Malam Semuanya ( ╹▽╹ ) Terima kasih Kak Elegan 2004, Kak Hari, Kak Unchy Mbo, Kak Pengunjung1805, Kak Pengunjung4088, Kak Pengunjung5804, dan Kak Eny Rahayu atas hadiah koinnya (. ❛ ᴗ ❛.) Terima Kasih Kak Mus atas hadiah Kopi dan koinnya (. ❛ ᴗ ❛.) Terima Kasih Kak Alfi Ramadhan atas hadiah buketnya (. ❛ ᴗ ❛.) Terima kasih juga kepada para pembaca yang telah mendukung novel ini dengan Gem (◍•ᴗ•◍) Ini adalah bab terakhir hari ini. kira-kira Ryan berhasil menyelamatkan ayahnya gak ya? Apalagi masih ada Sekte besar di belakang Lucas, hehehehe... Selamat beristirahat (◠‿・)—☆ Bab Bonus: 3/3 Bab (Komplit) Bab Reguler: 2/2 Bab (Komplit)
"Kita akan memikirkan cara untuk menyelamatkan ayahmu," lanjut Larry, "dan dendam antara kamu dan Lucas Ravenclaw akan diselesaikan di arena seni bela diri!" Orang tua itu mengangguk menyetujui. "Ryan, ini adalah rencana terbaik untukmu. Kejadian waktu itu adalah perbuatan Lucas Ravenclaw untuk menghancurkan keluargmu dan membawa pergi ayahmu." Dia berhenti sejenak, lalu menambahkan dengan penekanan khusus, "Lagipula, bahkan dua praktisi dari Gunung Langit Biru tidak dapat mencampuri urusan di dalam arena duel seni bela diri. Ini adalah aturannya." Melihat Ryan yang tampak mempertimbangkan usulan itu, orang tua itu melanjutkan dengan lebih bersemangat. "Ryan, asal kau setuju, aku akan membawa ayahmu kepadamu dalam waktu tiga hari! Aku tidak akan mengingkari janjiku." Ryan menyipitkan matanya, berpikir sejenak. Di benaknya berkelebat bayangan ayahnya, juga wajah Lucas Ravenclaw yang penuh kesombongan. Setelah beberapa saat, Ryan akhirnya berkata, "Aku tidak bisa menunggu selama
Porsche itu perlahan berhenti di depan universitas. "Tuan Ryan, Lindsay memintaku untuk memberi tahu Anda bahwa ketika Anda punya waktu, pergilah ke tanah kosong itu untuk melihat-lihat." Juliana memutar tubuhnya di kursi pengemudi untuk melihat Ryan yang duduk dengan tenang di kursi belakang. Sinar matahari menerobos kaca mobil, membuat wajahnya yang cantik terlihat bersinar. Ryan yang tadinya sedang melamun tersadar kembali. Ah, masalah pendirian kembali kediaman Keluarga Pendragon di Ibu Kota–hampir saja ia melupakannya. Mengingat kesepakatan dengan lelaki tua tadi yang memberinya waktu dua hari sebelum menghadapi Keluarga Ravenclaw, ini memang waktu yang tepat untuk mengurus hal tersebut. Terlebih lagi, Theodore Crypt masih belum berhasil menyelesaikan tugasnya, dan Nisan Pedang lainnya di Kuburan Pedang belum bisa diaktifkan. Dalam situasi seperti ini, duel di arena seni bela diri memang pilihan paling bijak dibanding harus berhadapan langsung dengan seluruh kekuatan Kel
Saat itu Juliana masih termangu di tempatnya, dia berbisik lirih pada dirinya sendiri, "Tuan Ryan, andai waktu bisa diputar, aku berharap kamu jatuh cinta padaku sejak di Provinsi Riveria..." Dia baru akan menyalakan mesin ketika pintu mobilnya tiba-tiba terbuka. Dengan heran dia menatap wanita asing yang berdiri di sana. "Kamu?" Rose menatap Juliana dengan dingin. "Keluar dari mobil sekarang. Ada yang ingin kubicarakan denganmu." Sikapnya yang angkuh dan mendominasi bukanlah akting belaka, melainkan hasil dari bertahun-tahun hidup sebagai putri manja. Ketika Rose menyadari kecantikan Juliana jauh melampaui dirinya, nada suaranya menjadi semakin bermusuhan. Juliana mengerutkan kening namun tetap keluar dari mobil. "Siapa kamu? Kurasa kita tidak saling kenal. Dan aku tidak suka caramu berbicara padaku." Rose tidak menyangka akan mendapat respon seberani itu. "Aku ke sini untuk menasihatimu agar menjauhi pria itu. Pria seperti dia tidak pantas untukmu. Dia hanya memanfaatkanmu.
Juliana bangkit dengan wajah merah padam. "Teruslah bermimpi! Bahkan jika kamu memiliki latar belakang yang kuat, kamu sama sekali tidak memahami Tuan Ryan." "Jika kamu membuatnya marah, dia tidak akan peduli dengan identitasmu atau siapa pun yang mendukungmu! Hanya ini yang bisa kukatakan padamu!" "Jadi kamu tidak akan meminta maaf?" Rose mengangkat alisnya, lalu melirik Walter. "Walter, ada orang yang keras kepala dan perlu ditampar berulang kali." Walter ragu-ragu sejenak. "Nona, mengapa kita tidak melupakan masalah ini?" "Kubilang, tampar mulutnya sepuluh kali!" bentak Rose tajam. "Jangan lupa peranmu!" "Baik, Nona!" Walter menjawab dengan berat hati. Dia melangkah maju, bersiap melancarkan serangan, ketika sesosok bayangan tiba-tiba menghadang jalannya. Seorang pria paruh baya dengan bekas luka panjang melintang di wajahnya berdiri menghalangi. Aura pembunuh menguar dari tubuhnya–dia adalah salah satu praktisi Guild Round Table yang ditugaskan mengawasi area universitas.
Ryan melangkah maju, aura membunuh menguar dari tubuhnya. "Lagipula, aku tidak hanya berani memukulmu, tapi aku juga berani membunuhmu." Rose tercengang. Mulutnya menganga tak percaya. Dia tahu Ryan memang sombong, tapi tidak menyangka kesombongannya akan sampai level ini. Apakah dia sudah gila? Tak lama kemudian, sebuah mobil mewah berhenti mendadak di gerbang kampus–bala bantuan yang dipanggil Walter Ferdion telah tiba. Lima atau enam sosok bergegas keluar dan mengambil posisi di sekeliling Rose. "Nona, ada apa dengan Anda?" tanya seorang lelaki tua dengan wajah penuh kekhawatiran. Rose menggertakkan giginya. "Orang ini memukulku dan ingin membunuhku. Bunuh bocah itu untukku!" Lelaki tua itu menoleh ke arah Ryan, siap melancarkan serangan. Namun begitu matanya bertemu dengan tatapan Ryan, wajahnya memucat dan jantungnya berdebar kencang. 'Ya Tuhan, bagaimana bisa Rose Ferdion menyinggung iblis kecil ini?' "Nona, ayo kita kembali. Kita tidak bisa menyentuh orang ini,"
Ayah Rose mengerutkan kening. "Biarkan saja semuanya seperti apa adanya. Kita hanya mendengarkan cerita dari pihak Rose. Kali ini, kita akan menganggapnya sebagai pelajaran." "Ayah, kenapa?" protes Rose. "Anak itu sangat sombong. Apakah kita akan membiarkannya lolos begitu saja?" "Sombong! Kurasa kaulah yang paling sombong!" Suara tua yang menggelegar itu membuat Tuan dan Nyonya Ferdion tersentak. Mereka bangkit berdiri saat lelaki tua itu mendorong pintu hingga terbuka. "Ayah, mengapa Ayah ada di sini?" Lelaki tua itu langsung menghampiri Rose dengan wajah merah padam. "Jika aku tidak datang, putri manjamu itu akan menghancurkan keluarga ini!" "Kakek, apakah kau harus melakukan ini untuk orang luar?" Rose membalas dengan berani. "Orang luar?" Lelaki tua itu mengangkat tangannya hendak menampar, namun terhenti melihat wajah cucunya yang sudah bengkak. Dia menurunkan tangannya dan berkata dingin, "Rose! Aku tidak punya waktu untuk menjelaskannya padamu tadi, tapi kau benar-bena
Suara deru mesin memecah keheningan. Sebuah Hummer hitam berhenti di samping mereka. Larry Brave dan Lindsay turun bersama beberapa Praktisi lainnya. "Tuan Ryan." "Apakah kamu sudah membawa barang-barang yang aku minta untuk kamu persiapkan?" tanya Ryan langsung. Lindsay mengangguk dan mengeluarkan sebuah sisir–peninggalan terakhir dari ibunya sebelum menghilang. "Tuan Ryan, bisakah kita benar-benar menemukannya dengan sisir ini?" Larry Brave bertanya ragu. Ryan menggeleng. "Tidak selalu, tapi kita bisa mencoba. Lagipula, ini sudah terlalu lama." "Terima kasih, Tuan Ryan." Larry Brave membungkuk hormat. Ryan berjalan ke inti formasi dan membentuk segel dengan jari-jarinya. Sebuah jimat muncul bersamaan dengan rune emas di telapak tangannya. Dia menempelkan sisir pada jimat sambil menggumamkan kata-kata kuno. Seketika, sisir itu melayang dan memancarkan cahaya keemasan. Larry Brave terkesiap melihat pemandangan supernatural ini. Namun dia cepat menguasai diri–bagaimanapu
Ryan menatap sertifikat tanah di tangannya dan menggelengkan kepalanya tanpa daya. Larry Brave pergi terlalu cepat–ada satu hal penting yang belum Ryan sampaikan.Saat menyaksikan proyeksi tadi, Ryan mengenali token giok yang tergantung di pinggang lelaki tua yang membawa Windy. Token itu adalah simbol sebuah sekte di Gunung Langit Biru–sekte yang pernah Ryan kunjungi dulu.Kilasan memori empat tahun lalu berkelebat dalam benak Ryan, membawa kembali rasa sakit dan penghinaan yang begitu dalam. Ia masih ingat jelas hari itu–hari dimana Xiao Yan, sang guru yang telah dia anggap sebagai ayah kedua, membawanya ke berbagai sekte di Gunung Langit Biru.Xiao Yan lebih fokus pada jalur medis dan jalur tidak lazim lainnya, bukan jalur bela diri. Itulah salah satu alasan kemampuan medis dan alkemis Ryan begitu hebat sekarang.Sang Guru tahu tekad Ryan untuk membalas dendam, sehingga dia membawa Ryan berkeliling ke berbagai sekte di Gunun
Para prajurit Wolf Squad segera membentuk segel tangan rumit. Aura kuat meledak dari tubuh mereka saat Larry Brave mengeluarkan setetes esensi darah untuk mengaktifkan formasi khusus.Ini adalah teknik rahasia yang diajarkan istrinya sebelum menghilang secara misterius–kartu As Wolf Squad yang belum pernah mereka gunakan. Menghadapi kultivator sekuat Lambert Shark, mereka tidak punya pilihan selain mengerahkan segalanya!"Pergi!"Kekuatan puluhan praktisi bergabung, membentuk sebilah pedang raksasa yang memancarkan aura mengerikan. Larry Brave mengepalkan tinjunya erat."Selama aku, Larry Brave, masih hidup, aku akan melindungi Nexopolis dan Tuan Ryan!" Matanya memerah saat dia meraung keras, mendorong formasi hingga batas maksimal.Ryan telah menyelamatkannya di Dragon Vein Qiroud–kini saatnya membalas budi, bahkan jika harus mengorbankan nyawa!"Menarik," Lambert Shark menyeringai. "Formasi ini jelas berasal dari Gunung Langit Biru. Mengejutkan melihatnya ada di tangan seniman bel
"Mustahil!" dia menggeleng tak percaya. "Seberbakatnya seorang pemuda dua puluhan, bagaimana mungkin dia bisa membantai begitu banyak kultivator sendirian? Tidak mungkin praktisi Nexopolis memiliki kekuatan seperti itu!" "Lambert Shark, keluarlah." Sedetik setelah panggilan itu, seorang pria paruh baya muncul secara misterius di samping Tetua Zigfrid. "Tetua!" Lambert Shark membungkuk hormat. "Kau telah mencapai tingkat keenam ranah Heavenly Soul," ucap Tetua Zigfrid dingin. "Bahkan menurut standar kita, kekuatanmu tergolong tinggi. Lynx Sutr dan timnya tewas–ada yang mencurigakan dalam masalah ini. Selidiki secara menyeluruh dan laporkan padaku!" Mata Tetua Zigfrid berkilat berbahaya. "Jika kau yakin siapa pelakunya, bawa dia padaku hidup-hidup! Atau jika menolak... mayatnya juga cukup." Lambert Shark mengangguk tanpa kata. Dalam sekejap, sosoknya berubah menjadi embusan angin dan menghilang dari markas Sekte Hell Blood. Tetua Zigfrid menatap ke arah kepergian Lambert Shark d
Ryan merasakan gelombang informasi membanjiri pikirannya. Tiga kata terukir jelas dalam benaknya–Pedang Tak Terbatas! Berbagai gambaran mengenai teknik pedang misterius ini memenuhi kesadarannya. Bersamaan dengan itu, aura pedang yang luar biasa tajam memancar dari tubuh Theodore Crypt yang mulai memudar. Ribuan pedang tak kasat mata menari-nari di udara bagai badai, membentuk jaring dengan kekuatan yang tampak mampu menghancurkan dunia! "Kau akan bisa memahaminya saat mencapai tingkat ketiga atau keempat ranah Nascent Soul," jelas Theodore Crypt. "Sekarang waktunya aku pergi. Jika takdir mengizinkan, kita akan bertemu lagi." Suaranya semakin lembut. "Oh ya, sebelum berpisah, panggil aku Guru sekali lagi. Anggap saja ini perpisahan kita." "Guru." Ryan berkata dengan nada sedikit tergerak. "Bagus, bagus!" Theodore Crypt tertawa puas. "Aku, Theodore Crypt, tidak hidup sia-sia!" Setelah melantunkan sesuatu yang tak terdengar jelas, sosoknya berubah menjadi seberkas cahaya bintan
Ryan menatap Lynx Sutr dan menggelengkan kepalanya tanpa daya. Kemudian, dia mengarahkan jarinya ke dahi Lynx Sutr. Ekspresinya tetap tenang, namun ada kilatan dingin di matanya. "Aku sudah memberimu kesempatan untuk bicara baik-baik," ucapnya datar. "Tapi kau memilih cara yang sulit." Lynx Sutr tertawa mengejek. "Mau apa kau? Mencoba membaca pikiranku? Kau pikir dirimu dewa?" Ryan tidak menanggapi ejekan itu. Warisan kekuatan Theodore Crypt masih mengalir dalam tubuhnya, dan tingkat kultivasinya jauh melampaui Lynx Sutr. Dengan tenang, jarinya menyentuh dahi lawannya. Seketika, aliran energi ungu misterius tersedot masuk. Ribuan gambar dan ingatan melintas dalam benak Ryan bagaikan film yang diputar dengan kecepatan tinggi. "ARGHHHH!" Jeritan menyayat hati memenuhi udara. Lynx Sutr meronta kesakitan–rasanya seperti seluruh jiwanya sedang dicabut paksa dari tubuh. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya sementara pandangannya mulai mengabur. "Ba-bagaimana mungkin?
Ryan melirik dingin ke arah Lynx Sutr sembari melangkah mendekat. Seluruh tubuhnya memancarkan aura kuno yang misterius, sosoknya tampak agak kabur seolah tidak nyata. Tatapannya seolah mampu menekan seluruh dunia! Lynx Sutr terus memuntahkan darah. Dengan tangan gemetar dia menahan rasa sakit yang mendera tubuhnya dan menatap Ryan dengan sorot mata penuh kecurigaan. "Siapa sebenarnya kau?" desisnya. "Kau... kau bukan Ryan!" Tentu saja Lynx Sutr menyadari tatapan unik di mata lawannya. Dia tahu betul bahkan jenius seperti Ryan tidak mungkin mampu melepaskan kekuatan semengerikan ini, sekalipun dengan bantuan pil atau teknik rahasia. "Siapa aku?" Ryan tersenyum dingin dan mengepalkan tinju. Seketika tubuh Lynx Sutr terseret oleh kekuatan tak terlihat. "Aku adalah Ahli Dao Pedang Tak Terhitung!" KRAK! Begitu kata-kata itu terucap, suara retakan terdengar dari tubuh Lynx Sutr. Darah segar mengalir deras dari setiap pori-pori tubuhnya. Theodore Crypt akan menghukum orang i
"Muridku, setelah jatuh seseorang bisa bangkit kembali. Meski Pedang Suci Caliburn patah, ia masih bisa terlahir kembali." "Setelah pertempuran ini, jika aku masih hidup, aku akan mengajarimu teknik memelihara pedang. Pedang Suci Caliburn telah melindungimu, dan jika ia menyerap atribut pedang spiritual lainnya, ia pasti akan menjadi lebih kuat!" "Sekarang, serahkan semuanya padaku. Lynx Sutr ini mengandalkan kultivasinya untuk menekanmu. Hari ini, aku akan tunjukkan padanya apa itu kekuatan sejati! Aku akan pinjam tubuhmu sebentar," ujar Theodore dari dalam kuburan pedang. Lynx Sutr menyerang tanpa ampun, auranya bagai pelangi yang membawa kematian. Dia sudah bisa membayangkan kepala Ryan terpisah dari tubuhnya. Melihat senyum di wajah Ryan, dia mengira itu hanya pembangkangan terakhir sebelum ajal. Kekuatan serangan pedangnya telah mencapai Ranah Heavenly Soul. Tidak mungkin seorang kultivator ranah Nascent Soul yang terluka parah dan kehabisan energi qi bisa menahannya. N
Meski Theodore Crypt bisa menggunakan sisa kekuatannya untuk membantu Ryan, itu berarti dia harus menghilang dari dunia. Padahal masih ada satu teknik pedang penting yang belum diajarkannya. Sejak pertempuran kuno itu, dia belum pernah menerima murid. Kini keberadaan Ryan memberinya harapan–dia tidak ingin pergi dengan penyesalan! Ryan memahami maksud gurunya. Para kultivator Sekte Hell Blood ini tidak akan bertarung secara adil. Satu kecerobohan bisa berakibat fatal. Bagaimanapun, ada alasan di balik reputasi buruk mereka di Gunung Langit Biru. Tanpa ragu, Ryan melompat mundur sambil membentuk segel dengan jari-jarinya. Jimat pelarian aktif, bersiap membawanya pergi. "Bajingan kecil, kau mencoba kabur? Bermimpilah!" Tiba-tiba Lynx Sutr muncul dari kegelapan. "Tetaplah di sini!" BOOM! Tubuh Ryan terpental dan menghantam pohon raksasa dengan keras. "Uhuk!" Darah segar menyembur dari mulutnya. Niat membunuh yang dingin memancar dari mata Lynx Sutr saat dia melangkah men
Meskipun tingkat kultivasi Ryan tidak sebanding dengan mereka, dia memiliki naga darah dan rune kehidupan, serta teknik pedang yang hebat dari Ahli Dao Pedang Tak Terhitung! Kombinasi kekuatan ini membuatnya tak terhentikan. Sebagai penguasa Kuburan Pedang, inilah aspek terkuatnya. Tubuhnya dipenuhi niat membunuh yang pekat, membuatnya tampak bagai iblis yang merangkak keluar dari neraka. Meski kalah jumlah, Ryan menghancurkan mereka tanpa ampun! "Glup..." Hembusan angin dingin bertiup sementara suara menelan samar-samar terdengar di sekeliling. Para praktisi Sekte Hell Blood yang tersisa menatap dengan wajah pucat pasi. Mereka memang telah menyaksikan Ryan membunuh murid dan tetua Sekte Dawn Sword, namun metode yang digunakannya kali ini terlalu aneh dan misterius. "Bagaimana mungkin seorang kultivator ranah Nascent Soul dari Nexopolis bisa mengalahkan lebih dari sepuluh murid elit Sekte Hell Blood?" bisik salah satu dari mereka dengan suara bergetar. Meski para korban
"Serang! Tangkap anak ini!" perintah Lynx Sutr lantang. WUSHHH! Dalam sekejap, selusin sosok berpakaian hitam melesat ke udara. Garis-garis merah berkilau di langit saat mereka mengepung Ryan dari segala arah. Bayangan pintu berwarna merah darah mengembun di atas kepala mereka–formasi rahasia Sekte Hell Blood yang terkenal mematikan! Ryan mengamati para penyerangnya dengan tenang. Kekuatan mereka memang jauh di atas pengikut Sekte Dawn Sword, termasuk formasi khusus yang mereka gunakan. Namun di matanya, mereka tak lebih dari serangga yang menunggu untuk dimusnahkan. "Ryan Pendragon," suara dingin Lynx Sutr kembali terdengar. "Aku masih akan memberimu kesempatan terakhir. Bergabunglah dengan Sekte Hell Blood dan bekerja keraslah untuk kami." Ryan melirik sekilas selusin praktisi yang mengepungnya sebelum mendengus meremehkan. "Tidak ada sekte bela diri di Gunung Langit Biru yang layak untuk itu!" "Hmph! Tetua Lynx, mengapa kita membuang-buang waktu dengan anak sombong ini