Pagi semunaya <( ̄︶ ̄)> Mari awali pagi kita dengan adegan pertarungan, wkwkwkwk... Terima Kasih Kak Bagus, Kak Yusri, Kak Pengunjung8933, Kak Pengunjung6335, Kak Jaz, Kak Alberth, Kak Hari, Kak Zaenul, Kak Watermark, Kak Kibutsuki, dan Kak Zainol atas dukungan Gem-nya. (. ❛ ᴗ ❛.) Dengan ini, telah terkumpul 36 Gem, Yang artinya ada 3 Bab Bonus (≧▽≦) Akumulasi Gem Bab Bonus: 26-11-2024 (pagi): 6 Gem (reset) Bab Bonus Gem Hari ini: 0/3 Bab Bonus Gem Antrian: 40 Bab Reguler: 1/2 Bab
Tanpa membuang waktu, Ryan melompat ke dinding dan menekuk lututnya. Dalam satu gerakan eksplosif, ia mendorong tubuhnya ke arah tiga grandmaster yang tersisa. Pedang Suci Caliburn berpendar dingin di tangannya. Ketiga praktisi yang tersisa segera mengeluarkan senjata masing-masing. Namun sebelum mereka sempat menyerang, Ryan telah muncul di hadapan Wesly. Tak ada belas kasihan dalam gerakan Ryan saat Pedang Caliburn yang dipenuhi energi spiritual melesat membelah udara. Pedang Wesly hancur berkeping-keping oleh tebasan itu. Darah segar mengalir dari leher Wesly. Ia mencoba bicara namun tubuhnya tak lagi merespons. Dalam gerakan mulus yang mengerikan, kepalanya terpisah dari tubuh. Satu gerakan! Hanya butuh satu gerakan untuk membunuh seorang grandmaster! Seluruh ruangan menahan napas menyaksikan pembantaian itu. Juliana Herbald, Wilhem Herbald, Frederich Herbald, dan Herold Snowfield gemetar di tempat duduk mereka. Wajah mereka dipenuhi ketakutan dan ketidakpercayaa
Tang San yang hendak menyerang mendadak berhenti. Matanya terpaku pada bekas tebasan di lantai yang membelah aula perjamuan menjadi dua bagian sempurna. Kekuatan mengerikan macam apa yang mampu melakukan ini? Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Tang San merasakan ketakutan yang begitu nyata. Dia merasa begitu tidak berdaya menghadapi monster di hadapannya. "Ini..." Juliana Herbald menatap Ryan dengan mata terbelalak tak percaya. Seolah ribuan ombak menghantam jiwanya saat ia mengalihkan pandangan ke Pedang Caliburn. Pedang itu memang ditempa oleh pandai besi terhebat Keluarga Herbald, dan memang sangat kuat. Namun bahkan dalam kondisi utuh sekalipun, pedang itu tak mungkin mampu melancarkan serangan sedahsyat ini. Apalagi dalam keadaan rusak seperti sekarang! Realisasi menghantam Juliana–kekuatan sejati ini berasal dari Ryan sendiri! Selama ini dia lebih menghargai pedang daripada orangnya. Benar-benar kesalahan fatal! 'Sial!' batinnya getir. 'Aku salah besar! Rya
"Nona, Ryan ini..." Wilhem Herbald tiba-tiba bersuara, menyadarkan Juliana dari lamunannya. Menatap sosok Ryan yang masih berdiri tenang, Juliana membuat keputusan. "Mulai sekarang, Keluarga Herbald akan memasok orang ini dengan sumber daya apapun!" "Nanti saat kita kembali, keluarkan bahan untuk Pedang Surgawi Excalibur dari ruang rahasia. Karena Ryan membutuhkannya, kita akan memberikannya tanpa syarat!" Wajah Wilhem Herbald seketika memucat. "Nona Muda, bahan untuk Pedang Surgawi Excalibur adalah..." "Nilai Ryan lebih tinggi dari pedang," Juliana memotong tegas, "dan bahkan lebih tinggi dari leluhur kita yang menempa pedang itu!" Wilhem Herbald tak mampu berkata-kata lagi meski ekspresinya masih dipenuhi keengganan. Sementara itu, Ryan melangkah santai mendekati peti mati. Dengan tangan terlipat di belakang punggung, ia menatap Tang San yang terbaring lemah di dalamnya. "Sepertinya aku memilih ukuran peti mati yang tepat untukmu," ujarnya dengan senyum dingin. Meski amarah m
Seluruh ruangan membeku dalam keheningan total. Mata semua orang terbelalak menatap Ryan dengan campuran ketakutan dan ketidakpercayaan. Gila! Orang ini benar-benar gila! Dia bahkan mengabaikan peringatan Departemen Penanggulangan Bencana Supranatural Nexopolis! 'Apakah dia berniat menjadikan seluruh dunia sebagai musuhnya?' batin para penonton ngeri. Ryan hanya tersenyum santai. "Aku benar-benar minta maaf," ujarnya tenang, "tanganku terpeleset..." Tangannya terpeleset? Para penonton nyaris tersedak mendengar alasan itu. Bahkan orang bodoh pun bisa melihat bahwa Ryan sengaja membunuh Tang San! Semua mata tertuju pada rombongan Departemen Penanggulangan Bencana Supranatural, menunggu reaksi mereka menghadapi penghinaan terang-terangan ini. Wajah sang lelaki tua dipenuhi amarah yang nyaris meledak. Bagaimana tidak? Tang San adalah muridnya selama beberapa dekade, bahkan doa menganggapnya seperti putra sendiri! Begitu menerima telepon Tang San kemarin, dirinya langs
Merasa suasananya tidak tepat, lelaki tua itu melangkah maju dengan aura mengancam. "Bocah, kau telah melangkah ke jalan yang tidak bisa kembali lagi. Kekuatanmu tidak sepadan dengan waktuku." Tatapannya dipenuhi penghinaan saat melanjutkan, "Begitu aku bergerak, kau akan mati. Berlututlah dan terimalah takdirmu!" Dalam hatinya, dia yakin Ryan hanyalah pemuda yang mengandalkan trik kotor tanpa kekuatan nyata. Ryan menyipitkan mata, niat membunuh yang dingin menguar dari tubuhnya. "Memangnya kau siapa, berani-beraninya memerintahku? Seharusnya kau yang berlutut!" Tanpa peringatan, Ryan melesat maju. Kekuatan dorongannya begitu dahsyat hingga membuat lantai bergetar. Tinju yang dipenuhi niat membunuh meluncur ke arah sang lelaki tua. Terkejut dengan serangan mendadak itu, lelaki tua itu mundur sambil melancarkan pukulan balasan. Senyum kejam merekah di bibirnya tepat sebelum kedua tinju mereka beradu. "Bajingan kecil, aku lupa memberitahumu bahwa aku ahli dalam Teknik Pukulan
"Jika aku memberimu sepuluh tahun lagi untuk berkembang, kamu mungkin bisa melampauiku!" Fuze berkata dengan nada mengejek, tatapannya meremehkan sosok Ryan yang berdiri tenang di hadapannya. Aula perjamuan yang megah itu dipenuhi ketegangan mencekam. Para tamu undangan telah lama meninggalkan ruangan, menyisakan Ryan yang berhadapan dengan Fuze dan beberapa praktisi bela diri di belakangnya. "Sayangnya, itu tidak akan terjadi," Fuze melanjutkan dengan dingin. "Kamu akan mati hari ini!" Ryan hanya tersenyum tipis mendengar ancaman itu. Ia telah menghadapi banyak ancaman kematian sejak kembali dari Gunung Langit Biru. Dan sejauh ini, mereka yang mengancam nyawanya justru telah mendahuluinya ke alam baka. Niat membunuh yang pekat menguar dari tubuh Fuze, menciptakan tekanan berat yang membuat udara terasa sesak. Namun Ryan tetap berdiri tegak, tak terpengaruh sedikitpun oleh intimidasi lawannya. Fuze baru hendak melancarkan serangan ketika suara tembakan menggelegar memecah ke
Tawa Fuze mendadak meledak memenuhi ruangan. "Sammy Lein, bagaimana kamu akan menyelamatkannya sekarang?""Fuze," Sammy Lein menghela napas, "sejak aku memasuki pintu, aku tidak berniat menyelamatkan Tuan Ryan. Aku menyelamatkanmu."Tawa Fuze semakin keras mendengar pernyataan itu. Perbedaan kekuatan antara dirinya dan Ryan terlalu jauh–ini benar-benar lelucon!Mengabaikan Sammy Lein, ia menatap Ryan dengan sorot mata tertarik. "Kamu adalah junior pertama yang berani menantangku dalam duel hidup dan mati. Menarik, sangat menarik!""Karena kaulah yang mencari kematian, aku akan memuaskanmu!" lanjutnya dengan nada final. "Lima hari kemudian, aku akan membuatmu terjerumus dalam ketakutan dan keputusasaan!"Mata Fuze berkilat berbahaya saat menambahkan, "Juga, aku lupa memberitahumu bahwa aku, Fuze, menduduki peringkat ke-99 dalam peringkat grandmaster Nexopolis!""Hahahaha!"Tawanya yang penuh kepuasan bergema di ruangan sa
"Senior, apa itu Puncak Langit Biru?" Karl Quins bertanya heran. "Saya belum pernah mendengarnya sebelumnya."Lelaki tua itu tampak termenung. "Orang-orang ini hanyalah praktisi bela diri, bukan kultivator. Tentu saja mereka tidak tahu tentang Puncak Langit Biru...""Jawab aku," desisnya mendesak. "Dari mana kamu mendapatkan ini?""Senior, ini adalah harta karun yang diwariskan oleh leluhur Keluarga Quins," Karl Quins menjelaskan cepat. "Kami berharap dapat menggunakannya untuk memohon Senior agar membantu Keluarga Quins."Sang lelaki tua menyimpan benda itu di dadanya dengan hati-hati. Ini jelas sesuatu yang tak bisa ia tolak begitu saja.Setelah beberapa saat menimbang, ia berkata, "Waktuku terbatas. Demi harta karun ini, aku bersedia keluar dari gunung sekali. Namun, paling lama aku bisa menjaga Keluarga Quins selama sebulan."Ia berhenti sejenak sebelum menambahkan, "Tentu saja, aku bersedia menerima murid dari Keluarga Quins
Dengan cepat, Ryan mengurungkan niatnya untuk membeli Batu Earth Spirit. Ia mengembalikan kalung itu pada Wendy. "Pakailah dengan cepat," ujarnya mendesak."Baik," Wendy mengangguk, sedikit bingung dengan perubahan sikap Ryan. Begitu kalung itu kembali melingkar di lehernya, suhu ruangan langsung kembali normal. Aura darah mengerikan yang menguar dari tubuhnya pun lenyap tak berbekas.Yang aneh, Wendy sama sekali tak menyadari perubahan drastis yang baru saja terjadi. Dia justru menatap Ryan dengan penuh rasa ingin tahu. "Profesor Ryan, apa itu Fisik Iblis Berdarah Dingin yang baru saja profesor sebutkan?"Ryan menggeleng, berusaha terlihat tenang. "Bukan apa-apa. Aku hanya berbicara pada diriku sendiri."Meski Batu Earth Spirit itu sangat berharga, jelas benda itu lebih berharga sebagai penyelamat nyawa Wendy. Ryan bukanlah tipe orang yang akan memprioritaskan harta di atas nyawa orang tak bersalah. Karena itu, ia memutuskan untuk memberi peringatan."Wendy, ingatlah," ujarnya se
Ryan mengerutkan kening, sedikit terkejut dengan keramahan mendadak ini. Namun ia tetap mengangguk mengiyakan.Wajah wanita itu semakin cerah. "Nama saya Wendy, dosen bahasa Inggris di sini. Saya baru bergabung setengah tahun lalu, dan kebetulan tinggal di seberang Anda.""Ryan," balas pemuda itu singkat, menjabat tangan Wendy.Suasana lift menjadi canggung sejenak akibat sikap dingin Ryan. Untungnya, pintu lift segera terbuka di lantai tujuan mereka. Ryan membawa kotak itu keluar dengan satu tangan, mengikuti Wendy ke apartemennya."Aku akan membantumu membawanya masuk," ujar Ryan, meletakkan kotak di ruang tamu Wendy begitu pintu terbuka. Ia bersiap untuk pergi, namun Wendy menahannya."Profesor Ryan, tunggu sebentar. Minumlah segelas air dan beristirahatlah dulu."Wendy bergegas menuangkan air dari dispenser, menyodorkannya pada Ryan dengan senyum ramah. Namun Ryan tak mengambil gelas itu. Matanya terpaku pada sesuatu yang melingkar di leher Wendy.Sebuah kalung dengan liontin
"Tuan Ryan, saya sudah sampai di hotel," suara Conrad Max terdengar dari seberang, sedikit terengah seolah baru saja berlari.Ryan menyipitkan matanya, menatap pemandangan kampus yang terbentang di bawahnya. "Datanglah ke Universitas Negeri Riverdale untuk menemuiku.""Baiklah," jawab Conrad Max tanpa ragu. Tak ada pilihan lain baginya selain mematuhi perintah Ryan.Panggilan berakhir secepat dimulainya. Ryan memasukkan kembali ponselnya ke saku, tatapannya kembali menyapu area kampus.Tanpa membuang waktu, ia bergerak cepat menuju dua inti formasi yang tersisa. Apapun yang terjadi, formasi ini harus dihancurkan.Suara ledakan demi ledakan mulai terdengar, memecah keheningan malam. Para mahasiswa dan staf yang masih terjaga pasti kebingungan dengan kegaduhan ini. Namun Ryan tak peduli. Fokusnya hanya satu–menghancurkan formasi Penjara Catacomb.**Lima menit berlalu begitu cepat. Di ruang batu tersembunyi Penjara Catacomb, wajah para tetua berubah masam. Formasi yang mereka bang
Dalam sekejap mata, Ryan sudah berada di hadapan Sun Che. Pedang Suci Caliburn berkilat tajam, membelah udara dengan suara berdesis."Tunggu! Jangan–"Tanpa menghiraukan ucapan Sun Che, bilah pedang Ryan telah menembus pertahanan Sun Che, menciptakan luka menganga di dadanya. Darah segar menyembur, membasahi tanah di bawah kaki mereka.Sun Che terhuyung mundur, nyaris jatuh tersungkur. Instingnya menjerit, memerintahkannya untuk lari. Namun kakinya seolah terpaku ke tanah, tak mampu bergerak sedikitpun.Ryan melangkah maju, mata birunya berkilat dingin. "Masih belum mau bicara? Baiklah, kita lihat berapa lama kau bisa bertahan."Pedang Suci Caliburn kembali terayun, menciptakan luka kedua di dada Sun Che. Kali ini, bahkan jejak tulang rusuknya terlihat di balik daging yang terkoyak."ARGHHH!" Sun Che menjerit kesakitan, tubuhnya gemetar hebat. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Dia tahu, jika tidak melakukan sesuatu sekarang, nyawanya akan melayang.Dengan sisa-sisa kekuat
Saat sosok itu mendekat, Ryan akhirnya bisa melihat dengan jelas. Itu salah satu penjaga keamanan kampus! Namun auranya jelas bukan milik penjaga biasa. Hanya ada satu kemungkinan–orang ini berasal dari Penjara Catacomb.'Sepertinya penghancuran formasi ini berhasil memancing mereka keluar,' batin Ryan, senyum tipis tersungging di bibirnya."Kau seharusnya tidak menghancurkan formasi ini," ujar si penjaga dengan nada dingin. "Aku sudah menerima perintah bahwa kau harus mati. Dan tak seorang pun bisa lolos dari pedangku!"Tatapan matanya dipenuhi arogansi dan keyakinan akan kemenangannya.Dalam sekejap, kilatan dingin melesat ke arah Ryan. Namun pemuda itu hanya mendengus pelan, sama sekali tidak terlihat gentar. Ia mencengkeram Pedang Suci Caliburn dengan erat, matanya menatap tajam lawannya."Seekor semut biasa berani menantangku?" Ryan berkata dengan nada tenang namun penuh ejekan. "Baiklah, akan kutunjukkan padamu seperti apa teknik pedang yang sebenarnya!"Dalam hitungan detik,
Ryan kemudian melemparkan salah satu batu spirit yang dibawanya. Batu itu melayang di udara selama beberapa saat, berkedip-kedip lemah sebelum tiba-tiba meledak dalam kobaran api yang menyilaukan!Dalam cahaya terang itu, pola rumit formasi yang tersembunyi akhirnya terungkap di permukaan bukit. Ryan menyeringai puas. "Tepat seperti dugaanku."Tanpa membuang waktu, Pedang Suci Caliburn muncul di tangannya. Dengan satu ayunan cepat dan kuat, Ryan menghantam pola formasi itu.BOOM!Suara dentuman keras memecah keheningan malam. Pola formasi berguncang hebat selama beberapa detik, sebelum akhirnya hancur berkeping-keping dengan suara berderak yang memekakkan telinga.Ryan tersenyum dingin. Satu inti formasi telah berhasil dihancurkan. Namun ia tahu, aksinya pasti telah menarik perhatian.Benar saja, tak lama kemudian terdengar derap langkah tergesa-gesa dari kejauhan. Para petugas keamanan kampus bergegas menuju sumber keributan.Tanpa menunggu kedatangan mereka, Ryan segera berger
"Kamu dari departemen mana..." Rektor memulai dengan nada tidak sabar, namun kata-katanya terhenti saat dia mengenali Ryan. Ekspresinya berubah drastis."Ah, Tuan Ryan Reynald!" serunya antusias, berdiri dan mengulurkan tangan. "Eagle Squad telah memberitahuku semuanya. Sungguh suatu kehormatan bagi universitas kami untuk memilikimu sebagai profesor."Ryan, mengingat di mana tangan pria itu mungkin berada beberapa saat lalu, memilih untuk tidak menjabatnya. Dia hanya menyerahkan berkas di tangannya."Ini dokumenku," ujarnya datar.Rektor tersenyum canggung, menyadari penolakannya, dan mengambil dokumen tersebut. "Tuan Ryan, meskipun hari ini adalah hari pertama kelas dimulai kembali, semuanya sudah siap. Tunggu sebentar, saya akan mengambil sesuatu.Tak lama kemudian, Rektor kembali dengan setumpuk dokumen tebal. Dia menyerahkannya kepada Ryan dengan hati-hati. "Tuan Ryan, dokumen ini berisi semua yang Anda butuhkan, termasuk sumber daya yang dapat diberikan universitas kepada Anda,
"Sial! Orang mesum brengsek itu benar-benar muncul lagi!"Tanpa peringatan, tubuh Indira Quest memancarkan aura bela diri yang kuat. Dalam sekejap mata, dia melesat ke arah Ryan, muncul di belakangnya dan mengarahkan serangan pisau ke belakang lehernya. Niatnya jelas–dia ingin membuat pria itu pingsan.Mata Ryan menyipit merasakan bahaya yang mendekat. Namun alih-alih berbalik, dia hanya menggoyangkan bahunya dengan gerakan santai. Gelombang udara tak kasat mata melesat ke arah Indira Quest, membuat gadis itu terpental mundur beberapa langkah.Belum sempat Indira pulih dari keterkejutannya, Ryan telah bergerak. Tangannya terulur cepat, mencengkeram pergelangan tangan gadis itu dan menariknya. Momentum itu membuat tubuh Indira tersentak bagai ikan yang ditarik dari air.PLAK!Suara keras memecah keheningan kampus saat telapak tangan Ryan mendarat di pantat Indira Quest. Gadis itu tersandung
Ryan mengernyit heran. Siapa yang mengunjunginya sepagi ini? Dengan waspada, ia mengintip melalui lubang pintu dan terkejut melihat Patrick berdiri di luar. Tanpa ragu, ia membuka pintu dan mempersilakan bawahannya masuk."Mengapa kamu ada di Riverdale?" tanya Ryan penasaran. "Bukankah Sammy Lein menugaskanmu untuk sebuah misi?"Patrick tersenyum dan menyerahkan sebuah dokumen kepada Ryan. "Tuan Ryan, saya tahu Anda telah mengintai Universitas Negeri Riverdale akhir-akhir ini, jadi Eagle Squad telah mengatur identitas yang cocok bagi Anda untuk bergerak di dalam kampus."Alis Ryan terangkat penuh minat. Ia membuka dokumen itu dan menemukan surat pengangkatan sebagai profesor di universitas tersebut. Patrick juga memberinya seikat kunci."Alamat yang diatur oleh Eagle Squad untuk Tuan Ryan sebelumnya agak terlalu jauh dari universitas, jadi kami mengubah pengaturannya," jelas Patrick. "Tempat tinggal Tuan Ryan kali ini