Malam Semua ( ╹▽╹ ) Terima Kasih Kak Eny Rahayu, Kak Aday Wijaya, Kak Alberth Abraham Parinussa, Kak Patricia Inge, Kak Pengunjung5804, Kak Audy AT, Kak Hari, Kak Purwanto LoneRanger, Kak Fahrudin Ikhwani, Kak Anchou Mallawa, Kak Pengembara Senja Bayu, dan Kak Raden Zulpahri atas hadiah koinnya (. ❛ ᴗ ❛.) Terima Kasih Kak Mus atas hadiah kopi dan koinnya (. ❛ ᴗ ❛.) Terima Kasih Kak Ricky Wenas atas hadiah kopinya (. ❛ ᴗ ❛.) Terima Kasih Kak Sendy Zen atas hadiah buketnya (. ❛ ᴗ ❛.) Terima Kasih juga kepada para pembaca yang telah mendukung novel ini dengan Gem (◍•ᴗ•◍) Terima kasih, berkat kalian semua, target koin terpenuhi. (≧▽≦) othor akan rilis satu bab bonus hadiah jam 8an WIB. Ditunggu (◠‿・)—☆
Lina merasakan darahnya membeku. Di matanya, sosok tampan di hadapannya kini tak ubahnya Malaikat Maut yang siap mencabut nyawanya. Dia bisa membayangkan betapa murkanya Shirly saat mengetahui hal ini–kakaknya mungkin akan menghancurkan seluruh Gunung Langit Biru untuk membalas dendam! Severin mulai membentuk segel tangan yang kompleks, namun tiba-tiba dia menghentikan gerakannya. Kepalanya menoleh ke arah tertentu, merasakan sebuah aura yang mendekat dengan cepat. "Sepertinya ada tamu tak diundang," gumamnya. "Bersihkan semua jejak pertarungan dan mayat-mayat itu." Tanpa menunggu respon anak buahnya, dia mencengkeram leher Lina dan menariknya ke dalam kegelapan. "Anggap saja orang itu telah menyelamatkan hidupmu untuk sementara. Sebagai gantinya, kau bisa menyaksikan bagaimana aku memburu mangsa baruku." Di kedalaman hutan, Lina terkejut melihat betapa detail persiapan mereka. Berbagai formasi tersembunyi telah dipasang, lengkap dengan proyeksi pengintai yang memantau area
"Sialan," gumam Lina dalam hati. "Sejak kapan anak ini memahami formasi?" Setahu dia, Sekte Medical God hanya terkenal dengan ilmu pengobatannya. Bahkan pemimpin sekte mereka sendiri hanya memiliki pengetahuan dasar tentang formasi. Tidak mungkin Ryan mempelajari hal ini dari sana. Lina merasa kepalanya nyaris meledak memikirkan semua kemungkinan. Namun mengingat sifat Ryan yang dia kenal, hanya ada satu penjelasan masuk akal–keberuntungan! Ya, pasti ini hanya kebetulan belaka. ** Melihat anak buahnya terluka, Severin Braxton bergegas mengeluarkan pil dan memberikannya pada pria berambut panjang. "Cepat sirkulasikan kultivasimu dan lindungi dantianmu!" Si rambut panjang langsung menelan pil tersebut tanpa banyak bicara. Energi spiritual mengalir deras dalam tubuhnya, dengan cepat menstabilkan kondisinya. Beberapa detik kemudian, dia sudah berdiri tegak dengan mata berkilat penuh dendam. "Bos, dia hanya sendirian," geramnya marah. "Untuk apa repot-repot menggunakan for
Melihat ini, salah satu anak buah Severin langsung menyerang dengan pedang terhunus. Namun tatapan Ryan mendadak berubah dingin. "Enyahlah!" raungnya sambil membentuk segel dengan jari-jarinya yang bebas. Helaian energi pedang melesat keluar! BOOM! Benturan dahsyat terjadi di udara. Api spiritual berkobar-kobar, dan tubuh penyerang itu membeku. Pedangnya hancur berkeping-keping sebelum dia terpental jauh ke belakang. "Bahkan tak mampu menahan satu serangan," ejek Ryan. Matanya beralih pada Severin dengan sorot menusuk. "Bagaimana kalau kita lakukan pertukaran sederhana? Orang ini ditukar dengan gadis itu. Jika kau menolak..." Cengkeramannya di leher si rambut panjang mengerat. "...dia akan mati dengan sangat menyakitkan." Si rambut panjang hendak protes, namun nyalinya langsung ciut melihat tatapan dingin Ryan. "Baiklah." Suara Severin terdengar tenang, namun ada kilatan murka yang tak tersembunyi di matanya. Beberapa detik kemudian, dia melemparkan tubuh Lina ke arah Rya
Lina yang duduk di samping merasa jantungnya nyaris copot. Meski dia mengagumi Ryan, tapi seluruh jenius di Gunung Langit Biru bahkan tak berani membandingkan diri dengan Severin dalam hal formasi!"Ryan, biar kubantu!" serunya panik sambil meletakkan camilan.Ryan menggeleng tenang. "Dasar bocah nakal, kau sudah bersikap sok kuat di depanku selama lima tahun. Apa kau tidak akan memberiku kesempatan menunjukkan kemampuanku hari ini?""Tapi... dia Severin Braxton!" protes Lina.Ryan mengerutkan kening. "Aku tidak peduli dia Severin Bragging atau Seven Eleven. Itu tidak penting bagiku!"Severin nyaris memuntahkan darah mendengar ejekan itu. Amarahnya membuat lahar dalam formasi semakin bergejolak. Ular lava raksasa menyerang dengan kecepatan yang mengerikan.Ryan meregangkan tubuhnya santai. "Formasi ini lumayan. Tapi kebetulan aku juga mengetahuinya, meski formasiku berada di level yang lebih tinggi."
"Ryan, kipas di tangannya berbahaya!" Lina memperingatkan dengan panik. "Karena benda itulah dia diburu oleh berbagai sekte! Kudengar dia menggunakannya untuk membantai seribu orang dalam semalam!""Oh ya Ryan, kau pasti pernah mendengar nama Arthur Pendragon sejak memasuki Gunung Langit Biru kan? Sampai batas tertentu, orang ini sama berbahayanya dengan Arthur Pendragon!"Lina menggunakan Arthur Pendragon sebagai contoh, takut Ryan tak memahami betapa seriusnya situasi ini. Namun Ryan justru tersenyum mendengar nama itu."Menurutmu siapa yang akan menang jika Severin Bragging ini bertarung dengan Arthur Pendragon?" tanyanya dengan nada tertarik.Lina tertegun mendengar pertanyaan itu. Ekspresinya berubah aneh. Mereka berdua belum pernah bertarung dan kemungkinan besar tidak akan pernah bertemu. Namun setelah berpikir beberapa saat, dia menjawab serius."Jika mereka bertarung, aku lebih memilih Arthur Pendragon," ujarn
Suara pekikan kecil terdengar diikuti oleh suara dentingan piring yang jatuh, membuat suasana pesta menjadi hening.Ryan Pendragon menoleh ke arah sumber suara dan melihat seorang gadis kecil, mungkin berusia sekitar 10 tahun, berdiri kaku dengan wajah pucat. Di depannya, seorang pria tinggi besar dengan mata tajam berdiri menjulang, jasnya yang mahal kini bernoda makanan yang tumpah."Ma-maafkan saya, Tuan," gadis kecil itu terbata-bata, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.Pria itu menatap gadis kecil tersebut dengan tatapan dingin yang menusuk. Tangannya terkepal erat, dan Ryan bisa melihat urat-urat di lehernya menegang karena menahan amarah.Melihat situasi yang semakin tegang, Ayah Ryan–William Pendragon bergegas menghampiri mereka. Ia berlutut di samping gadis kecil itu, mengeluarkan sapu tangan dari saku jasnya."Tidak apa-apa, Nak. Itu hanya kecelakaan," ujar William lembut sambil mencoba membersihkan noda di sepatu gadis itu. Kemudian ia berdiri dan menghadap pria
“Terima kasih,” ucap Ryan setelah turun dari taksi dan memberikan bayaran ke sopir.Beralih menatap sebuah bangunan kantor yang menjulang tinggi di hadapan, Ryan membaca lagi secarik kertas yang diberikan oleh gurunya, memastikan ini adalah tempat yang harus dia tuju.“Snowfield Group,” ulang Ryan, lalu mengangkat pandangan untuk melihat plang besar yang terpatri nyata di depan gedung. “Benar ini,” ucapnya sebelum masuk ke dalam lobi.Awalnya, Ryan berniat untuk langsung pergi ke Ibu Kota–Riverdale dan mencari Master Lucas, pria yang muncul di kediamannya lima tahun lalu dan membunuh ayahnya. Bagaimanapun, dia adalah orang yang paling ingin Ryan bunuh selama lima tahun terakhir. Namun, gurunya bersikeras agar Ryan terlebih dahulu pergi ke Golden River dan menemui seorang wanita bernama Rindy Snowfield. Oleh karena itu, di sinilah Ryan sekarang, di lobi perusahaan Snowfield Group.Mengenakan kaos, topi, dan tas selempang kusam yang tersampir di bahunya, penampilan Ryan yang sederhana
Keheningan mencekam menyelimuti lobi gedung Snowfield Group. Semua mata tertuju pada sosok pemuda yang berdiri tenang di tengah kekacauan. Dua penjaga keamanan tergeletak tak sadarkan diri di dekat pecahan kaca, sementara pemuda itu hanya berdiri diam, seolah tak terjadi apa-apa."Astaga, apa yang baru saja terjadi?" bisik salah seorang karyawan, matanya terbelalak ketakutan."Ssst! Jangan keras-keras. Kau mau jadi korban berikutnya?" balas temannya, menarik lengan si karyawan untuk menjauh.Para resepsionis muda bersembunyi di balik meja, ketakutan. Mereka bahkan tidak melihat pemuda itu menyerang. Semuanya terjadi begitu cepat, seolah-olah kedua penjaga itu tiba-tiba saja terpental dan tak sadarkan diri.Ryan melirik kedua penjaga yang tak sadarkan diri itu dan menggelengkan kepalanya dengan jengkel. Tanpa menghiraukan tatapan ketakutan dari orang-orang di sekitarnya, ia melangkah santai dan duduk di sofa. Dengan tenang, ia mengambil koran yang tergeletak di meja, mulai membacanya
"Ryan, kipas di tangannya berbahaya!" Lina memperingatkan dengan panik. "Karena benda itulah dia diburu oleh berbagai sekte! Kudengar dia menggunakannya untuk membantai seribu orang dalam semalam!""Oh ya Ryan, kau pasti pernah mendengar nama Arthur Pendragon sejak memasuki Gunung Langit Biru kan? Sampai batas tertentu, orang ini sama berbahayanya dengan Arthur Pendragon!"Lina menggunakan Arthur Pendragon sebagai contoh, takut Ryan tak memahami betapa seriusnya situasi ini. Namun Ryan justru tersenyum mendengar nama itu."Menurutmu siapa yang akan menang jika Severin Bragging ini bertarung dengan Arthur Pendragon?" tanyanya dengan nada tertarik.Lina tertegun mendengar pertanyaan itu. Ekspresinya berubah aneh. Mereka berdua belum pernah bertarung dan kemungkinan besar tidak akan pernah bertemu. Namun setelah berpikir beberapa saat, dia menjawab serius."Jika mereka bertarung, aku lebih memilih Arthur Pendragon," ujarn
Lina yang duduk di samping merasa jantungnya nyaris copot. Meski dia mengagumi Ryan, tapi seluruh jenius di Gunung Langit Biru bahkan tak berani membandingkan diri dengan Severin dalam hal formasi!"Ryan, biar kubantu!" serunya panik sambil meletakkan camilan.Ryan menggeleng tenang. "Dasar bocah nakal, kau sudah bersikap sok kuat di depanku selama lima tahun. Apa kau tidak akan memberiku kesempatan menunjukkan kemampuanku hari ini?""Tapi... dia Severin Braxton!" protes Lina.Ryan mengerutkan kening. "Aku tidak peduli dia Severin Bragging atau Seven Eleven. Itu tidak penting bagiku!"Severin nyaris memuntahkan darah mendengar ejekan itu. Amarahnya membuat lahar dalam formasi semakin bergejolak. Ular lava raksasa menyerang dengan kecepatan yang mengerikan.Ryan meregangkan tubuhnya santai. "Formasi ini lumayan. Tapi kebetulan aku juga mengetahuinya, meski formasiku berada di level yang lebih tinggi."
Melihat ini, salah satu anak buah Severin langsung menyerang dengan pedang terhunus. Namun tatapan Ryan mendadak berubah dingin. "Enyahlah!" raungnya sambil membentuk segel dengan jari-jarinya yang bebas. Helaian energi pedang melesat keluar! BOOM! Benturan dahsyat terjadi di udara. Api spiritual berkobar-kobar, dan tubuh penyerang itu membeku. Pedangnya hancur berkeping-keping sebelum dia terpental jauh ke belakang. "Bahkan tak mampu menahan satu serangan," ejek Ryan. Matanya beralih pada Severin dengan sorot menusuk. "Bagaimana kalau kita lakukan pertukaran sederhana? Orang ini ditukar dengan gadis itu. Jika kau menolak..." Cengkeramannya di leher si rambut panjang mengerat. "...dia akan mati dengan sangat menyakitkan." Si rambut panjang hendak protes, namun nyalinya langsung ciut melihat tatapan dingin Ryan. "Baiklah." Suara Severin terdengar tenang, namun ada kilatan murka yang tak tersembunyi di matanya. Beberapa detik kemudian, dia melemparkan tubuh Lina ke arah Rya
"Sialan," gumam Lina dalam hati. "Sejak kapan anak ini memahami formasi?" Setahu dia, Sekte Medical God hanya terkenal dengan ilmu pengobatannya. Bahkan pemimpin sekte mereka sendiri hanya memiliki pengetahuan dasar tentang formasi. Tidak mungkin Ryan mempelajari hal ini dari sana. Lina merasa kepalanya nyaris meledak memikirkan semua kemungkinan. Namun mengingat sifat Ryan yang dia kenal, hanya ada satu penjelasan masuk akal–keberuntungan! Ya, pasti ini hanya kebetulan belaka. ** Melihat anak buahnya terluka, Severin Braxton bergegas mengeluarkan pil dan memberikannya pada pria berambut panjang. "Cepat sirkulasikan kultivasimu dan lindungi dantianmu!" Si rambut panjang langsung menelan pil tersebut tanpa banyak bicara. Energi spiritual mengalir deras dalam tubuhnya, dengan cepat menstabilkan kondisinya. Beberapa detik kemudian, dia sudah berdiri tegak dengan mata berkilat penuh dendam. "Bos, dia hanya sendirian," geramnya marah. "Untuk apa repot-repot menggunakan for
Lina merasakan darahnya membeku. Di matanya, sosok tampan di hadapannya kini tak ubahnya Malaikat Maut yang siap mencabut nyawanya. Dia bisa membayangkan betapa murkanya Shirly saat mengetahui hal ini–kakaknya mungkin akan menghancurkan seluruh Gunung Langit Biru untuk membalas dendam! Severin mulai membentuk segel tangan yang kompleks, namun tiba-tiba dia menghentikan gerakannya. Kepalanya menoleh ke arah tertentu, merasakan sebuah aura yang mendekat dengan cepat. "Sepertinya ada tamu tak diundang," gumamnya. "Bersihkan semua jejak pertarungan dan mayat-mayat itu." Tanpa menunggu respon anak buahnya, dia mencengkeram leher Lina dan menariknya ke dalam kegelapan. "Anggap saja orang itu telah menyelamatkan hidupmu untuk sementara. Sebagai gantinya, kau bisa menyaksikan bagaimana aku memburu mangsa baruku." Di kedalaman hutan, Lina terkejut melihat betapa detail persiapan mereka. Berbagai formasi tersembunyi telah dipasang, lengkap dengan proyeksi pengintai yang memantau area
Tentu saja Lina dan pengawalnya tak mungkin melarikan diri dari formasi yang dibuat oleh kultivator semengerikan Severin Braxton. Formasi di sekeliling Lina Jirk semakin menyempit, membuatnya merasakan darahnya membeku. Dia bahkan tak bisa menggerakkan jarinya. "Brengsek!" Severin Braxton dan empat pengikutnya tersenyum dingin. Salah satu pria berambut panjang menggeleng. "Hasil tangkapan hari ini tidak terlalu bagus, hanya tiga kultivator Ranah Saint yang masuk ke sini. Mungkinkah Sekte White Tower tidak lagi menarik bagi para kultivator Gunung Langit Biru?" "Bos, bagaimana kita harus mengurus ketiganya?" Mendengar ini, kedua kultivator Keluarga Jirk meraung murka. "Berani sekali kau! Apakah kau tahu siapa yang berdiri di belakang kami? Sebaiknya kau membiarkan kami pergi secepatnya atau kau akan menanggung akibatnya!" Pria berambut panjang tersenyum mengejek sambil berjalan mendekat. "Kau terlalu banyak bicara. Meski aku tidak tahu siapa di belakangmu, kau pikir aku peduli?"
Tubuh mungil Lina Jirk langsung menegak waspada. Matanya menyipit mengamati sekeliling saat dia melepaskan auranya. Tingkat kultivasinya telah mencapai Ranah Saint–sungguh mengerikan untuk usianya yang bahkan belum Lima belas tahun. "Hati-hati. Aku dengar dari kakak bahwa Sekte White Tower tidaklah sederhana. Sepanjang jalan kita juga menemukan banyak kerangka." Lina Jirk melepaskan indra spiritualnya dan melangkah maju. Namun baru beberapa langkah, tiga suara melengking tiba-tiba memecah keheningan. Mereka telah ketahuan! Tiga sinar merah melesat dengan kecepatan tinggi ke arah mereka. Kedua kultivator Keluarga Jirk segera berdiri di depan Lina Jirk, menghunus senjata untuk melindunginya. Shirly Jirk telah memperingatkan–apapun yang terjadi, Lina Jirk tidak boleh terluka! Melihat sinar merah yang mendekat, senjata di tangan mereka melesat keluar! Cahaya keemasan memenuhi udara, dan qi pedang membumbung tinggi ke angkasa! Swish! Ketiga sinar merah itu berhasil dibelokkan.
Undangan tadi hanya untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya. Namun saat ini, yang paling dia inginkan adalah menghabiskan waktu bersama suaminya, mencari tahu apa yang terjadi selama bertahun-tahun berpisah. "Tuan Ryan, Windy tahu lebih banyak tentang Gunung Langit Biru. Dia mungkin bisa membantu Anda," kata Larry Brave sebelum menoleh pada istrinya. "Windy, jika bukan karena Tuan Ryan, Lindsay dan aku pasti sudah mati berkali-kali. Apa pun yang terjadi, Tuan Ryan adalah salah satu dari kita dan kita bisa memercayainya sepenuhnya." Windy Marion mengangguk dan menatap Ryan penuh rasa ingin tahu. "Ke mana Anda pergi terburu-buru, Tuan Ryan?" "Sekte White Tower," jawab Ryan tanpa basa-basi. Mendengar tiga kata itu, mata Windy Marion sedikit melebar. "Menurut legenda, Sekte White Tower adalah tanah keturunan Lin Qingxun, seorang Dewas Medis. Banyak kultivator telah pergi ke sana mencari mereka. Sayangnya, formasi di gunung itu jarang dibuka." Nada suaranya berubah serius. "Jika Tu
Windy Marion refleks menutup mulutnya dengan tangan, matanya perlahan memerah. Gelombang kepahitan dan kerinduan meluap bagai air pasang dalam hatinya! Dia tidak pernah menyangka akan bertemu suaminya lagi. Setelah meninggalkan Nexopolis, dia yakin mereka akan berpisah selamanya. "Windy!" Meski Larry Brave adalah pria berdarah besi yang pernah menjadi jenderal suatu negara, dia tetaplah manusia biasa. Emosi yang terpendam selama ini akhirnya meluap. Mengabaikan luka-lukanya, dia berjalan cepat ke arah Windy Marion dan memeluknya erat. Saat kulit mereka bersentuhan, mereka memastikan bahwa semua ini nyata, bukan sekedar mimpi. Para murid Sekte North Tower termasuk Tetua Zagan tercengang menyaksikan pemandangan ini. Tetua Windy benar-benar memeluk seorang kultivator lemah dari Nexopolis? Lelucon macam apa ini? Di mata mereka, Windy Marion selalu bersikap dingin dan bisa membunuh tanpa berkedip. Mereka belum pernah melihatnya melakukan kontak fisik dengan pria manapun.