Dengan tambahan pesta kapal pesiar mewah seperti yang disebutkan tadi, pria bayaran itu semakin yakin bahwa Janice bukan orang biasa. Dia mulai lebih santai dengan meletakkan ponselnya di atas meja dan sedikit menggeser tubuhnya lebih dekat ke arah Janice."Kamu masih muda sekali, tapi sudah sukses.""Pintar sekali kamu ngomong. Gimana kalau kita berdansa?" Janice mengangkat alisnya dengan sedikit menggoda.Pria itu langsung mengangguk. "Aku pilihin lagu untukmu."Setelah berkata demikian, dia bangkit dan berjalan ke arah mesin pemutar lagu. Janice segera mengambil kesempatan ini untuk meraih ponselnya. Tadi dia telah mengingat kode sandi untuk membuka ponsel pria itu.Begitu layar terbuka, hal pertama yang dia periksa adalah galeri foto. Namun, tidak ada yang mencurigakan di dalamnya. Tidak ada foto pribadi Ivy.Sebaliknya, pria ini tampaknya cukup ambisius. Dia menyimpan banyak sekali tangkapan layar berisi berbagai topik terkait dunia kelas atas. Namun, dari ribuan foto ini, pasti
Janice terpaku sejenak, lalu segera berusaha melepaskan diri. Namun, Jason hanya menggunakan satu tangan untuk menahannya, sementara tangan satunya masih sempat memadamkan rokok di asbak.Janice begitu marah hingga dia langsung melontarkan makian. "Kamu sakit jiwa, ya?!"Jason tidak menjawab. Dia hanya menatap pria bayaran itu dengan sorot mata dingin dan penuh tekanan. "Keluar."Pria bayaran itu langsung berang. "Apa hakmu mengusirku? Aku ini tamu yang diundang sama nona ini. Dia saja nggak ngomong apa-apa! Pernah dengar yang namanya persaingan sehat?"Janice mengangguk cepat dan berpura-pura hendak berdiri. Namun, begitu dia baru saja bangkit, Jason langsung menariknya kembali. Tangannya melingkar erat di sekitar pinggang Janice untuk menahan tubuhnya dengan kokoh.Kehangatan telapak tangannya menembus kain blus yang dikenakan Janice dan menekannya dengan lembut. Saat Janice hendak memberontak, Jason menatapnya dengan mata yang gelap dan dalam.Setelah itu, jemarinya yang panjang, me
Jason tidak berbicara. Dia hanya mencengkeram bahu Janice dengan erat. Janice menatapnya dengan tajam dan tubuhnya tak bisa berhenti gemetaran. "Kenapa diam saja? Kamu bahkan nggak mau repot-repot ngasih penjelasan lagi, ya?"Jason akhirnya berkata, "Ibumu sudah nggak apa-apa."Dalam sekejap, Janice merasa seluruh udara di sekitarnya lenyap. Napasnya tersengal-sengal, suara seraknya keluar dengan susah payah.Dengan sisa tenaga, dia berteriak, "Lalu kapan baru bisa disebut ada masalah? Setelah dia mati? Setelah nggak ada lagi orang di dunia ini yang tahu apa yang dilakukan Elaine padanya? Setelah itu, kamu bisa menandatangani kerja sama besar itu sama dia dengan tenang?""Dia ibuku! Satu-satunya keluarga yang kumiliki di dunia ini! Kamu mau aku cuma diam melihatnya dihina? Kamu bisa mempermainkanku, tapi dia itu istri kakakmu! Apa di matamu cuma ada keuntungan?"Suaranya menggema di dalam ruangan dan pelipis Janice langsung terasa sakit. Namun, itu tidak sebanding dengan rasa sakit di
Setelah keluar dari klub, Janice pergi ke rumah sakit swasta. Baru saja masuk ke kamar perawatan, dia melihat Ivy melempar ponselnya ke dinding.Seiring dengan suara gebrakan, layar ponselnya hancur berkeping-keping.Ivy memegangi kepalanya sambil meringkuk di ranjang. Begitu mendengar ada suara, dia langsung mendongak dan menampakkan kedua matanya yang memerah. Jelas sekali, baru saja dia berpura-pura baik-baik saja saat melakukan panggilan video dengan Zachary, tetapi kemudian langsung diancam seseorang.Saat melihat Janice, air matanya langsung berderai dan merusak riasannya hingga berantakan. Hanya dalam tiga atau empat hari, Ivy telah menjadi begitu kurus dan lemah. Pipinya juga mulai cekung.Inikah yang disebut Jason dengan "Ibumu sudah nggak apa-apa"?Janice bergegas menghampirinya, lalu memeluknya erat. "Ibu, jangan takut. Aku nggak akan membiarkan semua ini sia-sia."Ivy hanya bisa mengeluarkan suara lirih dan tubuhnya gemetar dalam pelukan Janice. Butuh waktu hingga tengah ma
Jason menatap dingin ke dalam mobil tersebut. Dalam 90 detik waktu lampu merah, Janice mengatakan banyak hal kepada Landon. Terakhir kali Janice berbicara begitu banyak dengannya adalah saat dia menipu Jason di vila.Begitu lampu hijau menyala, mobil Janice berbelok dan menghilang dari pandangan. Jason mengerutkan kening, lalu mengangkat tangan untuk memijat pelipisnya.Melihat hal itu, Norman bertanya dengan khawatir, "Pak, Anda mau saya menepi untuk ambil obat?"Sejak kebakaran di vila, Jason sering mengalami sakit kepala, tetapi pemeriksaan medis tidak menemukan masalah apa pun. Arya pernah mengatakan bahwa itu bukan sakit fisik, melainkan tekanan batin yang terlalu besar.Jason terdiam sambil menatap ke luar jendela dan memainkan cincin nikahnya. Dulu, dia sering memutar cincin itu untuk mengingat tanggung jawabnya. Namun entah sejak kapan, dia justru sering terdiam sambil menyentuh cincin itu.Sesampainya di Keluarga Karim.Para pelayan sibuk memindahkan koper dan barang-barang. S
Di studio.Hari pertama kembali bekerja, Amanda membagikan angpau kepada semua orang sebelum memulai rapat. Setelah itu, dia menjelaskan pekerjaan yang akan dikerjakan dalam satu bulan ke depan.Setelah kembali ke mejanya, Janice segera mengirim pesan kepada Ivy untuk mengingatkannya agar jangan lupa sarapan. Tidak lama kemudian, Ivy membalas pesannya.[ Hari ini aku dapat dokter wanita baru, dia baik sekali. Setelah mengobrol sama dia, rasanya aku nggak terlalu tertekan lagi. ][ Kamu jangan khawatir. Tapi sepertinya pamanmu sudah hampir tahu semuanya. Dia mulai curiga kenapa aku belum pulang dan bilang akan menjemputku langsung ke perbukitan. ]Janice mengetik balasan singkat.[ Sebentar lagi. ]Setelah mengirim pesan, Janice mengernyit sedikit. Bukankah teman Arya yang ditugaskan seharusnya seorang pria? Kenapa sekarang malah dokter wanita?Namun, selama Ivy baik-baik saja, itu sudah cukup. Dia berpikir untuk mentraktir Arya makan nanti sebagai ucapan terima kasih.Baru saja dia mel
Mendengar Rachel pernah menyebut namanya, Thiago langsung melepas genggamannya dan menjabat tangan Landon dengan kedua tangan. "Pak Landon, senang bertemu dengan Anda."Akhirnya, Janice terbebas dari cengkeraman Thiago. Dia melirik Landon dengan penuh rasa terima kasih. Landon tetap tenang dan tidak menunjukkan ekspresi apa pun."Ayo masuk. Tubuh Rachel lemah, jangan terlalu lama di luar kena angin."Thiago segera mengangguk. "Maaf, aku nggak memikirkan itu. Silakan masuk duluan."Mendengar ucapannya, semua orang langsung menyingkir dan memberi jalan bagi Jason dan Landon untuk masuk lebih dulu.Begitu semua orang berjalan ke dalam, Janice mengangkat lengan bajunya. Di bawah kulitnya yang pucat, terlihat jelas bekas memar berbentuk jari.Thiago terlalu menakutkan.Janice menggigit bibirnya sambil menahan rasa sakit, lalu mengikuti yang lainnya masuk.Begitu masuk ke butik, Janice menyadari bahwa Penny masih memakai kacamata hitamnya."Bu Penny nggak mau lepas kacamata?"Reaksi Penny sa
Rachel berpegangan pada tangan pegawai butik dan melangkah dengan hati-hati ke depan. Pada saat itu, Janice terpaku. Berbagai kata muncul dalam pikirannya, tetapi akhirnya hanya satu kata yang tersisa .... Anggun.Mengingat Rachel menggunakan kaki palsu, dia tidak bisa memakai gaun yang terlalu berat atau rumit. Jadi, desainer telah merancang gaun ini khusus untuknya.Bagian atasnya adalah korset berbahan renda dengan tulang, dihiasi dengan tumpukan kelopak tipis dari kain transparan, sehingga memberikan kesan ringan tetapi tetap kokoh.Bagian roknya terbuat dari tulle berlapis-lapis. Bagian bawahnya terdapat belahan kecil sehingga tidak mengganggu pergerakannya.Auranya yang lembut dipadukan dengan senyum bahagia Rachel, dia terlihat seolah memang pantas mendapatkan yang terbaik di dunia ini.Rachel mengenakan sepatu hak tinggi dan berjalan mendekat dengan hati-hati. Dia bahkan tersenyum cerah kepada Janice, seakan bertanya apakah gaunnya terlihat bagus atau tidak.Bagus.Sangat bagus
Janice terus memanggil nama Yuri berulang kali.Yuri menutup telinganya dengan frustrasi, nyaris meledak, "Berhenti! Jangan panggil lagi! Aku paling benci namaku!"Setelah masuk sekolah, dia baru menyadari bahwa sejak lahir dia sudah punya seorang adik laki-laki yang tidak terlihat.Janice menatap gadis kecil yang menangis tersedu-sedu itu dan menyerahkan selembar tisu. "Nggak ada yang salah dengan namamu. Kamu adalah kamu. Aku tahu kamu punya banyak impian, jadi jangan biarkan siapamu mengekangmu."Yuri menutupi matanya dengan tisu dan akhirnya menangis keras. Setelah lelah, dia menatap Janice dengan mata yang bengkak dan merah. "Kak, maaf."Janice tersenyum lembut, mengelus kepalanya. Ternyata Yuri masih mengingatnya.Segalanya seperti kembali ke masa lalu. Mereka duduk di bangku taman sambil makan es krim. Saat itu Yuri masih kecil, duduk di samping Janice sambil memanggilnya "kakak".Di kehidupan sebelumnya, setelah Ivy meninggal, Janice benar-benar putus kontak dengan para bibi it
Wajah Jason hanya sejengkal dari wajahnya. Janice menahan napas, tanpa sadar menarik erat syalnya.Agar Jason tidak menyadarinya, Janice mengalihkan pandangan, lalu melilitkan syal itu ke leher Jason dan menunjuk ke kerah bajunya."Masukkan, biar nutupin bagian bajumu yang basah."Jason menunduk, matanya tampak sedikit kecewa. Namun, dia tidak memaksa, hanya memperbaiki penampilannya sendiri.Sesaat kemudian, mereka berdua masuk ke Gedung 2 dan menemukan kelas SMA 3-3. Saat berdiri di dekat jendela, mereka bisa melihat isi kelas dengan jelas.Ada lima enam siswi yang duduk, mengobrol santai dalam kelompok kecil. Hanya satu siswi yang sedang serius mengerjakan lembar soal. Saat menyadari ada orang di luar jendela, dia mendongak melirik sekilas.Tatapan siswi itu bertemu dengan Janice selama dua detik, lalu dia cepat-cepat menunduk lagi, bahkan tangan yang memegang pena tampak bergetar.Saat Janice mengalihkan pandangan ke murid lain, gadis itu menarik dua lembar tisu dan pura-pura pergi
Setelah mengatakan itu, wanita itu mengeluarkan saputangan dari tasnya dan hendak menyeka dada Jason.Namun, Jason langsung menangkis tangan wanita itu, lalu berkata dengan dingin, "Nggak perlu."Setelah tertegun sejenak, wanita itu menggigit bibir dan merapikan rambutnya. "Pak Jason, aku pasti akan ganti rugi. Tapi, bajumu pasti sangat mahal, aku mungkin nggak bisa langsung membayarmu sekarang. Bagaimana kalau kamu berikan aku kontakmu ....""158 ribu." Jason langsung menyela perkataan wanita itu."Hah?" seru wanita itu yang langsung terkejut."Ada obral cuci gudang di ujung jalan, tunai atau transfer?" kata Jason dengan dingin.Saat itu, wanita itu baru mengerti maksud dari perkataan Jason. Ternyata, Jason sudah menyadari niatnya dan sedang menolaknya. Namun, pria di depannya ini adalah Jason. Meskipun hanya pakaian yang dijual di kaki lima, pakaian itu tetap akan terlihat seperti setelah bermerek di tubuh Jason. Dia segera mencari cara lain sambil tetap tersenyum. "Transfer saja, bo
Mendengar suara itu, Janice langsung tersadar kembali dan mendorong pria di depannya. Namun, sebelum dia bisa berdiri dengan tegak, sekelompok siswa kembali mendorongnya sampai dia jatuh ke pelukan Jason.Jason langsung menopang Janice dan berkata dengan pelan, "Kamu yang mulai dulu."Janice menggigit bibirnya dan mencoba melepaskan genggaman Jason, tetapi Jason malah memeluk pinggangnya dengan erat. "Jangan bergerak. Orangnya terlalu banyak di sini, kita keluar dari sini dulu baru bicara lagi."Setelah mengatakan itu, Jason merangkul Janice dan berjalan ke depan.Janice berusaha melepaskan tangan Jason. "Lepaskan aku. Nanti kita akan ketahuan."Namun, Jason tetap tidak melepaskan genggamannya, melainkan menurunkan topi Janice dan menekan kepala Janice ke dadanya. "Ayo pergi."Setelah berusaha melawan sejenak, Janice yang benar-benar tidak bisa melepaskan diri pun akhirnya hanya bisa ikut pergi bersama Jason.Penampilan Jason terlihat sangat tidak ramah, sehingga tidak ada yang berani
Janice berpikir Fenny yang sudah sekarat karena menderita kanker pasti akan berusaha memastikan kehidupan anaknya terjamin.Setelah terdiam cukup lama, Arya yang berada di seberang telepon perlahan-lahan berkata, "Apa yang ingin kamu lakukan?"Janice menjawab dengan jujur, "Ibuku dalam masalah. Anak laki-laki yang terkena leukemia itu adalah putra dari teman ibuku, dia pasti mengetahui sesuatu.""Baiklah, aku akan membantumu mencarinya," balas Arya."Terima kasih," kata Janice, lalu menutup teleponnya.Saat keluar dari apartemen, sebuah taksi kebetulan berhenti tepat di hadapan Janice. Setelah masuk ke dalam taksi, dia berkata pada sopir, "Ke SMA Chendana."Setelah taksi melaju, Janice memandang pemandangan di luar dari jendela. Dia sengaja menelepon Arya untuk mencari putra Fenny karena semua masalah ini terjadi untuk menjebaknya dan Ivy. Sebelum dia terperangkap, semuanya masih belum berakhir.Fenny adalah saksi dalam kasus ini, semua orang pasti akan mencari kelemahannya. Putranya y
Landon bisa melihat perubahan suasana hati Janice. Kebetulan saat itu dia melihat Naura keluar dari dapur sambil membawa segelas air, dia pun berkata, "Kalau begitu, kamu tinggal di rumah Kak Naura dulu untuk sementara ini. Para pengawal akan tetap melindungi kalian di sini.""Ya," jawab Janice sambil menghela napas lega.Setelah menyerahkan air itu ke tangan Janice, Naura berkata sebagai jaminan, "Pak Landon, tenang saja, aku pasti akan menjaga Janice dengan baik.""Maaf merepotkanmu," kata Landon dengan sopan.Setelah mengatakan itu, Landon menerima pesan dari Zion. Setelah membaca pesan itu, dia berkata dengan tenang, "Janice, kamu istirahat dulu. Aku ada urusan lain yang harus segera ditangani."Janice langsung merespons perkataan Landon.Setelah mengantar Landon pergi, Naura langsung membawa Janice ke rumahnya.Beberapa menit kemudian, pengawal yang dikirim Landon mengetuk pintu. "Nona Janice, kalau ada apa-apa, langsung panggil kami saja. Nanti petugas kebersihan juga akan datang
Janice yang dalam keadaan putus asa ditemani Landon untuk kembali ke apartemen. Saat pintu lift terbuka, bau yang menyengat membuatnya yang sensitif terhadap bau karena hamil langsung terbatuk-batuk.Landon segera berdiri di depan Janice untuk melindunginya dari bau, lalu keluar dari lift terlebih dahulu.Namun, pada detik berikutnya, terdengar suara dari Naura. "Pak Landon? Mana Janice?"Janice segera menutupi hidung dan mulutnya dengan lengan bajunya, lalu keluar dari lift. Namun, sebelum sempat berbicara dengan Naura, dia tertegun karena melihat pemandangan di depan matanya. Pintu rumahnya disiram cat merah dan tertulis kata untuk membayar utang di dindingnya. Cat di tulisannya menetes seperti darah karena masih belum kering, terlihat sangat mengerikan.Naura yang apartemennya juga terkena imbasnya pun menggulung lengan bajunya dan memakai masker, lalu membersihkan cat dari dinding dengan alkohol seperti yang dipelajarinya dari internet. Bau cat bercampur dengan alkohol membuat loro
Janice menyadari orang di dalam ruangan itu adalah Fenny yang duduk dengan tenang dan riasannya tetap terlihat muda serta anggun seperti saat meninggalkan Kota Pakisa. Namun, entah mengapa dia merasa orang ini terkesan berbeda dengan Fenny di ingatannya yang sangat pandai berbicara.Mungkin karena menyadari ada yang sedang memperhatikannya, Janice melihat Fenny mengangkat kepala dan menatapnya yang berada di luar pintu. Tatapan Fenny terlihat sangat kelelahan dan tidak bersemangat untuk mencari banyak uang seperti yang pernah diceritakan Ivy. Padahal Ivy pernah bergaul dengan banyak ibu-ibu kaya, tidak mungkin mudah ditipu ekspresi Fenny yang seperti ini.Saat Janice hendak memperhatikan Fenny dengan lebih jelas, polisi itu langsung menutup pintu. Dia pun hanya bisa segera menyusul Zachary. "Paman, tunggu sebentar.""Kenapa?" tanya Zachary yang agak tergesa-gesa."Paman, bisakah kamu menyelidiki Bibi Fenny ini? Maksudku, kehidupannya sebelum dia kembali ke Kota Pakisa," kata Janice. Di
Ivy merasa agak emosional, sedangkan ekspresi Janice dan Zachary menjadi jauh lebih muram.Saat itu, Janice akhirnya mengerti mengapa Kristin berani menuduh Ivy menipu uang mereka di hadapan polisi karena tidak ada bukti yang jelas apakah yang itu diminta atau diberi. Selain itu, Fenny sudah menyerahkan diri dan mengakui kesalahan, sehingga Ivy terkesan seperti dalangnya. Sementara itu, bukan hanya tidak menyadari hal itu, Ivy juga tidak mampu membantah.Namun, Janice bertanya-tanya mengapa Kristin dan Fenny harus melakukan ini? Dia pun melirik Zachary dan terlihat jelas Zachary juga memiliki pemikiran yang sama dengannya.Setelah menenangkan Ivy terlebih dahulu, Zachary baru bertanya dengan nada lembut, "Kenapa Fenny bisa menghubungimu?"Ivy perlahan-lahan merasa tenang setelah mendengar nada bicara Zachary, lalu mencoba mengingat kembali saat pertama kalinya dia bertemu dengan Fenny. "Saat itu aku ikut acara minum teh sore yang diadakan Nyonya Linda, kebetulan dia ada janji dengan pe