Share

Memohon

Author: Rias Ardani
last update Last Updated: 2021-07-15 23:45:30

Sesampainya aku dan Mamah di rumah, aku kembali masuk ke dalam kamar, untuk melihat CCTV yang sudah terpasang sedari kemarin di rumahku sana.

Aku sengaja memantau dari rumah Mamah, agar Mas Jalu merasa leluasa untuk melakukan apapun di rumah.

Dugaanku seratus persen benar, semua tidak pernah meleset sama sekali, Ibu Mertua benar-benar lancang. Berani masuk kamarku, serta membobol brankas milikku. Aku yakin, ia tahu kode brankas itu pun dari Mas Jalu, Ibu dan anak sama saja, suka nyari untung.

Ibu terlihat rakus sekali, ia bahkan mengambil beberapa perhiasan yang sudah kuganti dengan yang palsu. Ha ha ha ..., ah, seru rasanya ngerjain manusia serakah.

Aku kembali memutar rekaman CCTV yang menunjukkan pukul enam malam hingga pagi.

Yah, terlihat Mas Jalu pulang seorang diri, kupikir Ratih akan ikut bersamanya.

Saat aku hendak menghentikan aktivitas menonton rekaman CCTV hari kemarin, aku tersentak. Ratih datang tepat di jam dua belas malam, gayanya pun mengendap-ngendap bagaikan maling. Eh, emang maling ya, maling suami orang.

Saat Ratih mulai memasuki ruang tengah. Mas Jalu nampak turun dari tangga, lalu tiba-tiba lampu mati, sial. Aku jadi nggak bisa lihat kemana mereka berdua. Sepertinya sengaja mereka matikan, sialan.

Aku melihat rekaman CCTV itu hingga pagi, namun tidak ada terlihat sama sekali tanda-tanda pergerakan Ratih dan Mas Jalu. Lampu tetap mati, hingga siang hari, terlihat keluar rumah, hanya mas Jalu saja. Ratih? Entah kemana, aku pun bingung.

Sepertinya, mereka tidak sebodoh dugaanku, mereka begitu hati-hati menutupi hubungan terlarangnya di rumah kami.

Baiklah, slow dulu, sambil menikmati secangkir kopi cappucino.

"Ros ..., Rosa!" Mamah mengetuk pelan pintu kamarku. Aku pun kembali menutup laptop, dan berjalan menuju pintu kamar.

Kubuka pelan pintu, kudongakkan kepala keluar.

 

"Ada apa? Mah." Aku bertanya dengan dahi mengerut.

"Diluar ada di Jalu, temuin sana, Mamah malas." 

"Ngapain dia? Mah. Ganggu orang saja!" celetukku kesal, namun aku tetap berusaha menyembunyikan amarahku, dari Mas Jalu.

"Nggak tau, sana gih temuin, biar cepat pulang dia. Emosi Mamah lama-lama lihat wajah laki-laki sok polos itu," gerutu Mamah sambil berjalan meninggalkanku.

Aku berjalan gontai menuju ruang tamu, tempat Mas Jalu berada. 

"Mas ..., ngapain kesini?" tanyaku sambil mengambil posisi duduk, bersebrangan dengan Mas Jalu.

"Mas ..., Mas, di skorsing dari kantor, untuk penyelidikan terkait tuduhan korupsi itu. Jadi, mas kesini, mau jemput kamu pulang."

"Mas, aku pengen di sini dulu, ya! Mungkin sebulan lagi," ujarku santai, tanpa mau menatap wajahnya.

"Hah? Seriusan, kok lama banget, Ros."

"Ah, biasa juga gini, kok kamu protes? Bukannya senang kalau aku nggak ada di rumah, kan kamu bisa main-main." Aku menyindirnya.

Wajah mas Jalu terlihat puas dan ia pun duduk dengan gelisah. "Ro--s, apa mak--sud kamu ...," tanyanya gugup. 

"Kok gagap mas suaranya? Seperti kucing yang ketahuan makan ikan lezat, namun nggak halal, seban ..., em." Aku tak jadi melanjutkan, rasanya mulut itu harus di rem sedikit.

"Ah, engga, Mas biasa saja. Ros, pulang yuk! Mas kangen," rengeknya.

Aku mendelikan mata menatap laki-laki yang menjadi suami beberapa tahun ini. "Mas, kamu kok aneh, nggak kayak biasanya!" ucapku dengan heran.

"Ros, Ibu ..., Ibu perlu uang! Mas, boleh nggak pinjam tabungan kamu dulu," ujarnya tiba-tiba. 

'Oh, jadi ini sebenernya tujuannya datang.'

"Emang ibu kenapa? Mas." Aku bertanya, pura-pura tidak tahu, bahwa Ibunya dalam masalah.

"Enga--ga ..., itu, anu, hanya perlu uang." 

"Hem, Ros nggak bisa bantu, sayang sekali."

"Kenapa, Ros? Bukannya tabungan kamu banyak! Cuma dua ratus juta, Ros. Masa kamu nggak bisa bantu suami dan Mertua kamu."

"Iya nggak bisa, coba minta bantu Ratih deh, kan, Papahnya kaya raya." 

"Kaya raya gimana? Kamu bilang tempo hari, Papahnya sudah tidak bekerja."

"Kaya raya si Ratih itu, banyak tabungannya, hasil ngepet!" sindirku lagi, sambil terkekeh.

"Ros, Mas serius. Nggak lucu becandanya."

"Eh, siapa pula yang becanda. Banyak tabungannya dia itu, makanya, minta tolong dia saja. Uangku, semua sudah aku investasikan ke perusahan Gunawan." 

"Gunawan si pengangguran itu? Sejak kapan dia punya perusahaan, Ros. Di kadalin kamu, sama dia."

Aku tertawa sumbang. "Kalian saja yang nggak tau, aku kan sahabatan sejak lama sama Gunawan, jelas aku tau."

"Ya, baguslah, kalau di kadalin aja. Em, sekarang bantuin mas dulu," ujarnya lagi.

"Nggak ada, Mas. Pulang sana gih, aku loh capek!" sahutku.

"Kok, mas di usir, kan kamu istri, Mas. Mas istirahat di sini saja, ya!"

"Ih, apa-an sih, nggak boleh, pulang sana! Masa rumah di biarkan kosong," ujarku beralasan, malas banget kalau harus membiarkan Mas Jalu tidur di sampingku lagi, jijik rasanya.

"Yaudah, mas pulang. Kamu jangan lama-lama ninggalin, Mas. Mas tunggu transferannya, ya!" ujarnya seraya berdiri.

"Transfer'an apa? Sudah di bilang nggak ada juga, minta ke Ratih sana, aku nggak ada."

"Kamu serius, Ros."

"Yakali aku becanda, nggak lucu banget."

"Ros, kamu berubah banget, apa Mas ada salah?" tanyanya dengan wajah memelas. 

Aku menatap datar pada wajah lelaki yang dulunya pernah aku cintai itu, namun begitu banyak luka yang ia dan Ibunya taburkan di hati ini. Sekarang di saat susah, ia mengiba dan bersikap manis, tetapi di saat semua seakan di genggamannya. Ia bahkan memperlakukan aku secara kasar, bahkan dengan sadar bermain api dengan sahabatku. 

Aku mengulas senyum. "Tidak ada yang berubah, hanya saja, memang uangku sudah tidak ada. Aku terlanjur berinvestasi bersama Gunawan, keuntungannya besar, makanya aku mau." 

"Beneran nggak ada apa-apa kan? Aku takut kamu ninggalin aku, saat aku sudah begini," ujarnya mengiba, sambil menggenggam telapak tanganku.

"Sudah ya, mas. Kamu pulang sudah, istirahat di rumah!" titahku seraya melepas pelan genggaman tangannya.

Mas Jalu terdiam sesaat, lalu menghembuskan napas berat. "Yasudah, kamu jangan lama-lama di sini, ingat. Ada mas di rumah, yang selalu setia menanti kamu pulang."

"Baiklah," ujarku tersenyum.

"Mas pamit." Mas Jalu membalikkan badannya, menuju ke arah pintu keluar.

Lalu, ia kembali menengok ke arahku. "Ros, kamu nggak cium tangan, Mas?" ia bertanya dengan mimik wajah heran.

"Eh, lain kali saja, Mas. Sudah pulang sana, Ros mau istirahat juga!" ujarku berusaha menghindar. Bukannya aku durhaka, hanya saja aku sudah enggan berbaik hati kepadanya. 

Jijik, jika harus mencium tangan seorang penzina, meski itu suamiku sendiri.

Mas Jalu, wajahnya kini terlihat begitu kecewa, ia bahkan bergegas meninggalkan rumah Mamah dan Papah tanpa suara lagi.

'Maafkan aku, Mas. Jika saja kamu tidak berlaku sejauh ini, mana mungkin aku bersikap seperti ini.' batinku berkata pilu.

Sepulang mas Jalu dari rumahku, aku kembali berimajinasi liar tentang Ibu mertua, yang kini kena batunya.

'Sekali pukul, dua nyamuk mati.'

Ibu mertua di tahan Polisi, Mas Jalu nggak bisa bantu, sebab semua rekeningnya, kini Papah bekukan.

Dan Ratih, silahkan berkorban untuk teman tidurmu itu, keluarkan uang Ratih, keluarkan. Lagi-lagi aku terkekeh membayangkan betapa frustasinya Mas Jalu saat ini.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Edison Panjaitan STh
senang aku suka baca buku ini, orang miskin tak tau berterimakasih.
goodnovel comment avatar
Vera Rammayanti
buka ny bnyk bgt koin ny
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Ketahuan

    'Ayo Rosa, bangkit dan hadapi pada bedebah itu dengan cantik. Buat mereka menyesal seumur hidup, telah menyia-nyiakan ketulusan kamu.' batinku mencoba memberi semangat, meskipun konsekuensinya, aku akan hancur dan terluka. Biar bagaimanapun juga, perasaan ini masih tertaut pada Mas Jalu. Namun luka dan logika, memaksaku untuk sadar, bahwa Mas Jalu dan keluarganya, bukanlah orang yang tepat untuk aku kasihi.Sore hari, aku tengah asik bersantai di taman depan rumah. Terlihat sebuah mobil mewah BMW i8 memasuki halaman rumah, aku mengerutkan kening menatap si empu mobil."Gunawan!" lirihku, ia memarkirkan mobilnya tepat di dekat taman, dan keluar dari mobil sembari menebar senyum sumringah. Ntah kenapa, Gunawan semakin terlihat tampan rupawan, bahkan kini ia terlihat lebih rapi dari sebelumnya.Yah, mungkin efek dari pekerjaannya, yang menuntut ia harus tampil rapi."Hai, ngapain di sini?" tanyanya sambil mengambil posisi duduk di sebelahku.

    Last Updated : 2021-07-15
  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Bebas

    "Ratih, terimakasih ya! Sudah mau menolong Ibu Mertua." Aku mengucap sambil tersenyum kepada Ratih."Nggak masalah, kita sesama manusia memang harus tolong menolong!" jawab Ratih merendah."Iya, benar sekali. Yang penting masih dalam jalan kebaikan, nggak tolong menolong dalam maksiat," sindirku seraya tersenyum.Membuat Ratih terlihat menjadi kaku dan salah tingkah.Mas Jalu pun sama, mereka berdua seakan membeku menghadapiku."Ros, kamu kok sering nginap ke rumah orang tua kamu sih? Ntar laki kamu mencari kehangatan lain loh!" ujar Ratih sambil terkekeh.Aku pun sama, ikut terkekeh mendengar penuturannya. "Nggak apa-apa, jika wanitanya mau memberi kehangatan. Hitung-hitung mainan buat mas Jalu, di saat aku tidak ada.""Mainan?" Ratih membelalakan matanya mendengar sahutanku.Aku tertawa sumbang. "Apa coba kalau bukan mainan? Mana ada cinta yang utuh untuk dua insan, tetap cinta cuma satu. Satun

    Last Updated : 2021-07-15
  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Gertakan

    "Rosa ..., Menantu nggak ada akhlak emang!" teriak Ibu mertua membahana keseluruh ruangan. Bahkan suaranya terngiang-ngiang mengikuti langkahku menaiki anak tangga menuju kamar.Jika saja mulut Ibu tidak setajam silet, mungkin aku tidak akan setega ini kepadanya.Bertahun-tahun aku selalu ia perlakukan kasar, namun aku tidak pernah membenci maupun marah kepadanya. Namun kali ini sudah berbeda, Ibu mas Jalu tetap saja selalu angkuh dan se'enaknya. Seakan ia lupa keadaannya seperti apa, gila harta pula."Ros ...." Suara mas Jalu memanggil namaku, ketika ia membuka pintu kamar, lalu masuk ke dalam. Aku hanya menatapnya sesaat, sambil menyandarkan tubuh di dipan yang berukir kayu jati.Mas Jalu, ia duduk di bibir ranjang, sambil menatapku datar.Aku mengernyitkan dahi. "Ada apa?" tanyaku bingung."Ros, maaf, Ibu akan tinggal bersama kita!" ucapnya pelan dengan wajah menunduk."Nggak, aku nggak setuju!" jawabku

    Last Updated : 2021-07-15
  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Turun jabatan

    "Ros ...." Suara ketukan pintu dari luar kamar, menghentikan aktivitasku yang tengah asik berdandan secantik mungkin, sebab, hari ini aku akan kembali ke kantor Papah.Sekalian untuk menyaksikan penurun jabatan Mas Jalu. Ah, rasanya tidak sabar lagi, mau membuat Mas Jalu dan Ratih hancur lebur.Pastinya, hari ini akan menjadi sejarah memalukan dalam hidup mereka berdua.Aku berjalan menuju pintu kamar. "Ada apa? Mah." Aku bertanya dengan wajah mendongak di balik pintu."Sayang, buruan! Papah sudah menunggu untuk sarapan!" titah Mamah sambil mengulas senyum menatapku."Iya, Mah. Bentar lagi Ros turun, Mamah duluan saja!" ujarku. Mamah pun mengangguk, ia lalu menuruni anak tangga.Aku pun bergegas menyusulnya, untuk sarapan bersama keluarga. Moment ini, rasanya sedikit mengiris hati.'Semoga nanti aku pun memiliki keluarga seharmonis Mamah dan Papah.' batinku, rasanya pilu membayangkan kandasnya rumah tangga, yang mati-m

    Last Updated : 2021-07-15
  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Masuk RS

    "Ros, maaf!" lirih Gunawan, dengan wajah menunduk.Aku mengulas senyum. "Iya, aku juga minta maaf, tadi membentak kamu!" sahutku."Yasudah, kita fokus kembali saja, kamu sambil cek beberapa berkas pekerjaan yang Jalu tinggalkan, mana tahu ada bukti baru lagi, mengenai kecurangannya selama menjabat sebagai CEO.""Ah, kamu benar juga, aku mau cek semua berkas dulu, semoga saja ada titik terang. Lagi pula aku urung mau melaporkannya, kasihan Ibunya sebatang kara. Lagi pula, uang ratusan juta itu, sudah berada di rekeningku.""Luar biasa, aku suka kebaikan hati kamu.""Ah, elu Gun, aku mah dari dulu memang baik, dari lahir malah." Aku menjawab seraya tertawa geli."Percaya diri betul," sahutnya sambil nyengir-nyengir tidak jelas.Aku hanya menanggapinya dengan senyuman, sambil mulai melihat-lihat berkas-berkas yang bertumpuk di atas meja.Semua data sih aman saja sejauh ini. Berarti meman

    Last Updated : 2021-07-15
  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Terhina

    °pov Ratih°"Apa? Serangan jantung?" tanyaku tak percaya.Dokter mengangguk, aku merasa jatuh tertimpa tangga pula, itulah gambaran tentang nasibku saat ini.Aku hanya seorang anak yang memiliki Ayah, sedangkan Ibu, aku sudah tidak tahu ia dimana.Semenjak perceraian Ayah dan Ibu tiga tahun yang lalu, Ibu tidak pernah menampakkan batang hidungnya lagi.Bahkan untuk menghubungiku, anak mereka satu-satunya pun enggan Ibu lakukan.Setiap aku bertanya pada Ayah, jawaban selalu sama. Anggaplah Ibumu mati bersama kabarnya yang hilang dan lenyap, itu lebih baik untuk kita berdua. Selalu hal itu yang ia katakan, ketika aku mempertanyakan kabar Ibuku.Menurut Ayah, perpisahan ini murni kemauan ibuku, yang memiliki lelaki idaman lain. Mungkin benar saja yang Ayah katakan, sebab aku pernah melihat langsung, Ibu bermesra ria di dalam mobilnya bersama laki-laki lain.Ayahku seorang chefs terkenal, dulunya. Entah kenapa

    Last Updated : 2021-07-15
  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Siapa dia

    "Ros, kapan kamu urus perceraian dengan Jalu?" tanya Mamah seraya menghempas bokong ke sofa, tepat di sampingku."Nanti pengacara keluarga saja yang urus, Ros mau fokus ke kantor dulu!""Urus secepatnya, Ros. Rumah yang ada di Jalan Sriwijaya itu, jual saja.""Iya, Mah. Rencananya memang begitu, setelah Ros resmi bercerai, baru kita jual.""Kenapa begitu, nggak jual sekarang aja?" tanya Mamah heran."Nggak, biar saja Mas Jalu dan Ibunya di situ sampai kami resmi bercerai. Setelah itu baru kita jual."Dering telepon masuk menghentikan obrolan kami.Tertera nama di layar handphone, Mas Jalu.Aku pun segera menjawab panggilan teleponnya.[Hallo, ada apa?] tanyaku, dengan suara datar.[Ros, kenapa surat-surat ini palsu semua? Dan perhiasan kamu! Kenapa tiba-tiba jadi palsu juga?] tanya Mas Jalu.[Ha ha ha ..., Mas, kamu mau ngapain memangnya? Mau jual itu aset-asetku? Perhi

    Last Updated : 2021-07-15
  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Reuni

    "Ros ...," Arjun tiba-tiba menyapaku, ketika aku berniat untuk pulang seusai pemakaman."Eh, Jun. Kok di sini?" tanyaku."Iya, aku Kakak tirinya Ratih. Itu Mamah tiri aku! Kamu siapanya Ratih?" tanyanya kembali.Oh, jadi ini kakak tirinya Ratih.Aku mengulas senyum. "Hanya teman, teman sekolah dulu!" sahutku."Rosalinda!" Ibu Ratih menyebut namaku. Aku pun menoleh ke arahnya, ia mendekatiku dengan mimik wajah santai."Ros, kok kamu nggak ke rumah, kasihan Ratih, ia nangis terus. Ini saja udah pingsan beberapa kali, Ibu sampe bingung menghadapinya.""Maaf, Bu. Ros banyak kerjaan di kantor. Ini juga baru tau dari Gunawan.""Gunawan!" Ibunya Ros memandang ke arah Gunawan."Saya turut berduka cita, Bu." Gunawan berucap sambil menangkupkan kedua tangannya."Kamu bukannya pacarnya Ratih?" tanya Ibunya pada Gunawan.Gunawan mengulas senyum. "Sudah lama putus, Bu."

    Last Updated : 2021-07-15

Latest chapter

  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   TAMAT

    Bab89"Siska, aku akan berusaha lebih keras lagi, untuk mencukupi kebutuhan kita. Tapi bisakah, kita pulang dan biarkan Leha, menikmati kebahagiaannya?"Jalu berkata dengan pelan, berharap Siska mendengarkan permintaannya."Tapi, Mas! Leha hidup enak, masa kita orang tuanya, hidup blangsak?""Leha, sudahlah! Biarkan saja kami tinggal bersama kalian," kata Siska, kembali memasang wajah memelas."Maaf, Bu! Leha tidak bisa," tegas Leha. "Lagi pula, selama ini Leha berjuang hidup sendiri. Semenjak Bapak menikahi Ibu, dia bahkan tidak lagi menengokku di rumah Nenek. Jadi, kurasa aku berhak menolak kehadiran kalian.""Mas, anakmu itu!" pekik Siska, menahan emosi dalam dadanya."Sudah! Aku juga lelah dengan sikapmu. Dari tadi kuminta baik-baik, tapi kamu terus bersikeras mengacaukan hari bahagia Leha. Dia itu putriku! Bukan putrimu, jadi tidak usah bersikap seperti ini. Kamu harus tahu, tidak ada kewajiban dia mengurus kamu dan aku."

  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   TIDAK TAHU MALU

    Bab88 Leha tersenyum sumringah. Ketika calon suaminya, berjalan mendekat ke arahnya. "Terimakasih," bisik Briyan. "Aku beruntung!" ungkapnya dengan suara lembut. "Sudahlah, aku malu dilihati banyak orang," sahut Leha dengan wajah bersemu merah. "Haha, masa malu! Kita akan menikah," balas Briyan. Dikejauhan. Juna sangat sakit hati, melihat mantan istrinya, berbahagia bersama lelaki lain. "Leha ...." suara lelaki itu, membuat Leha sangat terkejut. Leha menoleh, ke arah asal suara."Bapak!" pekiknya. Melihat Jalu datang, bersama istrinya. Leha berjalan cepat, ke arah Jalu. "Bapak, beneran ini Bapak?" tanya Leha tidak percaya. Lama Jalu menghilang, meninggalkan Leha dan Ibunya, yang bernama Ratih. Ratih meninggal, saat usia Leha, sudah menginjak satu tahun. Cerita pilu dia terima, Leha lahir dalam penjara. Namun tetap saja, dia buah hati yang tidak bersalah apa-apa. Perbu

  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Pernikahan

    pov Juna°"Mas, kamu cari kerja dong! Jangan nyantai aja kerjaannya, gak guna banget jadi laki-laki." Amel berteriak kasar kepadaku, ketika melihatku duduk termenung di teras rumah.Bagaimana aku bisa bekerja, sedangkan kesana kemari saja selalu di curigai. Di tuduh yang bukan-bukan lagi."Sabar dong! Kan sudah bikin lamaran juga, tapi memang belum ada panggilan kerja." Aku menyahut dengan kesal."Ya cari yang lain kek, kerja apa gitu, yang penting dapat uang." Amel berucap menggebu-gebu."Mel, kamu nih maksa banget. Mas juga pusing!" ucapku dengan berusaha setenang mungkin, meredam amarah dalam dada.Amel menghembuskan napas panjang. "Ibu sama anak sama-sama cuma jadi benalu saja. Nggak bisa bantu apa-apa, kalau aku tidak hamil, aku nggak akan sudi hidup bersama kalian." Aku berkata sambil melangkah pergi dengan teriakan dan emosi yang meletup-letup.Aku hanya terdiam, kali ini masa bodo.Aku juga ingin

  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Dilamar

    Notifikasi pesan singkat masuk.Aku meraih benda pipih itu, lalu membuka pesan, yang berasal dari Brian."Ada waktu nggak? Mau ngajak makan malam!"tanya Brian di pesan itu."Boleh, jam berapa?"balasku."Jam tujuh ya! Aku jemput. Bawa Baim juga,"balasnya lagi."Oke."______________Tepat jam tujuh malam, aku dan Baim sudah siap di ruang tamu, menunggu kedatangan Brian.Tak lama kemudian, terdengar suara deru mesin mobil memasuki pekarangan rumah. Aku tersenyum, meski belum melihat sosok Brian memasuki rumah. Namun aku sudah yakin, yang datang adalah Brian, yang sudah janjian dengan kami.Benar saja, wajah sumringah dengan ucapan salam memasuki pintu depan rumah."Assalamu'alaikum!" ucapnya sambil tersenyum dan berjalan menuju ke arah aku dan Baim. Wajah manis, kumis tipis kulit putih badan tegak itu kini menggendong bayiku dengan penu

  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Pindah rumah

    Akhirnya, hari ini sidang keputusan cerai antara aku dan Mas Juna. Sebentar lagi, aku akan menyandang status single parents. Tidak masalah, yang penting hidupku tenang dari Benalu, dan aku bisa memulai hidup baru yang semoga saja lebih baik dari ini.Aku datang kepersidangan. Semoga hari ini lancar tanpa kendala, setelah melewati beberapa rangkaian. Hakim pun akhirnya memutuskan menyetujui gugatan ceraiku.Hari ini, Senin tanggal 08 Februari 2021. Aku resmi bercerai dari Arjuna Mahesa.Aku lega, akhirnya terbebas status dari laki-laki penyelingkuh itu.Saat aku keluar dari ruangan sidang. Terlihat dari kejauhan, Mas Juna berlari tergopoh-gopoh ke arahku."Ada apa?" tanyaku bingung, melihat Mas Juna yang begitu panik mendatangiku."Bagaimana hasil sidangnya?" tanyanya masih dengan napas memburu turun naik. Akibat ia berlari-larian."Beres, kita resmi bercerai." Aku menjawab santai pertanyaannya."

  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Menodong

    "Bu, diluar ada yang datang! Tetapi saya tidak mengenalinya.""Oke, Bi. Nanti saya temui." Bi Surti pun mengangguk, ia lalu kembali ke ruang tamu, melanjutkan aktivitas nya membersihkan rumah."Leha, mungkin itu Satpam yang kumaksud." Brian menimpali.Aku mengangguk, kami berdua pun berjalan menuju pintu keluar. Sedangkan Brian menggendong Baim dan duduk di kursi tamu.Aku mempersilahkan lelaki yang bertubuh kekar, berkepala plontos itu masuk ke dalam rumah."Silahkan duduk!" ujarku. "Bi, buatkan minum!" titahku kepada Bibi yang masih berkutat dengan kerjaannya."Baik, Bu." Bibi berlalu menuju dapur."Saya yang di minta Pak Brian, untuk menjadi Satpam di rumah Ibu Leha.""Oh, perkenalkan nama kamu!" ujarku."Saya Tejo! Umur tiga puluh lima tahun. Hanya seorang yang lulus SMP, mohon di terima bekerja, saya berjanji akan bekerja dengan baik.""Baiklah,

  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Rasa yang tiba2

    Semoga dengan kejadian ini, Mas Juna maupun Amel langsung jera untuk bermain-main serong. Ada harga yang ia harus bayar, dari setiap pengkhianatan. Aku Leha, selalu berusaha mencintainya dengan tulus, namun ia bukanlah lelaki yang tepat sepertinya. Jadi aku pun harus mengikhlaskannya.Kini, aku akan membesarkan anakku seorang diri, tidak masalah.Setelah aku menerima uang kompensasi dari Amel, aku pun segera menghubungi Nora, agar ia segera meninggalkan rumahnya Amel.Sengaja, agar Mas Juna dan Amel semakin frustasi, mencari keberadaan Nora.'Untung saja si bodoh, Nora, masih menurut.' batinku tertawa bahagia, membayangkan Amel dan mas Juna yang semakin panik. Sebab Nora masih memiliki video Mesum mereka.__________Lima bulan telah berlalu, aku tidak pernah tahu lagi kabar tentang Mas Juna dan keluarganya.Aku bersantai di ruang keluarga, sambil memainkan gawai milikku.Aku tersentak, melihat video mesum ma

  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Kecewa

    °pov Juna°"Hah? Jual Nora? Apa maksud kamu, Mel?" aku bertanya dengan mimik wajah bingung."Maa--afkan aku, Mas. Aku salah ngomong!" ujarnya lagi."Terus bagaimana? Mel, mas juga nggak punya uang, buat bantu kamu!" ujarku."Bagaimana kalau kita jual rumah saja, lebihan uangnya untuk kita ngontrak! Mas janji, akan membelikan rumah yang lebih besar lagi dari yang kamu miliki," bujukku kepada Amel, meskipun kenyataannya, aku juga buntuk akal. Bagaimana mungkin aku mampu membelikan Amel rumah baru, sedangkan saat ini saja, aku hanya seorang pengangguran."Janji ya, Mas.""Janji sayangku!" rayuku, sambil mengumbar senyum. Aku terus melajukan motor menuju pulang ke rumah, sesampainya di rumah. Aku dan Amel bersiap menawarkan rumah yang kami tempati ini, ke media sosial.Sehari tidak ada respon, hingga hari terakhir dari perjanjian kami dengan Leha, akhirnya aku dan Amel lega. Rumah Amel laku

  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Video Mesum

    pov Juna° flashback.Nora, ia datang memasuki ruang perawatan Ibuku, sebenarnya ibu sudah mulai pulih dan di perbolehkan pulang hari ini. Namun kedatangan Nora membawa kabar buruk."Kak, aku di usir lagi sama Leha, ia juga sepertinya sudah tahu, bahwa kakak main gila sama Amel."Mendengar penuturan Nora, rasanya dadaku berdegup kencang, napasku memburu cepat.Amel yang sedari dari masih bersamaku di dalam ruangan Ibu pun mendekat."Ada apa? Mas." Amel bertanya dengan mimik wajah bingung, melihat Nora yang sesegukkan menangis."Nora diusir, Mas pulang dulu, kamu bisa kan jagain Ibu dan Nora dulu."Amel mengangguk, aku pun bergegas menuju parkiran mobil. Aku panik, ketika melihat mobil yang tadinya di pinjam Amel, tidak ada di parkiran.Aku berlari kembali masuk ke dalam."Mel ..., mobil kamu parkir dimana?" tanyaku dengan napas memburu, lelah rasanya berlari-lari d

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status