membuat orang takut. Dia melirik wanita yang duduk di samping Anwar, lalu maju dengan tanpa ekspresi.Anwar berdiri dan berkata, "Karena semuanya sudah datang, aku akan memperkenalkan kalian dulu. Ini kerabat jauh Keluarga Karim, Rensia. Ibunya sudah lama tinggal di luar negeri. Sekara
Janice menemukan Landon dan wanita itu berada di bagian luka bakar di rumah sakit dan membelakangi pintu. Saat dokter dan perawat sedang merawat luka bakar itu, wanita itu langsung menyandarkan diri ke pelukan Landon."Sakit sekali, aku sangat takut," kata wanita itu.Janice merasa sangat familier dengan suara itu, tetapi dia tidak bisa mengingat di mana pernah mendengar suara itu.Namun, ada seorang perawat yang datang sambil membawa obat. "Nona, tolong minggir sebentar."Suara dari perawat itu membuat Landon dan wanita itu yang berada di dalam ruangan terkejut dan menoleh secara bersamaan.Landon terkejut dan memanggil, "Janice."Janice akhirnya bisa melihat jelas wajah wanita itu yang ternyata wanita di supermarket kemarin, Rensia. Ekspresi Rensia terlihat tetap tenang saat melihatnya, seolah-olah sudah memprediksi mereka akan bertemu lagi. Sepertinya, kebetulan bertemu di supermarket itu memang sengaja diatur. Rensia perlahan-lahan bersandar ke Landon dan tatapannya menantang saat
"Nona, Tuan Anwar ada di ruang kerja," kata kepala pelayan itu."Ya," jawab Rensia sambil tersenyum dingin, lalu berbalik dan mengikuti kepala pelayan itu masuk ke ruang kerja.Saat menutup pintu, kepala pelayan bahkan sengaja membanting pintunya dengan keras.Pada detik berikutnya, terdengar suara benda terjatuh ke lantai dan teriakan. "Dasar nggak berguna! Bisa-bisanya dikembalikan orang dalam keadaan utuh."....Di ruang terapi rumah sakit.Setelah mengenakan alat penyangga, Janice langsung merasa sangat sakit sampai seluruh tubuhnya penuh dengan keringat dingin. "Sakit sekali.""Tahan sebentar, ini untuk mencegah ototmu mengecil," kata dokter mengingatkan."Ya," jawab Janice sambil menahan rasa sakit dan menganggukkan kepala. Namun, begitu dokter pergi, dia langsung menggigit bibir karena tidak sanggup menahan rasa sakitnya lagi sampai mulutnya penuh dengan amis darah. Karena tidak ingin orang lain melihatnya dalam keadaan lemah, dia hanya bisa menundukkan kepala dan terus menahann
Suara Jason dan Janice sudah mengganggu pasien lainnya yang sedang menjalani terapi di ruangan depan, bahkan beberapa dari mereka sampai menoleh ke arah keduanya.Setelah menjaga jarak, Janice juga tidak menatap Jason lagi.Melihat sikap Janice yang dingin, tatapan Jason menjadi makin muram dan berkata, "Aku tunggu kamu di luar."Setelah mengatakan itu, Jason berdiri dan meninggalkan ruangan itu.Namun, Janice yang berada di belakang kembali berkata, "Pak Jason, bisakah kamu pergi? Makin jauh makin baik, aku benar-benar nggak ingin melihatmu lagi."Jason tertegun sejenak saat mendengar perkataan itu, lalu kembali melangkah dengan punggung yang terlihat sepi.Satu jam kemudian, terapi Janice akhirnya selesai. Saat dia hendak berdiri, sebuah tangan tiba-tiba mengambil tasnya."Maaf, aku datang terlambat," kata Landon dengan ekspresi menyesal."Nggak apa-apa. Kondisi Nona Rensia sudah membaik?" tanya Janice."Kamu kenal dia?" tanya Landon yang langsung menangkap sesuatu dari perkataannya.
Janice tidak marah saat mendengar perkataan Fiona, melainkan tersenyum. "Kalau begitu, kenapa Keluarga Luther nggak mau kamu yang sehat dan punya latar keluarga bagus?""Dasar sombong! Hubunganmu dan Pak Landon hanya sementara, kamu pikir dia benar-benar akan menikahimu?" kata Fiona sambil mendengus.Janice menatap Fiona dan berpikir sejenak, lalu mendekati Janice dan berbisik, "Mungkin aku nggak bisa, tapi aku tahu kamu juga nggak bisa."Dia tidak menjelaskan maksudnya, melainkan mengangkat kantongnya dan berpamitan dengan rekan kerja lainnya.Fiona yang masih belum mengerti pun mengejar Janice dan berteriak, "Janice, berhenti. Jelaskan ucapanmu tadi, kenapa kamu bisa yakin aku nggak bisa bersama Pak Landon?"Janice pun meniru sikap Fiona sebelumnya, pura-pura terkejut dan berkata, "Ternyata kamu benar-benar nggak tahu ya?""Tahu apa?" tanya Fiona dengan kesal sambil menarik tas Janice."Kamu yakin bisa menikah dengan Pak Landon karena Bu Elaine membantumu, 'kan? Tapi, aku dengar Pak
Saat pulang, Janice melihat Naura sudah menyiapkan makan malam. Dia pun bertanya dengan heran, "Kak Naura, hari ini kamu nggak masuk kerja lagi?"Setelah berhenti sejenak, Naura kembali menyajikan hidangannya dan menjelaskan sambil menundukkan kepala, "Cutiku masih banyak, jadi bos mengizinkanku untuk istirahat dua hari lagi.""Ya," jawab Janice sambil mencuci tangan dan bersiap untuk makan.Begitu duduk, Janice melihat Naura menyajikan hidangan lainnya. Hidangan itu adalah sup burung dara dengan banyak herbal di dalamnya, sama seperti hidangan yang pernah disajikan pelayan di rumah Keluarga Karim. Meskipun tidak mengenal semua herbal itu, ada satu herbal yang dia tahu harganya sangat mahal sampai mencapai jutaan.Janice menyendok sepotong irisan herbal itu dan bertanya, "Kak Naura, apa aku sudah sekarat sampai harus makan tanduk beludru?""Jangan sembarangan."Setelah menyodorkan sepotong iga pada Janice, Naura berdeham dan menjelaskan, "Sup burung dara dengan tanduk beludru ini sanga
Janice menutup ponselnya dan menggigit sepotong kue, lalu berkomentar, "Kuenya nggak seenak yang waktu itu. Kayak ada rasa yang aneh."Rasa aneh?" Landon tampak curiga.Janice menyodorkan kuenya ke hadapan Landon. "Kalau nggak percaya, coba cium."Landon menunduk untuk menciumnya, tapi tiba-tiba ekspresinya berubah. "Kamu tahu aku sempat ketemu Rensia?""Mm, aroma parfumnya sangat khas. Sulit dilupakan," jawab Janice tenang.Landon menatapnya selama beberapa saat. "Kamu marah?"Janice menjawab refleks, "Nggak kok. Memangnya dia nyari kamu karena urusan penting?"Kalimat itu terdengar biasa saja, tetapi cukup untuk membuat suasana di meja makan seketika hening. "Janice, kamu seharusnya marah," ujar Landon dengan suara rendah."Aku ... aku cuma nggak mau salah paham sama kamu," Janice menjawab gugup.Landon meraih tangannya dan menggengganya. "Nggak apa-apa, pelan-pelan saja. Aku cuma berharap kamu bisa sedikit lebih khawatir sama aku. Kamu nggak takut aku direbut orang?"Landon melontar
"Janice, ada apa?" panggil Landon.Janice tersadar dan meletakkan ponselnya. "Rachel barusan mengonfirmasi lagi soal waktu pesta lajang. Katanya dia sudah nyiapin baju untuk pesta topeng.""Pesta topeng? Ternyata dia benar-benar nurutin ide Fiona," gumam Landon pelan."Fiona? Jadi itu ide Fiona?" Janice bertanya penasaran."Ya, kemarin Rachel sempat bilang. Katanya waktu di luar negeri dia seharusnya ikut pesta topeng yang sangat terkenal, tapi karena cedera, dia batal ikut. Jadi Fiona ingin bantu mewujudkan keinginannya sebelum dia menikah."Begitu mendengar soal cedera, Janice refleks menunduk dan menatap tangannya yang masih belum sepenuhnya pulih.Landon menyadari arah pandangannya, lalu langsung berkata, "Kalau kamu nggak mau pergi, aku bisa bantu tolak Rachel.""Nggak apa-apa, aku sudah janji. Jadi ya, ikut saja."Janice benar-benar tidak mau merusak hari bahagia orang lain, apalagi acara ini ada hubungannya dengan Fiona. Kalau urusan ngomong sembarangan, Fionamemang jagonya.Ber
Saat itu, Landon menggenggam erat tangan Janice. Dia seperti sedang menenangkan, tetapi juga seperti sedang mempersiapkan diri untuk mengatakan sesuatu."Janice, bukti dari gadis itu paling jauh hanya bisa membuktikan kalau ibu dan beberapa orang lain itu berinvestasi secara sukarela, bukan karena ibumu menipu. Tapi, di luar sana masih banyak orang yang merasa tertipu dan beberapa di antaranya bukan orang biasa.""Maksudmu apa?" Janice menatap Landon dengan curiga."Aku suruh Zion menyelidiki para korban. Mereka bilang Fenny sangat profesional saat bicara, nggak seperti orang awam. Itu artinya, dia bukan hanya mengerti dunia para orang kaya, tapi juga ada yang memberinya pelatihan. Jelas bukan ibumu, tapi orang-orang nggak percaya. Mereka mungkin nggak bakal tinggal diam.""Maksudmu, ada yang sengaja melatih Fenny untuk mendekati orang kaya? Setelah dia menyerahkan diri dan menuduh ibuku, para orang kaya yang malu akan bersatu menyerang ibuku? Dibandingkan orang biasa seperti Kristin,
Janice tiba di tempat tujuan, langsung menuju ke ruang kerja sementara Landon. Saat sampai di depan pintu, sebelum sempat mendorongnya, suara Landon dan Ibrahim terdengar dari dalam.Nada suara Ibrahim terdengar serius. "Kamu mau menghabiskan begitu banyak uang hanya demi Janice? Kamu harus pikir matang-matang."Landon menjawab dengan tegas, "Aku sudah memikirkannya. Keadaan sudah sampai sejauh ini, menyelesaikan masalah lewat jalan damai adalah langkah mundur yang masih masuk akal. Uang masih bisa dicari. Tapi, aku nggak akan pernah membiarkan Janice kembali padanya."Padanya? Siapa?Janice menurunkan tangannya yang sempat ingin mendorong pintu, hatinya seperti diremas.Setelah hening sejenak, terdengar helaan napas dari Ibrahim. "Hubungan Janice dan dia terlalu rumit. Bagi masa depanmu ....""Setelah tunangan, aku akan menemani Janice kuliah di luar negeri. Kami juga akan nikah di sana. Kami akan berusaha sebisa mungkin menghindari pertemuan dengan dia," jawab Landon."Kapan kamu jad
"Janice ...."Di hadapannya hanya ada lantai kosong, Janice sudah pergi.Begitu turun dari lantai atas, dua pengawal langsung menghampirinya."Bu Janice, maafkan kami. Kami tadi diarahkan ke tempat lain. Kamu baik-baik saja?""Aku baik-baik saja. Ayo pergi."Janice berjalan ke depan, tetapi para pengawal mengadangnya."Bu Janice, Pak Landon memerintahkan kami untuk memastikan keselamatanmu. Kalau kamu hilang lagi, kami nggak bisa kasih penjelasan apa-apa. Mobil sudah menunggu di luar."Melihat wajah mereka yang panik, Janice tidak ingin menyulitkan mereka. Dia pun mengangguk dan masuk ke mobil bersama mereka.Di luar gerbang sekolah, orang-orang sudah mulai berkurang. Saat mobil mulai melaju, Jason muncul dan mengejarnya. Tatapannya tajam tertuju pada Janice.Janice hanya menoleh dengan dingin, memandang lurus ke depan tanpa ekspresi. Di tengah perjalanan pulang, salah satu pengawal menerima telepon. Ekspresinya berubah tegang saat menoleh ke arah Janice."Bu Janice, Pak Landon bilang
Kristin menegakkan punggung dan berkata dengan kesal, "Tentu saja aku tahu! Ivy paling dekat sama Fenny dulu, tapi tetap nggak mau ajak kita gabung. Itu tandanya dia meremehkan kita.""Dia sekarang sudah jadi menantu Keluarga Karim. Uang puluhan miliar pasti kecil buat dia. Tapi, kalau dikasih ke kita ...."Begitu mendengar puluhan miliar, para wanita itu mulai berkhayal dan tergoda.Saat mereka hendak bersuara, salah satu wanita berujar, "Kayaknya nggak semudah itu. Anak Ivy yang lugu itu sekarang sangat pintar. Waktu itu acara teh sore, dia sengaja nolak tawaran kita buat investasi. Ivy paling nurut sama anaknya, pasti dia juga nggak bakal ajak kita."Kristin tertawa kecil. "Dia memang nurut sama anaknya. Tapi ke kita, dia pasti nggak enak hati buat nolak.""Kamu punya cara?""Kita kasih langsung uangnya ke dia, suruh dia urus sendiri. Mau untung atau rugi, tinggal tagih ke dia. Beres.""Kalau dia nggak mau ganti rugi?""Kita laporin saja dia menipu kita. Dia 'kan menantu Keluarga Ka
Janice terus memanggil nama Yuri berulang kali.Yuri menutup telinganya dengan frustrasi, nyaris meledak, "Berhenti! Jangan panggil lagi! Aku paling benci namaku!"Setelah masuk sekolah, dia baru menyadari bahwa sejak lahir dia sudah punya seorang adik laki-laki yang tidak terlihat.Janice menatap gadis kecil yang menangis tersedu-sedu itu dan menyerahkan selembar tisu. "Nggak ada yang salah dengan namamu. Kamu adalah kamu. Aku tahu kamu punya banyak impian, jadi jangan biarkan siapamu mengekangmu."Yuri menutupi matanya dengan tisu dan akhirnya menangis keras. Setelah lelah, dia menatap Janice dengan mata yang bengkak dan merah. "Kak, maaf."Janice tersenyum lembut, mengelus kepalanya. Ternyata Yuri masih mengingatnya.Segalanya seperti kembali ke masa lalu. Mereka duduk di bangku taman sambil makan es krim. Saat itu Yuri masih kecil, duduk di samping Janice sambil memanggilnya "kakak".Di kehidupan sebelumnya, setelah Ivy meninggal, Janice benar-benar putus kontak dengan para bibi it
Wajah Jason hanya sejengkal dari wajahnya. Janice menahan napas, tanpa sadar menarik erat syalnya.Agar Jason tidak menyadarinya, Janice mengalihkan pandangan, lalu melilitkan syal itu ke leher Jason dan menunjuk ke kerah bajunya."Masukkan, biar nutupin bagian bajumu yang basah."Jason menunduk, matanya tampak sedikit kecewa. Namun, dia tidak memaksa, hanya memperbaiki penampilannya sendiri.Sesaat kemudian, mereka berdua masuk ke Gedung 2 dan menemukan kelas SMA 3-3. Saat berdiri di dekat jendela, mereka bisa melihat isi kelas dengan jelas.Ada lima enam siswi yang duduk, mengobrol santai dalam kelompok kecil. Hanya satu siswi yang sedang serius mengerjakan lembar soal. Saat menyadari ada orang di luar jendela, dia mendongak melirik sekilas.Tatapan siswi itu bertemu dengan Janice selama dua detik, lalu dia cepat-cepat menunduk lagi, bahkan tangan yang memegang pena tampak bergetar.Saat Janice mengalihkan pandangan ke murid lain, gadis itu menarik dua lembar tisu dan pura-pura pergi
Setelah mengatakan itu, wanita itu mengeluarkan saputangan dari tasnya dan hendak menyeka dada Jason.Namun, Jason langsung menangkis tangan wanita itu, lalu berkata dengan dingin, "Nggak perlu."Setelah tertegun sejenak, wanita itu menggigit bibir dan merapikan rambutnya. "Pak Jason, aku pasti akan ganti rugi. Tapi, bajumu pasti sangat mahal, aku mungkin nggak bisa langsung membayarmu sekarang. Bagaimana kalau kamu berikan aku kontakmu ....""158 ribu." Jason langsung menyela perkataan wanita itu."Hah?" seru wanita itu yang langsung terkejut."Ada obral cuci gudang di ujung jalan, tunai atau transfer?" kata Jason dengan dingin.Saat itu, wanita itu baru mengerti maksud dari perkataan Jason. Ternyata, Jason sudah menyadari niatnya dan sedang menolaknya. Namun, pria di depannya ini adalah Jason. Meskipun hanya pakaian yang dijual di kaki lima, pakaian itu tetap akan terlihat seperti setelah bermerek di tubuh Jason. Dia segera mencari cara lain sambil tetap tersenyum. "Transfer saja, bo
Mendengar suara itu, Janice langsung tersadar kembali dan mendorong pria di depannya. Namun, sebelum dia bisa berdiri dengan tegak, sekelompok siswa kembali mendorongnya sampai dia jatuh ke pelukan Jason.Jason langsung menopang Janice dan berkata dengan pelan, "Kamu yang mulai dulu."Janice menggigit bibirnya dan mencoba melepaskan genggaman Jason, tetapi Jason malah memeluk pinggangnya dengan erat. "Jangan bergerak. Orangnya terlalu banyak di sini, kita keluar dari sini dulu baru bicara lagi."Setelah mengatakan itu, Jason merangkul Janice dan berjalan ke depan.Janice berusaha melepaskan tangan Jason. "Lepaskan aku. Nanti kita akan ketahuan."Namun, Jason tetap tidak melepaskan genggamannya, melainkan menurunkan topi Janice dan menekan kepala Janice ke dadanya. "Ayo pergi."Setelah berusaha melawan sejenak, Janice yang benar-benar tidak bisa melepaskan diri pun akhirnya hanya bisa ikut pergi bersama Jason.Penampilan Jason terlihat sangat tidak ramah, sehingga tidak ada yang berani
Janice berpikir Fenny yang sudah sekarat karena menderita kanker pasti akan berusaha memastikan kehidupan anaknya terjamin.Setelah terdiam cukup lama, Arya yang berada di seberang telepon perlahan-lahan berkata, "Apa yang ingin kamu lakukan?"Janice menjawab dengan jujur, "Ibuku dalam masalah. Anak laki-laki yang terkena leukemia itu adalah putra dari teman ibuku, dia pasti mengetahui sesuatu.""Baiklah, aku akan membantumu mencarinya," balas Arya."Terima kasih," kata Janice, lalu menutup teleponnya.Saat keluar dari apartemen, sebuah taksi kebetulan berhenti tepat di hadapan Janice. Setelah masuk ke dalam taksi, dia berkata pada sopir, "Ke SMA Chendana."Setelah taksi melaju, Janice memandang pemandangan di luar dari jendela. Dia sengaja menelepon Arya untuk mencari putra Fenny karena semua masalah ini terjadi untuk menjebaknya dan Ivy. Sebelum dia terperangkap, semuanya masih belum berakhir.Fenny adalah saksi dalam kasus ini, semua orang pasti akan mencari kelemahannya. Putranya y