"Liqa?" Esti menyambut Liqa dengan senyuman. Liqa tersenyum dan menghambur di pelukan Esti. "Kok kamu nggak bilang-bilang kalau mau kesini. Oh itu Aksa ya?" kata Esti sambil melepaskan pelukannya."Iya Tante." Aksa pun memberi salam pada Esti. "Esti," panggil Sari sambil menampakkan diri dari persembunyiannya.Esti tercekat mendengar suara yang tidak asing di telinganya. "Sari?" Esti seolah tidak percaya melihat siapa yang berdiri di depannya."Kamu nggak mau memelukku?" kata Sari sambil meneteskan air mata.Esti yang masih tampak shock segera memeluk Sari. Mereka berdua pun larut dalam tangisan sambil berpelukan. Liqa dan Aksa hanya mengamati Sari dan Esti, dia sahabat yang saling melepas rindu."Ayo masuk," kata Esti sambil melepaskan pelukannya. Esti pun menggandeng tangan Sari dan mengajaknya masuk."Dek, kayaknya kita dilupakan ya?" celetuk Liqa menyindir Esti dan Sari. Aksa hanya tertawa."Enggak dilupakan, hanya sedikit terabaikan. Ayo masuk," kata Esti sambil tertawa.Merek
Ditempat lain, tampak Liqa dan Aksa masuk ke halaman rumah mereka dulu yang sekarang ditempati oleh ayahnya dan istri. Mereka tadi mampir dulu ke mini market untuk membeli makanan yang nantinya akan diberikan untuk ayah mereka."Rumahnya nggak berubah ya, Mbak?" tanya Aksa. "Iya. Tapi dalamnya banyak yang berubah."Aksa hanya manggut-manggut saja. Ia memang sudah lama sekali tidak mengunjungi rumah ini. Ia juga jarang berinteraksi dengan ayahnya dan Rosita. Sehingga tidak pernah berkonflik dengan mereka. Perlahan mereka sudah sampai di depan pintu. Liqa segera mengetuk pintu rumah, belum ada jawaban dari penghuni rumah. Liqa mengetuk lagi sambil mengucapkan salam, masih belum ada jawaban juga.Tak lama kemudian terdengar suara mobil yang masuk ke halaman rumah. Liqa tahu kalau itu mobil ayahnya."Jangan menyebut nama Ibu di depan ayah, ya?" bisik Liqa pada Aksa."Iya, Mbak. Aksa juga tahu."Begitu mobil berhenti, keluarlah Farhan, Rosita dan Melia. Farhan segera menghampiri anak-ana
"Kok aku dan Melia nggak dibelikan juga?" tanya Rosita lagi."Kamu kan tadi masak. Makan saja sama Melia.""Oh, gitu ya? Mentang-mentang ada mereka terus melupakan kami.""Sudahlah, Bu. Nggak usah ngajak ribut. Sudah tua, malu!""Siapa yang ngajak ribut, aku kan hanya ngomong saja.""Tadi aku minta kamu untuk menyiapkan minum tidak mau. Menemani kami ngobrol juga tidak. Kamu dan Melia sama saja, watak memang tidak bisa berubah. Kamu tahu kan kalau Liqa dan Aksa pemilik rumah ini, kita hanya menumpang, Bu. Tapi kamu nggak mau melayani mereka dengan baik. Kalau sewaktu-waktu mereka meminta hak atas rumah ini dan mengusir kita, kamu siap kan?" Farhan berbicara panjang lebar. Sejujurnya Farhan sudah lelah dengan sikap Rosita. Tapi untuk bercerai, belum saatnya. Pasti nanti ia dicemooh oleh keluarganya sendiri. Membuang berlian demi kerikil. Karena itu sebisa mungkin Farhan bertahan, jika nanti sudah tidak sanggup, tentu saja ia akan menyerah dan berpisah.Melia tampak keluar dari kamar.
"Mbak Sari? Kapan pulang?" tanya Farida dengan gelagapan."Apa kabar Farida?" Sari tidak menjawab pertanyaan Farida, tapi malah balik bertanya."Alhamdulillah, baik, Mbak.""Syukurlah." Sari pun duduk bergabung bersama mantan mertuanya."Ayo cicipi makanan ini, enak lho," kata Sari menawarkan makanan yang ada di meja."Terima kasih." Farida pun duduk di dekat orang tuanya. Sedangkan Hendri dari tadi tidak lepas memandang Sari. Ia tidak sadar kalau Liqa dan Aksa memperhatikan tingkah Hendri."Liqa, kalau sudah selesai makan, tolong bikinin minum untuk Tante Farida ya?" pinta Sari."Iya, Bu. Ini juga sudah selesai." Liqa pun beranjak dari duduknya, membawa wadah yang berisi kulit remis karena daging remisnya sudah habis. Aksa mengikuti langkah kaki Liqa.“Mbak, lihat nggak tadi, Om Hendri memandang Ibu sampai tak berkedip,” bisik Aksa di telinga Liqa.“Iya, aku juga melihat tadi. Mereka berdua itu sama saja, licik! Kita harus berhati-hati dengan mereka. Jangan terlalu dekat dengan merek
Terdengar suara langkah kaki berjalan mendekat. Semua menatap ke arah pintu, dan semuanya terperanjat melihat siapa yang datang. Hanya Farida yang tampak tersenyum penuh kemenangan. Pak Umar tak lepas menatap wajah anak perempuannya itu. Pak Umar sudah menduga kalau kedatangan perempuan itu pasti ulahnya Farida."Eh, Sari kapan kamu datang? Akhirnya kamu pulang juga ya? Kamu tadi menyuruh anak-anakmu untuk memberitahu kalau kamu ada disini ya? Hebat sekali kamu, menggunakan anak-anakmu sebagai tameng supaya Mas Farhan menemuimu." Rosita berkata dengan penuh emosi."Rosita!" teriak Farhan."Kenapa Mas? Masih mengharapkan Sari ya?" ejek Rosita."Aku bahkan tidak tahu kalau ada Sari disini, anak-anak tidak memberitahuku." Farhan membela diri."Farida, semua ini ulahmu kan? Kamu yang memberitahu Rosita kalau ada Sari disini. Apa sih maumu?" Pak Umar benar-benar marah."Pak, nggak usah marah dengan Farida. Justru saya berterima kasih karena saya tahu kalau ada Sari disini. Apa Bapak dan I
"Aku menginap disini, karena menganggap Bapak dan Ibu sebagai orang tuaku. Bukan karena ingin mendapatkan Mas Farhan lagi." Sari berkata dengan pelan."Maaf, Pak, Bu, saya ke kamar dulu. Kalau tetap disini, takutnya saya tidak bisa mengontrol emosi," pamit Sari. Ia pun segera masuk ke kamar. Di kamar sudah ada Liqa dan Aksa, ternyata mereka tadi mendengarkan semua yang diucapkan oleh ibunya.Liqa dan Aksa segera memeluk Sari, mereka bertiga saling menguatkan sambil menangis. "Bu, sesudah ini, tidak ada lagi yang bisa menghina dan mengejek kita. Aksa akan selalu melindungi Ibu dan Mbak Liqa. Kita bertiga akan selalu bersama dalam suka dan duka. Insyaallah," kata Aksa.Bu Tari yang melihat semua ini, menangis sedih. Air matanya tidak berhenti mengalir. Ia tadi mengikuti Sari sampai ke kamar, ia ingin memberikan dukungan moril pada Sari."Maafkan Nenek ya? Nenek tidak bisa mendidik Ayah kalian dengan baik. Yang dilakukannya hanya membuat kalian sengsara," kata Bu Tari ketika mendekati m
"Mas, beri aku kesempatan sekali lagi. Aku janji tidak akan mengulangi kesalahanku." Rosita memohon pada Farhan."Boleh, tapi kamu minta maaf dengan Sari dan anak-anak." Farhan menjawab dengan entengnya."Tidak mungkin aku melakukan itu!" teriak Rosita secara spontan, ia tampak sangat emosi. Teriakan Rosita membuat Farhan dan Melia terkejut. Tapi Farhan sudah menduga reaksi dari Rosita ketika disuruh minta maaf sama Sari. Farhan hanya bisa tersenyum miris.“Aku yakin kalau kamu tidak akan mau melakukannya,” jawab Farhan sambil tersenyum,” kamu memang orang yang tidak pernah mau introspeksi diri diri, apalagi minta maaf dengan orang lain. Kamu selalu menganggap kalau dirimu itu selalu benar.”Rosita hanya melengos sambil membuang nafas, ia benar-benar kesal dengan ucapan Farhan yang sangat menyudutkannya. Walau yang diucapkan itu semuanya benar."Ya sudah kalau tidak mau. Silahkan bereskan barang-barang kalian. Baru nanti aku antar ke rumah ibumu. Aku sudah tidak sanggup hidup bersama
"Bagaimana keadaan ayahmu?" tanya Sari pada Liqa dan Aksa. Sari berusaha sampai di rumah sakit bersama dengan Bu Tari. Tadi Liqa menghubunginya kalau Farhan pingsan."Alhamdulillah, Bu. Sudah mendapatkan penanganan dokter. Masih menunggu hasilnya."Liqa dan Aksa menemukan Farhan dalam kondisi yang setengah sadar. Farhan masih sempat berbicara kalau ia sangat pusing. Dengan bantuan tetangga, Farhan akhirnya dibawa ke UGD sebuah rumah sakit yang ada di daerah itu."Bagaimana ceritanya?" tanya Bu Tari."Tadi Liqa memanggil Ayah, tapi tidak ada jawaban. Akhirnya Liqa dan Aksa langsung masuk ke dalam rumah, karena tidak ada jawaban dari Ayah. Ternyata pintu tidak dikunci dan Ayah berbaring di sofa ruang keluarga.""Ayahmu pingsan atau sadar?""Masih setengah sadar, Nek. Ayah masih bisa ngomong kalau kepalanya pusing." Liqa menjelaskan lagi.Bu Tari hanya bisa meneteskan air mata mendengar penjelasan Liqa."Rosita dan Melia kemana?""Nggak tahu, Nek. Kayaknya nggak ada di rumah." Aksa yang
Farida terdiam mendengar kata-kata Liqa, tapi ia masih penasaran dengan keluarga Keenan.Tiba-tiba muncul Keenan, ia mendengar Liqa berkata dengan suara yang agak keras. Ia khawatir jika Liqa sedang marah. Ia pun mendekati Liqa, yang tampak terengah-engah karena berbicara panjang lebar.“Sabar, Sayang,” bisik Keenan. Mata Liqa sudah berkaca-kaca, ia sudah sangat kesal dengan Farida.“Ajak Liqa masuk ke kamar, biar dia tenang,” kata Sari pada Keenan.“Ayo Sayang,” ajak Keenan sambil menggandeng tangan Liqa. Mereka berdua berjalan menuju ke kamar.Sampai di kamar Liqa langsung menangis tersedu-sedu.“Kenapa Tante Farida sangat jahat pada Liqa dan Ibu? Selalu saja menghina dan mengejek kami. Nanti kalau aku buka semua aib suaminya, bisa stroke dia.” Liqa berkata dengan pelan.“Aib suaminya? Om Hendri?”Liqa mengangguk. Dengan perlahan Liqa menceritakan tentang Hendri. Ketika dulu Hendri mendekati Sari. Keenan mendengarkan dengan seksama, walaupun ia sangat terkejut dengan fakta yang ia d
Terdengar suara orang mengucapkan salam, Hendri dan Liqa langsung menoleh ke arah pintu. “Waalaikumsalam,” sahut Liqa, ia tidak terkejut karena ia hafal betul suara itu. Hendri sangat terperanjat melihat siapa yang datang, begitu juga dengan Farhan. Ia tak kalah syoknya melihat Hendri ada disini.“Kok kamu ada disini, memangnya pernah kesini ya, dengan siapa? Farida mana?” Farhan memberondong Hendri dengan beberapa pertanyaan. Farhan baru saja pulang dari menemui Rosita, diantar oleh Aksa.“Aku memang pernah kesini, mengunjungi Liqa. Farida sedang bertemu dengan teman-temannya.” Hendri menjawab pertanyaan Farhan. Ia merasa heran dengan kehadiran Farhan disini, apalagi ini rumahnya Sari. Ia ingin bertanya, tapi takut nanti malah menjadi bumerang bagi dirinya.Farhan merasa kalau ada yang aneh dengan sikap Hendri, ia pun menemani Hendri ngobrol. Kesempatan ini dimanfaatkan Liqa untuk masuk ke dalam.“Kok Hendri kamu tinggal?” tanya Pak Umar.“Ayah sudah pulang, biar ngobrol sama Ayah s
“Apa kabar Rosita,” sapa Farhan ketika mengunjungi Rosita di rumah Citra, sehari setelah Liqa menikah. Rosita dan Yana yang sedang duduk tampak kaget dengan kedatangan Farhan. Farhan datang kesini diantar oleh Aksa.“Mas Farhan.” Dengan terbata-bata Rosita memanggil nama Farhan. Farhan tampak tersenyum, walaupun dalam hatinya ia sangat terkejut melihat kondisi Rosita dan Yana. Farhan duduk di kursi yang ada di kamar itu.“Aku kesini karena Melia bercerita padaku kemarin. O ya, kemarin Liqa sudah menikah. Alhamdulillah, anak yang dulu selalu kamu anggap musuh ternyata malah bisa membanggakan orang tuanya. Aku juga bangga dengan Melia, sejak ia putus komunikasi denganmu, jalan hidupnya menjadi terarah. Lihatlah Melia sekarang, ia menjadi anak yang berbakti dan penurut. Ia menuruti semua kata-kataku, akhirnya ia bisa selesai kuliah dan bekerja.” Farhan berkata dengan bangga.Rosita hanya terdiam.“Liqa menikah? Kapan pestanya? Kenapa Sari tidak mengundangku?” Yana yang mengomentari ucapa
"Kenapa sekarang? Bukankah rencananya hari Minggu?" protes Liqa. Ia tetap berusaha tersenyum, karena semua mata tertuju padanya."Lebih cepat lebih baik, Mbak," celetuk Aksa."Pantas saja, semua kok hadir disini," gumam Liqa. Ia tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Kaget, shock, terharu atau bahagia, semua menjadi satu. Akhirnya sampai juga di meja yang sudah disediakan. Sudah ada Keenan yang tampak gagah mengenakan jas berwarna gelap. Juga penghulu dan dua orang saksi. Irwan sebagai saksi dari Liqa dan papanya Salsa sebagai saksi dari pihak Keenan.Liqa pun duduk disamping Keenan. Keenan tampak tersenyum bahagia melihat Liqa yang sangat cantik hari ini. Acara pun dimulai, Farhan sempat meneteskan air mata sebelum menikahkan Liqa. Ia sangat terharu melihat Liqa yang sebentar lagi akan istri orang. Anak yang pernah ia abaikan ternyata bisa menjadi seperti sekarang ini.Dengan lancar, Keenan mengucapkan ijab kabul. Setelah saksi berkata sah, semua yang hadir tampak lega. Dilanjutk
“Seperti dulu yang pernah ia lakukan pada Ibu. Dia mencoba untuk merayu Ibu dengan iming-iming materi. Itulah sebabnya kenapa kita dulu beberapa kali pindah kontrakan, karena untuk menghindari Om Hendri.” Sari berkata dengan pelan.Liqa merasa syok mendengar kata-kata yang terucap dari mulut ibunya. Walaupun ia sudah mengira kalau Hendri akan melakukan itu.“Apakah dulu Tante Farida tahu?” “Enggak. Makanya sebelum ia tahu, Ibu berusaha untuk pindah. Sampai akhirnya Ibu memutuskan untuk menjadi TKW. Selain karena Ibu butuh biaya untuk kehidupan kita, alasan lainnya juga untuk menghindari gangguan Om Hendri.”“Kenapa jadi janda selalu dipandang sebelah mata ya?” lanjut Sari dengan mata berkaca-kaca. Hatinya sangat sedih, karena sepanjang hidupnya sering dipenuhi dengan air mata. Liqa memeluk erat ibunya.“Biarlah orang memandang Ibu dengan sebelah mata. Yang penting kita baik di mata Allah. Jangan pedulikan penilaian orang lain. Liqa pernah mengalaminya, Bu. Penghinaan dan ejekan dari
“Maaf, sebenarnya apa maumu?” tanya Sari, ia memberanikan diri untuk menatap Hendri. Hendri sangat senang melihat Sari menatap dirinya, ia pun tersenyum menggoda, membuat Sari merasa jijik dengan Hendri.Sari merasa heran, kenapa Hendri selalu tahu dimana Sari berada? Bukankah jarak kota tempat Hendri tinggal sangat jauh dengan kota dimana Sari berada? Apakah Farida tidak merasa curiga ketika suaminya sering pergi ke kota? Pertanyaan-pertanyaan itu melintas dipikiran Sari.“Seperti yang aku bilang tadi, aku hanya ingin membantu meringankan bebanmu.” “Aku tidak merasa terbebani dengan jualanku ini. Tidak perlu mengasihaniku.”“Jangan angkuh seperti itu. Bagaimanapun juga seorang perempuan itu akan butuh laki-laki sebagai pelindung. Aku siap untuk melindungi mu.”Sari sudah dapat menebak apa yang ada di pikiran Hendri.“Hendri, kamu itu sudah memiliki istri. Lindungilah keluargamu sendiri. Untuk saat ini aku bisa melindungi diriku sendiri.”Hendri tersenyum.“Nggak usah malu-malu, Sari
"Lihatlah Liqa, banyak orang yang menyayangimu dan mendukungmu. Hapuskan rasa benci dan dendam di dalam hatimu. Kalau kamu biarkan dendam itu, lama kelamaan akan menggerogoti mentalmu. Yang rugi kamu sendiri. Masa depanmu masih panjang, banyak impian yang ingin kamu raih. Bukankah kamu mau punya usaha dan menikah muda?" Sari menggenggam tangan Liqa. "Tarik nafas panjang, masukkan sugesti positif di pikiranmu. Ibu tahu kalau kamu mampu melakukan semua ini."Liqa menuruti semua kata-kata ibunya. Perlahan ia mulai bisa tenang."Ayo, kita kesana, biarkan Bu Rosita istirahat dan memikirkan semua yang telah ia lakukan." Citra mengajak Liqa keluar dari kamar Rosita. Liqa dan Sari berjalan melewati Yana yang duduk di kursi roda. Ada Clara yang mendorong kursi roda Yana. Sari pun berhenti sejenak menghampiri Yana."Apa kabar, Wak Yana?" sapa Sari sambil memegang tangan Yana."Ba-baik," sahut Yana dengan mata berkaca-kaca, sepertinya ia tadi juga mendengar kemarahan Liqa. "Alhamdulillah, semo
Hari ini Sari mengajak Liqa untuk mengunjungi Yana dan Rosita. Sari berusaha untuk tidak membenci mereka, tapi untuk memaafkan perbuatan mereka, masih butuh waktu.Rosita sudah mulai bisa duduk, kata Sita tadi. Ia sudah mulai bisa berbicara walaupun masih terbatas. "Halo Rosita, apa kabar?" sapa Sari yang masuk ke kamar Rosita bersama dengan Liqa. Tampak Melia duduk di pinggir tempat tidur ibunya sedangkan Rosita duduk bersandar. Melia kaget melihat Sari dan Liqa datang mengunjungi ibunya."Ba-baik," sahut Rosita dengan suara yang terbata-bata. Wajah Rosita lebih cerah dari waktu Sari menjenguknya.Liqa tampak terkejut melihat Rosita, ia memang baru pertama ini menjenguk Rosita. Liqa seakan tak percaya, dari tadi matanya menatap Rosita tanpa berkedip. Tadi ibunya bilang hanya menjenguk Yana, jadi Liqa benar-benar tidak tahu kondisi Rosita.Rosita tampak tertunduk, menghindari tatapan mata Liqa."Ini Bu Rosita ya, Bu. Kok lain sekali? Yang Liqa tahu Bu Rosita itu penampilannya glamor
Hari ini pertama kali warung Sari buka, butuh waktu dua Minggu untuk mempersiapkan semuanya. Sari dan Liqa tinggal di rumah sebelah warung, setelah sedikit direnovasi. Rumah dengan tiga kamar itu dicat ulang, begitu juga dengan warung makan. Dengan sentuhan Keenan, warung berubah menjadi lebih kekinian. Sebelum subuh tadi, Sari sudah menyiapkan berbagai bumbu masakan. Liqa ikut membantu karena hari ini ia tidak ke kampus. Kemarin Sari dan Dewi, karyawan Sari, belanja ke pasar untuk membeli sayuran dan bahan-bahan yang diperlukan di warung. Warung mulai sibuk, beberapa pelanggan mulai berdatangan. Mereka adalah pelanggan lama, tapi mereka tahu kalau terjadi pergantian pemilik. Liqa menunggu di meja kasir, sesekali ia membantu membuatkan minuman yang dipesan. Liqa mulai memikirkan untuk menambah minuman yang kekinian.Liqa sangat bahagia melihat ibunya tampak bersemangat menjemput rezeki. Memang ibunya hobi memasak, jadi wajar saja kalau bisnis yang dirintisnya ini berhubungan dengan