"Anak-anak." Seru Natasha membuka pintu rumah.
Namun tidak ada seruan triplet yang memanggilnya secara bersamaan. Keanehan itu membuat Natasha bertanya-tanya kemana perginya Iris bersama anak-anaknya.
"Liev, Eve, Karl? Dimana kalian?" tanya Natasha sembari berjalan masuk ke dalam rumah.
Tidak ada tanda-tanda keberadaan anak-anaknya di ruang tamu. Rasa cemas menjalari hati dan pikirannya. Tapi Natasha berusaha untuk berpikir postiti. Akhirnya dia melangkah lagi menuju dapur.
"MOM!"
Seruan itu membuat Natasha terlonjak kaget karena tiba-tiba triplet muncul dari balik dinding. Seketika dia menyentuh dadanya yang berdebar kencang karena
“Gavin?” panggil Natasha terkejut melihat sahabat Leon berdiri di depan pintunya dengan wajah babak belur dan kaki kanannya yang dibungkus oleh gips. Di tangannya pun memegang satu kruk untuk membantunya berjalan. “Natasha.” “Gavin apa yang terjadi padamu? Lalu apa yang kau lakukan di sini?” bingung Natasha melihat Gavin datang. Diia bertanya-tanya apakah Gavin datang bersama dengan Leon. “Aku kemari ingin bertemu denganmu, Nat.” “Bertemu denganku? Apakah Leon yang menyuruhmu kemari?” wanita itu memicingkan matanya. Gavin menggelengkan kepalanya. “Tidak. Leon tidak tahu aku kemari. Bisakah aku masuk. Berdiri dengan satu kaki terasa sangat le
“Bagus, Iris. Lanjutkan, Cantik.” Seru fotografer yang terus menerus mengambil foto Iris yang mengenakan gaun merah menyala. Karena menjelang natal sehingga semua produk mengambil tema natal. Termasuk merek sepatu yang sedang ditonjolkan oleh Iris. Sepatu hak tinggi itu tampak sangat cantik dikenakan oleh Iris. Membuat kulit putihnya tampak sangat kontras. “Oke. Sudah selesai. Kau bekerja dengan sangat bagus, Iris. Kau bisa beristirahat.” Ucap fotografer itu. “Terimakasih.” Iris pun berjalan menghampiri manajernya. Dia menjatuhkan tubuhnya di atas kursi dan merasa sangat lelah. Terutama di bagian kakinya. Kemudian wanita itu mengambil cup kopi dan meminumnya.
Iris membuka pintu mobilnya. Kemudian tatapannya tertuju pada Gavin yang berdiri tidak jauh darinya. “Masuklah.” Iris tersenyum membuat Gavin merasa merinding. Pasalnya senyuman Iris seperti seekor serigala yang siap menerkamnya. “Kita mau pergi ke mana?” “Bukankah tadi kau meminta bantuanku? Tentu saja pulang ke rumahku. Aku yakin Natasha sudah kembali.” Gavin menganggukkan kepalanya. “Baiklah. Kita pulang ke rumahmu.” Pria itu berjalan menuju mobil Iris dan masuk ke dalam. Dia menyimpan kruknya di bagian belakang mobil. Setelah menutup pintu di samping Gavin, Iris berjalan memutari mobilnya menuju tempat duduknya yang ada di samping Gavin. Setel
Natasha masih memikirkan ucapan Iris ketika mendengar suara ketukan di pintu. Tatapan Natasha dan Iris saling bertemu. “Apa kau bersama seseorang?” tanya Natasha. Iris meringis menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi.”Itu pasti Gavin. Aku sudah menyuruhnya untuk menunggu. Tapi masih saja keras kepala. Natasha menghela nafas berat. “Masih saja tidak mau menyerah. Biar aku yang menemuinya. Iris memegang tangan sahabatnya yang sudah berdiri hendak pergi menuju pintu. “Jangan terlalu marah padanya. Kasihan dia. Lagipula dia hanya ingin melihatmu dan Leon bahagia.” “Mengataka tiba-tiba kau sangat membelanya?” curiga Natasha. &nbs
“Pergilah!” Satu kata itu yang keluar dari mulut Leon saat melihat Natasha. Tubuh wanita itu membeku di tempat mendengar ucapan Leon. Sebelumnya pria itu pernah mengusirnya. Tapi kali ini situasinya berbeda. Leon mengusirnya karena keinginan pria itu sendiri. Natasha menggelengkan kepalanya. “Tidak mau. Aku sudah terbang dari Paris kemari dan kau justru mengusirku.” “Aku tidak memintamu untuk terbang hanya untukku.” Leon mengalihkan pandangannya dari Natasha. Dia memilih memandang keluar jendela. Terlihat kesedihan mendalam di mata pria itu. “Kau tidak memintanya. Tapi aku menginginkannya, Leon. Aku…” “Hentikan, Natasha!” Leon menatap wanita itu d
Di kamar anak-anak, Natasha duduk di lantai untuk menemani anak-anak yang sedang membuat kartu natal untuk ayah mereka. Wanita itu mengambil warna pink lalu membantu Evelina mewarnai seekor ikan. Teman yang diambil putrinya adalah dunia bawah laut. Evelina menggambar berbagai macam hewan laut. Dari ikan, kura-kura, kepiting, bahkan gadis kecil itu juga menggambar kapal selam.“Mengapa kau memiliki dunia bawah laut, Eve?” tanya Natasha selesai mewarnai seekor ikan.“Karena aku ingin mengajak Dad untuk pergi ke akuarium raksasa, Mom. Dulu temanku pernah bercerita jika dia pergi ke akuarium raksasa. Dia mengatakan jika tempatnya sangat indah dan banyak ikan yang bisa kita lihat. Apakah kita bisa pergi ke sana, Mom?” tanya Evelina tampak begitu bersemangat.
Gavin bisa menghela nafas lega saat dia sudah membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Hari ini adalah hari yang panjang untuknya. Mendapatkan kabar mengenai Leon, lalu langsung terbang ke Moskow dan mengetahui kondisi Leon membuat Gavin tidak bisa berhenti melakukan apapun. Dengan kondisi tubuhnya yang sedang tidak baik membuat pria itu semakin mudah lelah. Tiba-tiba ponsel pria itu berdering. Dengan malas Gavin meraba meja di sampingnya dan mengambil benda pipih yang terus mengeluarkan suara. Segera dia menekan tombol hijau sebelum akhirnya menempelkan benda itu ke telinganya. “Halo!” Sapa Gavin dengan nada malas. “Apakah kau sudah lelah? Padahal kau belum menepati janjimu.” Mendengar suara Iris membua
Natasha duduk di lorong rumah sakit tepat di depan kamar Leon dirawat. Tangannya yang diangkat untuk mengusap wajahnya tampak gemetar. Natasha mengusap wajahnya gusar. Pemandangan yang dilihatnya beberapa saat yang lalu. Menciptakan rasa takut yang menyelimuti dirinya. "Natasha." Panggilan itu membuat Natasha mendongak. Dia bisa melihat Gavin berdiri dengan kruk di tangan untuk membantunya berjalan. Natasha pun berdiri melihat kedatangan Gavin. "Gavin." "Aku sudah mendengarnya dari Ivan. Leon dia mengiris pergelangan tangannya sendiri." Natasha menganggukkan kepalanya. "Tadi… tadi saat aku datang dia sudah tidak sadarkan diri dengan da