Di dalam hatinya, Anwar adalah pria yang kolot dan sangat patriarkis. Kini, dia dipermalukan di depan banyak orang oleh putra yang selama ini paling patuh kepadanya. Dengan wajah merah padam karena marah, dia meraih cangkir teh dan membantingnya ke lantai.Prang!Pecahan cangkir berhamburan, membuat semua orang menahan napas, tak seorang pun berani bersuara."Kamu sudah berani melawan sekarang, ya?! Beraninya kamu bicara seperti itu padaku!"Namun, Zachary tidak menunjukkan sikap rendah hati seperti biasanya. Dia menatap ayahnya dengan tenang dan bertanya, "Ayah, Yoshua menjadi seperti ini, bukankah Ayah juga punya andil dalam kesalahan ini?"Napas Anwar memburu, giginya bergemeletuk menahan amarah.Yoshua yang sejak tadi menunduk, tampak terkejut saat mendengar perkataan itu. Dia langsung mengangkat kepalanya dan menatap Zachary. "Paman, apa maksudmu?"Zachary tersenyum getir. "Lebih baik biarkan orang lain yang jelaskan padamu."Setelah berkata demikian, fia mengalihkan pandangannya
Tracy terhempas ke lantai dingin setelah didorong oleh Jason.Selama ini, dia sangat tahu diri. Meskipun dia tidak memiliki banyak kekuasaan di Keluarga Karim, statusnya sebagai istri utama tetap memberinya banyak pendukung. Namun kini, dia terduduk di lantai dengan tatapan dingin dari semua orang di sekelilingnya.Bahkan suaminya sendiri berbalik dan melindungi wanita serta anak di sampingnya. Satu-satunya yang masih membelanya hanyalah Yoshua yang menatap Ferdy dengan kemarahan membara."Ayah! Apa yang dikatakan Ibu salah?! Kalau bukan karena dia menggoda Ayah, mana mungkin Ayah meninggalkan Ibu dan aku? Ayah adalah putra sulung Keluarga Karim, pewaris utama dengan masa depan yang gemilang!"Setelah memastikan istri dan anaknya baik-baik saja, Ferdy menatap Yoshua dengan ekspresi sedih dan penuh penyesalan. "Yoshua, sampai sekarang kamu masih percaya semua yang dikatakan ibumu itu benar?"Wajah Yoshua langsung menegang, seolah pikirannya goyah sejenak.Tracy buru-buru menarik lengan
Tracy menatap Yoshua sambil mengatupkan bibirnya dan menggenggam tangan Yoshua dengan erat."Yoshua! Mereka cuma ingin memisahkan kita! Jangan percaya kata mereka! Aku ini ibumu, mana mungkin aku akan mencelakakanmu?" Kata-katanya memang sedikit mengurangi keraguan di hati Yoshua.Namun, kalimat berikutnya dari Ferdy menghancurkan pertahanannya sepenuhnya, mengungkap kebenaran yang selama ini ditutupi Tracy."Aku juga pernah berpikir bahwa seorang ibu nggak akan menyakiti anaknya sendiri. Tapi ternyata, demi kakakmu yang nggak berguna itu, kamu bahkan rela mencelakakan putramu sendiri!""Omong kosong! Aku nggak melakukannya! Aku yang merawat Yoshua selama ini! Kamu nggak berhak menghakimiku!" Dia kemudian menarik tangan Yoshua, hendak membawanya pergi."Yoshua, kita nggak perlu tinggal di sini lagi. Ayo pergi!"Namun, saat mereka berbalik, Jason mengangkat tangannya untuk menghalangi jalan mereka."Yoshua, kamu telah membenciku selama bertahun-tahun. Apa kamu nggak mau tahu kebenaran d
"Ibumu melakukan semua ini demi Keluarga Hariwan. Dia sendiri yang mengakui bahwa kalau berhasil menjebakku dan Paman Jason, Keluarga Karim akan jatuh ke tangan Keluarga Hariwan. Yang ada dalam pikirannya hanyalah keluarganya sendiri."Begitu kata-kata itu keluar, suasana di ruangan segera dipenuhi dengan bisikan dan diskusi."Jadi selama ini, semua masalah antara Jason dan Janice adalah ulahnya?""Pantas saja! Dulu pesta kepiting itu dia yang urus. Mudah sekali baginya untuk buat jebakan. Hanya saja, memang nggak disangka.""Keluarga Hariwan masih mengira mereka punya pengaruh seperti 20 tahun lalu?"Perkataan orang-orang itu seolah menjadi pukulan telak bagi Tracy. Tubuhnya yang lemah terjatuh ke lantai dengan gemetar. Tangannya mengepal dengan lemah."Apa salahku kalau aku ingin melindungi keluargaku? Waktu Pak Anwar menyetujui pernikahan ini, bukankah karena dia melihat kemampuan keluargaku? Tapi waktu keluarga kami mulai melemah, dia bukan cuma nggak mau membantu, tapi dia malah m
"Kamu seharusnya bersyukur. Satu-satunya hal yang nggak diajarkan ibuku kepada kami adalah kebencian! Aku rela menjadi bonekamu, hanya supaya Jason bisa tumbuh dengan baik.""Aku mengikuti semua perintahmu. Menikah demi menjaga kehormatan keluarga, menjaga citra Keluarga Karim. Tapi waktu ibuku meninggal, kamu bahkan masih sibuk berselingkuh sama sekretarismu yang cukup muda untuk menjadi putrimu sendiri.""Itulah hari di mana aku dan Zachary memutuskan untuk mengembalikan semuanya kepada Jason!"Suara marah Ferdy menggema di aula leluhur, bahkan terasa bergetar di langit-langit yang terbuka. Langit di luar perlahan menjadi gelap, semua orang di sekitar mereka juga terdiam.Janice akhirnya menyadari sesuatu. Ini bukan rahasia. Semua orang di keluarga ini tahu, tetapi demi menjaga kehormatan keluarga, mereka memilih untuk tetap diam.Janice mengalihkan pandangannya kembali kepada Jason. Pria itu menundukkan kepala. Sorot matanya tersembunyi di bawah bayangan yang dipantulkan oleh nyala
Gadis kecil itu tampak bingung, tetapi ibunya menariknya ke samping dengan lembut. "Jangan buat orang lain terdengar tua.""Tapi Paman Jason juga nggak tua, istrinya pasti juga nggak tua," kata gadis kecil itu dengan polos.Janice merasa wajahnya memanas. Dia buru-buru menarik tangannya dari genggaman Jason dan tersenyum canggung.Ibu gadis kecil itu melirik mereka berdua. Dia jelas memahami situasinya, tetapi tidak berkata apa-apa. Dia hanya tersenyum dan berkata, "Kami buka kedai kecil di kawasan universitas. Kalau ada waktu, mampirlah.""Baik," jawab Jason singkat.Janice semakin yakin bahwa keluarga ini memang orang-orang yang baik. Saat mereka melihat keluarga kecil itu pergi, Janice menggigit bibirnya. Ada perasaan lega, tetapi juga ketidakpastian.Jika dalam kehidupan sebelumnya begitu banyak hal terjadi tanpa sepengetahuannya, maka pada akhirnya, siapa yang seharusnya dia salahkan atas nasib dirinya dan Vega?Pikiran itu membuatnya beralih menatap Jason."Paman, bagaimana denga
Jason segera memberikan perintah, "Panggil sopir, siapkan mobil." Setelah itu, dia menoleh ke Janice dan berkata singkat, "Berikan padaku dalam satu minggu."Lalu, tanpa memberi kesempatan bagi Janice untuk menanggapi, dia bergegas menuju halaman belakang. Janice tertegun. Siapa yang setuju? Dia ingin mengejarnya, tetapi Zachary menghalanginya."Janice, jangan ikut campur. Kondisi mental Tracy lagi nggak stabil. Jangan sampai kamu jadi sasaran kemarahannya. Sebaiknya kamu cari ibumu.""Baik."Janice merasa Zachary ada benarnya. Setelah semua yang terjadi, tidak pantas baginya untuk terlalu terlibat dalam urusan keluarga utama. Setelah memastikan Zachary dan Jason pergi, dia bergegas kembali ke halaman belakang untuk mencari Ivy.Saat membuka pintu, tidak ada suara gaduh yang biasanya keluar dari mulut ibunya. Keanehan itu membuatnya naik ke lantai atas, dan di sanalah dia melihat Ivy duduk termenung di dekat jendela."Ibu, ada apa?"Ivy terkejut. Dia berkedip beberapa kali sebelum terg
Pemakaman Tracy begitu sederhana, bahkan lebih seadanya dibandingkan orang biasa. Orang biasa setidaknya akan menjalani prosesi berkabung selama tiga hari. Namun, Tracy hanya dikremasi secara buru-buru dan dikuburkan di sebidang tanah kosong.Yoshua sebenarnya ingin mengadakan acara peringatan untuknya. Namun, setiap kali dia menghubungi seseorang, panggilannya ditolak atau diabaikan dengan alasan sibuk.Tidak ada yang datang, kecuali orang-orang yang selama ini paling ingin dihancurkan oleh Tracy. Bahkan pamannya, Howard, memilih untuk membawa seluruh keluarganya kabur ke luar negeri.Yang paling ironis, alasan kepergian Howard di saat genting ini adalah karena Tracy. Sebelum mengembuskan napas terakhir, Tracy masih sempat memberi peringatan padanya. Benar-benar sulit untuk dikomentari.Awalnya, Janice tidak ingin datang. Namun, Ivy bersikeras untuk hadir.Di bawah terpaan angin dingin, Yoshua berdiri di depan makam ibunya dengan mengenakan setelan hitam yang tampak longgar di tubuhny
Janice menatap punggung Jason yang menjauh. Tatapannya tiba-tiba menjadi dingin, meskipun ekspresinya tidak menunjukkan keterkejutan sedikit pun.Dia memandang langit yang kelabu, senyuman pahitnya terasa begitu hampa. Akhirnya, semua berjalan seperti yang dia duga.Di kehidupan sebelumnya, kecelakaan Ivy dan Zachary pasti berkaitan dengan kerja sama ini. Jason telah membohonginya.Dia bilang kecelakaan itu terjadi karena Ivy dan Zachary membantunya mencari bukti kejahatan Vania. Padahal, itu hanya cara untuk mengalihkan perhatiannya.Dengan demikian, dia tidak menyadari bahwa suami misterius yang dinikahi Elaine adalah Zachary, juga tidak memperhatikan bahwa Jason langsung menjalin kerja sama besar dengan Elaine setelah kecelakaan itu.Sebenarnya, semua tanda sudah ada sejak awal. Vania sama sekali tidak pernah menyebut soal kecelakaan itu di hadapannya.Dengan kepribadian Vania yang bermuka dua, jika dia tahu sesuatu sebesar ini, dia pasti akan menggunakan kesempatan itu untuk menyak
Selesai makan, Janice berdiri dan bersiap pergi. Namun, Rachel tiba-tiba menggamit lengannya dengan akrab. "Janice, kenapa tiba-tiba mau menikah dengan Thiago? Aku kira kamu dan kakakku ....""Nggak, kamu sudah salah paham." Janice langsung memotong perkataannya, tidak ingin Rachel mengaitkan masalah ini dengan Landon.Rachel melirik ke sekeliling, lalu menarik Janice ke sudut ruangan. "Janice, meskipun Thiago bukan pria yang buruk, menurutku ibunya kurang baik. Saat menikah, kamu bukan hanya menikahi pria itu, tapi juga keluarganya.""Pikirkan baik-baik. Setidaknya cari seseorang seperti kakakku atau Jason. Kamu juga nggak kalah dari mereka kok."Mendengar itu, hati Janice terasa semakin getir. Kadang, dia berharap Rachel bisa menyombongkan diri dengan bangga, sehingga Janice bisa menemukan alasan untuk menjauh darinya atau bahkan membencinya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.Seorang anak yang tumbuh dalam kasih sayang, meskipun tidak sempurna, tetap akan ada orang yang memujiny
Saat Janice kembali ke meja makan, matanya merah dan bengkak. Siapa pun yang melihatnya pasti tahu bahwa dia baru saja menangis.Rachel segera meletakkan sendoknya dan menyerahkan selembar tisu. "Janice, ada apa?"Janice menggenggam tisu itu, lalu berkata dengan menahan diri, "Nggak apa-apa, sabun cuci tangan terciprat ke mataku tadi."Mendengar itu, Elaine melirik mata Janice yang memerah dan bengkak, lalu tersenyum sinis. Sambil menyeruput supnya, dia melirik Penny dengan penuh arti.Penny meletakkan sendoknya, lalu merapikan mantel bulu di bahunya. Dia menatap Janice dengan ekspresi penuh belas kasih. "Janice, kami sudah berdiskusi dengan Jason dan yang lainnya. Minggu depan kalian akan menikah. Nggak perlu acara yang terlalu mewah."Janice mengangkat matanya perlahan, lalu menatap Jason dengan dingin. "Nggak perlu kasih tahu aku.""Bagus kalau kamu mengerti. Seorang wanita harus mengikuti dan mematuhi suaminya. Wanita zaman sekarang terlalu dimanjakan, seharusnya diajari untuk patu
Rupanya begitu. Bulu mata tebalnya menutupi kilatan di matanya, lalu dia menyahut dengan suara dingin, "Aku nggak suka."Akhirnya, Rachel memesan ronde. Thiago sudah tiga kali mendesak, barulah pelayan mengutamakan untuk mengantarkan pesanan mereka.Rachel membagikan ronde itu kepada semua orang, kecuali Janice. Setelah mencicipi sesendok, dia mendekat ke Jason dan berkata, "Nggak seenak yang kamu beli.""Hm." Jason hanya menanggapi dengan datar.Janice tetap terlihat tenang, tetapi Penny yang duduk di seberang tampak kurang puas. "Janice, kamu harus makan lebih banyak daging. Kalau nggak, gimana bisa melahirkan nanti? Nih, ini potongan yang berlemak. Aku ambilkan untukmu. Jangan bilang keluarga kami nggak memperlakukanmu dengan baik."Janice mengernyit. "Nggak perlu."Namun, Penny sama sekali tidak mendengarkannya. Dia langsung mengambil sepotong besar daging berlemak dan berminyak, lalu menaruhnya ke piring Janice.Thiago meliriknya dari samping. "Dengar kata ibuku."Janice menggigit
Mendengar suara itu, Thiago segera melepaskan tangan Janice, lalu merapikan jasnya sebelum bangkit dengan senyuman ramah. "Bu Rachel, sudah lama nggak bertemu.""Thiago?" Rachel terlihat agak terkejut.Kemudian, dia sedikit memiringkan tubuhnya untuk memperkenalkan kepada orang di belakangnya, "Saat aku menjalani perawatan di luar negeri, Thiago juga dirawat di rumah sakit karena cedera. Kami menjadi teman. Tak disangka, kami bertemu lagi."Saat itulah, Janice baru menyadari bahwa Rachel tidak datang sendirian. Jason dan Elaine juga ada di sana.Dia perlahan mengangkat pandangannya, tepat bertemu dengan tatapan Jason, seperti menatap ke dalam jurang yang dalam dan tak berujung.Wajah Jason tetap tanpa ekspresi, tetapi aura dinginnya membuat orang merasa seolah-olah jatuh ke dalam gua es.Thiago dan Penny juga melihat Jason. Mereka buru-buru mengangguk memberi salam. "Pak Jason.""Hm." Jason hanya merespons dengan suara dingin, tanpa menunjukkan emosi.Janice mengangguk ringan sebagai b
Meskipun tidak sebanding dengan Keluarga Karim, Keluarga Tandiono cukup terkenal di bidang pelayaran. Hanya saja, Keluarga Tandiono telah lama menetap di luar negeri dan tidak memiliki hubungan bisnis dengan Elaine.Jika Elaine begitu meremehkannya, lalu kenapa dia memperkenalkan keluarga seperti ini padanya?Penny mendongak saat mendengar suara Janice, menatapnya dari atas hingga bawah dengan teliti. Bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali, seolah-olah sedang menilai barang dagangan.Beberapa saat kemudian, dia berdecak pelan. "Wajahnya lumayan, tapi terlalu kurus. Thiago adalah satu-satunya penerus keluarga kami di generasi keempat. Kamu bisa melahirkan anak laki-laki nggak?"Mendengar itu, Janice melirik Thiago. Tatapan pria itu tetap aneh. Bukan seperti pria yang sedang menilai wanita, tetapi jelas dia sedang mengamati dirinya dari ujung kepala hingga kaki. Ada perasaan tidak nyaman yang mendalam, membuatnya sulit ditebak.Jika Penny tidak menyukainya, Janice punya alasan untuk Ela
Begitu Norman selesai bicara, Jason membuka pintu dan keluar.Ketiga orang itu berpandangan.Arya merasa lucu. "Kamu diusir?"Jason mengernyit. "Dia mau tidur."Arya menahan tawa. Siapa yang akan percaya alasan buruk seperti itu?Jason meliriknya. "Awasi dia, jangan biarkan dia berbuat macam-macam."Mendengar itu, Arya langsung paham bahwa Jason sudah mengetahui sebagian besar situasinya. Namun, soal Ivy, dia pasti belum tahu.Arya ragu sejenak sebelum bertanya, "Gimana kalau orang lain yang macam-macam?"Tatapan Jason sontak menjadi dingin. "Grup Karim dan Grup Hartono akan segera bekerja sama. Nggak boleh terjadi kesalahan."Arya terdiam, hanya mengangguk tanpa berkata lagi. Kadang, dia mengagumi ketenangan Jason. Kadang, dia juga merasa prihatin dengan sikap dinginnya.Mungkin Janice benar. Jason memang ditakdirkan menjadi raja yang berkuasa, sedangkan cinta hanyalah hiasan yang tidak penting.Pada saat itu, Arya merasa bersyukur karena Janice bisa melepaskan diri lebih cepat. Jadi,
Janice mencium aroma manis itu. Tiba-tiba, tatapannya menjadi serius dan perasaan yang sulit diungkapkan muncul di hatinya.Di depan, pria dingin dan angkuh itu berdiri di bawah cahaya lampu dengan tatapan membara yang tertuju padanya.Janice mengalihkan pandangannya, ekspresinya tetap sedingin tadi. "Aku nggak suka. Kalian bawa pulang saja."Norman melirik Jason dengan ragu. Jason maju, mengambil termos makanan dari tangan Norman, lalu duduk di tepi tempat tidur.Dengan jari yang panjang, dia mengaduk isi termos dengan sendok kecil, lalu menyodorkannya ke mulut Janice."Makan.""Nggak mau.""Aku bisa menyuapimu, tapi tanpa sendok." Jason mengucapkan kalimat tak tahu malu itu dengan wajah datar."Kamu ....""Aku nggak tahu malu," sela Jason.Janice menggertakkan giginya, merebut sendok itu, dan menunduk untuk makan. Meskipun tidak ingin mengakuinya, koki Keluarga Karim memang setara dengan koki bintang lima. Ronde ini sederhana, tapi sangat autentik.Manisnya pas di lidahnya, dengan ar
Punggung tangan Janice tersentuh sesuatu yang panas. Dia refleks menariknya, tetapi genggaman pria itu justru semakin erat. Cengkeramannya seolah-olah ingin menghancurkannya.Janice mengernyit, berusaha melepaskan diri. Ketika dia ingin bicara, matanya tertuju pada perban di tangan Jason.Dia tertegun sejenak, lalu mengangkat kepalanya dan langsung bertemu dengan tatapan hitam pekat pria itu. Cahaya lampu yang hangat jatuh di sudut mata Jason, tetapi tak sedikit pun melembutkan ekspresinya.Janice menatapnya lekat-lekat, "Jason, ada urusan lain? Kalau Keluarga Karim merasa aku harus menerima sisa sembilan cambukan itu, aku bisa kembali sekarang, asalkan aku bisa terlepas dari keluarga ini.""Kamu harus bicara seperti itu padaku?" Jason menatapnya, suara dinginnya mengandung emosi yang sulit ditebak.Janice tertawa sinis. "Memangnya kita sedekat itu?" Dia menghindari tatapan Jason dengan dingin, ingin menjauh darinya.Melihat Janice yang begitu dingin dan menghindarinya, emosi Jason yan