Evelina memasangkan kacamata berbentuk bulat sama seperti yang dikenakan oleh Harry Potter ke wajah Aleksey. Dia mundur satu langkah untuk melihat apakah kacamata itu cocok untuknya. Namun kemudian gadis itu menggelengkan kepalanya karena merasa kacamata itu tidak cocok untuk Aleksey. Dengan bentuknya yang bulat membuat wajah Aleksey terlihat semakin bulat.
“Tidak cocok untukmu. Ganti yang lain lain.” Gumam Evelina melepaskan kacamata itu di wajah Aleksey.
Setelah kacamata itu berpindah ke tangannya, gadis itu menyerahkan benda itu kepada pelayan toko. Kemudian meminta wanita yang mengenakan seragam pelayan toko itu untuk mengambilkan kacamata dengan bentuk oval. Pelayan toko itu mengambilkan kacamata yang diinginkan oleh Evelina dan menyerahkannya pada gadis itu. Setelah menerima kacamata itu, segera Evelina memasangkannya di wajah Aleksey.
“Natasha?” Evelina mendengar pria berkumis itu memanggilnya dengan nama sang ibu. Dia yakin jika pria itu pasti mengenal ibunya. Tapi karena Evelina sudah diajarkan Leon dan Natasha untuk tidak semudah itu percaya pada orang, dia memilih berpura-pura untuk tidak mengenal nama itu. “Maaf, Tuan. Tapi sepertinya kamu salah mengenali orang.” Pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian dia memegang kedua bahu Evelina dengan keras lalu mengguncang-guncangkannya. “Tidak, aku tidak mungkin salah mengenalimu, Natasha. Wajahmu tidak banyak berubah sejak terakhir kita bertemu.” Aleksey memegang tangan pria itu dan berusaha melepaskannya dari bahu Evelina. “Tuan, kamu salah mengenalinya. Nama gadis itu bukan Natasha.” Namun ka
"Seorang pria asing menyakiti Eve?" Liev tampak terkejut mendengar ucapan Karl yang tiba-tiba saja masuk kamarnya. Karl yang duduk di tepi ranjang Liev menganggukkan kepalanya. "Ya, aku tidak sengaja melihat bekas kemerahan di bahu Eve. Tapi sebenarnya bukan Eve sasarannya." Liev yang duduk di kursi belajar tampak memicingkan matanya menatap sang adik. "Apa maksudmu Eve bukan sasarannya?" "Eve menceritakannya padaku jika pria asing itu salah mengira dirinya adalah Mom." "Mom?" mata Liev melotot kaget. "Jika melihat fisik Eve, dia memang mirip sekali dengan Mom. Tidak heran orang itu mengira Eve adalah Mom." "Tapi aku punya firasat buruk tentang hal ini, Liev. Karena itu aku ingin kamu menyelidikinya." Ucap Ka
"Sergei Bortich. Lahir di Moskow dan berusia empat puluh dua tahun." Karl membaca data dari pria asing yang tertera di layar komputer Liev. Pria itu adalah orang yang sudah menyakiti Evelina."Jika pria itu berusia empat puluh dua tahun, maka usianya tidak jauh dari Mom." Gumam Liev berpikir.Karl menganggukkan kepalanya setuju. "Kamu benar. Aku pikir mungkin dia orang yang ada di masa lalu Mom.""Jadi apa yang akan kita lakukan? Apakah kita harus memberitahu Mom dan Dad?" Liev menanyakan pendapat Karl tujuan mereka selanjutnya setelah menemukan informasi dari pria asing itu.Karl menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kita tidak perlu memberitahu Mom. Aku pikir kita hanya perlu memberitahu Dad."Liev memicingkan
Liev dan Karl menemui sang ayah yang berada di ruang kerjanya. Saat melihat kedua putranya, Leon menatap kedua laki-laki itu secara bergantian. Dari ekspresi kedua putranya yang tampak serius membuat Leon yakin jika ada hal penting yang ingin dibicarakan mereka. Liev dan Karl langsung duduk di kursi yang ada di hadapan sang ayah. Meskipun duduk di kursi roda, tidak membuat Leon kehilangan pesonanya. Ketampanan pemimpin Zeno itu justru semakin bertambah meskipun sudah menginjak usia yang tidak muda lagi. “Sepertinya kalian ingin membicarakan sesuatu yang penting.” Penasaran Leon. Liev mengeluarkan ponselnya dan memberikannya kepada sang ayah. “Apakah Dad mengenal orang ini?” Leon mengambil smartphone putranya untuk melihat apa yang ditunjukkan pada layar b
Zoya mengintip dari balik dinding untuk melihat apakah ada Liev di lorong kampus. Dia merasa seperti pencuri yang mengendap-endap. Ini semua salah Liev kemarin. Setelah merasa aman, Zoya pun keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan menyusuri lorong. Sayangnya baru beberapa langkah saja ada suara yang mengejutkan. "Pagi, Mrs. Pegova." Suara itu membuat tubuh Zoya seperti disengat listrik. Suara yang begitu familiar dan suara yang ingin dihindari justru didengar oleh Zoya. Wanita itu menoleh dan melihat Liev yang berdiri di hadapannya dengan senyuman lebar menghiasi wajah tampannya. Di samping pria itu ada Evelina dan Karl yang menatapnya bingung. “Aku baru tahu kamu dekat dengan Mrs. Pegova, Liev.” Heran Evelina.
Zoya melotot merasakan bibir Liev berada di atas bibirnya. Merasakan laki-laki melumat bibirnya dengan lembut membuat tubuh wanita itu bergetar. Zoya tidak mengerti dengan apa yang terjadi pada tubuhnya. Dia berpikir kemungkinan karena dirinya sudah lama tidak merasakan ciuman lembut yang menggoda seperti ini. Atau mungkin juga karena Liev yang pandai berciuman hingga membuat lawan jenis meleleh dibuatnya. Sadar dengan situasinya sekarang, Zoya pun meletakkan kedua tangannya di depan dada Liev lalu mendorongnya. Nafasnya terengah-engah karena udara yang menipis di paru-parunya akibat ciuman laki-laki itu. “Ada apa, Mrs. Pegova? Mengapa kamu menghentikannya? Bukankah kamu sangat menyukainya?” tanya Liev dengan nada sinis. Zoya mengangkat satu tangannya untuk melayangkan tamparan keras mengenai pipi kiri Liev. 
Tatapan Karl tidak lepas dari Svetlana sejak jam kuliah pertama berlangsung. Bahkan setelah tiga jam kuliah, Karl masih terus memandang gadis berkacamata yang sibuk mendengarkan penjelasan dosen. Pasalnya ada sesuatu yang mengganggu pikiran laki-laki itu. Kemudian Karl meraih ponselnya yang diletakkan di atas meja. Dia membuka akun chatnya dengan Lucia. Setelah itu jemari Karl mengetikkan sebuah pesan untuk kekasihnya dalam dunia game. Ares Apa yang sedang kamu lakukan Lucia? Karl mengirimkan pesan itu. Kemudian tatapannya tertuju pada Svetlana. Dia bisa melihat gadis itu meletakkan pena di tangannya kemudian mengambil ponselnya. Karl bisa melihat Svetlana mengotak-atik smartphone miliknya. Setelah selesai, gadis itu meletakkan kembali benda pipih it
Karl berjalan keluar dari kelasnya. Tepat setelah melewati pintu kelas, Karl menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari keberadaan Svetlana. “Ke mana dia?” gumam Karl. Dia berjalan menyusuri lorong untuk mencari keberadaan Svetlana. Langkah Karl terhenti saat dia mendengar suara teriakan Svetlana. Segera Karl berlari menuju ke arah tangga. Dia bisa melihat seorang pria menyeret Svetlana keluar dari gedung kampus. Segera Karl berlari mengejarnya. Sayangnya dia sedikit terhalang karena beberapa mahasiswa mulai berkerumun di pintu untuk melihat apa yang terjadi. “Sialan.” Karl mengumpat kesal karena kesulitan untuk keluar. Mudah bagi Karl untuk mendorong mereka semua. Tapi Karl tidak mau membuat masalah pada orang-orang yang tidak mencari masalah dengannya. Karena it